Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

DI RUANGAN JANGER RUMAH SAKIT DAERAH MANGUSADA BADUNG

Oleh :

Ni Putu Hepina Tresnayanti

17.321.2749

AII-B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2019
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai


dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar
dari yang dapat diabsorbsinya.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. fraktur femur adalah fraktur
pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun
tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas
tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka
yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan
pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung pada paha.

B. Epidemiologi

Fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada
fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih
dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami
oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan
pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan
fraktur batang femur, fraktur suprakondilar, fraktur interkondilar, fraktur
kondilar femur banyak terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena
kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada
anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.
C. Etiologi

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain
(Muttaqin, 2011):

a) Fraktur femur terbuka


Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
b) Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.

D. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor
penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis
merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi
akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur
(Rasjad, 2007).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka
terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup
akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler yang
akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
E. Pathway
Trauma pada tulang (kecelakaan) Tekanan yang berulang (kompresi) Kelemahan tulang yang abnormal

FRAKTUR FEMUR

Patah tulang tertutup Patah tulang terbuka

Kerusakan stuktur jaringan Kerusakan Kerusakan jaringan


integritas dan lapisan kulit
Patah tulang merusak struktur tulang
jaringann
Perubahan
Terputusnya kontinuitas Sulit menggerakan sirkulasi
jaringan ekstremitas
Kerusakan pada kulit (luka terbuka
Nyeri
Stimulus neurotransmitter Nyeri saat bergerak
Donor (sakit)
Infalamasi Enggan melakukan Perdarah
Kalor (panas) pergerakan an
Tampak meringis Kemerahan
Tumor (bengkak) Gerakan
terbatas
Gelisah Hematom
Rubor (kemerahan) a
Fisik lemah
Frekuensi nadi Gangguan
Resiko infeksi meningkat Gangguan intergritas
mobilitas fisik kulit
NYERI AKUT
F. Klasifikasi

1. Frakur batang femur

Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantaran jenis-jenis


patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang tulang femur 1/3
tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan.

2. Fraktur kolum femur

Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras
seperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi
karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah
mengalami osteoporosis.

Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:

1) Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul,


dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
2) Fraktur ekstrakapsular

a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih
besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur terbagi menjadi:

1) Fraktur leher femur

Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur
ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan
dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
2) Fraktur subtrokanter

Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan


trauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokanter minor.

3) Fraktur intertrokanter femur


Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang femur. Fraktur
daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan
minor. Frkatur ini bersifat ekstraartikular dan sering terjadi pada klien yang
jatuh dan mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi
antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal cenderung
bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks
bagian posteomedial.
4) Fraktur diafisis femur

Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan
biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian.

5) Fraktur suprakondilar femur

Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal kondilus femur


dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang mengenai femur
terjadi karena adanya tekanan varus dan vagus yang disertai kekatan aksial
dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini.
Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
G. Manifestasi klinis
1. Nyeri

Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung


bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui
dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot..
3. Pemendekan tulang

Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan dibawah tempat fraktur.

Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan panjang tungkai bawah


adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di masa kecil, di mana dua
kaki seseorang memiliki panjang yang tidak sama. Penyebab dari masalah
Leg length discrepancy (LLD), yaitu osteomielitis, tumor, fraktur,
hemihipertrofi, di mana satu atau lebih malformasi vaskular atau tumor
(seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah di satu sisi melebihi
yang lain. Pengukuran Leg length discrepancy (LLD) terbagi menjadi,
yaitu true leg length discrepancy dan apparent leg length
discrepancy.True leg length discrepancy adalah cara megukur perbedaan
panjang tungkai bawah dengan mengukur dari spina iliaka anterior
superior ke maleolus medial dan apparent leg length discrepancy adalah
cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari
xiphisternum atau umbilikus ke maleolus medial.

4. Krepitus tulang (derik tulang)

Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna tulang

Pembengkakan dan perubahan warna tulang terjadi akibat trauma dan


perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau
hari.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple
atau cedera hari.

I. Theraphy
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan
kekuatan.
a) Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b) Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna..Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
c) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

J. Penatalaksanaan
1. Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya
kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan
saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotic
b) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin
penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati.
Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan
dieksisi.
c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2. Fraktur femur tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam melakukan
asuhan keperawatan.
a. Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konservatif
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
c) Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis.
3. Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup
maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected
pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.
4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut
Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail- phorc dare screw
dengan berbagai tipe yang tersedia
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
a) Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut atau menusuk.
c) Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan,
degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan
sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna
kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau pernah punya
penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis dan
tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal hygien,
misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu
berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS
disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
c) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan
imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi, pada miksi pasien
tidak mengalami gangguan.
d) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh
nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
e) Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari fraktur
femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat / keluarga.
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan pada
dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak dapat bekerja lagi.
g) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitif
atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
h) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal
yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri.
i) Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan biasanya
masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga.
j) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan mengalami
pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan
mengalami gangguan.
k) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intergritas struktur
tulang.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
C. Intervensi Keperawatan

NO Diagnose Tujuan Dan Criteria Hasil Intervensi Rasional


1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management 1. Mengidentifikasi skala nyeri
keperawatan selama ...x... 1. Monitor pengkajian nyeri dan ketidaknyamanan
jam diharapkan nyeri klien secara komprehensif 2. Strategi komunikasi
dapat teratasi dengan kriteria termasuk lokasi, terapeutik dapat membantu
hasil: karakteristik, durasi, untuk menentukan intervensi
Pain control frekuensi, kualitas, dan yang diperlukan.
a) Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi. 3. Mengurai nyeri dan
(tahu penyebab nyeri, 2. Gunakan strategi mengalihkan nyeri sehingga
mampu menggunakan komunikasi terapeutik pasien lebih rileks
teknik nonfarmakologi untuk mengetahui 4. Memfokuskan kembali
untuk mengurangi nyeri, pengalaman nyeri dan perhatian, meningkatkan rasa
mencari bantuan) penerimaan respon nyeri kontrol dan dapat
b) Melaporkan bahwa nyeri pasien. meningkatkan kekuatan otot;
berkurang dengan 3. Ajarkan teknik non dapat meningkatkan harga
menggunakan manajemen farmakologis (relaksasi, diri dan kemampuan koping.
nyeri. distraksi dll) untuk
c) Mampu mengenali nyeri mengetasi nyeri.
(skala, intensitas, 4. Kolaborasi dengan dokter
frekuensi dan tanda nyeri) bila ada komplain tentang
d) Menyatakan rasa nyaman pemberian analgetik tidak
setelah nyeri berkurang. berhasil.
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pressure Management 1. Mengtahui kondisi kulit
intergritas kulit keperawatan selama ...x... 1. Monitor kulit akan klien
jam diharapkan kerusakan adanya kemerahan 2. Mencegah terjadi kerusakan
integritas kulit klien dapat 2. Lakukan perawatan luka kulit
teratasi dengan kriteria hasil: pada area kulit yang 3. Meminimalkan tekanan
Tissue Integrity : Skin and terpasang pen atau pun pada area yang terpasang
Mucous yang dilakukan tindakan pen
a. Integritas kulit yang baik bedah 4. Mempercepat proses
bisa dipertahankan 3. Beri bantalan dibawah penyembuhan agar pasien
(sensasi, elastisitas, kulit yang terpasng pen tetap merasa bersih
temperatur, hidrasi, 4. Ajarkan pasien tentang 5. Mengurangi penekanan
pigmentasi). bagaimana cara merawat agar kulit tetap lembam dan
b. Tidak ada luka/lesi pada kebersihan kulit agar sehat.
kulit tetap bersih dan kering.
c. Perfusi jaringan baik 5. Kolaborasi dengan
d. Menunjukkan dokter dalam pemberian
pemahaman dalam proses obat-obatan topikal
perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya
cedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign 1. Mengetahui perubahan
mobilitas fisik keperawatan selama ...x... sebelum / sesudah tanda-tanda vital
jam diharapkan klien dapat latihan dan lihat respon 2. Mengetahui kemampuan
beraktivitas secara mandiri pasien saat latihan pasien dalam mobilisasi
dengan kriteria hasil : 2. Kaji kemampuan klien 3. Edukasi yang tepat akan
Mobility Level dalam mobilisasi memberikan pemahaman
1. Klien meningkat dalam 3. Ajarkan pasien atau yang jelas pada pasien
aktivitas fisik tenaga kesehatan lain sehingga pasien dapat
2. Mengerti tujuan dari tentang teknik ambulasi melakukan perubahan posisi
peningkatan mobilitas 4. Konsultasikan dengan dengan cara yang benar
3. Memverbalisasikan terapi fisik tentang 4. Memberikan terapi yang
perasaan dalam rencana ambulasi sesuai tepat dengan tenaga yang
meningkatan kekuatan dengan kebutuhan lebih ahli dalam bidangnya.
dan kemampuan
berpindah.
4. Memperagakan
penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi (walker).
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala 1. Dengan mengkaji tanda dan
keperawatan selama ...x... infeksi sistemik dan gejala infeksi maka dapat
jam diharapkan resiko infeksi local segera dilakukan
tidak terjadi dengan kriteria 2. Pertahankan penanganan apabila terjadi
hasil: lingkungan aseptik tanda dan gejala infeksi.
Risk Control selama pemasangan 2. Mempertahankan status
1. Klien bebas dari tanda alat imun pasien agar tetep
dan gejala infeksi 3. Ajarkan pasien dan stabil
2. Mendeskripsikan proses keluarga cara cuci 3. Mencegah terjadinya cross
penularan penyakit, faktor tangan yang benar setiap infeksi
yang mempengaruhi dan sesudah melakukan 4. Pemberian antibiotic
penularan serta kegiatan. sebagai salah satu terapi
penatalaksanaannnya. 4. Kolaborasi pemberian untuk infeksi.
3. Menunjukkan antibiotic
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
4. Jumlah leukosit dalam
batas normal
5. Menunjukkan perilaku
hidup sehat
D. Implementasi
Sesuai intervensi yang dilakukan

E. Evaluasi
1) Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik.
a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2) Diagnosa 2 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi).
b) Tidak ada luka/lesi pada kulit
c) Perfusi jaringan baik
d) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang.
e) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami.
3) Diagnosa 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
intergritas tulang
a) Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
d) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).
4) Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannnya.
c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d) Jumlah leukosit dalam batas normal
F. Refrensi

Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi


ke – 6. Singapore: Elsevier

Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi ke – 5.


Singapore: Elsevier
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI
Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah
(Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed

Anda mungkin juga menyukai