OLEH :
RAHMATIKA R.
PO714241204027
PROFESI FISIOTERAPI TK.II
A. Patologi Kasus
1. Definisi
Myofascial pain otot rhomboid adalah nyeri pada kondisi kronis pada otot
rhomboid mayor atau minor, dimana pada otot tersebut terdapat trigger points akibat
adanya tightness, tenderness, stiffness, serta taut band pada jaringan myofascial sehingga
menyebabkan gangguan gerak dan fungsi.
2. Etiologi
Faktor-faktor yang mempunyai kontribusi terhadap terjadinya
myofascial pain otot rhomboid adalah (Robert dan Alan, 2001) :
1. Postur yang buruk yang menyebabkan stress dan strain pada otot rhomboid, misalnya:
forward head posture yaitu postur di mana posisi kepala terus menerus ke depan.
2. Ergonomi kerja yang buruk yang berlangsung berulang-ulang dan dalam waktu yang
lama akan menimbulkan stress mekanik yang berkepanjangan, misalnya seseorang di
depan komputer dengan layar yang terlalu tinggi atau agak jauh dari kursi duduk.
3. Trauma pada jaringan myofascial otot rhomboid, misalnya atlet sepak bola yang
mendadak menyundul bola dengan posisi kepala miring, sehingga menimbulkan strain
pada otot rhomboid.
4. Degenerasi, perubahan yang jelas pada sistem otot pada usia lanjut, di mana terjadi
pengurangan massa otot.
3. Patogenesis
Otot rhomboid merupakan otot postural atau otot tonik yang bekerja melakukan
gerakan retraksi bahu. Kerja otot ini akan bertambah berat dengan adanya postur yang jelek,
mikro dan makro trauma. Akibatnya yang terjadi adalah fase kompresi dan ketegangan lebih
lama dari pada rileksasi, terjadinya suatu keadaan yang menyebabkan kelelahan otot yang
cepat (Ferry, 2009).
Trauma pada jaringan baik akut maupun kronik akan menimbulkan kejadian yang
berurutan yaitu hiperalgesia dan spasme otot skelet, vasokontriksi kapiler. Akibatnya pada
jaringan myofascial terjadi penumpukan zat-zat nutrisi dan oksigen ke jaringan serta tidak
dapat dipertahankannya jarak antar serabut jaringan ikat sehingga akan menimbulkan
iskemik pada jaringan miofasial. Pada keadaan iskemia inilah jaringan myofasial akan
menegang, sehingga akan merangsang substansi P (neurotransmitter nyeri) hingga menjadi
suatu peradangan kronis yang menghasilkan zat algogen berupa prostaglandin, bradikinin
dan serotonin yang dapat menimbulkan sensori nyeri. Proses radang dapat juga
menimbulkan respon neuromuskular berupa ketegangan otot (Ferry, 2009).
Dalam waktu yang bersamaan pula akan terjadi proses perbaikan jaringan miofasial
yang mengalami kerusakan dengan cara menstimulasi fibroblas dalam jaringan miofasial
untuk menghasilkan banyak kolagen. Kolagen yang terbentuk mempunyai susunan yang
tidak beraturan atau cross unik sehingga terbentuk jaringan fibrous yang kurang elastis. Oleh
karena rasa nyeri umumnya pasien enggan menggerakan bagian tersebut, sehingga berada
pada posisi immobilisasi akibatnya otot akan menjadi kontraktur (Ferry, 2009).
B. Prosedur Pelaksanaan
1. Persiapan Alat : https://bit.ly/Persiapan-Alat
Hubungkan power cord unit ke adaptor lalu hubungkan, kemudian hubungkan power
adaptor ke unit.
Lalu tekan tombol on yang ada di belakang alat.
Kemudian menjalankan unit dengan menekan on/of yang ada dipanel depan layar
(selama 3 detik)
Selanjutnya tekan tombol unit manual yang ada di depan unit dan aturlah settingan
sesuai kasus
3. Teknik Pelaksanaan :
Kasus Kronik Tight Rhomboid Majot Et Minor 1. Posisi transducer SWT : Muscle
Nilai VAS : 5,5 Rhomboid Major dan Minor
2. Pemilihan dosis :
a. Bentuk SWT : Continuos Frequensi
https://bit.ly/Teknik-pelaksanaan
b. Frekuensi SWT : 20 Hz
Evaluasi
Alat Ukur
Sebelum Terapi Sesudah Terapi
Nilai VAS (Visual Analog Scan) 5,5 4,7
KASUS-KASUS FISIOTERAPI :