Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

INTERFERENTIAL CURRENT (IFC)

“Kronik Muscle Tightness Pectoralis Mayor


et Minor (Vas 5,7)”

Oleh:

Nama : Devi Alfitamara


NIM: PO714241191013
Kelas: D.IV A Tk. II Fisioterapi

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN FISIOTERAPI
TAHUN 2020
LAPORAN PRAKTIKUM INTERFERENTIAL CURRENT (IFC)

A. Patologi Kasus
1. Definisi
Pectoralis mayor et minor Muscle Tightness adalah kondisi otot pectoralis yang memendek akibat
menurunnya sifat fisiologis otot maupun patologis seperti trauma, infeksi atau akibat un-activity
sehingga menghambat range of motion dan muscle performance. Muscle tightness berupa
contracture, perlekatan, dan pembentukan jaringan parut yang mengakibatkan pemendekan otot.
Sehingga Pectoralis Muscle Tightness merupakan gangguan elastisitas pada Pectoralis muscle dan
keterbatasan gerak akibat pemendekan yang bersifat adaptif pada otot (Kisner & Colby, 2007).

2. Etiologi
a. Overuse : aktivitas berlebih pada pectoralis muscle akan menyebabkan otot mengalami kelelahan
(fatigue). Overuse dan trauma pada otot akan menyebabkan otot menjadi kaku (tight) dikarenakan
Ischemia pada beberapa serabut otot, sehingga mengganggu sirkulasi nutrient pada area serat otot
sekitarnya (Page, Frank, & Lardner, 2010).
b. Inactivity : kurangnya pectoralis muscle dalam bekerja akan terjadi perubahan fisiologis dalam
otot seperti terjadinya penurunan neural input pada serabut otot yang menyebabkan massa otot
berubah, perubahan distribusi metabolisme pada otot, penurunan massa jenis pembuluh darah kapiler
yang mana semua akan mempengaruhi penurunan elastisitas otot (Page, Frank, & Lardner, 2010).
c. Muscle Imbalance : ketidak seimbangan pada otot menyebabkan kompensasi antar kerja otot
sehingga akan terjadi pembebanan serta kerja otot yang tidak seimbang (Page, Frank, & Lardner,
2010).
d. Postural Disfunction : keadaan postural individu dalam rutinitas keseharian sangat berkaitan
menyebabkan gangguan fungsi postural (Kisner & Colby, 2007).

3. Patogenesis
Didalam tubuh kita terdapat suatu reaksi yang berantai dan saling berkaitan (chain reactions). Dalam
konsep Janda dijelaskan bahwa tubuh sejatinya memiliki fungsi yang saling berkaitan antara satu
sistem dengan sistem yang lainnya, karena tidak ada satupun sistem dalam tubuh yang bekerja secara
mandiri. Sistem yang saling berkaitan ini menuntut adanya kinerja yang baik dan seimbang disetiap
komponennya. Komponen sistem yang saling berantai dan berkaitan, tersebut terdiri dari Articular
Chains, Muscular Chains, dan Neurological Chains (Page, Frank, & Lardner, 2010).

Secara bersamaan sistem chain reactions merupakan komponen kesatuan yang disebut
neuromusculoskeletal yang bertangguangjawab mengatur gerakan fungsional tubuh. Articular Chains
berfungsi untuk memelihara, mengatur serta mempertahankan posture dan gerakan sistem skeletal
secara menyeluruh. Muscular Chains berfungsi melalui kinerja otot yang sinergis antar otot dan
jaringan fascial untuk menyiapkan gerakan dan serta berfungsi juga untuk stabilisasi. Neurogical
Chains berfungsi sebagai penyedia kontrol dalam setiap gerakan (Page, Frank, & Lardner, 2010).

Perubahan pada pectoralis muscle akan mengakibatkan kerja otot yang berlebih. Kerja otot yang
berlebih dalam waktu yang lama pada motor unit akan terjadi penumpukan sampah metabolik,
sehingga menyebabkan gangguan Homeostasis Ion Kalsium dalam sel otot. Gangguan Homeostasis
Ion Kalsium dalam sel otot akan menyebabkan terjadinya kerusakan autogenic pada membrane sel
otot yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan struktur Myofilamen pada otot. Bila kerusakan
pada struktur Myofilamen terjadi maka akan menyebabkan nyeri otot akibat sensasi ketegangan yang
mengakibatkan keterbatasan gerak (Dommerholt, 2011).

Kontraksi berkepanjangan dari otot dalam merespon adanya perubahan sirkulasi metabolisme akan
berada pada kondisi kelelahan otot. Terjadi ketika ATP digunakan terus menerus sedangkan produksi
ATP tidak berimbang. Hal ini menyebabkan fungsi dari Cross-Brige dan Ion Transport pada Muscle
Fiber tidak berjalan normal. Jika kontraksi berkepanjangan tanpa disertai produksi dan pemakaian
ATP yang berimbang, maka kelelahan otot dapat menjadikan otot mengalami kontrakur. Bila
kontraktur otot terjadi, akan mengakibatkan ketidakmampuan otot untuk melakukan kontraksi dan
relaksasi sehingga menyebabkan pemendekan otot (Seeley, Sterling, & Goodrich, 2008).
4. Tanda dan Gejala
Gejala dada kencang termasuk nyeri,postur tubuh yang buruk dan berkurangnya jangkauan gerakan
lengan dan bahu.Jika kondisinya makin parah,hal itu dapat mempengaruhi tidur si penderita.

Gejala umum lainya termasuk:


-bengkak/radang
-kekakuan
-kelemahan
-keterbatasan gerak

B. Prosedur Pelaksanaan
1. Persiapan Alat : Cek kondisi alat pastikan dalam kondisi yang bagus seperti kabel elektroda pada
pad untuk digunakan. Kemudian tentukan prosedur yang akan digunakan, semua tombol dalam
posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad yang menggunakan gel diletakan pada
permukaan pad yang akan di kontakan dengan kulit pasien. Pesiapan semua materi metode yang
akan digunakan. Pemanasan alat yakinkan tombol intensitaas “off”.
2. Persiapan Pasien : Posisikan pasien senyaman dan serileks mungkin. Lakukan pemeriksaan di area
yang akan di terapi dalam hal ini yang dimaksud meliputi kulit harus bersih dan bebas dari keringat,
lotion. Lakukan tes sensabilitas tajam-tumpul dan panas-dingin. Lepaskan semua
metal diarea terapi meliputi perhiasan kalung jam dan lain-lain. Sebelum memulai intervensi,terapis
memberi penjelasan mengenai efek yang akan ditimbulkan oleh TENS.
3. Teknik Pelaksanaan :
-Sambungkan alat dengan sumber arus
-Persiapan pasien
-Tekan tombol ON untuk menghidupkan alat
-Atur jenis gelombang dan intensitas sesuai kondisi penyakit
-Atur AMF dan spectrumnya sesuai dengan kondisi penyakit
-Atur sweep sesuai mondisi penyakit
-Atur waktu yang akan digunakan
-Atur frekuensi hingga pasien merasakan stimulus

Kasus :Kronik muscle tightness pectoralis


mayor et minor. 1. Posisi pad elektrode : Pada bagian dada tepat pada bagian
Nilai VAS : (5,7) pectoralis mayor dan minor yaitu pectoralis mayor yang
berorigo pada setengah sternal clavicula dan beinsersio pada
crista tuberculi majoris humeri,sedangkan pectoalis minor
berorigo padacosta 3-5 dekat cartilago dan berinsersio pada
procecus coracoid scapula.

2. Metode pemasangan pad elektrode : Pad elektrode


sebelum di pasangkan di masukkan ke dalam spons
yang lembab diletakan di area pectoralis secara paralel.
3. Pemilihan dosis :
a. Bentuk IFC : 2-pole interference

b. Frekuensi arus : 8.000 Hz

c. AMF : 40 Hz

d. Frekuensi Spektrum : 20 Hz

e. Program Spektrum/Sweep :1/1

f. Intensitas arus :23,00

g. Waktu :20 menit


C. Evaluasi

Terapis kemudian melakukan evaluasi sesaat dengan menanyakan keadaan pasien. Hasilnya menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi terhadap perubahan intensitas nyeri pasien Kronik muscle
tightness pectoralis mayor et minor.

Evaluasi
Alat Ukur
Sebelum Terapi Sesudah Terapi
TENS (IFC) VAS (5,7) VAS (4,8)
Sangat nyeri Nyeri berkurang

KASUS-KASUS FISIOTERAPI :

1. Akut Sprain Ankle (VAS 8,6)


2. Kronik Sprain Ankle (VAS 5,2)
3. Akut Sprain Ligamen Collateral Medial Knee (VAS 9,3)
4. Kronik Lower Thoracal Pain (VAS 6,6)
5. Akut Strain Gastrocnemius (VAS 7,2)
6. Akut Strain Hamstring (VAS 7,4)
7. Akut Contusio Quadriceps Femoris (VAS 7,8)
8. Akut Sprain Ligamen Cruciatum Knee (VAS 8,6)
9. Kronik Osteoarthritis Knee Joint (VAS 6,7)
10. Kronik Piriformis Syndrome (VAS 6,3)
11. Kronik Muscle soreness gastrocnemius (VAS 5,6)
12. Kronik Syndrome Tractus Iliotibial band (VAS 5,4)
13. Kronik Syndrome Pes Anserine Knee (VAS 6,2)
14. Kronik Myofascial pain rhomboid (VAS 6,3)
15. Kronik Shoulder Pain (VAS 6,4)
16. Akut Shoulder Pain (VAS 8,2)
17. Kronik Back Pain (VAS 5,7)
18. Akut Back Pain (VAS 7,8)
19. Kronik Cervical Syndrome (VAS 6,7)
20. Kronik Spondylosis Lumbal (VAS 6,4)
21. Kronik Spondylosis Cervical (VAS 6,2)
22. Akut Non-spesific Low Back Pain (VAS 8,2)
23. Kronik Non-spesific Neck Pain (VAS 6,5)
24. Kronik lesi meniskus knee (VAS 5,4)
25. Akut lesi meniskus knee (VAS 7,8)
26. Kronik Frozen Shoulder (VAS 5,8)
27. Kronik Ischialgia akibat HNP L4-L5 (VAS 7,8)
28. Kronik Brachialgia akibat Spondylosis/HNP C5-C6 (VAS 6,6)
29. Kronik myofascial pain upper trapezius (VAS 5,3)
30. Kronik myofascial pain quadratus lumborum (VAS 5,7)
31. Kronik muscle tightness iliopsoas (VAS 5,3)
32. Kronik muscle tightness pectoralis major et minor (VAS 5,7)
33. Akut sprain elbow (VAS 8,2)
34. Kronik tendinitis subscapularis (VAS 5,6)
35. Akut tendinitis subscapularis (VAS 7,5)
36. Kronik tendinitis infraspinatus (VAS 6,7)
37. Akut tendomyosis extensor carpi radialis (VAS 7,8)
38. Kronik pronator teres syndrome (VAS 5,3)
39. Kronik Tendinitis Bicipitalis (VAS 5,7)
40. Akut tendinitis bicipitalis (VAS 7,4)

Anda mungkin juga menyukai