Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Pankreatitis adalah peradangan pankreas akut atau kronis, yang dapat


simtomatik atau asimtomatik dengan penyebab tersering alkoholisme dan
panyakit saluran empedu. Pankreatitis dapat dibedakan menjadi pankreatitis
akut, kronis, dan autoimun. Pankreatitis akut cenderung ringan dan sembuh
sendiri pada 80% pasien, namun menyebabkan komplikasi dan mortalitas
yang bermakna pada hingga 20% pasien1. Berbeda dengan pankreatitis akut
yang kelainannya reversibel, pada pankreatitis kronis terjadi perubahan
pankreas yang ireversibel.1,2
Pankreatitis dapat dipicu oleh berbagai kondisi, misalnya
alkoholisme, adanya obstruksi ductus, kelainan genetik, atau autoimun.
Namun, mekanisme pasti terjadinya pankreatitis belum diketahui secara
pasti. Pada pankreatitis akut, salah satu teori patogenesisnya adalah
autodigesti, yaitu terjadinya pankreatitis karena enzim-enzim proteolitik
(misalnya tripsinogen, kimotripsinogen, proelastase, dan fosfolipase A)
teraktivasi di dalam pankreas sendiri karena adanya faktor pemicu, misalnya
endotoksin, eksotoksin, infeksi virus, iskemia, dan trauma.2
Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 5000 kasus pankreatitis akut
baru tiap tahunnya, dengan mortalitas sekitar 10%. Sementara itu, jumlah
pasien dengan pankreatitis akut berulang atau pankreatitis kronis belum
tercatat dengan jelas.3
Pada kasus pankreatitis, ada beberapa modalitas pemeriksaan
radiologi yang dapat dilakukan, antara lain foto polos, CT, MRI, dan USG.4
Pemeriksaan-pemeriksaan radiologi tersebut dapat membantu penegakan
diagnosis pankreatitis serta menentukan stadium penyakit. Oleh karena itu,
dalam referat ini akan dijelaskan mengenai pankreatitis dan modalitas-
modalitas pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk membantu
penegakan diagnosis pankreatitis baik akut maupun kronis. 3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Pankreatitis adalah peradangan pankreas akut atau kronis , yang


dapat simtomatik atau asimtomatik dengan penyebab tersering alkoholisme
dan panyakit saluran empedu1. Pankreatitis dapat dibedakan menjadi
pankreatitis akut, kronis, dan autoimun. Pankreatitis akut cenderung ringan
dan sembuh sendiri pada 80% pasien, namun menyebabkan komplikasi dan
mortalitas yang bermakna pada hingga 20% pasien.1 Berbeda dengan
pankreatitis akut yang kelainannya reversibel, pada pankreatitis kronis
terjadi perubahan pankreas yang ireversibel.2
Pankreatitis akut adalah proses inflamasi pankreas dengan
manifestasi dan variasi klinis yang beragam. Secara umum, pankreatitis
akut dapat didiagnosis pada pasien dengan 2 dari 3 ciri berikut: nyeri
abdomen atas yang tiba-tiba, peningkatan serum amilase dan/atau lipase
lebih dari 3 kali kadar normal, serta temuan pada CT scan, CT scan dengan
kontras, atau USG abdomen yang mencirikan pankreatitis. (Zaheer et al,
2013). Pankreatitis akut cenderung ringan dan sembuh sendiri pada 80%
pasien, namun menyebabkan komplikasi dan mortalitas yang bermakna pada
hingga 20% pasien.2
Pankreatitis kronis kelainan heterogen dengan spektrum klinis yang
mencakup nyeri, hilangnya fungsi eksokrin pankreas, diabetes mellitus, dan
berbagai komplikasi yang biasanya melibatkan organ-organ di sekitar
pankreas1,2. Pankreatitis kronis dicirikan dengan adanya kerusakan
ireversibel pada pankreas, berbeda dengan pankreatitis akut yang memiliki
perubahan reversibel. Pada pankreatitis kronis didapatkan abnormalitas
histologis, termasuk inflamasi kronis, fibrosis, dan destruksi progresif baik
pada jaringan eksokrin maupun endokrin.2 .
Pankreatitis autoimun adalah bentuk pankreatitis yang secara klinis
seringkali dicirikan oleh jaundice obstruktif dengan atau tanpa massa
pankreas, adanya infiltrat limfoplasmasitik dan fibrosis pada pemeriksaan

2
histologis, dan merespon terapi steroid dengan baik2-3. Pankreatitis autoimun
juga dikenal sebagai sclerosing pancreatitis, tumefactive pancreatitis, dan
nonalcoholic destructive pancreatitis tergantung temuan patologis spesifik
dan keberadaan manifestasi ekstrapankreatik.2

2.2 ETIOLOGI PANKREATITIS


2.2.1 Pankkreatitis Akut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pankreatitis akut cukup
banyak. Tapi sampai saat ini faktor-faktor tersebut bisa dikategorikan dalam
beberapa kelompok. Penyakit pada traktus biliaris dan alkohol menempati
80 % penyebab terjadinya pankreatitis akut, sementara sisanya disebabkan
antara lain : infeksi, trauma pada perut bagian atas, hiperlipidemia,
2-3
hiperparatiroid, iatrogenik pasca bedah, ERCP, dan herediter.

2.2.2 Pankreatitis Kronis


Di Amerika Serikat, alkoholisme adalah penyebab tersering
pankreatitis kronis pada dewasa, sementara pada anak-anak penyebab
terseringnya adalah fibrosis kistik. Pada hingga 25% orang dewasa,
pankreatitisnya memiliki penyebab yang tidak diketahui, yang disebut
pankreatitis kronis idiopatik. Menurut penelitian terbaru, sekitar 15% pasien
dengan pankreatitis idiopatik mungkin mengalami pankreatitis yang
disebabkan oleh defek genetik.2-3
Defek genetik yang menyebabkan pankreatitis kronis kemungkinan
adalah mutasi gen CFTR (cystic fibrosis transmembrane conductance
regulator-gene), gen tripsinogen kationik PRSS-1 (protease-serine-1), dan
gen SPINK-1 (serine-protease inhibitor and Kazal type 1). Mutasi pada
PRSS-1 kemungkinan memicu pankreatitis kronis, sementara CFTR dan
SPINK-1 memicu munculnya pankreatitis bila terdapat faktor risiko,
misalnya alkohol.3

3
Selain etiologi-etiologi diatas, pankreatitis kronis juga bisa
disebabkan oleh autoimun atau kombinasi dengan penyakit spesifik
(misalnya penyakit Crohn), fibrosis kistik, tropical, obstruksi ductus
pancreaticus, atau obat-obatan.2-3

2.3 Patogenesis Pankreatitis


2.3.1 Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut dapat terjadi ketika faktor-faktor yang terlibat
dalam mempertahankan homeostasis seluler tidak seimbang. Kejadian awal
mungkin sesuatu yang melukai sel asinar dan merusak sekresi butiran
zymogen, contoh : komsumsi alkohol, batu empedu, dan obat-obatan
tertentu.6
Saat ini, masih belum jelas bagaimana patofisiologi yang memicu
terjadinya pankreatitis akut. Bagaimanapun, diyakini bahwa baik faktor
ekstraselular (misalnya, respon saraf dan pembuluh darah) maupun faktor
intraseluler (misalnya, aktivasi enzim pencernaan intraseluler) berperan.
Selain itu, pankreatitis akut dapat berkembang ketika sel cedera duktal
menyebabkan tertundanya atau tidak adanya sekresi enzim, seperti pada
mutasi gen CFTR6.
Setelah pola cedera seluler dimulai, pertukaran membran sel menjadi
kacau, dengan efek negatif berikut:
 Kompartemen lisosomal dan granul zymogen granul menyatu,
sehingga memungkinkan aktivasi tripsinogen ke tripsin.
 Tripsin intraseluler memicu aktivasi cascade di seluruh zymogen
Neutrofil teraktivasi kemudian memperburuk kondisi dengan
melepaskan superoksida (respiratory burst) atau enzim proteolitik
(cathepsins B, D, dan G, kolagenase, dan elastase). Akhirnya, makrofag
melepaskan sitokin yang memediasi respon inflamasi lokal. Para mediator
awalnya adalah tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), interleukin (IL) -6,
dan IL-8.4,5
Mediator-mediator inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah pankreas, menyebabkan perdarahan, edema,

4
dan akhirnya nekrosis pankreas. Saat mediator diekskresikan ke dalam
sirkulasi, komplikasi sistemik dapat timbul, seperti bacteremia karena gut
flora yang mengalami translokasi, sindrom gangguan pernapasan akut
(ARDS), efusi pleura, perdarahan gastrointestinal, dan gagal ginjal.5,6
Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) juga dapat terjadi,
mengarah ke terjadinya shock sistemik. Akhirnya, para mediator inflamasi
dapat menjadi begitu banyak terkumpul sehingga menyebabkan
ketidakstabilan hemodinamik dan kematian.4,5
Pada pankreatitis akut, edema parenkim dan nekrosis lemak
peripankreatik terjadi pertama kali, ini dikenal sebagai pankreatitis akut
edema. Ketika nekrosis melibatkan parenkim, disertai dengan perdarahan
dan disfungsi kelenjar, peradangan berkembang menjadi pankreatitis
hemoragik atau necrotizing. Pseudokista dan abses pankreas dapat
disebabkan oleh pankreatitis necrotizing karena enzim dapat dibatasi oleh
jaringan granulasi (pembentukan pseudokista) atau melalui penyemaian
bakteri pada jaringan pankreas atau peripankreatik (pembentukan abses).5

2.3.2 Patogenesis Pankreatitis Kronis


Fibrogenesis pankreas tampaknya menjadi respon khas terhadap
adanya jejas. Ini melibatkan interaksi kompleks dari faktor pertumbuhan,
sitokin, dan kemokin, sehingga terjadi deposisi matriks ekstraseluler dan
proliferasi fibroblas. Pada pankreas yang cedera, ekspresi lokal dan
pelepasan faktor pertumbuhan transformasi beta (TGF-beta) merangsang
pertumbuhan sel-sel asal mesenkimal dan meningkatkan sintesis protein
matriks ekstraseluler seperti kolagen, fibronektin, dan proteoglikan. Bukti
menunjukkan keterlibatan kemokin yang berbeda dalam inisiasi dan
penyebab terjadinya pankreatitis kronis.6

5
2.4 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
2.4.1 Anamnesis 3,4
Secara umum, anamnesis pada pasien pankreatitis adalah
sebagai berikut:
a. Keluhan utama: nyeri hampir selalu merupakan keluhan yang
diberikan oleh pasien dan nyeri dapat terjadi di epigastrium,
abdomen bawah atau terlokalisir pada daerah torasika posterior
dan lumbalis. Nyeri bisa ringan atau parah atau biasanya menetap
dan tidak bersifat kram.
b. Riwayat penyakit sekarang: pertanyaan tentang nyeri, lokasi,
durasi, faktor-faktor pencetus dan hubungan nyeri dengan
makanan, postur, minum alkohol, anoreksia, dan intoleransi
makanan.
c. Riwayat penyakit lalu: tanyakan kepada pasien apakah pernah
mendapat intervensi pembedahan seperti kolesistektomi, atau
prosedur diagnostik seperti EKCP. Kaji apakah pernah menderita
masalah medis lain yang menyebabkan pankreatitis meliputi :
 ulkus peptikum
 gagal ginjal
 gangguan vaskular
 Hipoparatiroidisme
 hiperlipidemia
d. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan riwayat keluarga yang
mengkonsumsi alkohol, mengidap pankreatitis dan penyakit
biliaris.
e. Riwayat psikososial: penggunaan alkohol secara berlebihan adalah
hal yang paling sering menyebabkan pankreatitis akut. (Hudak dan
Gallo, 1996).

6
2.4.2 Pemeriksaan Fisik 2-5
Hasil pemeriksaan fisik pada pasien pankreatitis secara umum adalah
sebagai berikut:
a. Tanda-tanda vital: terdapat peningkatan temperatur, takikardi, dan
penurunan tekanan darah. Demam merupakan gejala yang umum
biasanya (dari 39° C). demam berkepanjangan dapat menandakan
adanya komplikasi gastrointestinal dari penyakit seperti peritonitis,
kolesistitis atau abses intra abdomen.
b. Sistem gastrointestinal: pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri
abdomen. Juga terdapat distensi abdomen bagian atas dan terdengar
bunyi timpani. Bising usus menurun atau hilang karena efek proses
peradangan dan aktivitas enzim pada motilitas usus. Hal ini
memperberat ketidakseimbangan cairan pada penyakit ini. Pasien
dengan penyakit pankreatitis yang parah dapat mengalami asites,
ikterik dan teraba massa abdomen.
c. Sistem kardiovaskular: efek sistemik lainnya dari pelepasan kedalam
sirkulasi adalah vasodilatasi perifer yang pada gilirannya dapat
menyebabkan hipotensi dan syok.Penurunan perfusi pankreas dapat
menyebabkan penurunan faktor depresan miokardial (MDF). Faktor
depresan miokardial diketahui dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
d. Sistem sirkulasi: resusitasi cairan dini dan agresif diduga dapat
mencegah pelepasan MDF. Aktivasi tripsin diketahui dapat
mengakibatkan abnormalitas dalam koagulitas darah dan lisis
bekuan. Koagulasi intravaskular diseminata dengan keterkaitan
dengan gangguan perdarahan selanjutnya dapat mempengaruhi
keseimbangan cairan.
e. Sistem respirasi: pelepasan enzim-enzim lain (contoh fosfolipase)
diduga banyak menyebabkan komplikasi pulmonal yang
berhubungan dengan pankretitis akut. Ini termasuk hipoksemia
arterial, atelektasis, efusi pleural, pneumonia, gagal nafas akut dan
sindroma distress pernafasan akut.

7
f. Sistem metablisme: komplikasi metabolik dari pankreatitis akut
termasuk hipokalsemia dan hiperlipidemia yang diduga berhubungan
dengan daerah nekrosis lemak disekitar daerah pankreas yang
meradang. Hiperglikemia dapat timbul dan disebabkan oleh respon
terhadap stress.
g. Sistem urinari: oliguria, azotemia atau trombosis vena renalis bisa
menyebabkan gagal ginjal.
h. Sistem neurologi: perubahan tingkah laku dan sensori yang dapat
berhubungan dengan penggunaan alkohol atau indikasi hipoksia
yang disertai syok.
i. Sistem integumen: membran mukosa kering, kulit dingin dan
lembab, sianosis yang dapat mencerminkan dehidrasi ringan sampai
sedang akibat muntah atau sindrom kebocoran kapiler.Perubahan
warna keunguan pada panggul (tanda turney grey) atau pada area
periumbilikus (tanda cullen) terjadi pada nekrosis hemoragik yang
luas.3-4

2.5 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan radiologi pada pankreatitis dapat dilakukan dengan
beberapa macam modalitas. Foto polos, CT, MRI dan USG dikatakan dapat
membantu diagnosis dari pankreatitis. Akan tetapi, beberapa literatur
menyebutkan, untuk diagnosis pankreatitis, pemeriksaan foto konvesional
dan USG memiliki keterbatasan jika dibandingkan dengan pemeriksaan CT
dan MRI. Dikatakan bahwa pemeriksaan CT adalah pemeriksaan yang
paling umum dilakukan pada pankreatitis, terutama pankreatitis akut.6
Pemeriksaan radiologi pada pankreatitis pada umumnya memiliki
beberapa tujuan, antara lain (Allmon dan Liebman, 2006):
1) Menyingkirkan kelainan abdominal lain yang dapat menyerupai
pankreatitis.
2) Mengkonfirmasi diagnosis klinis dari pankreatitis.
3) Menentukan stadium dari penyakit, dengan evaluasi dari luas dan
sifat dari luka pankreatik serta inflamasi peripankreas.

8
Pemeriksaan radiologi pada pankreatitis umumnya memiliki
gambaran yang berbeda antara pankreatitis akut dan kronis. Pada
pankreatitis akut, dikarenakan sifatnya yang dapat mengancam jiwa,
pemeriksaan radiologi memiliki peranan penting dalam manajemen kasus
tersebut, dimana diperlukan kecepatan serta ketepatan dalam penegakan
diagnosis dan penatalaksanaan. Pankreatitis akut merupakan suatu proses
inflamasi akut yang terjadi pada pankreas yang juga dapat meliputi jaringan
serta organ yang berdekatan. Pankreatitis akut juga merupakan penyebab
utama yang penting pada keluhan nyeri abdomen akut.6,7

2.5.1 Foto Konvensional


Pada pemeriksaan foto konvesional, pemeriksaan foto polos
abdomen dapat dilakukan pada pasien dengan pankreatitis. Akan tetapi,
pemeriksaan tersebut lebih memiliki tujuan untuk menyingkirkan diagnosis
banding yang memiliki manifestasi klinis serupa, seperti apendisitis.
Pemeriksaan foto polos merupakan salah satu langkah yang cepat dan
mudah dilaksanakan sehingga cukup bermanfaat untuk kondisi terjadinya
keadaan gawat darurat yang membutuhkan tindakan bedah segera.7
Foto polos abdomen merupakan bagian dari diagnostik awal sebagai
penatalaksanaan dari nyeri akut abdomen. Penemuan dari foto polos
umumnya tidak spesifik, namun dapat menjurus ke arah pankreatitis akut.
Suatu studi menunjukan bahwa pada pemeriksaan foto polos abdomen pada
pasien dengan pankreatitis akut pada umumnya akan ditemukan:6,7
 Ileus duodenum pada 42% pasien
 Colon cutoff (kekurangan gas pada distal dari fleksura splenik akibat
spasme kolon yang terpengaruh penyebaran inflamasi pankreas)
 Abses pankras (gelembung udara).
 Nekrosis lemak abdominal dan saponifikasi (efek akibat lipase yang
teraktivasi pada jaringan lemak).
Pemeriksaan radiografi abdomen memiliki peran yang terbatas pada
pankreatitis akut. Pemeriksaan radiografi kidney-ureter-bladder (KUB)
dengan pasien dalam posisi berdiri tegak lurus dilakukan secara primer

9
untuk mendeteksi udara bebas dalam abdomen, mengindikasikan perforasi
viscus, sebagaimana pada kasus dengan ulkus duodenum yang menimbulkan
perforasi. Pada beberapa kasus, proses inflamasi dapat merusak struktur
peripankreas, menyebabkan tanda berupa “colon cutoff”, “sentinel loop”,
atau ileus.7
Sementara pada pankreatitis kronis, yang dikarakterisasi oleh
kerusakan pankreas yang progresif dan menjurus pada kerusakan fungsi
endokrin serta eksokrin dari pankreas, pemeriksaan foto polos abdomen juga
dapat dilakukan dan justru menghasilkan temuan yang lebih spesifik.
Didapatkannya temuan kalsifikasi baik di dalam maupun di sekitar pankreas
merupakan suatu tanda dari pankreatitis kronis.7
Sekitar 25 – 59% pasien dengan diagnosis pankreatitis kronis,
ditemukan temuan berupa kalsifikasi pankreas. Temuan tersebut merupakan
suatu ciri yang patognomonis pada pankreatitis kronis. Kalsifikasi secara
primer merepresentasikan kalkuli intraduktal, baik pada duktus utama
pankreas maupun cabang-cabang duktus yang lebih kecil. Kalsifikasi berupa
bentukan punktata atau kasar dang dapat memiliki distribusi fokal,
segmental, ataupun difus.6,7

10
Gambar 2.1 Pankreatitis kronis. Foto polos abdomen menunjukkan
distribusi kalsifikasi kasar dari pankreas akibat pankreatitis kalsifikasi
kronis.

Gambar 2.2 Foto polos abdomen pada pankreatitis kronis menunjukan stent
insitu pada ductus biliaris dan kalsifikasi pankreas yang cukup meluas.

Sementara itu, pemeriksaan foto dengan kontras juga dapat


memberikan hasil yang cukup bermanfaat. Pemeriksaan seri traktus
gastrointestinal atas dengan kontras barium dapat memberikan informasi
yang penting untuk terapi pada pasien dengan pankreatitis kronis. Obstruksi
saluran cerna dapat ditemukan pada pemeriksaan dan dapat disebabkan oleh
pembesaran pankreas atau pseudokista yang menekan lambung. Fibrosis
peripankreas juga dapat melibatkan antrum lambung atau duodenum,
sehingga menyebabkan stenosis.7-9
Pembesaran dari kepala pankreas biasanya menyebabkan suatu
‘penghapusan’ (effacement) dari antrum karena jarak anatomis yang tetap
antara kepala pankreas dan antrum lambung, menyebabkan suatu gambaran
yang dikenal dengan “pad sign”. Pankreatitis kronis juga dapat
menyebabkan nodularitas lambung dan penebalan lipatan mukosa, dan
temuan-temuan tersebut paling banyak tampakpada aspek posterior.8

11
Gambar 2.3 Pemeriksaan barium traktus gastrointestinal atas menunjukan
tanda 3 terbalik akibat pankreatitis kronis. Karsinoma pankreas juga dapat
menunjukan gambaran serupa.

2.5.2 Ultrasonografi (USG)


Pada pankreatitis akut, temuan abnormal pada USG didapatkan pada
33 – 90% pasien. Akan tetapi pemeriksaan USG pada pasien dengan
pankreatitis akut seringkali terjepit secara negatif karena ileus dan udara
usus yang menutupi. Edema intersisial pada pankreatitis akut digambarkan
pada USG sebagai suatu pembesaran kelenjar yang hipoechoic. Walaupun
USG dapat digunakan untuk mengidentifikasi kumpulan cairan peripankreas
akut, pemeriksaan tersebut tidak bermanfaat untuk mendeteksi nekrosis, dan
oleh karena itu, peran USG dalam pencitraan pankreatitis akut adalah
terbatas untuk mendeteksi kolelithiasis dan koledokolithiasis dan juga
indentifikasi cairan pada peritoneum, retroperitoneum, dan rongga pleura.8

12
Gambar 2.4 USG pada wanita 74 tahun dengan pankreatitis akut ringan.
Badan pankreas dan ekor menunjukkan gambaran hipoechoic akibat edema
anterior duktus pankreas (panah).

Pemeriksaan USG pada pankreatitis akut juga dapat mengidentifikasi


komplikasi-komplikasi yang terjadi. Kumpulan cairan bebas peripankreas
diidentifikasi sebagai “ill-defined” kumpulan anechoic. Kumpulan atau
akumulasi cairan mungkin mendemonstrasikan suatu “internal-echo” atau
debris atau pembentukan septa-septa jika suatu perdarahan atau infeksi
terjadi. Penyebaran ekstrapankreas dari pankreatitis akut juga mungkin
merupakan satu-satunya manifestasi sonografis pada beberapa pasien.8,9

Temuan lain yang dapat tampak pada USG pada pankreatitis kronis
antara lain suatu pseudokista, yang tampak sebagai akumulasi cairan
anechoic bulat atau oval dengan batas tegas. Secara sonografis, pseudokista
dapat dibedakan antara yang terinfeksi dengan yang tidak. Abses pankreas
juga dapat tampak pada pankreatitis akut, dengan penampakan berupa
struktur kista kompleks dengan debris atau pembentukan septa internal, dan
kemungkinan besar dengan gelembung udara echogenik. Suatu
pseudoaneurisma seringkali muncul sebagai massa kistik akan tetapi disertai
aliran arteri turbulent di antara massa. 9

13
Seain itu, Forsmark (2005) dalam bukunya mengatakan bahwa
temuan pada pemeriksaan USG pada pasien dengan pankreatitis kronis
dapat menentukan stadium dari penyakit tersebut. Hal tersebut dapat dilihat
pada tabel 2.1 di mana penentuan stadium penyakit juga dapat ditentukan
dari pemeriksaan CT.

Tabel 2.1 Diagnosis dan Stadium Pankreatitis Kronis pada Ultrasonografi


dan Computed Tomography

USG bermanfaat dalam menggambarkan anatomi pankreas. Temuan


primer USG abdomen pada pankreatitis kronis meliputi perubahan pada
ukuran, kontur bentuk, dan tekstur echoic dari pankreas. Kontur iregular
pankreas terlihat pada 45 – 60% pasien, pembesaran fokal terlihat pada 12 –
32%, dan pembesaran difus terlihat pada 27 – 45%. Sementara penebalan
fascia peripankreas dan pengaburan batas pankreas tampak pada sekitar 15%
pasien.8,9

14
Gambar 2.5 Pankreatitis kronis pada wanita 52 tahun dengan nyeri sedang
pada kuadran kiri atas abdomen. Sonogram transversal melewati pankreas
menunjukan pseudokista berukuran 4,37 cm pada ekor pankreas (panah)

Gambar 2.6 Sonogram longitudinal pada pankreatitis kronis (pada pasien


yang sama dengan gambar sebelumnya) menunjukan suatu pseudokista pada
hilum splenik. Sonogram doppler (tidak tampak) menunjukan tidak ada
sinyal pada vena splenika.
Pada tahap awal penyakit, pankreas dapat membesar dan hiperchoid
dengan dilatasi duktus. Kemudian pankreas menjadi heterogen dengan area-
area dengan peningkatan echogenisitas dan pembesaran fokal atau difus.
Pseudokista juga dapat muncul, dan massa inflamatorik hiperechoid dapat
menyerupai neoplasia pankreas. Kalkuli dan kalsifikasi pada kelenjar
menyebabkan fokus echogenik tebal, yang juga dapat menunjukan suatu
bayangan. 8

15
Duktus pankreas dan common bile duct juga dapat berdilatasi.
Sementara pada stadium akhir penyakit, pankreas menjadi atrofi dan fibrotik
dan mengecil. Perubahan tersebut menghasilkan pankreas yang kecil dan
echogenik dengan tekstur echoid heterogen. Duktus pankreas tetap dilatasi
dan memiliki penampakan seperti manik-manik karena stenosis multipel.
Saat terlihat, dilatasi bilier ada namun ringan.9

2.5.3 Computed Tomography (CT)


Pemeriksaan CT dengan kontras (Contrast-enhanced CT / CECT)
merupakan modalitas pencitraan pilihan pada pankreatitis akut. Pankreas
menyangat secara seragam pada pankreatitis akut ringan dan dapat normal
atau membesar “pelaifan” pada lemak yang berbatasan dalam jumlah yang
bervariasi, yang disebut “stranding”. Edema lokal merupakan temuan yang
umum dan dapat meluas sepanjang mesentrium, mesokolon, dan ligamen
hepatoduodenum dan masuk ke dalam rongga peritoneal. Perluasan dari
cairan edem ke dalam rongga perirenal anterior dapat menciptakan suatu
efek massa dan tanda halo dengan pemisahan dari lemak perinefrik.8,9

Gambar 2.7 Gambaran CT abdomen pada pria 67 tahun dengan pankreatitis


akut dan koleksi pankreatik hemoragik akut.

16
Pada gambaran CT unenhanced, pankreas menunjukkan area
heterogen dengan densitas yang meningkat (tanda panah), konsisten dengan
adanya darah di regio kepala dan ekor pankreas pada studio ini. Perhatikan
tidak adanya wall around collection, seperti yang terlihat pada pseudokista.9
Pemeriksaan CECT abdomen dan pelvis pada pankreatitis akut dapat
dilakukan menggunakan baik kontras intravena maupun oral. Protokol
pemeriksaan dapat bervariasi, namun yang paling penting adalah untuk
memperoleh gambar potongan - tipis selama puncak perfusi arteri pankreas,
yang biasanya didapatkan dalam 30 – 40 detik setelah kontras iodine
diberikan 3 – 4 mL/detik menggunakan helical CT.9
CECT pada pankreatitis akut direkomendasikan untuk dilakukan
pada situasi-situasi berikut (Romero-Uquhart, 2011):9
 Pasien dengan diagnosis klinis yang meragukan.
 Pasien dengan hiperamilasemia dan klinis pankreatitis berat, distensi
abdomen, tenderness, demam tinggi, dan leukositosis.
 Pasien dengan skor Ranson > 3 atau skor APACHE > 8.
 Pasien yang tidak memiliki manifestasi perbaikan klinis yang cepat
dalam 72 jam setelah terapi medis konservatif dimulai.
 Pasien dengan perbaikan klinis selama pemberian terapi medis
inisial namun lalu menunjukan perubahan akut pada status klinis,
mengindikasikan adanya perkembangan dari suatu komplikasi.8,9

Temuan lain yang dapat ditemukan pada CECT pankreatitis akut


adalah gambaran komplikasi seperti pseudokista, abses, nekrosis, trombosis
vena, pseudoaneurisma, dan pendarahan. Pseudokista memiliki gambaran
berupa bentukan bulat atau oval dengan densitas cairan baik dengan dinding
tipis ataupun tebal yang dapat meninggi, sementara abses memiliki
gambaran akumulasi cairan berdinding tebal atau “pelaifan” rendah dengan
gelembung udara atau akumulasi cairan dengan densitas tercampur yang
sulit diidentifikasi.9

17
Gambar 2.8 CT pada wanita 67 tahun dengan pankreatitis akut ringan.
Kepala pankreas tampak mengalami penyangatan secara homogeny (panah
panjang) pada pencitraan fase vena porta. Terdapat stranding lemak
retroperitoneal yang ekstensif serta terlihat koleksi cairan akut pada
pararenal space anterior kiri (panah pendek).

Pada pankreatitis akut, CECT dapat digunakan untuk menilai derajat


keparahan pankreatitis akut dan menentukan prognosis. Balthazar et al
mengembangkan sistem grading yang diklasifikasikan menjadi 5 stadium,
yaitu :9,10
 Grade A – penampakan pankreas normal
 Grade B – pembesaran fokal dan difus dari pankreas
 Grade C – abnormalitas kelenjar berasosiasi dengan infiltrasi lemak
peripankreas.
 Grade D – akumulasi cairan tunggal.
 Grade E – dua atau lebih akumulasi cairan.

CT dikatakan jauh lebih sensitif dibandingkan dengan USG (75 -


90%) untuk diagnosis pada pankreatitis kronis. Kapasitas CT lebih
berkembang untuk lebih mendeteksi abnormalitas fokal seperti kalsifikasi,
dilatasi duktus pankreas, akumulasi cairan, atau pembesaran fokal. Sebagai

18
tambahan, gambar CT dari pankreas tidak terbatasi oleh udara intestinal dan
dapat menggambarkan pankreas secara esensial tiap pasien.9
Temuan CT pada pankreatitis kronis dapat tervisualisasi pada CT
scan meliputi dilatasi duktus primer pankreas, kalsifikasi, perubahan ukuran,
bentuk dan kontur, pseudokista, serta perubahan duktus bilier. Dilatasi
duktus pankreas primer dapat didemonstrasikan, dengan pelebaran dari
duktus melebihi 5 mm pada kepala, dan 2 mm pada corpus dan ekor. CT
merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan juga spesifik untuk
menggambarkan kalsifikasi yang dapat berupa kalsifikasi punktata yang
kecil atau kalsifikasi yang kasar dan lebih besar. Terdapatnya pembesaran
fokal berasosiasi dengan kalsifikasi atau dilatasi duktus pada suatu massa
merupakan ciri dari pankreatitis kronis.9,10

Gambar 2.9 CT aksial non-enhanched melalu pankreas menunjukan suatu


pembesaran pankreas berasosiasi dengan kalsifikasi punktata pada
pankreatitis kronis.

2.5.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pada beberapa tahun terakhir, suatu perkembangan pada teknologi
magnetic resonance imaging (MRI) menghasilkan suatu pencitraan yang
lebih akurat baik pada parenkim maupun duktus pankreas. Metode ini juga
sering dikenal dengan magnetic resonance cholangiopancreatography
(MRCP). Masih belum terlalu jelas, apakah MRI dan MRCP ini lebih
superior dibandingkan CT, akan tetapi secara umum memiliki akurasi yang

19
ekuivalen dengan CT. Sementara itu, MRCP menjadi lebih digunakan secara
luas untuk evaluasi penyakit pankreas dan bilier, dan secara khusus
memiliki gambaran yang bagus untuk duktus pankreas yang berdilatasi.8-9
Pada pankreatitis akut, MRI merupakan suatu alternatif modalitas
pencitraan pilihan. MRI merupakan pilihan terutama jika terdapat
kontraindikasi untuk pemeriksaan CECT, misalnya pada pasien dengan
alergi kontras atau insufisiensi renal.7-9
Perubahan morfologis pada MRI pankreatitis akut serupa dengan
yang didapatkan pada CT. Pankreas dapat mebesar secara fokal (biasanya
pada kepala pankreas) atau difus. Perubahan inflamatoris akut tampak
seperti untaian dari intensitas sinyal rendah pada lemak peripankreas yang
meliputi.9

Gambar 2.10 Pankreatitis akut. Pankreatitis fokal yang melibatkan kepala


pankreas. Kepala pankreas membesar dengan inflamasi ill-defined di
sekitarnya dan koleksi cairan.

Pada kebanyakan pasien dengan pankreatitis kronis, duktus pankreas


normal terlihat pada gambar diperoleh dengan pemeriksaan MRCP dan
sekuens MRI T2-weighted short-tau inversion recovery. MRCP
menggambarkan gambaran manik-manik khas dari duktus pankreas pada
pankreatitis kronis. Kalkuli duktus pankreas digambarkan sebagai filling
defect berbentuk bulat. Gambaran fat-suppressed-T1-weighted biasanya

20
menunjukan kekurangan intensitas sinyal. Gambaran tersebut menjelaskan
bahwa fibrosis pankreas menurunkan kandungan cairan protein pada
pankreas, menghasilkan kekurangan intensitas sinyal pankreas. Fibrosis juga
berasosiasi dengan penurunan vaskular, yang menyebabkan peninggian
gadolinium pankreas.9,12

Gambar 2.11 MRI transaksial T2-weighted melalui ekor pankreas


menunjukan duktus pankreas berliku-liku (panah)

Kalsifikasi punktata kecil pada pankreas cukup sulit ditemukan


menggunakan MRI, namun kalsifikasi yang lebih besar dapat terlihat
sebagai fokus dari kekosongan sinyal. Sebagai hasil dari kemampuan untuk
menggambarkan cairan, MRI T2-weighted dapat mendemonstrasikan
iregularitas duktus pankreas dan bilier serta pseudokista yang berasosiasi
dengan pankreatitis kronis.9,12

21
Gambar 2.12 Magnetic resonance cholangiopancreatogram yang
didapatkan 24 jam setelah penempatan stent pada ductus biliaris
menunjukkan drainase bilier yang baik melalui stent tersebut. Perhatikan
striktur pankreas yang terdilatasi dan striktur downstream pada kepala
pankreas (kiri).

2.6 Terapi Pankreatitis


2.6.1 Terapi Pankreatitis Akut
Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan
antodigesti atau menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga
memberi kesempatan resolusi penyakit. Pasien pankreatitis menerima
terapi suportif yang teridiri dari kontrol nyeri secara efektif,
penggantian cairan, dan nutrisi pendukung. Oleh karena itu manajemen
pankreatitis akut, biasanya terdiri dari:17
- Manajemen Cairan
- Nutrisi pendukung:
 Untuk mengistirahatkan saluran cerna
 Diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral
- Manajemen nyeri
Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau
terapi bedah. Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam
terapi farmakologi dan non farmakologi.13-17

22
2.6.2 Terapi non farmakologis
1) Nutrisi pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan
saluran cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga
karena terjadinya malnutrisi. Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada
pasien dengan pankreatitis akut berat menyerupai keadaan sepsis, yang
ditandai dengan hiperdinamik, hipermetabolik, dan hiperkatabolik.16
Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang
direkomendasikan adalah nutrisi parenteral melalui vena sentral. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa pemberian nutrisi per-oral akan
merangsang produksi enzim pankreas sehingga justru akan memperberat
penyakit. Namun seiring dengan penelitian klinis konsep telah berubah,
justru sebaiknya nutrisi diberikan secara enteral.15
Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat
mengakibatkan:
 Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid
tissue) yang merupakan sumber utama imunitas mukosa.
 Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B,
menurunnya aktivitas kemotaksis leukosit dan fungsi
fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri
(bacterial overgrowth).
 Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat
mempermudah terjadinya translokasi bakteri, endotoksin, dan
antigen masuk ke dalam sirkulasi.
Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih
menguntungkan karena dapat melindungi fungsi barrier usus dan
menurunkan produksi mediator proinflamasi sehingga risio translokasi
bakterial dan endotoksin menurun.15
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan,
dapat diberikan 48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada
kontraindikasi seperti: adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif,
obstruksi intestinal, fistula jejunum atau enteroparalisis berat. Ada tiga

23
alternatif pemberian nutrisi enteral pada pankreatitis akut berat, yaitu
melalui nasojejunal tube, gastrostomy/jejunostomy tube, dan jejunostomi
secara bedah Pemberian melalui nasojejunal tube lebih dipilih karena
lebih aman, non-invasif dan lebih mudah dikerjakan dengan bantuan
endoskopi/fluoroskopi.16

2) Intervensi radiologi dan ERCP


Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik
dengan panduan USG maupun CT scan dapat diindikasikan pada
komplikasi pankreatitis berat seperti: timbunan cairan peripankreatik,
pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang didefinisikan sebagai
adanya timbunan cairan yang menetap selama lebih dari 4 minggu, terjadi
akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase secara endoskopis
dengan keberhasilan sekitar 83%. 13,14
Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada
24–72 jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang
terbukti dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas 14
Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan
tindakan sfingterotomi endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu
di duktus biliaris. Pada pasien dengan kolangitis memerlukan
tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainase duktus dengan stent
perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.14

24
3) Terapi bedah
Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat, yaitu
pankreatitis nekrotik akut terinfeksi. Tujuan tindakan bedah adalah untuk
membersihkan jaringan nekrotik sebersih mungkin dengan menyisakan
jaringan pankreas yang masih viabel. Tindakan debridement
(necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis nekrosis akut
terinfeksi dan nekrosis peripankreatik.1 6

2.6.3 Terapi Farmakologi


1) Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting
yang perlu diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan
keamanan. Dahulu pengobatan biasanya diawali dengan pemberian
meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-4 jam), karena tidak
mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit yang
membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak seefektif
narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal.
Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih
tinggi. Hal yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine
berakumulasi pada pasien gagal ginjal dan dapat menyebabkan kejang atau
psikosis.17

25
Morfin parenteral lebih direkomendasikan, tetapi penggunaannya
terkadang harus dihindari karena dapat menyebabkan spasme sfingter
Oddi, meningkatkan serum amilase, dan (jarang) pankreatitis.
Hidromorfon lebih disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih
panjang. Belum ada bukti bahwa obat antisekretori dapat mencegah
eksarsebasi nyeri perut.17

 Obat-obatan
Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi
pankreas diantaranya adalah:
- antagonis H 2, proton pump inhibitor
- protease inhibitor: gabexate, aprotinin
- platelet-activating factor antagonist: lexipafant
- somatostatin dan octreotide: Inhibitor potent sekresi enzim
pankreas dan mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi
komplikasi.17

c. Pencegahan infeksi
Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah
karena pankreatitis nekrotik akut. Pankreas yang mengalami nekrosis
dapat bersifat steril atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai
mortalitas lebih tinggi (10–50%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko
pankreatitis nekrotika akut terinfeksi tergantung dari luasnya area
nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko infeksi.16
Penyebab infeksi terbanyak adalah: Escherichia coli (32%),
Enterococcus (25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis
(15%), Staphylococcus aureus (14%), Pseudomonas (7%) dan Candida
(11%). Infeksi lebih banyak bersifat monomikrobial (66%) dibandingkan
polimikrobial (34%). Invasi bakterial ke jaringan pankreas dapat terjadi
melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari colon, refluks cairan bilier
melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau melalui saluran

26
limfatika.15,16
Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah
antibiotika broad spectrum yang dapat menembus barier sehingga
mencapai tempat infeksi, seperti metronidazole, cefotaxime,
piperacillin, mezlocillin,ofloxacin, and ciprofloxacin. Apabila
diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar
antara 7-14 hari .15

2.6.2 Terapi Pankreatitis Kronis


1. Terapi non farmakologis
Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari
alkohol. Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan
melalui infus, dapat mengistirahatkan pankreas dan usus serta bisa
mengurangi rasa nyeri.17
Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari,
yang mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat.
Alkohol harus tetap dihindari. Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah
terjadi komplikasi, seperti masa peradangan di kepala pankreas atau suatu
pseudokista. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan dengan
perkembangannya, mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan
penekanan).17

2. Terapi farmakologis
Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering
diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri. Bila penderita terus menerus
merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya dokter
menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga
rangsangannya tidak sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin
diperlukan pembedahan. Jika saluran pankreasnya melebar,
pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi
rasa nyeri pada sekitar 70-80% penderita. Jika salurannya tidak
melebar, sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat. Bila kepala

27
pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua
belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80%
penderita.16,17

2.7 KOMPLIKASI
Klasifikasi Atlanta 2012 membagi komplikasi pankreatitis akut
menjadi komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal.
Komplikasi Gagal Organ dan Sistemik. Menurut Klasifikasi Atlanta 2012
sistem organ yang harus dinilai sehubungan dengan gagal organ adalah
respirasi, jantung dan ginjal. Zhu, et al melaporkan frekuensi terjadinya
gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu gagal organ
multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal jantung
(17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna (10,8%), dengan
angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ
diartikan sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ
menggunakan sistem skor dari Marshall .13

Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya eksaserbasi dari


penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung koroner atau
penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut.13-16

28
BAB III
KESIMPULAN

Pankreatitis adalah peradangan pankreas akut atau kronis, yang dapat


simtomatik atau asimtomatik dengan penyebab tersering alkoholisme dan
panyakit saluran empedu.1 Pankreatitis dapat dibedakan menjadi pankreatitis
akut, kronis. Pankreatitis dapat dipicu oleh berbagai kondisi, misalnya
alkoholisme, adanya obstruksi ductus, kelainan genetik, atau autoimun. Pada
kasus pankreatitis, ada beberapa modalitas pemeriksaan radiologi yang dapat
9
dilakukan, antara lain foto polos, CT, MRI, dan USG . Pemeriksaan-
pemeriksaan radiologi tersebut dapat membantu penegakan diagnosis
pankreatitis serta menentukan stadium penyakit 8,9.

Pemeriksaan radiologi pada pankreatitis dapat dilakukan dengan


beberapa macam modalitas. Foto polos, CT, MRI dan USG dikatakan dapat
membantu diagnosis dari pankreatitis. pemeriksaan foto konvesional dan USG
memiliki keterbatasan jika dibandingkan dengan pemeriksaan CT dan MRI.
Dikatakan bahwa pemeriksaan CT adalah pemeriksaan yang paling umum
dilakukan pada pankreatitis akut.9

Pada gambaran CT unenhanced, pankreas menunjukkan area heterogen


dengan densitas yang meningkat, konsisten dengan adanya darah di regio
kepala dan ekor pankreas. MRI/MRCP menggambarkan gambaran manik-
manik khas dari duktus pankreas pada pankreatitis kronis. Kalkuli duktus
pankreas digambarkan sebagai filling defect berbentuk bulat.9,10

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Fan BG, Sandbreg AA. Acute Pancreatitis, Noth American Journal Of


Medical Sciences,2010; 2(5) : 2 11-4
2. Gandotra DK. Acute Pancreatitis : an Update. JK Science.2004; 6(4):
182-6
3. Bhatia M. Pathogephysiology Of Acute Pancreatitis Pancreotology
2005; 5: 132-44.
4. Mc. Clave SA, Chang WK,Dhaliwal R, Heyland Dk, Nutritiont Support
In Acute Pancreatitis; a Systematic review Of the Literature, J Parenter
Enternal Nurt.2006; 30 (2): 134-56.
5. Barbul A, David T, Sandra L (2015) Dalam : Schwartz’s Principles Of
Surgery Singapore; me graw hill education Hal : 241-266.
6. Steer ML. Pathophysiology and pathogenesis of acute pancreatitis.
Dalam Edward L, Bradley III, penyunting. New York : raven Press Ltd,
1994 ; 3-13.

7. Price CWR, The colon cut off sign in acute pancreatitis. Med J. Aust
1957; 313.
8. Nurman A. Pankreatitis akut dalam gastroenterologi hepatologi,
penerbit Buku Kedokteran CV Infomedika, Jakarta; 1990; 441-55 .
9. Soetikno, Ristaniah D (2011). Severce acute Pancreatitis. Bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
10. Balthazar E, Ranson JHC, Naidich DP, et al. Acute pancreatitis:
Prognostic value of CT. Radiology 2011; 156: 767–772.
11. Balthazar E, Robinson DL, Meigibow AJ, Ranson JHC. Acute
pancreatitis: value
of CT in establishing prognosis. Radiology 2008; 174: 331–336.

30
12. Balthazar E. Acute pancreatitis: Assessment of severity with clinical
and CT evaluation.
Radiology 2002; 223: 603–613.

13. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging vol ke-2, edisi ke-6.
Churchill Livingstone, 2011 ; 1029 – 60.
14. Meschan I. Stomach, duodenum and pancreas. Dalam Rontgen Sign in
diagnostic imaging, edisi ke-2. Philadelphia. WB Saunders, 2009; 561-
716 .
15. Kollin SA. Surgery of the pancreas a text and atlas. Dalam Diagnostic
proocedures conventional rontgenographic diagnosis. CV Mosby,
2006;11-33
16. Debas H.MD, Treatment of acute pseudocyst dalam Gastrointestinal
surgery, san fransisco, 2009 ; 114
17. Gobal H, Singer MV. Acute pancreatitis. Dalam : Berger HG, Buchler
H, penyunting : Standard of conservative treatment acute pancreatitis.
2010;260-65.

31

Anda mungkin juga menyukai