NRP : 1610211159 TUTORIAL : C3 ANGKATAN : 2016 FAKULTAS : KEDOKTERAN PROGDI : PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS : UPN “VETERAN” JAKARTA Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya membusuk dan pertama kali dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18 SM).
Kemudian pada tahun 1914 Hugo Schottmuller
secara formal mendefinisikan “septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi mikroba ke dalam aliran darah. Oleh karena itu dibutuhkan suatu standar untuk istilah tersebut dan pada tahun 1991, American College of Chest Physicians (ACCP) dan Society of Critical Care Medicine (SCCM) mengeluarkan suatu konsensus mengenai Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, dan sepsis berat.
Sindrom ini merupakan suatu kelanjutan dari
inflamasi yang memburuk dimulai dari SIRS menjadi sepsis, sepsis berat dan septik syok Dan pada bulan Oktober tahun 1994 European Society of Intensive Care Medicine mengeluarkan suatu konsensus yang dinamakan sepsis-related organ failure assessment (SOFA) score untuk menggambarkan secara kuantitatif dan seobjektif mungkin tingkat dari disfungsi organ.
• Meningkatkan pengertian mengenai perjalanan alamiah
disfungsi organ dan hubungan antara kegagalan berbagai organ.
• Mengevaluasi efek terapi baru pada perkembangan
disfungsi organ Panel pakar berusaha menyusun Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) sepsis yang meliputi spektrum sepsis, sepsis berat dan renjatan septik berdasarkan panduan Survival Sepsis Campaign 2012 yang disusun oleh 68 ahli internasional mewakili 30 organisasi internasional, yang diadopsi sesuai kemampuan sumber daya di Indonesia. EARLY GOAL DIRECTED THERAPY
Merupakan tatalaksana syok septik 6 jam
pertama, dengan pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand.
Protokol tersebut mencakup pemberian
cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg.
Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang
dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP >90 mmHg berikan vasodilator PERBAIKAN HEMODINAMIK
Banyak pasien syok septik yang mengalami
penurunan volume intravaskuler
Untuk mencapai cairan yang adekuat
pemberian pertama 1 L-1,5 L dalam waktu 1-2 jam.
Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen
tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% PEMBERIAN ANTIBIOTIK
Setelah diagnosa sepsis ditegakkan, antibiotik
harus segera diberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat
Terapi antibiotik intravena sebaiknya dimulai
dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah kultur diambil.
Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana
kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif. OKSIGENISASI
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal
napas bila disertai dengan penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
KORTIKOSTEROID
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi
adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis. Terapi vasopresor diperlukan untuk mempertahankan perfusi pada kondisi hipotensi yang membahayakan nyawa, meksipun hipovolemia masih belum teratasi. Target penggunaan vasopresor adalah mempertahankan MAP ≥ 65mmHg
Sampai saat ini belum ada bukti yang
mengunggulkan satu jenis katekolamin dibanding lainnya sebagai vasopresor.
Beberapa studi mengunggulkan kombinasi
norepinefrin dan dopamin dibanding epinefrin(akibat efek samping takikardi dan hiperlaktemia) Pada tahun 2014, protokol EGDT ini dibandingkan dengan 3 protokol lain seperti ARISE (Australasian Resuscitation in Sepsis Evaluation), ProMISe (Protocolized Management in Sepsis), dan ProCESS (Protocolized Care for Early Septic Shock) dan hal ini mengubah rangkaian 6 jam dalam Surviving Sepsis Guideline dimana pengukuran tekanan vena sentral dan saturasi oksigen vena sentral tidak dilakukan lagi.
Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun
2016, target resusitasi EGDT telah dihilangkan, dan merekomendasikan keadaan sepsis diberikan terapi cairan kristaloid minimal sebesar 30 ml/kgBB dalam 3 jam atau kurang. Dengan dihilangkannya target EGDT yang statik (tekanan vena sentral), protokol ini menekankan pemeriksaan ulang klinis sesering mungkin dan pemeriksaan kecukupan cairan secara dinamis (variasi tekanan nadi arterial)
Hal ini merupakan perubahan yang signifikan, karena pada
protokol sebelumnya merekomendasikan bahwa klinisi harus menentukan angka tekanan vena sentral secara spesifik yang ternyata tidak dapat menentukan respon tubuh terhadap cairan secara spesifik FLUID CHALLENGE
Mengevaluasi efektivitas dari pemberian cairan. Ketika
status hemodinamik membaik dengan pemberian cairan, pemberian cairan lebih lanjut dapat dipertimbangkan.
Namun pemberian carian harus dihentikan apabila respon
terhadap pemberian cairan tidak memberikan efek lebih lanjut.
Maka strategi bukan lagi bersifat kuantitatif namun lebih
menekankan kondisi pasien Penggunaan vasopressor yang direkomendasikan adalah norepinefrin untuk mencapai target MAP ≥ 65 mmHg.
Penggunaan cairan yang direkomendasikan adalah
cairan kristaloid dengan dosis 30 ml/kgBB dan diberikan dengan melakukan fluid challenge selama didapatkan peningkatan status hemodinamik berdasarkan variabel dinamis (perubahan tekanan nadi, variasi volum sekuncup) atau statik (tekanan nadi, laju nadi)