Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA “Ny L” DENGAN DIAGNOSA

MEDIS CLOSED FRAKTUR LEFT NECK FEMUR DI


RUANGAN LONTARA 2 BAWAH BELAKANG
RSUP DR. WAHIDIN SUDIRIHUSODO

NAMA : DEWI ASTUTI


NIM : 19.04.057

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROFESI NERS
MAKASSAR
2020

LAPORAN PENDAHULUAN
CLOSE FRAKTUR FEMUR LEFT NECK FEMUR

A. Definisi
Definisi Fraktur
Faktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukkan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Prince & Wilson, 2006).

Definisi Fraktur Femur


Fraktur Femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang femur, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
dan kerusakan pembuluh darah (Smeltzer et al., 2010).

B. Klasifikasi Fraktur Secara Klinis


1. Fraktur tertutup (fraktur simple), bila tidak terdapat hubungan antara fragment
tulang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), bila terdapat hubungan antara
fragment tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
3. Fraktur dengan komplikasi, seperti infeksi tulang.

C. Etiologi
1. Traumatik. Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
terjadi fraktur.
2. Patologis. Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang
yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang
seringkali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab paling sering dari fraktur-
fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.
3. Stress. Disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.

D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan ekternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka, terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam konteks marrow. Dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringa tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan besar dari proses
pertumbuhan tulang nantinya.
Faktor –faktor yang mempengaruhi fraktur.
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
Trauma tidak langsung
2. Faktor Intrinsik
Akibat stres trauma langsung
Beberapa sifat yang terpenting dari patologis
Trauma tulang yang menentukan daya taham untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
Kegagalan tulang menahan beban Resiko Trauma
dan kepadatan atau kekerasana tulang.

FRAKTUR
Kehilangan Integrasi Tulang
(cidera pd struktur tulang & jaringan lunak)
Tindakan invasif
sekitar, perdarahan ( + )

Penekanan berlebihanpada Tindakan invasif Mengaktivasi respon peradangan (pelepasan


neurovaskuler mediator kimia oleh mast sel: Bradikinin,
histamin, prostaglandin)
Protekti/ barier utama kulit,
Penurunan aliran darah ke jaringan otot me
perifer
Menyebabkan perubahan Menstimulasi
Pajanan lingkungan luar kapiler pembuluh darah, Nosiseptor
terhadap mikroorganisme aliran darah me, perub
Iskemia
patogen struktur pembuluh darah yg
menyebabkan protein Mekanisme nyeri
plasma & lekosit keluara (transduksi,
dari sirkulasi (Vasodilatasi Transmisi, modulasi,
kapiler & permeabilitas persepsi)
Risiko Infeksi kapiler)

Ketidakefektifan Nyeri Akut


perfusi jaringan Akumulasi cairan eksudat
E. PATHWAY pada jararingan interstisial
perifer
Ketidaknyamanan dlm gerak/
mobilisasi
Oedema jaringan

Hambatan mobilitas fisik


Menekan nerve ending
Tindakan pembedahan (pemasangan
traksi/pen/kawat)

Imobilisasi

Kerusakan integritas
kulit
F. Manifestasi Klinik
1. Nyeri.
2. Alat gerak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
3. Darah bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup
banyak) dan masuk kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat
cedera.
4. Edema terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler.
5. Pucat disebabkan kadar oksigen jaringan menurun.
6. Otot tegang dan terjadi pembengkakan
7. Krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
8. Perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
9. Terjadi deformitas akibat pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai.
G. Komplikasi
1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini
biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu,syok neurogenik
sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien.
2. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak adanya nadi,CRT
(Capillary Revill Time) menurun, sianosis bagian distal,hematoma yang lebar,
serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
pembidaiaan, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.
3. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya
otot,tulang syaraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu
pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot, syaraf dan
pembuluh darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi fraktur
hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada
bagian tengah tulang. Tanda khas untuk sindrom kompartemen adalah 5 P
yaitu : Pain (nyeri lokal), Paralisis (kelumpuhan otot), Parestesia (tidak ada
sensasi), Pallor (pucat bagian distal), Pulsessness (tidak ada denyut nadi,
perubahan nadi, perfusi yang tidak baik dan CRT >3 detik pada bagian distal
kaki)
4. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka.
5. Avaskuler nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali Volkman’s Ischemia.
6. Sindrom emboli lemak
Merupakan komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma, dan jenis
fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT scan MRI: memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,
juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dan multipel trauma).
Peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel
atau cidera hati.

I. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah
tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga agar tulang tetap
menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal
4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.
Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi (Corwin, 2001).
1. Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah
untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk
memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan
beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang
digunakan. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk
mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang
di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur
femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban
yang lebih besar.

2. Fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan piringan
atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi interna merupakan
pengobatan terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai
komplikasi.

3. Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/trauma sistem
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh kita yang
mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang
ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

4. Pemasangan Gips atau Operasi Dengan Orif


Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara
keras daerah yang mengalami patah tulang. Pemasangan gips bertujuan untuk
menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga dapat
menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang
patah tersebut.
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas / istirahat
Gejala :
a. Kelemahan, kelelahan, terdapat masalah pada mobilitas
Tanda :
b. Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan,
nyeri)
c. Kelemahan dari ekstremitas yang terkena
d. Penurunan ROM
2. Sirkulasi
Tanda :
a. Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap nyeri/ansietas)
atau hipotensi (kehilangan darah)
b. Takhikardia (respons stress, hipovolemia)
c. Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cidera: pengisian kapiler
lambat, pucat pada bagian yang terkena
d. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera
3. Neurosensori
Gejala :
a. Hilang gerakan/sensasi, spasme otot
b. Kebas/kesemutan (parastesis)
Tanda :
c. Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi
d. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain
4. Eliminasi
Tanda :
a. Hematuria
b. Sedimen urine
c. Perubahan output-GGA dengan kerusakan muskuloskletal

5. Nyeri/kenyamanan
a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan /kerusakan tulang : dapat berkurang pada imobilisasi)
b. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
6. Keamanan
Tanda :
a. Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
b. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke jaringan.
3. Kerusakkan integritas kulit b.d pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakkan rangka neuromuscular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi).
5. Resiko infeksi.
6. Resiko trauma.

C. Rencana Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut b.d agen injuri NOC : NIC :
fisik, spasme otot, gerakan  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
fragmen tulang, edema,  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
cedera jaringan lunak,  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
pemasangan traksi. Kriteria hasil: dan faktor presipitasi
 Mampu mengontrol  Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu  Bantu pasien dan keluarga untuk
menggunakan tehnik mencari dan menemukan dukungan
nonfarmakologi untuk  Kontrol lingkungan yang dapat
mengurangi nyeri, mempengaruhi nyeri seperti suhu
mencari bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Melaporkan bahwa  Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri berkurang dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menggunakan menentukan intervensi
manajemen nyeri  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
 Mampu mengenali nyeri napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
(skala, intensitas, hangat/ dingin
frekuensi dan tanda  Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri) nyeri: ……...

 Menyatakan rasa  Tingkatkan istirahat


nyaman setelah nyeri  Berikan informasi tentang nyeri seperti
berkurang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

 Tanda vital dalam berkurang dan antisipasi

rentang normal ketidaknyamanan dari prosedur

 Tidak mengalami  Monitor vital sign sebelum dan sesudah


gangguan tidur pemberian analgesik pertama kali
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakefektifan perfusi NOC : NIC :


jaringan perifer b.d  Circulation status Peripheral Sensation Management
penurunan suplai darah ke  Tissue Perfusion: (Manajement sensasi perifer)
jaringan. cerebral  Monitor adanya daerah tertentu yang
Kriteria hasil: hanya peka terhadap
Mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/tumpul.
status sirkulasi yang  Monitor adanya pretese
ditandai dengan:  Instruksikan keluarga untuk
 Tekan sistol dan diastol mengobservasi kulit jika ada isi atau
dalam rentang yang laserasi.
diharapkan.  Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
 Tidak ada ortostatik  Batasi gerakkan pada kepala, leher, dan
hipertensi. punggung.
 Tidak ada tanda-tanda  Monitor kemampuan BAB.
peningkatan tekanan  Kolaborasi pemberian analgetik.
intrakranial (tidak lebih  Monitor adanya tromboplebitis.
dari 15 mmHg)  Diskusikan mengenai adanya perubahan
Mendemonstrasikan sensasi.
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
 Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan .
 Menunjukkan perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi.
 Memproses informasi.
 Membuat keputusan
yang benar.
Menunjukkan fungsi
sensori motorik cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakkan
involunter.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management


b.d pemasangan traksi (pen,  Tissue Integrity : Anjurkan pasien untuk menggunakan
kawat, sekrup). Skin and Mucous pakaian yang longgar
Membranes Hindari kerutan pada tempat tidur
 Wound healing:
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
primary and
dan kering
secondary intention.
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
kriteria hasil:
setiap dua jam sekali
 Integritas kulit yang
Monitor kulit akan adanya kemerahan
baik bisa
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
dipertahankan
derah yang tertekan
(sensasi, elastisitas,
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
temperatur, hidrasi,
Monitor status nutrisi pasien
pigmentasi)
Memandikan pasien dengan sabun dan
 Tidak ada luka/lesi
air hangat
pada kulit
Kaji lingkungan dan peralatan yang
 Perfusi jaringan baik
menyebabkan tekanan
 Menunjukkan
Observasi luka : lokasi, dimensi,
pemahaman dalam
kedalaman luka, karakteristik,warna
proses perbaikan
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
kulit dan mencegah
tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
terjadinya sedera
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
berulang perawatan luka
 Mampu melindungi Kolaburasi ahli gizi pemberian diae
kulit dan TKTP, vitamin
mempertahankan Cegah kontaminasi feses dan urin
kelembaban kulit dan Lakukan tehnik perawatan luka dengan
perawatan alami steril
 Menunjukkan Berikan posisi yang mengurangi tekanan
terjadinya proses pada luka
penyembuhan luka

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :


b.d kerusakkan rangka  Joint movement: Exercise therapy: ambulation
neuromuscular, nyeri, terapi active. Monitoring vital sign sebelum/sesudah
 Mobility level
restriktif (imobilisasi). latihan dan lihat respon pasien saat
 Selft care: ADLs
 Transfer performance latihan.
kriteria hasil: Konsultasikan dengan terapi fisik
 Klien meningkat tentang rencana ambulasi sesuai dengan
dalam aktivitas fisik kebutuhan.
 Mengerti tujuan dan Bantu klien untuk mengangkat tongkat
peningkatan saat berjalan dan cegah terhadap cedera.
mobilisasi. Kaji kemampuan pasien tentang
 Memverbalisasikan mobilisasi
perasaan dalam Latih klien dalam pemenuhan
meningkatkan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kekuatan dan kemampuan.
kemampuan Dampingi dan bantu pasien saat
berpindah. mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
 Memperagakan ADLs pasien.
penggunaan alat. Berikan alat bantu jika klien
 Bantu untuk memerlukan.
mobilisasi. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection control (control infeksi)
 Knowledge : Infection  Pertahankan teknik aseptif
control  Batasi pengunjung bila perlu
 Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan
Kriteria hasil: sesudah tindakan keperawatan
 Klien bebas dari tanda  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
dan gejala infeksi alat pelindung
 Menunjukkan  Ganti letak IV perifer dan dressing
kemampuan untuk sesuai dengan petunjuk umum
mencegah timbulnya  Gunakan kateter intermiten untuk
infeksi menurunkan infeksi kandung kencing
 Jumlah leukosit dalam  Tingkatkan intake nutrisi
batas normal  Berikan terapi antibiotik
 Menunjukkan perilaku  Monitor tanda dan gejala infeksi
hidup sehat sistemik dan lokal
 Status imun,  Pertahankan teknik isolasi k/p
gastrointestinal,  Inspeksi kulit dan membran mukosa
genitourinaria dalam terhadap kemerahan, panas, drainase
batas normal  Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Risiko trauma NOC : NIC :


 Knowledge : Personal Environmental Management safety
Faktor-faktor risiko Safety  Sediakan lingkungan yang aman untuk
Internal:  Safety Behavior : Fall pasien
Kelemahan, penglihatan Prevention  Identifikasi kebutuhan keamanan
menurun, penurunan sensasi  Safety Behavior : Fall pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
taktil, penurunan koordinasi occurance fungsi kognitif pasien dan riwayat
otot, tangan-mata,  Safety Behavior : penyakit terdahulu pasien
kurangnya edukasi Physical Injury  Menghindarkan lingkungan yang
keamanan, keterbelakangan  Tissue Integrity: Skin berbahaya (misalnya memindahkan
mental and Mucous Membran perabotan)

Kriteria hasil:  Memasang side rail tempat tidur


Eksternal: - pasien terbebas dari  Menyediakan tempat tidur yang
Lingkungan trauma fisik nyaman dan bersih
 Menempatkan saklar lampu ditempat
yang mudah dijangkau pasien.
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan yang cukup
 Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth
Textbook of Medical-Surgical Nursing-12th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health / Lippincott Williams & Wilkins.

Kowalak-Welsh-Mayer (Penyunt.). (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Marliynn, J & Lee, J 2011, seri panduan praktis keperawatan klinis, Jakarta erlangga

Nurarif A. H. & Kusuma H. 2015. Buku Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc.Jogjakarta: Mediaction.
Brunner & Suddarth (2013 ).Buku ajar keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai