DOSEN :
SUDARYANTO,SST.FT.,M.KES
DISUSUN OLEH :
RESKY ANIZAH RAHMAN
PO713241201038
D.III FISIOTERAPI TK.II
A. Patologi Kasus
1. Definisi
Tendinitis merupakan peradangan (kemerah-merahan, luka, bengkak) pada tendon.
Tendinitis pada bahu, rotator cuff dan tendon biceps bisa terjadi radang biasanya sebagai akibat dari
terjepitnya struktur-struktur yang ada di sekitarnya.
Pada bahu, terdapat otot-otot yang disebut rotator cuff, yaitu otot supraspinatus, ifraspinatus
dan subscapularis serta otot teres minor. Fungsinya memutar lengan atas dan membantu lengan
bergerak keatas lebih tinggi dari bahu. Ujung otot (tendo) ini melekat pada tulang lengan atas, dan
sering mengalami kerusakan. Pada tendonitis rotator cuff, akan terjadi nyeri bahu terutama di bagian
depan saat menyisir rambut atau mengambil dompet di saku belakang. (https://flexfreeclinic.com)
Tendonitis pada rotator cuff mengakibatkan munculnya rasa nyeri saat anda melakukan
gerakan pada tendon yang bersangkutan. (www.sehatq.com)
Tendonitis rotator cuff adalah peradangan sekelompok otot di bahu bersama dengan
peradangan mekanisme pelumasan yang di sebut bursa. Faktanya, ‘bursitis’ tidak boleh dianggap
sebagai diagnosis melainkan gejala tendonitis rotator cuff. (http://my.clevelandclinic.org)
2. Etiologi
Ada dua kondisi yang dapat menyebabkan cedera rotator cuff, yaitu cedera dan degenerasi.
Nah, jika penyebabnya adalah cedera, hal tersebut mungkin terjadi secara tiba tiba.
Bisa jadi terjatuh atau melakukan peregengan tangan secara berlebihan. Hal tersebut juga bisa terjadi
karena anda menggunakan lengan untuk melakukan gerakan yang sama berkali-kali. Akan tetapi,
selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi karena degenerasi. Ini artinya, anda mengalami cedera rotator
cuff karena usia yang terus bertambah. (https://hellosehat.com)
faktor yang dapat mengakibatkan rotator cuff tendinopathy (Michener, et al, 2003). Pada
faktor mekanisme biomekanik penyebab subacromial impingement syndrome ekstrinsik, bahwa
adanya penyempitan ruang subacromion yang menyebabkan tendon rotator cuff mengalami
kompresi sehingga terjadi translasi dari caput humeri ke arah superior atau terjadinya gerakan
menyimpang dari scapula yang mengakibatkan acromion bergerak kearah inferior, termasuk terjadi
pemendekan dari kapsul sendi glenohumeral kearah posterior-inferior dan kelemahan atau disfungsi
atau penurunan kinerja dari otot rotator cuff sehingga dapat menyebabkan perubahan kinematika dari
glenohumeral dan scapulathoracic (Page, 2011).
3. Patogenesis
Faktor Intrinsik
Degenerative cuff failure
Merupakan penyebab paling sering dari “rotator cuff injury” dan biasanya terjadi pada
orang yang lanjut usia.
Pertama terjadi sobekan parsial - sobekan yang menyeluruh.
Pada tendon terdapat critical vascular zone, tempat suplai darah sangat riskan, sehingga dapat terjadi
iskemia yang berakibat pada perubahan generatif.
Traumatic cuff failure
Dapat terjadi ketika tubuh bagian atas terkena benturan/desakan hebat dan Rotator cuff
mengalami sobekan yang traumatik.
Reactive cuff failure
Massa pengapuran di dalam tendon dapat menyebabkan pembengkakan yang akan memicu
terjadinya tumbukan di bawah lengkungan subacromial, sehingga terjadi cedera.
Faktor Ekstrinsik
Bone Factors
Ujung acromion dapat memicu terjadinya tumbukanpada elevasi Rotator cuff. Jika ada osteofit
dalam sendiacromiclavicular, batas pada ujung acromion dapatmenipis sehingga terjadi tumbukan dan
cedera
Soft tissue factors
Terjadi penebalan (misalnya pada ligamen)yang dapat memicu tumbukan dengan bursasehingga
setelah itu terjadi sobekan dan cedera.
(www.isakos.com International Society of Arthroscopy, Knee Surgery and Orthopaedic Sports
Medicine)http://emedicine.medscape.com/article/1262849-overview)
Impingement dimulai dari terjadinya trauma dimana kaput humeri menjepit jaringan suprahumeral
terhadap akromion. Pada aktivitas tersebut terjadi benturan atau penjepitan langsung sehingga jaringan
suprahumeral cidera dan terjadi inflamasi. Pada jaringan suprahumeral apabila terjadi cidera cenderung
terjadi cidera ulang akibat kegiatan sehari-hari. Akibatnya, terjadi cidera ulang pada saat proses
penyembuhan jaringan, sehingga cenderung menjadi inflamasi kronik dan terjadi adhesion yang
menimbulkan nyeri pada regangan gerak (Kisner and Colby, 2012).
Neer menggambarkan 3 tahap dari supraspinatus impingement syndrome, yaitu :
Tahap 1 : Edema dan Hemorrhage a.Terjadi pada pasien usia dibawah 25 tahun
b.Merupakan inflamasi akut dengan sedikit pendarahan dan pembengkakan pada supraspinatus
c.Pasien menggambarkan nyeri setelah cidera akut (baru saja jatuh atau terluka) atau mikrotrauma
yang berulang (melakukan aktifitas dengan posisi tangan lebih tinggi dari kepala dalam waktu yang
cukup lama, misalnya melukis dengan posisi kanvas tinggi) d.Kondisi pada fase ini masih dapat sembuh
dengan sendirinya secara konservatif, tanpa tindakan operasi.
B. Prosedur Pelaksanaan
1. Persiapan Alat : (mencakup persiapan operasional alat)
a. Menghubungkan power cord (steker) unit ke adaptor lalu hubungkan power ke adaptor
unit
b. Tekan on yang ada dibelakang unit
c. Menjalankan unit dengan menekan tombol on/off. Yang ada dpanel depan unit (tekan
tombol selama 3 detik sampai unit aktif)
d. Selanjutnya tekan tombol manual yang ada di pane depan unit TENS
e. Selanjutnya, pad dibasahi terlebih dahulu dan diletakkan pada permukaan pad yang akan
dikontak dengan kulit pasien.
https://drive.google.com/file/d/13AkeoJm_zfpsjcDQ2-kGQ0Vz59D4RjpX/view?usp=drivesdk
2. Persiapan Pasien : Posisikan pasien pada posisi tengkurap (proline)
https://drive.google.com/file/d/10xjNkfahwP6sqT_TPwD6SqI-YB4VgMnZ/view?usp=drivesdk
3. Teknik Pelaksanaan :
e. Frekuensi
Burst : ..............................................
C. Evaluasi
Evaluasi
Alat Ukur
Sebelum Terapi Sesudah Terapi
7,2 5,4
KASUS-KASUS FISIOTERAPI :