Oleh :
17.321.2749
AII-B
DENPASAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR
A. Definisi
B. Epidemiologi
Fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya saja pada
fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih
dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik, trauma yang dialami
oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan
pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan
fraktur batang femur, fraktur suprakondilar, fraktur interkondilar, fraktur
kondilar femur banyak terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena
kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada
anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.
C. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain
(Muttaqin, 2011):
D. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor
penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis
merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi
akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur
(Rasjad, 2007).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka
terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup
akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler yang
akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
E. Pathway
Trauma pada tulang (kecelakaan) Tekanan yang berulang (kompresi) Kelemahan tulang yang abnormal
FRAKTUR FEMUR
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh dengan
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras
seperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur terjadi
karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah
mengalami osteoporosis.
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih
besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur terbagi menjadi:
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak anak jarang ditemukan fraktur
ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan
dengan perbandingan 3:2. Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
2) Fraktur subtrokanter
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada setiap usia dan
biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan lalu lintas atau jatuh
dari ketinggian.
Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan dibawah tempat fraktur.
Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple
atau cedera hari.
I. Theraphy
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan
kekuatan.
a) Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b) Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna..Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
c) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
J. Penatalaksanaan
1. Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya
kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan
saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotic
b) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit mungkin
penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati.
Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan
dieksisi.
c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2. Fraktur femur tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam melakukan
asuhan keperawatan.
a. Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konservatif
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
c) Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis.
3. Terapi Operasi
a) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur
b) Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup
maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
c) Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected
pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.
4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
a) Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut
Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
b) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail- phorc dare screw
dengan berbagai tipe yang tersedia
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
a) Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut atau menusuk.
c) Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan,
degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan
sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna
kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau pernah punya
penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis dan
tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal hygien,
misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu
berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS
disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
c) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan
imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi, pada miksi pasien
tidak mengalami gangguan.
d) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh
nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
e) Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari fraktur
femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat / keluarga.
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan pada
dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak dapat bekerja lagi.
g) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitif
atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
h) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal
yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri.
i) Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan biasanya
masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga.
j) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan mengalami
pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan
mengalami gangguan.
k) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan
E. Evaluasi
1) Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik.
a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
2) Diagnosa 2 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi).
b) Tidak ada luka/lesi pada kulit
c) Perfusi jaringan baik
d) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang.
e) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami.
3) Diagnosa 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
intergritas tulang
a) Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
c) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatan kekuatan dan
kemampuan berpindah.
d) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker).
4) Diagnosa 4 : Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannnya.
c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d) Jumlah leukosit dalam batas normal
F. Refrensi