Disusun Oleh :
Shelly Lavenia Sambodo
G99141127
Clarissa Rayna S P
G99141128
Rizky Saraswati I
G99141129
Rizky Masah
G99141130
Muhammad Alfian
G99141131
Pembimbing :
DR. JB. Prasodjo, dr. Sp. Rad (K)
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
DAFTAR ISI
A. Pendahuluan
. 1
B. Tinjauan Pustaka . 3
- Anatomi usus . 3
- FIsiologi usus . 6
- Gambaran normal dari radiografi polos abdomen . 9
- Definisi obstruksi usus . 10
- Klasifikasi ileus obstruktif 11
- Patofisiologi ileus obstruktif 12
- Manifestasi klinis .. 16
- Faktor risiko ileus obstruktif 16
- Penegakan diagnosis . 17
- Pemeriksaan penunjang 19
- Penatalaksanaan .... 26
- Prognosis
... 27
C. Simpulan
... 28
D. Daftar Pustaka
... 29
BAB I
PENDAHULUAN
paralitik
dan
ileus
obstruktif
(Mukherjee,
2008).
Hasil
penelitian
yang dirawat inap sebesar 60% di Rumah Sakit Hippokratian, Athena di Yunani
dengan rata-rata pasien berumur antara sekitar 16 - 98 tahun dengan rasio
perbandingan laki-laki lebih sedikit daripada perempuan (2:3). Di Indonesia 7.024
kasus obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap pada tahun 2004. Ileus obstruktif
menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyakit penyebab kematian tertinggi pada
kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi 3,34% (sebanyak 3 kasus dari 88 kasus)
(Depkes RI, 2004).
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanis adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan
atau hambatan mekanis yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus
atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus
yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut. Ileus terjadi akibat hipomotilitas
traktus gastrointestinal akibat obstruksi mekanis pada usus. Ileus obstruktif
merupakan kegawatan di bidang bedah digestif yang sering dilaporkan. Kejadian
ileus obstruktif termasuk 20% dari kasus nyeri akut abdomen yang tidak tergolong
appendisitis akut. Walaupun penyebab ileus obstruktif ada bermacam-macam,
penyebab yang paling sering adalah karena adhesi yang terjadi pasca operasi regio
abdomen (Medscape, 2013).
Pada penderita ileus obstruktif akan merasakan nyeri yang hebat dibagian
perutnya. Gejala lainnya yaitu muntah, obstipasi, distensi usus, dan tidak adanya
flatus. Apabila ileus obstruktif tidak segera ditangani maka akan menyebebabkan
dehidrasi sampai ke syok hipovolemik hingga strangulasi. Terapi ileus obstruktif
biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis tergantung atas jenis
dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan
dengan memperhatikan keadaan umum pasien (Sylvia, 1994).
Untuk menegakkan diagnosis ileus obstruktif harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang benar. Namun, untuk mengetahui proses patologik dari ileus
obstruktif perlu dilakukan beberapa pemeriksaan radiologis agar diagnostik pasti
dapat ditegakkan. Sehingga terapi untuk ileus obstruktif lebih efektif dan efisien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Usus
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang
dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar
12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah
dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm,
tetapi semakin ke bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi
sekitar 2,5 cm. (Sylvia, 2005)
1. Struktur usus halus
Struktur usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut ini:
a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum merupakan tempat
bermuaranya saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus), tempat ini dinamakan papilla vateri. Dinding
duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar
brunner untuk memproduksi getah intestinum (Syaifuddin., 2009). Panjang
duodenum sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum. (Sylvia, 2005)
b. Jejunum: Panjangnya 2-3 meter dan berkelok-kelok, terletak di sebelah kiri
atas intestinum minor. Dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas (mesentrium) memungkinkan keluar masuknya arteri dan
vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara
lapisan peritoneum. Penampang jejunum lebih lebar, dindingnya lebih
tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.
c. Ileum: ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya 4-5
m. Ileum merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah
berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang orifisium
ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula ceicalis (valvula
bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak masuk
lagi ke dalam ileum (Syaifuddin., 2009).
2. Struktur usus besar
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalisani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5
inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil
(Sylvia, 2005). Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah selaput
lendir, lapisan otot yang memanjang, dan jaringan ikat. Ukurannya lebih besar
daripada usus halus, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak
memiliki vili. Serabut otot longitudinal dalam muskulus ekterna membentuk
tiga pita, taenia coli yang menarik kolon menjadi kantong-kantong besar yang
disebut dengan haustra. Dibagian bawah terdapat katup ileosekal yaitu katup
antara usus halus dan usus besar. Katup ini tertutup dan akan terbuka untuk
merespon gelombang peristaltik sehingga memungkinkan kimus mengalir 15
ml masuk dan total aliran sebanyak 500 ml/hari (Ethel, 2003).
Bagian-bagian usus besar terdiri dari :
a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal apendiks (Ethel, 2003). Pada sekum terdapat katup ileosekal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum (Sylvia, 2005). Apendiks
vermiform, suatu tabung buntu yang sempit yang berisi jaringan limfoit,
menonjol dari ujung sekum (Ethel, 2003).
b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki
tiga divisi:
i. Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di
sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
ii. Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan
lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah
fleksura splenik.
iii. Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 1213 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di
anus (Syaifuddin, 2009).
13.Kantung empedu
2. Parotis
14.Duodenum
16. Kolon
5. Rongga mulut
6. Amandel
7. Lidah
8. Esofagus
20. Ileum
9. Pankreas
21. Sekum
10.Lambung
22. Appendiks
11.Saluran pankreas
23. Rektum
12.Hati
24. Anus
B. Fisiologi Usus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahan bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam
mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan
yang masuk. Proses pencernaan dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh
kerja enzim enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein
menjadi zat zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas
membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim
enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi
kerja lipase pancreas (Sylvia, 2005).
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat zat makanan sambil diabsorbsi. Isi usus digerakkan
oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik
yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormone (WHO, 2007). Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu
ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan
suplai kontinu isi lambung (Sylvia, 2005).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak,
dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.
Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi (Sylvia, 2005).
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrolisa oleh enzim lipase pankreas,
hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian
memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami
disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus, dan
asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali
trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid dan apoprotein untuk
membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lacteal. Asam lemak
kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam
empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari
kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5
gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam
(Sabiston, 1992) (Scwarttz, 2000).
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis.
Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi
tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan protein,
menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif
membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi (Scwarttz, 2000).
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati
menjadi maltosa (isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian disakarida
ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa, dihidrolisis
menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim laktase, sukrase,
maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di dalam mikrovili
brush border sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi monosakarida sewaktu
berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka berdifusi ke dalam mikrovili.
Produk pencernaan, monosakarida, glukosa, galaktosa, dan fruktosa, kemudian
segera diabsorpsi ke dalam darah porta (Guyton, A.C., dan Hall, J.E, 2006).
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan
duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi.
Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif.
Natrium dan klorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau secara
transport aktif. Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan
jejenum, dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium
diabsorpsi secara difusi pasif (Scwarttz, 2000).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Sylvia, 2005).
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit serta mencegah dehidrasi. Gerakan retrograd dari
kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan dan meningkatkan absorpsi.
Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen
pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh
makanan, kolinergik.
Sepertiga berat feses kering adalah bakteri; 10-10/gram dimana bakteri
Anaerob lebih banyak dari bakteri aerob. Bacteroides paling umum, Escherichia
coli berikutnya. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan
produksi intralumen. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan
karbohidrat yang tidak tercerna (Scwarttz, 2000).
hernia
(inguinal,
femoral,
umbilical),
neoplasma
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital
(malrotasi),
inflamasi
(Chrons
disease,
diverticulitis),
tersebut
menyebabkan
penurunan
volume
intravascular,
hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam
perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung,
hipotensi dan syok (Sabiston, 1992).
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi
pada usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan
dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan
strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus.
Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak sebagai sawar (penghambat)
bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus
yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi
yang memanjang maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan
endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis (Sabiston, 1992).
Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen
usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat
menyebabkan kematian (Sabiston, 1992).
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar
suatu gelung usus tersumbat. Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan
G. Manifestasi Klinis
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen
usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan
usus meliputi nyeri kram pada perut disertai kembung. Pada obstruksi usus
halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi
muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan
menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di
perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan
semakin fekulen. Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut
dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa
normal sampai demam. Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada
obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising
usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai dengan
timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.
2. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai
dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas
operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri
iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka
dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.
H. Faktor Risiko Ileus Obstruktif
Obstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur pasien (Tabel
1). Pada bayi/neonatus obstruksi usus disebabkan atresia ani, atresia pada usus
halus , dan penyakit Hirschsprung. Obstruksi pada anak-anak sering disebabkan
18
Penyakit
Atresia,
Anak-anak
Hirschsprung
Intususepsi,
inguinalis,
Volvulus,
penyakit
hernia
strangulasi
kelainan
kongenital,
penyakit Hirschsprung
Neoplasma usus besar, adhesi, hernia
Dewasa
I. Penegakan Diagnosis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia.
Gejala umum berupa syok,oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan
meteorismus dan kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik
yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai
gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik,
hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak
19
gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada
lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan
untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan
buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai
kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut
yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang
hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut.
Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian
ini mudah membesar (WHO, 2OO2) (Dinkes Sumatera Utara, 2007).
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising
usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada
tinggi, atau tidak terdengar sama sekali (WHO, 2OO2) (Dinkes Sumatera Utara,
2007).
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Perut distensi, dapat ditemukan darm kontur dan darm steifung. Benjolan pada
regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata.
Pada invaginasi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi
dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Hipertimpani.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi. Pada fase lanjut bising usus
dan peristaltik melemah sampai hilang.
20
Rectal
Toucher
J. Pemeriksaan Penunjang
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi. Pada urinalisa, berat jenis dapat meningkat dan ketonuria yang
menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukosit normal atau
sedikit meningkat , jika sudah tinggi kemungkinan sudah terjadi peritonitis. Kimia
darah sering adanya gangguan elektrolit (WHO, 2OO2) (Dinkes Sumatera Utara,
2007).
Pemeriksaan Radiologis
1. Foto Polos Abdomen
Ileus merupakan penyakit abdomen akut yang dapat muncul secara
mendadak yang memerlukan tindakan sesegera mungkin. Maka dari itu
pemeriksaan abdomen harus dilakukan secara segera tanpa perlu persiapan.
Pada kasus abdomen akut diperlukan pemeriksaan 3 posisi, yaitu :
- Posisi terlentang (supine): sinar dari arah vertical, dengan proyeksi
-
antero-posterior (AP)
Duduk atau setengah duduk atau berdiri (erect), bila memungkinkan,
21
Hal hal yang dapat dinilai pada foto foto di atas ialah:
1. Posisi terlentang (supine)
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring Bone Appearance). Gambaran ini didapat dari pengumpulan
gas dalam lumen usus yang melebar.
22
diperlukan pada obstruksi ileus yang sulit atau untuk dapat memperkirakan
keadaan obstruksinya pada masa pra-bedah.
-
24
25
khas
volvulus
dari
usus
peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian Enema
Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang
tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
3. CT-Scan Abdomen
CT (Computed Tomograhy) merupakan metode body imaging
dimana sinar X yang sangat tipis mengitari pasien. Detektor kecil akan
mengatur jumlah sinar x yang diteruskan kepada pasien untuk menyinari
targetnya. Komputer akan segera menganalisa data dan mengumpulkan
dalam bentuk potongan cross sectional. Foto ini juga dapat disimpan,
diperbesar maupun di cetak dalam bentuk film. Pemeriksaan ini dikerjakan
jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT
Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan
dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CTScan harus dilakukan
dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
27
K. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengansendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di
rumah sakit (WHO, 2008) (WHO, 2007).
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan,
kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum. Setelah keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan
laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan
pemantauan dan konservatif (WHO, 2008) (WHO, 2007).
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ
vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
28
29
BAB III
SIMPULAN
1. Ileus obstruktif adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa
disalurkan ke distal akarena adanya sumbatan mekanis.
2. Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold standard dalam ileus obstruktif
adalah foto polos abdomen 3 posisi.
3. Temuan khas pada obstruksi usus di antaranya adalah:
- Distensi usus pada proksimal bagian yang mengalami obstruksi
- Gambaran herring bone appearance
- Gambaran air fluid levels (batas air-udara) atau step ladder
- String of pearls sign (gambaran untaian kantong gas kecil berturutturut)
30
DAFTAR PUSTAKA
Ansari,
P.,
2007.
Intestinal
Http://www.merek.com/m.mpe/sec02/choll/chollh.hyml.
Obstruction.
Dinkes Sumatera Utara. 2007. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2006. Medan.
Ethel, S. 2003. Anatomi dan Fisiogi Manusia untuk Pemula. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
A,
H.
2010.
Intestinal
Obstruction.
http//
Medscape.
2013.
Ileus.
http://
http://emedicine.medscape.com/article/178948-
31
Pierce, A., dan Neil, R. 2006. At Glance Ilmu Bedah. Edisi Ketiga. Penerbit
Erlangga: Jakarta.
Sabiston. 1992. Buku Ajar Ilmu Bedah Bagian Pertama. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Scwarttz. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Sudarmo, Pulunggono dan Ade Indrawan Irdam. Pemeriksaan Radiografi Polos
Abdomen pada Kasus Gawat Darurat. Majalah Kedokteran Indonesia.
2008; 58:12.
Suratun. dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Penerbit CV. Trans Info Medan: Jakarta.
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.
Edisi 2. Penerbit Salemba Medika: Jakarta.
Sylvia, A., dan Wilson, L. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
WHO.,
2002.
WHO
Global
Infobase
Countryn
Comparison.
http://who.int/datawhoglobainfobasecountrycomparison.htm
(Diakses
32
33