Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

OLEH :

KELOMPOK 3

1. FIRA YASINTA (17.231.2714)

2. NI KADEK PON WIDIASTUSI (17.231.2729)

3. NI KADEK YUNI PURNAMAYANTI (17.231.2730)

4. NI KOMANG LINDA RAHMAWATI (17.321.2732)

5. NI NYOMAN DESY CANDRA SARI (17.321.2748

6. NI WAYAN PARMINI (17.231.2756)

7. NI WAYAN WENA WARDANI (17.321.2757)

8. SUPUTRA SIDARTA (17.231.2763)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
I. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Tekanan intrakranial adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume
darah intrkranial, dan cairan seebrospinal (CSS) di dalam tengkorak pada
satu satuan waktu. Keadaan normal dari tekanan intrakranial bergantung pada
posisi pasien dan berkisar kurang atau sama dengan 15 mmHg.
Peningkatan tekanan intracranial merupakan peningkatan CSS lebih dari
15 mmHg. Faktor yang memepengaruhi kemampuan tubuh untuk dapat
menstabilkan tekanan intrakranaial adalah tekanan darah sistemik, ventilasi
dan oksigen, jumlah metabolik dan kebutuhan oksigen (demam, aktivitas,
perubahan), vasospasme area serebral, dan saturasi oksigen serta hemtokrit.
( Fransisca, 2008).
Peningkatan tekanan intracranial atau hipertensi intracranial adalah suatu
keadaan terjadinya peningkatan tekanan intracranial sebesar > 15 mmHg atau
> 250 mmH2O. Peningkatan tekanan intracranial merupakan komplikasi
yang serius yang biasanya terjadi pada trauma kepala, perdarahan
subarahnoid, hidrosefalue, SOL, infeksi intracranial, hipoksia dan iskemi
pada otak yang dapat menyebabkan herniasi sehingga bisa terjadi henti nafas
dan jantung ( Hudak & Gallo, 1998 ).
Peningkatan tekanan intrakranial adalah suatu peningkatan di atas normal
dari tekanan cairan serebrospinal di dalam ruang subaraknoid. Normalnya
tekanan intrakranial adalah antara 80-180 mm air atau 0-15 mmHg.
2. Konsep Tekanan Intrakranial
1) Hipotesis moro-kellie
Diruang intrakranial terdapat 3 komponen yaitu: jaringan otak
(80%),cairan serebrospinal (10%). pada saat kondisi normal tekanan
intra kranial (TIK) di pertahankan tekanannya dibawah 15 mmHg.
Sebagai dasar untuk memahami tentang fasiologi TIK adalah dengan
hipotesis monrokellie. Maksud dari hipotesis ini bahwa suatu
peningkatan volume dari suatu komponen intrakranial harus
dikompensasi dengan suatu penurunan satu atau lebih dari komponen
yang lain sehingga volume total tetap dipertahankan. Kompensasi ini
dapat dilakukan namun mempunyai batas, yaitu dengan cara
pemindahan cairan serebrospinal dari ruang intrakranial menuju ruang
lumbal,meningkatan absorbsi cairan serebrospinal dan menekan agar
tekanan sistem pena lebih rendah.
2) Lengkung volume-tekanan
Pada otak sanggup mengembang,menunjukan adanya peningkatan
volume intrakranial dapat ditolereasi tanpa harus meningkatkan
tekanan intranial (TIK). Namun bagaimana pun juga kemampuan
pengembang intrakranial ada batasnya.sekali pun ini dibatasi,suatu
keadaan dekompensasi dilakukan pada saat meningkatnya
TIK.Hubungan antara volume dengan perubahan tekanan intraktranial
dan peningkatan kecil.Gambaran dalam kurva inijuga dipengaruhi oleh
penyebab dan kecepatan peningkatan volume dalam ruang intraktranial,
misalnya para klien dengan epidural hematome akut akan
memperlihatkan kemunduran neorologi yang lebih cepat bila
dibandingkan dengan klien meningioma dan ukurannya sama.
3) Aliran darah sereberal dan autoregulasi
Aliran darah sereberal sebanding dengan permintaan untuk kebutuhan
metabolisme dari otak.meskipun hanya 2 % dari berat badan,
memerlukan 15-20% kardiak output dalam keadaan istirahat dan 15 %
kebutuhan oksigen tubuh. Dahulu diyakini bahwa aliran darah
sereberal tergantung pada tekanan arterial secara pasif.Bagaimana pun
otak secara normal mempunyai suatu kapasitas kompleks untuk
mempertahankan secara konstan aliran darah meskipun jarak perbedaan
yang jauh dari tekanan arteri adalah suatu efek dari suatu auto regulasi
.tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/MAP) 50-150 mmHg
tidak merubah aliran darah menuju serebral pada saat mata
autoregulasi. Diluar batas atau regulasi,aliran darah serebral adalah
kondisi akibat asidosis, alkalosis dan perubahan dalam kecepatan
metabolik.kondisi penyebab alkalosis (hipokapnia) menyebabkan
kontreksi pembuluh darah serebral. Suatu penurunan kecepatan
metabolisme (misalnya hipotermia atau karbiturat) menurunkan aliran
darah serebral dan meningkatnya kecepatan metabolisme menyebabnya
peningkatan aliran darah serebral.
4) Tekanan perfusi serebral
Sangat sulit menggukur aliran darah serebral didalam klinik. Tekanan
perfusi serebral,adalah suatu tekanan taksiran,dimana merupakan
gradien tekanan darah yang melintasi otak dan dihitung sebagai
perbedaan antara tekanan arteri rata-rata/ mean arterial pressure (MAP)
yang masuk dengan tekanan intrakranial/intrakranial pressure (ICP)
pada arteri.
5) CCP pada orang dewasa sekitar 80-100 mm Hg, dengan range antara
80-150 mm Hg. CCP dapat dipertahankan mendekati 60 mm Hg untuk
memberikan kebutuhan darah keotak secara adekuat. Jika tekanan
perfusi serebral menurun nilainya maka akan terjadi iskhemia. Tekanan
perfusi 30 mm Hg atau dibawahnya akan menyebabkan hipoksia
neuronal atau kematian sel.

3. Etiologi
Peningkatan volume kompartemen intrakranial yang progresif dapat
menyebabkan peningkatan TIK/hipertensi intrakranial. Peningkatan TIK
merupakan kasus emergensi dimana cedera otak irreversibel atau kematian
dapat dihindari dengan intervensi tepat pada waktunya. Mekanisme umum dan
penyebab hipertensi intrakranial adalah sebagai berikut:
1) Edema otak dengan berbagai sebab mengakibatkan peningkatan jumlah air
diparenkim otak. Ada berbagai macam penyebab edema otak bergantung
pada mekanisme patofisiologi yang mendasarinya, meliputi:
1. Edema sistolik : swelling, intraseluler, biasanya disebabkan oleh transpor
ion dan cairan di seluler terganggu sebagai akibat dari gangguan
metabolisme
2. Edema vasogenik : edema ekstraseluler sekunder karena peningkatan
permeabilitas sawar darah otak.
3. Edema interstisial : edema jaringan karena adanya perbedaan osmotik
antara plasma dan jaringan otak.
2) Peningkatan CBV disebabkan karena inflow dan outflow tidak sebanding,
seperti:
1. Menurunnya outflow vena : obstruksi mekanis pada struktur vena
intrakranial atau ekstrakranial, posisi kepala dibawah (head-down),
obtruksi ventilasi, collar neck yang ketat.
2. Peningkatan CBF (hilangnya autoregulasi vaskular pada CPP rendah
atau tinggi, peningkatan PaCO2, hipoksia)
3) Peningkatan volume cairan serebrospinal intrakranial (hidrosefalus).
Penyebab umum peningkatan volume cairan serebrospinal adalah :
1. Menurunnya absorbsi cairan serebrospinal di villi arakhnoidalis, dikenal
dengan hidrosefalus komunikan (perdarahan subarakhnoid, infeksi).
2. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal, dikenal dengan hidrosefalus
obstruktif (neoplasma, perdarahan spontan dan trauma, infeksi)
3. Peningkatan jumlah produksi (meningitis, tumor pleksus khoroid)
4) Massa intra dan ekstra aksial menyebabkan peningkatan TIK karena
langsung meningkatkan volume intrakranial. Beberapa penyebab umum
meliputi :
1. Neoplasma
2. Perdarahan
3. Trauma (hematom intraserebral, epidural, dan subdural, kontusio,
higroma)
4. Infeksi (abses, empiema subdural)

4. Manifestasi Klinis
1) Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit
kepeala terjadi karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan durameter
akan memberikan gejala yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh
aktivitas, batuk, mengangkat beban, dan bersin.
2) Muntah proyektil dapat menyertai gejala dan peningktan TIK.
3) Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus
optikus yang berhubungan dengan rongga subarachnoid di otak. Hal ini
merupakan indikator klinis yang baik untuk hipertensi intrakranial.
4) Defisit neurologis seperti gejala perubahan tingkat kesadaran, gelisah,
iritabilitas, letargi, dan penurunan fungsi motorik.
5) Bila peningktan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan
pergeseran jaringan otak, maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-
tanda umum Cushing’s triad (hipertensi bradikardi dan respirasi ireguler).
Pola napas akan dapat membantu melokalisasi level cedera)

5. Patofisiologi
Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan.
Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan
penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu
volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan
menimbulkan perubahan TIK (Morton, et.al, 2005). Beberapa mekanisme
kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan
lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak
(Joanna Beeckler, 2006) .
Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan
cairan serebrospinal ke kanal spinal.Kemampuan otak beradaptasi terhadap
meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance.
Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme
kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi
peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance
otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi
lain untuk mengurangi tekananpundimulai (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika
volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika
60% darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini
mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak
dan iskemia (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan
jaringan otak melintasi tentorium dibawah falxserebri, atau melalui foramen
magnum ke dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering
menimbulkan kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam
berbagai kompartemen intrakranial.Kompartemen supratentorial berisi
semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi
dua, kiri dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri. Supratentorial dan
infratentorial (berisi batang otak dan serebellum) oleh tentorium serebri. Otak
dapat bergerak dalam semua kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada
satu kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih
rendah (Black&Hawks, 2005).
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter
pembuluh darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama
perubahan tekana perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya
TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK
yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke batas
normal (Black&Hawks, 2005).
Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan
pembuluh darah dari jaringan yang merenggang dan karena tekanan pada
duramater yang sensitif dan berbagai struktur dalam otak. Indikasi
peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi dan penyebab naiknya tekanan
dan kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis dari peningkatan TIK
meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan, iritabel,
confusion, penurunan GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil,
kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut jantung. Sakit kepala, mual,
muntah, penglihatan kabur sering terjadi. Papiledema juga tanda terjadinya
peningkatan TIK. Cushingtriad yaitu peningkatan tekanan sistolik, bradikardi
dan melebarnya tekanan pulsasi adalah respon lanjutan dan menunjukkan
peningkatan TIK yang berat dengan hilangnya aoturegulasi (Black&Hawks,
2005).
Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi neurogenik
pusat ke pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik menunjukkan kenaikan
TIK. Pembuktian adanya kenaikan TIK dibuktikan dengan pemeriksaan
diagnostik seperti radiografi tengkorak, CT scan, MRI. Lumbal pungsi tidak
direkomendasikan karena beresiko terjadinya herniasi batang otak ketika
tekanan cairan serebrsopinal di spinal lebih rendah daripada di kranial.
Lagipula tekanan cairan serebrospinal di lumbal tidak selalu menggambarkan
keakuratan tekanan cairan serebrospinal intrakranial(Black&Hawks, 2005).

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang yang dapat dilakukan untuk
Peningkatan Tekanan Intrakranial antara lain :
1) CT Scan
2) MRI
3) Cerebral angiography
4) PET
5) SPECT

7. Penatalaksanaan
1) Kaji kepatenan jalan napas, pernapasan (frekuensi, irama, kedalaman),
dan sirkulasi.
2) Berikan obat diuretik osmosis seperti manitol atau urea, sesuai intruksi
untuk mengeluarkan cairan dari daerah otak dan darah yang berada
pada otak.
3) Berikan steroid seperti deksametason, sesuai intruksi untuk mengurangi
edema sekitar otak, jika ada.
4) Bantu hiperventilasi dengan menggunakan ventilator volume untuk
alkalosis respiratorik, yang menyebabkan vasokontriksi serebral dan
penurunan volume yang menyebabkan pengurangan TIK.
5) Monitor efek obat paralis neuromuskular seperti pancurmonium, yang
mungkin diberikan selama penggunaan ventilasi mekanik untuk
mencegah perubahan tekanan intrakranial secara mendadak
berhubungan dengan bentuk, tegang, atau akibat pemakaian ventilator.
6) Obati demam sesuai permintaan, sebab peningkatan volume cairan
CSS dan kejadian peningkatan TIK yang mendadak terjadi bersama
dengan serangan demam.
7) Berikan barbiturat dosis tinggi dan obat anestesi lainnya sesuai intruksi
untuk mengurangi status koma dan tekanan metabolisme otak yang
dapat mengurangi aliran darah serebral dan TIK.
8) Hindari posisi atau aktivitas yang mungkin meningkatkan TIK seperti
memutar kepala klien, posisi, dan fleksi leher.
9) Meminimalkan pengisapan (suction) atau rangsangan lainnya yang
dapat meningkatkan TIK.
10) Jaga posisi kepala, tinggikan sekitar 30 derajat untuk mengurangi
tekanan vena jugularis dan penurunan TIK.
11) Gunakan monitoring/ Pemantuan TIK untuk mengetaui peningkatan
TIK (di atas 20 mmHg persisten 15 menit atau lebih jika sesuai
peningkatan TIK).
12) Pembedahaa dilakukan pada kline dengan tumor otak , abses,
pendarahan subdura atau epidura hematom
.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan kegawatdaruratan
1. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
(1) Airway : Periksa adanya sumbatan pada jalan nafas.
(2) Breathing : Periksa adanya perubahan pola nafas (cheyne-
stokes) adanya suara nafas tambahan.
(3) Circulation : Periksa frekwensi nadi.
(4) Disability : Periksa tingkat kesadaran, GCS, respon pupil.
(5) Exposure : Periksa akral, adanya sianosis.
2) Pengkajian sekunder
(1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri kepala, mual muntah, sesak hingga penurunan
kesadaran.
(2) SAMPLE
S : Sign/ symtomp (tanyakan keluhan dan kejadian yang dialami).
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat)
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
Riwayat terkait dengan penyebab peningkatan tekanan
intrakranial, seperti trauma kepala, tumor otak, abses,
hipoksia, peradangan selaput/otak, mendapat terapi cairan
hipertonik, dan kelebihan cairan serebrospinal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yangmenyebabkan adanya keluhan utama)
(3) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri
yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu penyebaran nyeri, safety
(S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan dapat
membuat klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri.
(4) Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada semua
pasien. Pada pemeriksaan neurologis yang diperhatikan adalah
:
1) Perubahan mental status penderita dapat mulai dari kurang
perhatian (inattention) hingga koma.
2) Pemeriksaan nervi kraniales : gambaran pupil menetukan
lokasi. Kelumpuhan nervus tiga (menunjukkan herniasi
unkal, ruptur aneurisma arteri komunikan anterior),
kelumpuhan nervus enam, dan papil edema.
3) Pemeriksaan motorik : posturing – dekortikasi atau flexor
posturing disebabkan gangguan pada traktus motorik.
Deserebrasi atau extensor posturing disebabkan kerusakan
berat pada mesensefalon dan batang otak. Namun,
posturing ini tidak selalu berlaku.
4) Fenomena Kernohan’s notch (kelemahan pada sisi
ipsilateral lesi karena adanya herniasi dan kompresi
pedunkulus serebri kontralateral).

2. Diagnosa
1) Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neurologis ditandai dengan pasien mengeluh sesak, pola nafas
abnormal.
2) Resiko Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
jaringan otak,volume darah intrakranial,volume cairan serebrospinal.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri, gelisah, frekuensi nadi meningkat.
4) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah
proyektil.
3. Intervensi

No Diagnosa Intervensi Keperawatan


Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 (SDKI) (SLKI) (SIKI)
Resiko Perfusi Serebral Pemantauan Tekanan
Perfusi (L.02014) Intrakranial
Serebral (1.06198)
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan 1. Dapat memberikan
selama .... x 24 jam, intervensi yang sesuai
diharapkan perfusi 1. Identifikasi 2. Mengetahui
serebral pasien penyebab perkembangan kondisi
teratasi peningkatan TIK pasien
Dengan kriteria 2. Monitor penurunan 3. Kadar O2 yang kurang
hasil: tingkat kesadaran dapat mengganggu
1. Tingkat 3. Monitor kadar fungsi organ dalam
kesadaran CO2 dan tubuh
normal pertahankan dalam 4. Memaksimalkan
(GCS 15) rentang yang ventilasi
2. Tidak diindikasikan 5. Dapat menentukan
mengalami 4. Pertahankan posisi diagnosa penyebab
sakit kepala kepala dan leher penurunan kesadaran
3. Tidak ada netral 6. Pemantauan dilakukan
gelisah 5. Ambil sampel tiap jam tergantung
4. Tekan darah drainase cairan jenis perburukan
dalam serebrospinal
rentang 6. Jelaskan tujuan
normal dan prosedur
Systole : pemantauan
100-140
mmHg
Diastole : <
85 mmHg
2 (SDKI) (SLKI) (SIKI)
Pola napas Pola napas Manajemen jalan
tidak efektif (L.01004) napas (1.01011)

Setelah dilakukan 1. Monitor pola napas 1. Memaksimalkan


asuhan keperawatan 2. Monitor bunyi ventilasi
selama .... x 24 jam, napas 2. Suara nafas tambahan
diharapkan 3. Pertahankan menunjukkan adanya
gangguan pola kepatenan jalan
napas pasien dapat napas dengan gangguan pada
teratasi head-tilt dan chin- pernafasan
Dengan kriteria lift (jaw-thrust jika 3. Memaksimalkan
hasil : curiga trauma ventilasi
1. Tidak ada servikal) 4. Memaksimalkan
penggunaan otot 4. Posisikan semi ventilasi
bantu napas fowler atau fowler 5. Pembrian asupan
2. Tidak ada 5. Anjurkan asupan cairan yang sesuai
kedalam napas cairan 2000ml/hari dapat mencegah
3. Frekuensi napas tejadinya hipovolemia
normal (12-
20x/mnt )
3 (SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri
(L.08006) (1.08238)
1. Dapat menentukan
Setelah dilakukan 1. identifikasi lokasi, intervensi yang sesuai
asuhan keperawatan karakteristik, 2. Dengan mengetahu
selama .... x 24 jam, durasi, frekuensi, skala nyeri pasien
diharapkan nyeri kualitas, intensitas dapat mmberkan
pasien dapat teratasi nyeri intervensi yang sesuai
Dengan kriteria 2. identifikasi skala 3. Meminimalkan
hasil : nyeri aktivitas yang dapat
1. tidak mengeluh 3. identifikasi faktor memperberat rasa
nyeri yang memperberat nyeri yang dialami
2. tidak meringis dan memperingan pasien
3. tidak gelisah nyeri 4. Meminimalkan nyeri
4. tidak ada 4. control lingkungan yang dialami pasien
kesulitan tidur yang memperberat 5. Dengan menjelaskan
rasa nyeri kepada pasien, pasien
5. perimbangkan dapat mengurangi
jenis dan sumber aktivitas yang
nyeri dalam memperberat rasa
pemilihan strategi nyeri
meredakan nyeri 6. Mengurangi rasa nyer
6. jelaskan penyebab, yang dirasakan pasien
periode dan 7. Pemberian analgetik
pemicu nyeri dapat mengurangi
7. kolaborasi nyeri yang dirasakan
pemberian pasien
analgetik,jika perlu
4 (SDKI) (SLKI) (SIKI)
Resiko Keseimbangan Pemantauan elektrolit
ketidak elektrolit (L.03021) (1.03112)
seimbangan
elektrolit Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Mengetahui intervensi
asuhan keperawatan kemungkinan yang tepat diberikan
selama .... x 24 jam, penyebab kepada pasien
diharapkan resiko ketidakseimbangan 2. Mencegah tejadinya
ketidak seimbangan elektrolit dehidrasi
elektrolit pasien 2. Monitor mual, 3. Mengetahui
dapat teratasi muntah, diare perkembangan kondisi
Dengan kriteria 3. Atur interval pasien
hasil: waktu pemantauan 4. Pendokumentasian
1. Serum sesuai dengan dilakukan agar tidak
natrium kondisi pasien terjadi kesalahan
normal 4. Dokumentasikan pemberian intervenzi
(135-145 hasil pemantauan selanjutnya oleh
mmol/L) 5. Jelaskan tujuan perawat
2. Serum dan prosedur 5. Mengetahui tindakan
kalium pemantauan yang akan dilakukan
normal (
3.5-5.0
mmol/L)
3. Serum
klorida
normal ( 98-
108
mmol/L)

4. Evaluasi
1) Pola napas tidak efektif
(1) Tidak ada sianosis
(2) Tidak ada dyspnea dan takipnea
(3) Klien mampu bernapas dengan mudah
(4) Klien menunjukkan jalan napas yang paten
(5) TTV dalam rentang normal
2) Nyeri akut
(1) Klien tidak mengeluh nyeri
(2) Klien tidak menunjukkan ekspresi meringis
(3) Klien tidak gelisah
(4) Klien tidak ada kesulitan tidur
3) Resiko Perfusi Serebral
(1) Tingkat kesadaran klien normal
(2) Klien tidak mengalami sakit kepala
(3) Klien tidak ada gelisah
(4) Tekanan darah dalam rentang normal
4) Resiko ketidakseimbangan elektrolit
(1) Serum natrium normal
(2) Serum kalium normal
(3) Serum klorida normal
DAFTAR PUSTAKA

Amri Imtihanah. 2018. “Teknik pemantauan tekanan intrakranial”. Medika


tadulako,Jurnal ilmiah kedokteran,4(3).

Black, J. M.dan Hawks, J. H. 2005. Medical Surgical Nursing. Newyork: Elsevier.


Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku Ed. 3. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah.Jakarta : EGC

Batticaca, B Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai