Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RUPTUR URETRA


DI RUANG 17 IRNA II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

oleh:
Lisca Nurmalika Fitri, S. Kep
NIM 182311101073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
MALANG, 2018
A. Konsep Teori
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan (sistem urologi) merupakan suatu sistem terjadinya proses
penyaringan darah yang bertujuan untuk memisahkan darah dari zat-zat yang
sudah tidak digunakan oleh tubuh, dan menyerap zat-zat yang masih digunakan.
Zat-zat yang tidak digunakan oleh tubuh larut di dalam air dan keluar dalam
bentuk urin atau air kemih (Nuari & Widayati, 2017). Fungsi utama dari sistem
perkemihan adalah melakukan ekskresi dan eliminasi sisa-sisa metabolisme tubuh.
Selain itu, sistem urologi memiliki beberapa fungsi tambahan, yaitu:
1) Regulator volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan
sejumlah cairan ke dalam urine dan melepaskan hormon eritropoetin dan
renin.
2) Sebagai regulator konsentrasi plasma dari beberapa ion, yang meliputi
sodium, potassium, klorida, dan mengontrol sejumlah ion-ion yang hilang,
serta menjaga batas ion kalsium melalui sistesis kalsiterol.
3) Sebagai stabilisator pH darah dengan kontrol jumlah pengeluaran hidrogen
dan ion bikarbonat ke dalam urin.
4) Sebagai detoksifikator racun dengan organ hepar melalui proses deaminasi
asam amino (Nuari & Widayati, 2017).
Sistem urologi tersusun oleh beberapa organ, yang terdiri dari ginjal dan
sistem pelvikalises, ureter, vesika urinaria, dan uretra.

Gambar 1. Organ penyusun sistem perkemihan


Ginjal tereletak dibagian belakang kavum abdominalis area retroperitoneal
atas pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat pada dinding abdomen.
Berbentuk seperti biji buah kacang merah (ercis), berjumlah 2 buah bagian kanan
dan kiri. Berat ginjal pada orang dewasa adalah ±200 gram, dan ukuran ginjal kiri
lebih besar dari pada ginjal kanan. Umunya, laki-laki memiliki ginjal yang lebih
panjang dibandingkan wanita (Nuari & Widayati, 2017). Secara anatomis ginjal
terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Kulit ginjal (korteks)
Nefron pada kulit ginjal bertugas untuk menyaring darah. Pada nefron
terdapat glomerolus yang merupakan gumpalan dari kapiler-kapiler darah,
dan setiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, serta gabungan
antara glomerolus dan simpai bowman (badan malphigi). Proses
penyaringan darah terjadi di badan malphigi, kemudian zat-zat tersebut
akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bowman
di dalam sumsum ginjal (Nuari & Widayati, 2017).
b. Sumsum ginjal (medula)
Terdiri dari beberapa badan berbentuk kerucut (piramid renal) yang
menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis,
mengarah ke bagian dalam ginjal. Lobus ginjal merupakan gabungan dari
satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya, dan akan tampak
bergaris-garis, karena terdiri dari berkas saluran paralel (tubuli dan duktus
koligentes). Kolumna renal merupakan jaringan korteks diantara piramid,
tersusun dari ribuan pembuluh halus yang bertujuan untuk mengangkut
urin hasil penyaringan darah di malphigi (Nuari & Widayati, 2017).
c. Rongga ginjal (pelvis renalis)
Merupakan ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbetuk seperti
corong. Kaliks mayor merupakan cabang dari pelvis renalis sebelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, dan akan bercabang lagi menjadi kaliks
minor yang akan menutupi papila renis dan piramid. Dari kaliks minor,
urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renalis, kemudian menuju ureter,
hingga tertampung di dalam vesika urinaria (Nuari & Widayati, 2017).
Bagian terkecil dari ginjal adalah nefron, setiap nefron terdiri dari
komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri dari pembuluh
darah, yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengelilingi tubuli.
Setiap komponen tubuler terdapat kapsul Bowman dan beberapa tubulus,
yaitu tubulus kontortus proksimal, kontortus distal, pengumpul, dan
lengkung Henle (Nuari & Widayati, 2017).
Gambar 2. Vaskularisasi ginjal

Ureter terdiri dari dua saluuran pipa yang menghubungkan ginjal dengan
vesika urinaria (kandung kemih) dengan panjang ± 25-30 cm dengan penampang
± 0,5 cm. Lapisan dinding ureter, terdiri dari dinding luar jaringan ikat (fibrosa),
lapisan tengah otot polos, dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa. Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik setiap 5 menit sekali, bertujuan
untuk mendorong urin ke vesika urinaria (Nuari & Widayati, 2017).
Kandung kemih (vesika urinaria) terletak di belakang simfisi pubis di dalam
rongga panggul, bebentuk seperti kerucut dan dikelilingi oleh otot yang kuat.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan, yaitu peritonium (lapisan
terluar); tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan
terdalam). Bagian-bagian kandung kemih meliputi:
a. Fundus. Bagian yang menghadap ke belakang bawah dan terpisah dari
rektum oleh spatium rectosivikale yang tersusun oleh jaringan ikat duktus
deferent, vesika seminalis dan prostate.
b. Korpus. Bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks. Bagian yang maju kearah depan dan berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis.
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih,
berfungsi untuk menyalurkan urin ke luar. Pada laki-laki uretra berkelok-kelok
melalui pertengahan prostat, kemudian menembus lapisan fibrosa ke tulang pubis
dan menuju penis dengan panjang ±20 cm. Uretra pada laki-laki, terdiri dari uretra
prostatica, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Lapisan uretra laki-laki
terdiri dari lapisan mukosa dan submukosa. Uretra pada wanita terletak di
belakang simfisis pubis miring dan kearah atas, panjang ± 3-4 cm. Lapisan uretra
pada wanita, terdiri dari tunika muskularis (lapisan terluar), spongeosa yang
merupakan pleksusu dari vena-vena, dan mukosa (lapisan terdalam) dan bermuara
di sebelah atas vagina (Nuari & Widayati, 2017).
Uretra pada wanita 3-4 cm (lebih pendek dari pada laki-laki). Risiko
infeksi saluran kemih pada wanita lebih tinggi karena kondisi uretra yang
pendek dan penyebaran asenden dari organisme usus. Uretra berjalan dari
leher kandung kemih menuju meatus eksterna. Meatus pada wanita terletak
di antara klitoris dan vagina. Vagina panjangnya antara 8-12 cm. Vagina
adalah saluran berotot yang berjalan ke arah atas dan belakang orifisium
vagina. Serviks menonjol ke aspek anterior atas vagina dan membentuk
forniks anterior, posterior, serta lateral. Pasokan darah vagina didapatkan dari
a. vaginalis (cabang a. iliaka interna) dan cabang vaginalis a. uterina (Faiz &
Moffat, 2003).
Uretra pria panjang ±20 cm. Uretra pria dibagi tiga bagian, yaitu (1)
uretra pars prostatika (3 cm). Memiliki peninggian yang memanjang (lipatan
uretra) pada dinding poteriornya. Di tiap sisi lipatan ini terdapat lekukan
dangkal, sinus prostatikus, yang menandai titik drainase dari 15-20 duktus
prostatikus. Utrikulus prostatikus adalah traktus buntu dengan panjang 5 mm
yang membuka ke suatu eminensia di tengah lipatan-verumontanum; (2)
uretra pars membranosa (2 cm), terletak di diafragma urogenitalis dan
dikelilingi oleh sfingter uretra eksterna (uretra sfingter); dan (3) uretra pars
penis (15 cm) melalui korpus spongiosum penis menuju meatus uretra
eksterna (Faiz & Moffat, 2003).
Ginjal berperan penting dalam mengatur volume dan komposisi cairan
tubuh, mengeluarkan racun, dan menghasilkan hormon (renin, erythropoietin, dan
bagian aktif vitamin D). Setiap ginjal mengandung ±1 juta nefron, dan terdapat 6
bagian utama anatomi dan fungsional nefron, yang meliputi:
1) Glomerolus. Berfungsi untuk ultrafiltrasi darah.
2) Tubulus proksimal. Memiliki 2 fungsi penting, yaitu (1) reabsorbsi sodium
klorida, air, bikarbonat, glukosa, protein, asam amino, postasium,
magnesium, kalisium, fosfat, asam urat, dan urea; dan (2) sekresi anion
organik, kation organik, produksi amonia (Nuari & Widayati, 2017).
3) Tubulus distal. Memiliki 2 fungsi penting, yaitu (1) reabsorbsi sodium
klorida, air, potassium, kalsium, dan bikarbonat; dan (2) sekresi ion
hidrogen, potassium, dan kalsium.
4) Tubulus pengumpul. Memiliki 2 fungsi penting, yaitu (1) reabsorbsi
sodium klorida, air, potassium, dan bikarbonat; dan (2) sekresi.
5) Lengkung Henle. Memiliki 2 fungsi penting, yaitu (1) reabsorbsi sodium,
klorida, air, potassium, kalsium, dan magnesium; dan (2) pengganda arus
balik potassium, ion hidrogen, dan produksi amonia.
6) Aparatus juxtaglomerular. Sekresi renin (Nuari & Widayati, 2017).

2. Definisi Ruptur Uretra


Ruptur uretra merupakan kerusakan kontinuitas uretra yang disebabkan
oleh ruda paksa secara eksternal, seperti fraktur tulang panggul atau straddle
injury. Secara internal, seperti kateterisasi, tindakan-tindakan melalui uretra
(Setiawan dkk., 2015). Trauma uretra adalah trauma yang terjadi akibat
cedera yang berasal dari luar dan cedera iatrogenik akibat instrumentasi
pada uretra (Nursalam, 2006)

3. Epidemilogi
Proporsi cedera saluran kemih sebesar 10% dari seluruh kasus trauma
lainnya. Trauma uretra mencakup 4% dari seluruh trauma di saluran kemih,
terutama yang disebabkan oleh fraktr pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan
kasus terjatuh dari ketinggian. Kasus trauma uretra lebih sering terjadi pada
laki-laki, karena panjang uretra pada laki-laki. Sebanyak 65% kasus
merupakan ruptur komplit dan 35% merupakan ruptur inkomplit. Trauma
saluran kemih bawah dapat membahayakan jiwa dan berdampak terhadap
kualitas hidup. Pemeriksaan yang efektif dan efisien, serta penatalaksanaan
yang cepat dan tepat penting untuk mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas (Kusumajaya, 2018).

4. Etiologi
Trauma uretra dapat disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, atau
iatrogenik. Sebanyak 20% kasus fraktur penis juga dapat ditemukan ruptur
uretra, terutama uretra bagian pendulosa. Trauma tajam, umum terjadi
karena luka tembak dan luka tusuk. Sebanyak 75% kasus fraktur pelvis
disertai dengan ruptur uretra. Trauma iatrogenik paling sering terjadi karena
instrumentasi endoskopi dan pemasangan kateter uretra. Penyebab ruptur
uretra lainnya, seperti perilaku seksual, fraktur penis, dan stimulasi
intralumen uretra (Kusumajaya, 2018).

5. Klasifikasi
Klasifikasi ruptur uretra berdasarkan anatomi dan derajatnya. Secara
anatomi uretra dibagi menjadi 2, yaitu uretra posterior dan anterior. Trauma
uretra posterior terjadi pada bagian proksimal dari membra perineal di
uretra prostatika atau uretra membranasea. Trauma uretra anterior meliputi
uretra bulbar dan pendulosa sampai ke fosa navikularis. Berdasarkan
derajatnya, ruptur uretra dibagi menjadi ruptur inkomplit dan ruptur komplit
(Kusumajaya, 2018).
Tipe Deskripsi Temuan Uretrografi Retrograd
1. Uretra posterior teregang, masih Elongasi uretra posterior tanpa
intak ekstravasasi
2. Uretra posterior ruptur parsial atau Ekstravasasi kontras pada uretra
komplit, di atas diafragma urogenitalposterior tidak sampai leher buli atau
diafragma urogenital
3. Ruptur parsial atau komplit dari Ekstravasasi kontras pada uretra
uretra melewati diafragma membranosa sampai atas dan bawah
urogenital, uretra posterior dan diafragma urogenital, leher buli intak
anterior terkena (jenis tersering, >
2/3 kasus)
4. Cedera leher buli dengan ekstensi Ekstravasasi kontras ekstraperitoneal
hingga uretra proksimal dari uretra proksimal dan leher buli.
Kontras mencapai fascial planes
ekstraperitoneal di pelvis dan
perineum
4a. Ruptur bsal buli tanpa uretra Ekstravasasi kontras dari dasar buli
posterior sampai di bawah uretra posterior,
menyerupai cedera uretra
5. Uretra anterior ruptur parsial atau Ekstravasasi kontras dari uretra
komplit anterior di bawah diafragma
urogenital

6. Patofisiologi/Patologi
Trauma dengan fraktur pelvis, umumnya disertai dnegan trauma uretra
posterior. Pada kasus trauma uretra posterior, uretra pars membranesea atau
pars prostatika merupakan bagian prostat yang ruptur. Fraktur pelvis
menembus lantai pelvis dan sfingter volunter, dan robekan ligamen
puboprostatik akan merobek uretra membranosa dari apeks prostat.
Terbentuk hematoma di retropubis dan perivesika. Pada kasus straddle injury
terjadi trauma tumpul daerah perineum, bagian uretra yang ruptur adalah
uretra pars bulbosa, karena tekanan objek dari luar menyebabkan kompresi
uretra bulbosa dengan simfisi pubis sehingga terjadi kontusio atau laserasi
dinding uretra (Kusumajaya, 2018).

7. Manifestasi Klinis
1) Pendarahan dari uretra
2) Hematom perineal; mungkin hanya di sebabkan trauma bulbus
kavernosus.
3) Retensi urin, jika hanya terjadi memar mukosa uretra, penderita
masih dapat kencing meskipun nyeri, tetapi jika ruptur, terjadi
spasme m. spinchter urethrae externum sehingga timbul retensi urin.
bila kandung kemih terlalu penuh, terjadi ekstravasasi sehingga
timbul nyeri hebat dan kedalam umum penderita memburuk.

8. Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi lanjutan untuk mencari cedera uretra dianjurkan pada semua
pasien trauma multipel, terutama yang jika ada darah di meatus,
hematom/ekimosis penis/perineal, retensi urin, distensi kandung kemih, dan
riwayat trauma (straddle injury). Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan
adalah pemeriksaan colok dubur; selain untuk menemukan prostat letak
tinggi yang menandakan adanya ruptur uretra, juga dapat menyingkirkan
cedera rektal. Pemeriksaan radiologis uretrografi retrograd (RUB)
direkomendasikan karena dapat menunjukkan derajat ruptur uretra, parsial
atau komplit, serta lokasinya, baik anterior maupun posterior, sehingga dapat
menentukan pilihan tatalaksana akut drainase kandung kemih. Pemeriksaan
RUB merupakan pemeriksaan awal, dilakukan dengan injeksi 20-30 mL
materi kontras sambil menahan meatus tetap tertutup, kemudian balon
kateter dikembangkan pada fosa navikularis (Kusumajaya, 2018).
RUB dapat mengidentifikasi lokasi cedera. Ruptur inkomplit ditandai
ekstravasasi uretra saat buli terisi penuh, sedangkan ruptur komplit ditandai
ekstravasasi masif tanpa pengisian buli. Ekstravasasi dapat terlihat hanya di
badan korpus jika fasia Buck’s masih intak, dan akan terlihat hingga ke
skrotum, perineum, dan abdomen anterior jika fasia Buck’s telah robek.
Uretroskopi juga dapat menjadi pilihan yang baik karena berfungsi diagnostik
ataupun terapeutik pada cedera uretra akut. Uretroskopi menjadi pilihan
pemeriksaan pertama pada kasus fraktur penis dan pada pasien perempuan
(Kusumajaya, 2018).

9. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


Tatalaksana awal kegawatdaruratan bertujuan untuk menstabilkan
kondisi pasien dari keadaan syok karena perdarahan; dapat berupa resusitasi
cairan dan balut tekan pada lokasi perdarahan. Pemantauan harus dilakukan
pada hidrasi agresif. Selanjutnya, drainase urin harus segera dilakukan
karena ketidakmampuan berkemih. Pemantauan status volume serta
drainase urin membutuhkan pemasangan kateter uretra, namun pemasangan
kateter uretra masih kontoversial mengingat risiko ruptur inkomplit menjadi
komplit karena prosedur pemasangannya. Diversi dengan kateter suprapubik
lebih disarankan (Kusumajaya, 2018).
1) Trauma uretra anterior laki-laki
a. Trauma tumpul
Penatalaksanaan akut hanya dengan sistostomi suprapubik atau
kateterisasi uretra untuk diversi urin. Uretroplasti segera diindikasikan,
karena pada kasus trauma tumpul uretra anterior sering disertai
kontusio spongiosal yang menyulitkan debridemen dan penilaian
anatomi jaringan sekitar. Tindakan uretroplasti dapat dilakukan setelah
3-6 bulan (Kusumajaya, 2018).
b. Trauma tajam
Penatalaksanaan trauma tajam uretra anterior dengan tindakan
operasi segera berupa eksplorasi dan rekonstruksi. Eksplorasi dilakukan
pada pasien yang stabil, laserasi, atau luka tusuk kecil yang hanya
membutuhkan penutupan uretra sederhana. Defek sebesar 2-3 cm di
bulbar uretra atau sampai 1,5 cm pada uretra pendulosa dengan
tatalaksana anastomosis. Pada defek yang besar atau yang disertai
dengan infeksi (luka gigitan), tatalaksana berupa marsupialisasi
dilanjutkan dengan rekonstruksi dengan graft atau flap setelah 3 bulan.
Semua pasien dilakukan kateter suprapubik (Kusumajaya, 2018).
2) Trauma uretra posterior laki-laki
a. Trauma tumpul
Tidak dilakukan tindakan eksplorasi dan rekonstruksi dengan
anastomosis karena tingginya angka striktur, inkontinensia, dan
impotensi setelah tindakan. Pada cedera uretra posterior, penting
dibedakan antara ruptur komplit dan inkomplit untuk menentukan
penatalaksanaan berikutnya. Pada ruptur inkomplit, pemasangan kateter
suprapubik atau uretra merupakan pilihan, cedera dapat sembuh sendiri
tanpa jaringan parut yang signifikan. Pada ruptur komplit
penatalaksanaan berupa realignment, eksplorasi, rekonstruksi, dan
pemasangan kateter suprapubik. Jangka waktu 3-6 bulan dianggap cukup
untuk menunda operasi sambil menunggu terbentuknya jaringan parut
yang stabil dan penyembuhan luka. Tindakan berdasarkan saatnya
dibagi, menjadi (1) segera: <48 jam setelah trauma; (2) primer ditunda: 2
hari- 2 minggu setelah trauma; dan ditunda: >3 bulan setelah trauma
(Kusumajaya, 2018).
b. Trauma tajam
Eksplorasi segera melalui retropubis dilanjutkan dengan perbaikan
primer atau realignment endoskopik dilakukan setelah pasien dalam
kondisi stabil, dan pada ruptur komplit yang disertai cedera leher buli
atau rektal. Stenosis uretra anterior dapat terbentuk walaupun
realignment endoskopik berhasil. Pada pasien tidak stabil atau gagal
operasi, EAU dan AUA merekomendasikan diversi suprapubik dilanjutkan
dengan tindakan uretroplasti.6 Uretroplasti dilakukan tidak lebih dari 14
hari setelah trauma untuk mencegah diversi suprapubik yang terlalu
lama. Uretroplasti dapat dilakukan dalam 2 minggu setelah trauma, jika
defek pendek dan pasien dapat diposisikan litotomi (Kusumajaya, 2018).
3) Trauma uretra perempuan
Pada pasien perempuan dengan ruptur uretra, penatalaksanaan setelah
keadaan stabil. Operasi rekonstruksi retropubis untuk uretra, buli, dan lantai
pelvis jika cedera leher buli atau uretra proksimal. Jika cedera pada uretra
bagian distal, operasi penjahitan dapat dilakukan transvaginal (Kusumajaya,
2018).
B. Clinical Pathway

Cedera langsung Luka tembak/ Straddle Injury/ Trauma penis, Iatrogenic Trauma
Cedera a
Pelvis & Uretra luka tusuk tendangan/ pukulan kateterisasi, masuknya benda asing tumpul
di daerah perineum

Ruptur Uretra Kurang pengetahuan Cemas

Anterior Posterior

Uretra Pars Bulbosa Membranasea Fraktur Pelvis

Bulbosa terjepit diantara Pemasangan kateter


ramus inferior pubil Melukai simfisis pubis

Memar/ laserasi Kerusakan cincin pelvis

Kerusakan integritas Risiko infeksi Robekan uretra pars prostat-


kulit membranasea
Nyeri Perdarahan per uretra Retensi urin

Syok hipovolemik Gangguan eliminasi urin

Defisien volume cairan


C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
Nyeri
c. Riwayat kesehatan
Keluhan:
1) Ada riwayat trauma yang khas, adanya patah tulang panggul.
2) Tidak dapat berkemih/retensio urin, terjadi pada ruptur uretra
posterior.
3) Nyeri pada perineum/genitalia, pada ruptur uretra anterior
d. Pengkajian fisik:
1) Adanya hematome atau udem pada skrotum, perineum, penis,
terjadi pada pada ruptur uretra anterior.
2) Pada pemeriksaan rektal toucher didapatkan massa lunak yang
menonjol ke dalam rektum yang disebabkan kumpulan darah
rongga panggul.
3) Pada pemeriksaan rektal toucher didapatkan prostat tidak berada
di tempatnya semula, prostat pindah ke atas (melayang).
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan BNO (foto polos abdomen), bisa melihat daerah
kesuraman pada daerah yang mengala,mi hematom.
2) Uretrogram retrograd, pada ruptur uretra pembuatan foto ini
untuk melihat lokasi dan derajad ruptur uretra apakah partial
atau total.
3) Urinalisis : untuk melihat adanya eritrosituria dan hematuria.

2. Diagnosa
Kode Diagnosa Keperawatan
00132 Nyeri Akut
Definisi:Pengalaman, sensori dan emosional tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau
yang digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation for
the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atatau lambat dengan
intensitas ringan hingga berat, dengan berakhirnya dengan dapat
diantisipasi atau diperediksi, dan dengan durasi kurang dari 3
bulan.
Batasan karakteristik:
 Perubahan selera makan
 Perubahan pada parameter fisiologis
 Diaforesis
 Perilaku distraksi
 Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa
nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya
 Perilaku ekspresif
 Ekspresi wajah nyeri
 Sikap tubuh melindungi
 Putus asa
 Fokus menyempit
 Sikap melindungi area nyeri
 Perilaku proktektif
 Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas
 Dilatasi pupil
 Fokus pada diri sendiri
 Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala
nyeri
 Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan
standar instrumen nyeri
Faktor yang berhubungan:
 Agens cedera biologis
 Agens cedera kimiawi
 Agens cedera fisik
Kondisi terkait:
- Gangguanmuskuluskeletal
- Gangguanneuromuskular
- Agensfarmaseutika

00046 Kerusakan integritas kulit (00046)


Definisi:Kerusaka pada epidermis dan atau dermis
Batasan karakteristik:
- Nyeri akut
- Gangguan integritas kulit
- Perdarahan
- Benda asing menusuk permukaan kulit
- Hematoma
- Area panas lokal
- Kemerahan
Faktor yang berhubungan:
- External:
a. Agens cidera kimiawi
b. Ekskresi
c. Kelembapan
d. Hipertermia
e. Hipotermia
f. Lembap
g. Area panas lokal
h. Sekresi
- Internal :
a. Gangguan volume cairan
b. Nutrisi tidak adekuat
c. Faktor psikogenik
Populasi beresiko
- Usia eksterm
Kondisi terkait:
- Gangguan metabolisme
- Gangguan pigmentasi
- Gangguan sensasi
- Gangguan turgor kulit
- Pungsi arteri
- Perubahan hormonal
- Imunodefisiensi
- Gangguan sirkulasi
- Agens farmaseutika
- Terapi radiasi
- Trauma vaskuler

00027 Defisien Volume Cairan (00027)


Definisi: pnurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan atau
intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja
tanpa perubahan kadar natrium.

Batasan karakteristik:
- Perubahan status mental
- Penurunan turgor kulit
- Penurunan tekanan darah
- Penurunan tekanan nadi
- Penurunan turgor lidah
- Penurunan haluaran urin
- Penurunan pengisian vena
- Membran mukosa kering
- Kulit kering
- Peningkatan suhu tubuh
- Peningkatan frekuensi nadi
- Penaingkatan hematokrit
- Peningkatan konsentrasi urin
- Penurunan BB secara tiba-tiba
- Haus
- Kelemahan

Faktor yang berhubungan:


- Hambatan mengakses cairan
- Asupan cairan kurang
- Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan

Populasi berisiko:
- Usia ekstrem
- Berat badan ekstrem
- Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan

Kondisi terkait:
- Kehilangan cairan aktif
- Gangguan mekanisme pengaturan
- Gangguan yang memengaruhi absorpsi cairan
- Kehilangan cairan hebat melalui rute normal/abnormal
- Agens farmaseutika

00146 Ansietas (0016)


Definisi: perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

Batasan karakteristik:
a. Perilaku
b. Afektif
c. Fisiologis
d. Simpatis
e. Parasimpatis
f. Kognitif

Faktor yang berhubungan:


- Konflik tentang tujuan hidup
- Hubungan interpersonal
- Penularan interpersonal
- Stresor
- Penyalahgunaan zat
- Ancaman kematian
- Ancaman pada status terkini
- Kebutuhan yang tidak dipenuhi
- Konflik nilai

Populasi berisiko:
- Terpapar pada toksin
- Riwayat keluarga tentang ansietas
- Hereditas
- Perubahan besar
- Krisis maturasi
- Krisis situasi

00004 Risiko infeksi (00004)


Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme
patogenik yang dapat menggangu kesehatan

Faktor risiko:
- Gangguan peristalis
- gangguan integritas kulit
- vaksinasi tidak adekuat
- kurang pengetahuan untuk menghindari pemajan patogen
- mal nutrisi
- obesitas
- merokok
-stasis cairan tubuh

Populasi berisiko:
- terpajan pada wabah

Kondisi terkait:
- Perubahan pH sekresi
- penyakit kronis
- Penurunan kerja siliaris
- penurunan hemoglobin
-imunosepresi
- prosedur invasive
- leukopenia
- pecah ketuban dini
- pecah ketuban lambat
- supresi respons inflamasi
3. Intervensi

DIAGNOSIS PARAF &


NO. TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN NAMA
1. Neri Akut (00132) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x NIC: Manajemen Nyeri (1400)
24 jam pasien menunjukkan hasil: a. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif yang meliputi
Kepuasan Klien: Menejemen Nyeri (3016) lokasi, karakteristik,
Tujuan onset/durasi, frekuensi, kualitas,
No Indikator NA
1 2 3 4 5 intensitas beratnya nyeri dan
1. Nyeri terkontrol faktor pencetus;
2. Tingkat nyeri b. Observasi adanya petunjuk
Mengambil tindakkan nonverbalmengalami
3. ketidaknyamanan terutama pada
untuk : mengurangi nyeri
Mengambil tindakkan mereka yang tidak dapat
4. untuk : memberi berkomunikasi secara edektif
kenyamanan c. Gunakan strategi komunikasi
Pendekatan preventif terapuetik untuk mengetahui
5. pengalaman nyeri dan
menejemen nyeri
Menejemen nyeri sesuai sampaikan penerimaan pasien
6. terhadap nyeri
budaya budaya
Keterangan: d. Gali pengetahuan dan
Keluhan ekstrime kepercayaan pasien mengenai
1. Keluhan berat nyeri
2. Keluhan sedang e. Ajarkan prinsip-prinsip
3. Keluhan ringan menejemen nyeri
4. Tidak ada keluhan f. Kolaborasi pemberian analgesik
- Nyeri terkontrol (301601) guna pengurangi nyeri
- Tingkat nyeri berkurang (301602)
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengurangi NIC: Monitor Tanda-tanda Vital
nyeri menggunakan terapi farmakologis dan non (6680)
farmakologis (301604) a. Monitor Tekanan Darah , Nadi,
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengatur Respirasi dan Suhu
posisi yang nyaman (301605) b. Monitoring tekanan darah
- Pendekatan preventif menejemen nyeri : dapat setelah pasien meminum obat
mengetahui tentang nyeri dan cara mengatasinya c. Monitoring dan laporkan tanda
menggunakan terapi farmakologis maupun non dan gejala hipotermia dan
farmakologis (301610) hiperternia
- Menejemen nyeri sesuai budaya budaya: dapat d. Monitoring nadi paradoks
melakukan terapi relaksasi untuk mengurangi e. Monitoring irama dan tekanan
nyeri (301609) jantung

NIC: Terapi relaksasi (6040)


a. Gambarkan rasionalisasi dan
manfaat relaksasi serta jenis
relaksasi yang tersedia
b. Pertimbangkan keinginan
pasien untuk berpartisipasi,
kemampuan berpartisipasi,
pilihan, pengalaman masa lalu
dan kontraindikasi sebelum
memilih strategi tertentu
c. Dorong klien untuk mengambil
posisi yang nyaman dengan
pakaian longgar dan mata
tertutup
d. Minta klien untuk rileks dan
merasakan sensasi yang terjadi
e. Dorong klien untuk mengulangi
praktik teknis relaksasi,
jikamemungkinkan
f. Evaluasi dan dokumentasi
respon terhadap terapi
relaksasi

NIC: Pemberian Analgesik (2210)


a. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
b. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosisi dan
frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
c. Monitoring tanda-tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik narkotik
pada dosisi pertama kalau jika
ditemukan tanda-tanda yang
tidak biasa
d. Jelaskan tindakan keselamatan
pada pasien yang menerima
analgesik narkotik, sesuai
kebutuhan
2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x NIC: Pressure Management
integritas kulit 24 jam pasien menunjukkan hasil: a. Anjurkan pasien untuk
(00046) Status Kerusakan integritas kulit (00046) menggunakan pakaian yang
Tujuan longgar
No Indikator NA
1 2 3 4 5 b. Hindari kerutan pada tempat
Suhu, elastisitas hidrasi tidur
1. c. Jaga kebersihan kulit agar tetap
dan sensasi
2. Perfusi jaringan bersih dan kering
3. Keutuhan kulit d. Mobilisasi pasien (ubah posisi
4. Eritema kulit sekitar pasien) setiap 2 jam sekali
5. Luka berbau busuk e. Monitor kulit akan adanya
6. Granulasi kemerahan
Pembentukan jaringan f. Oleskan lotionatau minyak/baby
7. oil pada daerah yang tertekan
parut
8. Penyusutan luka g. Monitor aktivitas dan mobilisasi
Keterangan: pasien
1. Gangguan eksterm h. Monitor status nutrisi pasien
2. Berat i. Memandikan pasien dengan
3. Seedang sabun dan air hangat
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan NIC: Insision site care
a. Membersihkan.memantau dan
Status penyembuhanluka primer meningkatkan proses
penyembuhanpada luka yang
Tujuan
No Indikator NA ditutup dengan jahitan,klip atau
1 2 3 4 5
straples
1. Penyatuan kulit
b. Monitor proses kesembuhan area
2. Penyatuan ujung luka
insisi
Pembentukan jaringan c. Monitor tanda dan gejala infeksi
3.
parut pada area insisi
Keterangan: d. Bersihkan area sekitar jahitan
1. Tidak ada atau staples, menggunakan lidi
2. Sedikit kapas steril
3. Sedang f. Gunakan preparat antiseptik
4. Banyak sesuai program
5. Sangat banyak g. Ganti balutan pada interval
- Menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau waktu yang sesuai atau biarkan
perawatan luka yang optimal) luka tetap terbuka (tidak
- Drainase purulen atau bau luka minimal dibalut)sesuai program
- Tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
- Nekrosis,selumur,lubang perluasan luka ke
jaringan dibawah kulit,atau pembentukan saluran
sinus berkurang atau tidak ada
- Eritema kulit dan eritema disekitar luka minimal

3. Defisien Volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x a. Jaga intake/asupan yang akurat
Cairan 24 jam defisien volume cairan pada pasien dapat dan catat output [pasien]
teratasi dengan kriteria hasil: b. Masukkan kateter urin
0601 Keseimbangan Cairan c. Monitor status hidrasi (misalnya,
Kode Indikator NA 1 2 3 4 5 membran mukosa lembab,
060101 Tekanan darah denyut nadi adekuat, dan tekanan
060122 Denyut nadi radial darah ortostatik)
060102 Tekanan arteri rata2 d. Monitor hasil laboratorium yang
060103 Tekanan vena sentral relevan dengan retensi cairan
060104 Tekanan baji paru- (misalnya, peningkatan berat
paru jenis, peningkatan BUN,
060105 Denyut perifer penurunan hematokrit, dan
060107 Keseimbangan intake peningkatan kadar osmolalitas
dan output (24 jam) urin)
060109 BB stabil e. Monitor tanda tanda vital pasien
060115 Kehausan f. Berikan terapi IV, seperti yang
060114 Konfusi ditentukan
Ket: g. Tingkatkan asupan oral
1= sangat terganggu; 2= banyak terganggu; 3= cukup (misalnya, memberikan sedotan,
terganggu; 4= sedikit terganggu; dan 5= tidak menawarkan cairan di antara
terganggu waktu makan, mengganti air es
secara rutin, menggunakan es
untuk jus favorit anak, potongan
gelatin ke dalarn kotak yang
menyenangkan, menggunakan
cangkir obat kecil), yang sesuai
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 1. Gunakan pendekatan yang
24 jam ansietas pada pasien dapat teratasi dengan tenang dan menyakinkan
kriteria hasil: 2. Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap perilaku klien
1211 Tingkat Kecemasan 3. Jelaskan semua prosedur
Kode Indikator NA 1 2 3 4 5 termasuk sensasi yang akan
121101 Tidak dapat dirasakan yang mungkin akan
beristirahat dialami klien selama prosedur
121103 Meremas-remas dilakukan
tangan 4. Pahami situasi krisis yang terjadi
121104 Distres dari perspektif klien
5. Berikan informasi faktual terkait
121105 Perasaan gelisah diagnosis, perawatan dan
121107 Wajah tegang prognosis
121116 Rasa takut (verbal) 6. Berada disisi klien untuk
121117 Rasa cemas yang meningkatkan rasa aman dan
disampaikan (verbal) mengurangi ketakutan
121119 Peningkatan TD 7. Dorong keluarga untuk
121120 Peningkatan Nadi mendampingi klien dengan cara
121121 Peningkatan RR yang tepat
121123 Berkeringat dingin 8. Dorong verbalisasi perasaan,
121129 Gangguan pola tidur persepsi dan ketakutan
121130 Perubahan pola BAB 9. Identifikasi pada saat terjadi
121131 Perubahan pola perubahan tingkat kecemasan
makan
Ket:
1= berat; 2= cukup berat; 3= sedang; 4= ringan; dan
5= tidak ada
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x KONTROL INFEKSI (6540)
(00004) 24 jam pasien menunjukkan hasil: 1. Bersihkan lingkungan dengan
baik setelah digunkan untuk
No. Indikator NA Tujuan setiap pasien
1 2 3 4 5 2. Ganti peralatan perawatan per
1. Tekanan darah sistolik pasien sesuai protocol institusi
2. Tekanan darah diastolic 3. Anjurkan pengunjung untuk
3. Stabilitas hemodinamik mencuci tangan pada saat
4. Suhu tubuh memasuki dan meninggalkan px
5. Laju nadi radialis 4. Batasi jumlah pengunjung
6. Irama nadi radialis 5. Pastikan teknik perawatan luka
7. Laju pernafasan yang tepat
8. Kedalaman inspirasi Kontrol infeksi; Intraoperatif
9. Keluaran urin (6545)
10. Bising usus 1. Bersihkan debu dan permukaan
11. Kesadaran mendatar dengan pencahayaan
Keterangan: di ruang operasi
1. Tidak pernah menunjukkan 2. Monitor dan jaga aliran udara
2. Jarang menunjukkan yang berlapis
3. Kadang-kadang menunjukkan 3. Batasi dan lalu lalang
4. Sering menunjukkan pengunjung
5. Secara konsisten menunjukkan 4. Monitor teknik isolasi yang
sesuai
- penyembuhan luka bakar (1106) 5. Verifikasi keutuhan kemasan
- fungsi gastrrointernital (1015) steril
- akses hemodialysis (1105) Manajemen penyakit menular
- status imunitas (0702) (8820)
- perilaku imunisasi (1900) 1. Monitor populasi yang beresiko
- status nutrisi (1004) dalam rangka pemenuhan
- kontrol resiko (1902) regimen prevensi dan
perawatan
2. Monitor sanitasi
3. Monitor faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi
penyebaran penyakit menular
4. Monitor keberlanjutan yang
adekuat akan imunisasi pada
populasi target
5. Laporkan aktivitas pada
lembaga yang tepat, seperti
yang diminta
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, C. M. Wagner. 2013. Nursing


Intervention Classification (NIC). Edisi Keenam. Oxford: Elsevier.

Herdman T. H., S. Kamitsuru. 2018. NANDA-I diagnosis keperawatan: definisi


dan klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.

Kusumajaya, C. 2018. Diagnosis dan Tatalaksana Ruptur Uretra. CDK: 45(5).

Moffat, D., O. Faiz. 2003. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga Medical


Series.

Moorhead S., M. Johnson, M. L. Maas, E. Swanson. 2013. Nursing Outcomes


Classification (NOC). Edisi Kelima. Oxford: Elsevier.

Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Setiawan, M. R., A. Rohmani, I. D. Kurniati, K. Ratnaningrum, R. Basuki. 2015.


Buku Ajar Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran: Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Anda mungkin juga menyukai