Anda di halaman 1dari 7

Laporan Kasus : Luka Memar akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Istiqomah, Alan Primi Ladese, Alifa Puspita Pramasari, Andre Prabowo, Dymas Rachma Kumala,
Fatikha Nurul Inayah
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung, Departemen Forensik Dan Medikolegal
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang

PENDAHULUAN

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh
bangunan fisik dan biasanya serta tinggal dalam satu dapur. (Badan Pusat Statistik, 2013).
Dalam pengertian lain rumah tangga merupakan penyatuan dua budaya masing- masing
dalam sebuah komitmen, menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam rumah tangga.
(Prianto, 2013).

Kekerasan adalah sebuah ekspresi secara fisik maupun verbal agresif dan menyerang
kebebasan atau martabat seseorang yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang.
(Soeroso, 2001). Kekerasan fisik maupun psikologis dapat dialami oleh siapapun, namun
kekerasan berbasis gender dilakukan oleh seseorang terhadap jenis kelamin yang berbeda
karena terjadinya diskriminasi gender biasanya perempuan lebih banyak menjadi korban
daripada menjadi pelaku. Berdasarkan undang – undang No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT
pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam lingkup rumah tangga. Pada pasal 2 ayat 1 di undang – undang yang sama,
menyebutkan bahwa (a) lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (a)
Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); (b) Orang-orang yang
mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam
rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau (c) Orang yang bekerja
membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah
Tangga).

Kekerasan dalam rumah tangga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.


Berdasarkan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 2018 jumlah
kasus meningkat sebesar 14% dari 2017. Jumlah kasus pada 2019 sebesar 406.178,
jumlahnya melonjak dibanding tahun sebelumnya sebesar 348.466 kasus. Sebagian besar
data bersumber dari kasus atau perkara yang ditangani oleh PN/PA. Data ini dihimpun dari 3
sumber yakni; [1] Dari PN / Pengadilan Agama sejumlah 392.610 kasus. [2] dari Lembaga
layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 13.568 kasus; [3] dari Unit Pelayanan dan
Rujukan (UPR), suatu unit yang sengaja dibentuk oleh Komnas Perempuan untuk menerima
pengaduan korban yang datang langsung ke Komnas Perempuan dan dari divisi pemantauan
yang mengelola pengaduan yang masuk lewat surat dan surat elektronik. (Komnas, 2019)
Dampak dari KDRT sendiri sangat beragam, mulai dari membuat keluarga
berantakan, hingga berdampak negatif pada anak – anak terlebih bagi masa depannya.
Dampak negatif yang ditimbulkan pada keluarga bisa berupa perceraian dan dampak yang
sangat berarti terhadap perilaku anak, baik secara kognitif maupun kemampuan anak dalam
memecahkan masalah dan fungsi dalam memecahkan masalah dan emosi. (Rendi, 2018).

LAPORAN KASUS
Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
pada hari Senin, 11 November 2019 meminta untuk diperiksa setelah mengalami tindakan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga setelah dipukul oleh suami nya. Pada saat pemeriksaan
korban datang seorang diri. Korban mengaku telah dipukul oleh pelaku (suami korban) WIB
di rumah korban.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum korban baik. Tekanan darah
139/103 mmHg, nadi 112 x/menit, pernapasan 23 x/menit, dan suhu 36,3°C.
Pada lengan bawah kanan bagian depan terdapat sebuah luka memar, bentuk tidak
teratur, ukuran panjang 3 cm dan lebar 3 cm, batas teratas 13 cm dari pergelangan tangan
kanan, batas terbawah 10 cm dari pergelangan tangan, batas tidak tegas, warna biru
kehijauan. Pada lengan kanan atas sisi luar terdapat sebuah luka memar, bentuk tidak
teratur, ukuran panjang 2 cm dan lebar 1,5 cm, batas teratas 8 cm dari puncak bahu kanan
dan batas terbawah 10 cm dari puncak bahu kanan, batas tidak tegas, warna biru kehijauan.
Luka ketiga berupa luka lecet pada lutut kiri, bentuk tidak teratur, ukuran panjang 2 cm
lebar 1,5 cm, batas tidak tegas, warna kemerahan. Luka keempat berupa luka memar tepat
dibawah lutut kanan, bentuk tidak teratur, batas teratas 3 cm dari lutut kanan dan batas
terbawah 6 cm dari lutut kanan, ukuran panjang 5 cm dan lebar 3 cm, batas tidak tegas,
warna ungu kemerahan. (Gambar 1)

Gambar 1 dan 2 Luka memar pada korban KDRT

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, dan tidak dilakukan tindakan atau diberikan
pengobatan.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan kesimpulan, seorang wanita mengaku berusia 45
tahun), warna kulit sawo matang, kesan gizi cukup, sadar penuh, mengadu telah dianiaya
oleh pelaku (suami korban). Didapatkan luka akibat kekerasan tumpul berupa luka memar
pada lengan kanan atas, lengan kanan bawah, dan tepat dibawah lutut kanan, dan sebuah
luka lecet pada lutut kiri. Luka tersebut tidak mengakibatkan halangan atau penyakit dalam
menjalankan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Luka tersebut dapat sembuh dalam
waktu kurang lebih tiga hari.

Gambar 3 dan 4 Luka lecet dsn memar pada korban KDRT

PEMBAHASAN

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 1 menyebutkan bahwa Kekerasan


dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dan lingkup rumah
tangga.

Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga


adalah semua jenis kekerasan (baik fisik maupun psikis) yang dilakukan oleh anggota
keluarga terhadap anggota keluarga yang lain (baik suami kepada isteri, maupun kekerasan
yang dilakukan oleh isteri kepada suami atau Ayah terhadap anak, atau ibu terhadap
anaknya dan kekerasan yang dilakukan oleh seorang anak terhadap ayah atau ibunya),
tetapi yang dominan menjadi korban kekerasan adalah istri dan anak oleh sang suami.

Pada undang – undang nomor 23 tahun 2004 pasal 21 ayat 1 disebutkan bahwa
kewajiban dari tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban
adalah memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya. Serta membuat
membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et repertum atas
permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum
yang sama sebagai alat bukti. Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan
wajib memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

Menurut pasal 120 KUHAP, dalam hal penyidik menganggap perlu, penyidik dapat
meminta pendapat ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus, yang dimana ahli
tersebut menganggkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik bahwa ahli akan
memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik – baiknya kecuali bila
disebabkan harkat dan martabat masyarakat , pekerjaan atau jabatannya mewajibkan ahli
menyimpan rahasia dan dapat menolak memberikan keterangan. Selain itu disebutkan juga
pada pasal 179 KUHAP bahwa setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangannya.
Permintaan keterangan ahli dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat. Pemeriksaan oleh kedokteran forensik atau yang ahli tentang itu terhadap
korban yang luka, korban yang meninggal atau melakukan bedah mayat untuk kepentingan
proses peradilan adalah merupakan tugas sepanjang diminta oleh pihak-pihak yang terkait.
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 butir 28 KUHAP). Salah satu keterangan ahli adalah Visum
et Repertum. Visum et Repertum berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan
pada benda-benda/korban yang diperiksa.
Ketentuan pidana
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya
korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau
denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami
terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-
hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Gambar.2 : Algoritma Kedokteran Forensik – Tindak Pidana Korban Hidup (Dahlan, 2000)

Kekerasan oleh benda keras dan tumpul dapat mengakibatkan berbagai macam jenis
luka, salah satunya adalah luka memar. Memar atau kontusio merupakan bentuk luka yang
mempunyai ciri rusaknya jaringan tanpa adanya diskontinuitas pada jaringan kulit.
Kerusakan pada jaringan dapat terjadi karena kapiler pembuluh darah yang pecah sehingga
darah meresap ke jaringan sekitarnya. Hal ini membuat bengkak dan warna merahan
kebiruan. Berubah warna menjadi kuning kehijauan setalah 4-5 hari dan warna kuning
setelah lebih dari seminggu (Dahlan, 2000).

Pada kasus ini terdapat luka dengan kerusakan jaringan tanpa adanya diskontinuitas
jaringan dan pembuluh darah sesuai dengan definisi luka memar. Bengkak dan warna yang
tampak juga dapat menggambarkan waktu perkiraan timbulnya luka memar. Jika dilihat dari
teori, pada kasus ini terdapat 4 buah luka memar (lengan kanan atas, lengan atas kanan
bawahi, lutut kanan dan lutut kiri) dimana berwarna merah kebiruan yang menandakan
kejadian baru saja terjadi.

Letak, bentuk dan luas memar dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah
kondisi atau jenis jaringan dan akibat gravitasi. Hematoma cenderung lebih mudah terjadi
pada sifat kulit yang longgar dan jaringan subkutan yang tipis seperti pada usia bayi atau
jaringan pada mata. Hal ini sesusuai pada kasus dimana lokasi hematom luka memar di
sebelah mata.
Kekerasan pada manusia dengan alasan apapun pada dasarnya bertentangan dengan
ajaran Allah (Rofiah, 2017). Tindakan KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri dalam
Islam dikenal dengan istilah nusyuz (durhaka). Nusyuz adalah salah satu perbuatan yang
sangat larang dalam agama (haram). Nusyuz yang dilakukan suami harus dianalisa terlebih
dahulu. Kalau suami tidak menunaikan kewajibannya terhadap istri seperti nafkah atau
pembagian giliran (bagi yang poligami), pemerintah dalam hal ini pengadilan berhak
menekan suami untuk menunaikan kewajibannya. Konsekuensi dari nusyuz tersebut adalah
istri diperbolehkan khulu' terhadap suaminya (gugat cerai suami) (Faizin, 2017).

Hal ini diisyaratkan Dalam hadits qudsi Allah  ta’ala berfirman,

ْ‫ت الظُ ْل َم َعلَى نَ ْف ِس ْي َو َج َع ْلتَُهُ بَ ْينَ ُك ْم ُم َح َّر ًما فَالَ تَظَا لَ ُمو‬
ُ ‫يَا ِعبَا ِديْ إِنِّ ْي َح َر ْم‬

“Wahai hamba-hambaku! Sesungguhnya aku telah mengharamkan kezaliman atas diriku.


Dan aku menetapkannya sebagai perkara yang diharamkan diantara kalian. Maka
janganlah kalian saling menzalimi”.  (Shalih Muslim (IV/1583), (2577).

al-Qur'an surat an-Nisa/4:19 sebagai berikut:

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

al-Qur'an surat ar-Rum/30:21 sebagai berikut :

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS Ar-Rum 30: 21).

KESIMPULAN

Beberapa faktor pencetus KDRT adalah faktor ekonomi dan faktor perilaku. Tindakan
kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak buruk bagi korban terutama pada
perempuan. Tindak kekerasan berimplikasi hukum dan VeR merupakan salah satu alat bukti
hukum. Dalam kasus ini, sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dapat dimasukkan
dalam KDRT. Dampak kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa korban (istri) adalah
kekerasan fisik langsung yang mengakibatkan korban menderita rasa sakit fisik dikarenakan
luka sebagai akibat tindakan kekerasan tersebut. Dampak lain yang merugikan korban dapat
meliputi trauma psikis, fisik, dan sosial yang dapat berdampak pada jangka pendek dan
jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dwi PI. 2009. Kajian Viktimologis Terhadap Kejahatan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga. makasar: Fakultas hukum univeristas Hasanudin.
2. Fajrini, Fini, dkk. 2018 : Determinan Sikap Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga di
Provinsi Banten. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
3. Komnas Perempuan : 2017. Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan.
4. Maisah, Yenti, 2016 : Dampak Psikologis Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di
Kota Jambi. IAIN Sultan Thaha Syaifuddin Jambi.
5. Muslim NA. 2017 Studi Gender Indonesia. Pus Stud Gend IAIN Sunan Ampel
Surabaya. 2012.
6. Prianto B dkk. 2013 Rendahnya Komitmen dalam Perkawinan sebagai Sebab
Perceraian dalam Jurnal Komunitas Research and Learning in Sociology and
Antrhopologi.
7. Rahmah, Auliya, 2017 : Studi Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kota
Makassar. Universitas Negeri Makassar.
8. Rofiah, Nur : Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2.
9. Soeroso H. 2001 Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam yuridis-Viktimologis.
jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai