Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengertian Tonsilitis Akut

Penyakit tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi

bakteri atau virus. Selain virus dan bakteri, penyakit ini juga bisa disebabkan karena

kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada saat pertama kali menderita

(tonsilitis akut) sehingga penyakit ini semakin meradang jika timbul untuk kedua kalinya dan

menjadi tonsilitis kronis. Penyakit ini dapat mengenai semua umur namun umumnya

menyerang pada anak-anak (Ramadhan et al., 2017).

Etiologi

Gejala umum tonsilitis kronis yaitu sakit tenggorok, disfagia, dan demam. Penyakit

tonsil mempengaruhi struktur terkait anatomi lainnya seperti celah telinga tengah, sinus

paranasal, dan gabungan saluran pernafasan dengan bagian atas saluran pencernaan. Anak-

anak yang mengalami tonsilitis kronis memiliki pembesaran tonsil dan pembuluh darah

membesar pada permukaan tonsil (Triola, Zuhdi, & Vani, 2020).

Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya perasaan mudah

lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada tenggorokan, sulit menelan hingga

rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut berbau serta terkadang muncul juga gangguan pada

telinga dan siklus tidur seseorang. Pengaruh non mikroba juga menjadi penyebab dari
penyakit ini seperti refluks esofagus, imunomodulator dan radikal bebas. Radikal bebas

sendiri merupakan molekul tidak stabil dan sangat reaktif sehingga bisa menyebabkan

kerusakan jaringan terutama di membrane sel (Liwikasari, 2018).

Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan

menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya keadaan ini juga

dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil

mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran

tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika 7 peradangan telah ditanggulangi, kemungkin

tonsil kembali pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula.

Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang.

Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi

peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis (Maulana Fakh, Novialdi,

& Elmatris, 2016).

Patofisiologi

Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan

menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui system limfa ke

tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses

inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya

udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta

ditemukannya eksudat bewarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya

sakit tenggorokan, nyeri nelan, demam tinggi, bau mulut serta otalgia.
Anatomi:

Faktor Risiko:

1. Faktor usia, terutama pada anak.

2. Penurunan daya tahan tubuh dan Riwayat Alergi .

3. Rangsangan menahun (misalnya rokok, makanan tertentu).

4. Higiene rongga mulut yang kurang baik.

Anamnesis:

Dari anamnesis ditemukan gejala meliputi:

1. Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal.

2. Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama semakin

bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan.

3. Nyeri dapat menyebar sebagai referred pain ke telinga.


4. Demam yang dapat sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan anak-

anak.

5. Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang.

6. Plummy voice / hot potato voice: suara pasien terdengar seperti orang yang

mulutnya penuh terisi makanan panas.

7. Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri

telan yang hebat (ptialismus).

8. Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorok,

tenggorok terasa kering dan pernafasan berbau (halitosis).

9. Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) gejala yang timbul

adalah demam tinggi (39 ̊C), nyeri dimulut, gigi dan kepala, sakit tenggorokan, badan

lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana

Pemeriksaan Fisik:

1. Tonsilitis akut:

a. Tonsil hipertrofik dengan ukuran ≥ T2.

b. Hiperemis dan terdapat detritus di dalam kripti yang memenuhi permukaan tonsil

baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran. Bentuk tonsillitis akut dengan

detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi

satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.


c. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membran semu

(pseudomembran) yang menutupi ruang antara kedua tonsil sehingga tampak

menyempit. Temuan ini mengarahkan pada diagnosis banding tonsilitis difteri.

d. Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak udem dan hiperemis.

e. Kelenjar limfe leher dapat membesar dan disertai nyeri tekan.

2. Tonsilitis kronik:

a. Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus

melebar dan berisi detritus.

b. Pembesaran kelenjar limfe submandibula dan tonsil yang mengalami perlengketan.

3. Tonsilitis difteri:

a. Tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin

meluas

b. Tampak pseudomembran yang melekat erat pada dasar tonsil sehingga bila

diangkat akan mudah berdarah. Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring,

dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan

medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:

1. T0: tonsil sudah diangkat.

2. T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial

tonsil melewati pilar anterior sampai 1⁄4 jarak pilar anterior uvula.

3. T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas

medial

tonsil melewati 1⁄4 jarak pilar anterior- uvula sampai 1⁄2 jarak pilar anterior-uvula.
4. T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas

medial

tonsil melewati 1⁄2 jarak pilar anterior-uvula sampai 3⁄4 jarak pilar anterior-uvula.

5. T4: > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial

Tonsil melewati 3⁄4 jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.

Pemeriksaan Penunjang: bila diperlukan

1. Darah lengkap

2. Swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan Gram.

Penegakan Diagnostik:

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan untuk diagnosis

definitif dengan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis Banding

Infiltrat tonsil, limfoma, tumor tonsil

Komplikasi

1. Komplikasi lokal

a. Abses peritonsil (Quinsy)

b. Abses parafaringeal

c. Otitis media akut


d. Rinosinusitis

2. Komplikasi sistemik

a. Glomerulonephritis

b. Miokarditis

3. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik

Penatalaksanaan Komprehensif

Penatalaksanaan

1. Istirahat cukup

2. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi

3. Menjaga kebersihan mulut

4. Pemberian obat topikal dapat berupa obat kumur antiseptik

5. Pemberian obat oral sistemik.

a. Tonsilitis viral.

Istirahat, minum cukup, analgetika / antipiretik (misalnya, Paracetamol), dan antivirus

diberikan bila gejala berat. Antivirus Metisoprinol diberikan pada infeksi virus dengan dosis

60-100 mg/ kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/ hari pada orang dewasa dan pada anak

< 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.


b. Tonsilitis bakteri

Bila diduga penyebabnya Streptococcus group A, diberikan antibiotik yaitu Penisilin

G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau Amoksisilin 50 mg/ kgBB dosis dibagi 3

kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4 x

500 mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan Kortikosteroid karena steroid telah terbukti

menunjukkan perbaikan klinis yang dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat

diberikan berupa Deksametason 3 x 0,5 mg pada dewasa selama 3 hari dan pada anak-anak

0,01 mg/kgBB/hari dibagi 3 kali pemberian selama 3 hari. Analgetik / antipiretik, misalnya

Paracetamol dapat diberikan.

c. Tonsilitis difteri

Anti Difteri Serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis

20.000-100.000 unit tergantung umur dan jenis kelamin. Antibiotik penisilin atau eritromisin

25-50 mg/kgBB/hari. Antipiretik untuk simptomatis dan pasien harus diisolasi. Perawatan

harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.

d. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

Antibiotik spektrum luas diberikan selama 1 minggu, dan pemberian vitamin C serta

vitamin B kompleks. Indikasi dan Kontraindikasi Tonsilektomi Menurut Health Technology

Assessment Kemenkes tahun 2004,

Kontraindikasi relatif tonsilektomi:

1. Gangguan perdarahan

2. Risiko anestesi atau penyakit sistemik yang berat


3. Anemia

Konseling dan Edukasi

Memberitahu individu dan keluarga untuk:

1. Menghindari pencetus, termasuk makanan dan minuman yang mengiritasi

2. Melakukan pengobatan yang adekuat karena risiko kekambuhan cukup tinggi.

3. Menjaga daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga

teratur.

4. Berhenti merokok.

5. Selalu menjaga kebersihan mulut.

6. Mencuci tangan secara teratur. Rencana Tindak Lanjut Memberikan laporan ke

dinas Kesehatan setempat jika terdapat kasus tonsilitis difteri. Kriteria Rujukan

Segera rujuk jika terjadi:

1. Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler, septikemia, meningitis,

glomerulonephritis, demam rematik akut.

2. Adanya indikasi tonsilektomi.

3. Pasien dengan tonsilitis difteri. Peralatan:

 Lampu kepala

 Spatula lidah

 Lidi kapas

 Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah lengkap

 Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan mikrobiologi dengan

pewarnaan Gram
Prognosis

1. Ad vitam : Bonam

2. Ad functionam : Bonam

3. Ad sanationam : Bonam
Laporan Kasus

Anamnesis:

Identitas:

Nama : An S G A H

Usia : 4 tahun 8 bulan

Pekerjaan :-

Alamat : Winangun

Keluhan utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang:

Demam dialami sejak 4 hari yang lalu, disertai batuk dan nyeri saat menelan

makanan, Riwayat kejang dalam keluarga ( kakak pasien 3 kali kejang sejak lahir ), Mulut

berbau, nafsu makan berkurang, pasien sudah rawat jalan 3 hari yang lalu dengan keluhan

demam namun tidak ada perubahan, mual muntah tidak ada, BAB/BAK dalam batas normal.

Keluhan ini baru pernah dialami pasien

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 120 x / menit, reguler,isi cukup. Kuat angkat


Respirasi : 20 x / menit tipe thorakal abdominal

Suhu badan : 39,7 oC

SpO2 : 99% room air

BB : 11 kg

Kepala : Konj, an (-), Sklera Ikterik (-), pupil bulat isokor,  3mm, RC +/+ normal

Leher : Tonsil T3 – T3 Hiperemis (-). KGB (-)

Thorax : Tidak ada kelainan

Abdomen : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Diagnosa:

Tonsilitis Akut

Penatalaksanaan:

 IVFD RL HS 12 tpm

 Paracetamol rectal 125mg extra

 Paracetamol 120mg 6,5ml / 4 jam

 Ambroxol 15mg 3x2,5ml

 Oralit ad libitum

 Edukasi
PEMBAHASAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer.Cincin Waldeyer terdiri atas susunan jaringan limfoid yang terdapat di dalam

rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual

(tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s

tonsil).Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun.. Hasil

Anamnesis (Subjective) Keluhan:

1. Rasa kering di tenggorokan sebagai gejala awal.

2. Nyeri pada tenggorok, terutama saat menelan. Rasa nyeri semakin lama semakin

bertambah sehingga anak menjadi tidak mau makan.

3. Nyeri dapat menyebar sebagai referred pain ke telinga.

4. Demam yang dapat sangat tinggi sampai menimbulkan kejang pada bayi dan anak-

anak.

5. Sakit kepala, badan lesu, dan nafsu makan berkurang.

6. Plummy voice / hot potato voice: suara pasien terdengar seperti orang yang

mulutnya penuh terisi makanan panas.

7. Mulut berbau (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri

telan yang hebat (ptialismus).

8. Pada tonsilitis kronik, pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorok,

tenggorok terasa kering dan pernafasan berbau (halitosis).


9. Pada Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa) gejala yang timbul

adalah demam tinggi (39 ̊C), nyeri dimulut, gigi dan kepala, sakit tenggorokan, badan

lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi.

Pada pasien ini awalnya datang dengan keluhan demam tinggi mencapai 39,7’c dan

memiliki riwayat kejang demam dalam keluarga, setelah dianamnesis lebih lanjut ditemukan

keluhan penyerta yaitu nyeri tenggorokan saat menelan makan, batuk kurang lebih 5 hari

yang lalu, kurangnya nafsu makan serta mulut berbau, dilakukan pemeriksaan fisik

ditemukan Tonsil: T3-T3 tidak hiperemis, keluhan ini baru pernah dialami, anak memiliki

kebiasaan sering memakan makanan pedas dan ice cream.

Maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang diagnosa ditemukan adanya

peningkatan leukosit 11.500 gr/dl, kemudian pasien ini ditegakan diagnosa yaitu Tonsilitis

Akut ec Bacterial Infeksi.

 Penatalaksanaan yang diberikan adalah meliputi IVFD RL HS 12 tpm

 Paracetamol rectal 125mg extra

 Paracetamol 120mg 6,5ml / 4 jam

 Cefixime 100mg 2x2,5ml

 Ambroxol 15mg 3x2,5ml

 Oralit ad libitum

 Edukasi hindari faktor resiko


Berikut adalah gambaran derajat pembesaran tonsil:

Prognosis dari pasien ini adalah dubia ad bonam


KESIMPULAN

Pasien An S G A H usia 4 tahun 8 bulan, alamat winangun datang ke instalasi Gawat

Darurat RS Bhayangkara Kota Manado dengan keluhan utama Demam dialami sejak 4 hari

yang lalu, keluhan disertai kurangnya nafsu makan serta mulut berbau, dilakukan

pemeriksaan fisik ditemukan Tonsil: T3-T3 tidak hiperemis, keluhan ini baru pernah dialami,

anak memiliki kebiasaan sering memakan makanan pedas dan ice cream. Maka selanjutnya

dilakukan pemeriksaan penunjang diagnosa ditemukan adanya peningkatan leukosit 11.500

gr/dl, kemudian pasien ini ditegakan diagnosa yaitu Tonsilitis Akut ec Bacterial Infeksi.

Pasien telah dikonsulkan ke bagian Pediatri dan disetujui untuk dilakukan perawatan Rumah

Sakit sesuai indikasi diagnosis dan pelayanan. Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adam, GL. Boies LR. Higler. Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke- 6. Jakarta:

EGC. 1997

2. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGraw-

Hill. 2003.

3. Rusmarjono. Soepardi, E.A. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid dalam

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed. ke-6.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai