Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
Peninggian tekanan intrakranial atau intracranial pressure (ICP) adalah
masalah yang sering ditemukan di bagian saraf. Peninggian tekanan intrakranial
terjadi disebabkan beberapa hal yang mendasari misalnya seperti lesi
intrakranial, gangguan cairan serebrospinal dan pelbagai masalah patologik
intrakranial yang lain.(Laurence T,2002)

Peningkatan tekanan intrakranial (ICP) adalah akibat terakhir dari


berbagai cedera neurologis. Hal ini ditandai dengan peningkatan volume
intrakranial, dan merupakan tantangan besar di unit perawatan intensif.
Peningkatan tekanan intrakranial (ICP) secara konsisten dikaitkan dengan hasil
yang buruk. Dalam review studi oleh Treggiari MM, tahun 2007 menyatakan
bahwa cedera otak traumatis, tingkat kematian adalah 18,4% untuk pasien
dengan tekanan intracranial yang kurang dari 20 mm Hg namun 55,6% bagi
mereka dengan tekanan intrakranial lebih dari 40 mm Hg .(Tregiari MM,2007).

Penyebab paling umum dari peningkatan tekanan intrakranial (ICP)


meliputi: cedera otak traumatis (TBI), stroke, neoplasma, hidrosefalus,
ensefalopati hepar, gangguan aliran balik vena di CNS, ensefalitis, dan abses.
Oleh karena itu pencegahan kerusakan otak sekunder dari tekanan intrakranial
adalah fokus utama dari perawatan intensif neurologis.(Sadoughi A,2013)

Diagnosis dan pemantauan yang intensif dan terapi pada kondisi ini
sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Peningkatan ICP yang
berlanjutan akan menyebabkan kerusakan otak dan merupakan akibat yang
fatal. Inovasi teknis terbaru di neuromonitoring memungkinkan untuk perbaikan
dalam morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh penigkatan tekanan
intrakranial (ICP). Pemahaman mekanisme yang menyebabkan elevasi ICP
penting supaya proses yang mendasarinya dapat diatasi sebelum cedera
neuronal ireversibel terjadi.(Sadoughi A,2013)

1
BAB II

DEFINISI

Tekanan intrakranial (ICP) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga


kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak.
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
dalam rongga kranialis. Isi ruang intrakranial adalah terdiri dari parenkim otak,
komponen vaskuler, dan komponen CSF (cerebrospinal fluid). Parenkim otak,
1100-1200 gram, merupakan komponen paling besar, kurang lebih 70%.
Komponen vaskuler, terdiri dari darah arteri, arteriole, kapiler, venula, dam
venavena besar 150 cc, kurang lebih 15-20%. Komponen CSF (cerebrospinal
fluid)150 cc, 15-20% pada keadaan tertentu sangat potensial untuk pengobatan,
karena CSF dapat dikeluarkan.(Sadoughi A,2013) Setiap bagian menempati suatu
volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal.
Peningkatan volume salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan
ruang yang ditempati unsur lainnya dan menaikkan tekanan intrakranial. Ini
sesuai dengan hipotese Kellie-Monro bahwa perubahan salah satu volume tanpa
diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan
ICP. (Pickard J D,1993)

2
BAB III

ETIOLOGI

Peninggian tekanan intrakarnial (ICP) secara umum dapat disebabkan oleh 4


faktor, yaitu :

a. Peninggian cerebral blood volume.

Hal ini dapat disebabkan karena peninggian central venous pressure dan
vasodilatasi serebral.(Willie S,2007)

b. Edema serebri.

Hal ini dapat disebabkan karena penurunan tekanan sistemik yang akan
menimbulkan penurunan cerebral perfusion pressure (CPP), selanjutnya akan
menurunkan cerebral blood flow (CBF) sehingga menimbulkan hipoksia jaringan
otak. Jika hal ini berlanjut akan terjadi kerusakan otak kemudian kerusakan blood
brain barrier (BBB) sehingga edema serebri. (Hutchinson P,2007)

. c. Obstruksi aliran CSF (cerebrospinal fluid)

Hal ini dapat disebabkan karena efek massa, infeksi, perdarahan trauma,
dan lain-lain. (Willie S,2007)

d. Efek massa.

Hal ini dapat menimbulkan desakan dan peregangan mikrovaskuler


akibatnya terjadi pergeseran jaringan otak (herniation) dan kerusakan jaringan.
(Willie S,2007)

Penyebab yang lainnya adalah :

a. neurisma pecah dan pendarahan subarachnoid

b. Tumor otak

c. Pendarahan otak hipertensi

d. Pendarahan

3
e. Cedera kepala parah

BAB IV
PATOFISIOLOGI
Tekanan intrakranial didefinisikan sebagai tekanan di dalam ruang
cranium. Hal ini dimengerti bahwa otak dapat berfungsi dengan baik ketika nilai
tekanan intrakranial berada pada interval 5-15 mmHg pada orang dewasa dan
3-7 mmHg pada anak-anak dan 1.5-6mmHg pada anak baru lahir.(Laurence
TD,2002)

Secara fisiologisnya sebagian besar cairan serebrospinalis (CSS)


dibentuk oleh ventrikel lateral otak dengan kecepatan 0,3 0,4 mL/menit atau
500 mL/hari. Dalam keadaan normal jumlah cairan serebrospinalis adalah 100 -
150 mL (Bratton sl,2007). CSS dari ventrikel lateral melalui foramen
interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui
aquaductus sylvii masuk ke dalam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel
IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi
pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen
magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS
keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi
rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga
mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS
mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura
tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian
besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada
dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah:
metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam
tekanan osmotik darah. (Japardi I,2002)

Hipotesis Kellie-Monroe memberikan suatu contoh konsep pemahaman


peningkatan tekanan intracranial (ICP) . Hipotesa Kellie-Monro menjelaskan
tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap. Selama

4
total volume intrakranial sama, maka ICP akan konstan. Peningkatan volume
salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor lainnya
supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon
kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan ICP. Beberapa
mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal (CSF)
diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan
aliran darah otak. (Pickard JD,1993)

Salah satu hal yang penting dalam ICP adalah tekanan perfusi
serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari
sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang
adekuat untuk metabolisme otak. CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP ICP. CPP
normal berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah rata-rata tekanan
selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3.
Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan tekanan intra
kranial (ICP). Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat
sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi. Jika MAP dan ICP sama,
berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk
mempertahankan kontrol ICP dan MAP. (Pickard JD,1993)

5
BAB V

TANDA DAN GEJALA

Gejala dan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial tidak


spesifik tetapi dalam pengaturan klinis dapat menyebabkan untuk mendiagnosis
sesuatu penyakit. Dari artikel J.Neuro and Neurosurgery , mengatakan gabungan
dari nyeri kepala (pressurized headache), papilloedema dan muntah selalunya
dianggap sebagai indikasi peninggian tekanan intracranial walaupun tanda-tanda
tersebut tidak ada kaitan yang dapat dikaitkan dengan konsisten. Gejala dan
tanda peningkatan intracranial dapat ditemukan pada waktu pemeriksaan fisis,
pemeriksaan labarotorium dan pemeriksaan neuro imagining.( Japardi, 2002)

Ketika mengevaluasi peningkatan tekanan intracranial, pemeriksaan


fisis haruslah dilakukan dengan memberi perhatian yang khusus terhadap tanda-
tanda vital, respon pupil, reflex, neurological deficit dan tahap kesadaran. Dalam
melakukan pemeriksaan fisis, gejala dan tanda peningkatan tekananan
intracranial yang dapat dijumpai adalah: (Franzon, 2009)

1) Nyeri kepala

Nyeri kepala dapat terjadi karena terdapat penekanan langsung akibat


pelebaran pebuluh darah saat kompensasi. Nyeri kepala juga sering
digambarkan sebagai berdenyut atau meledak dan diperberatkan lagi oleh faktor
yang lebih meningkatkan tekanan intracranial seperti batuk dan bersin. Gejala ini
dapat memburuk pada waktu pagi dan dapat dikaitkan dengan kenaikan tekanan

6
intracranial pada malam hari karena kenaikan PCO2 saat tidur disebabkan oleh
depresi pernafasan, dan mungkin penurunan penyerapan cairan
cerebrospinal(CSF). (Japardi, 2002)

2) Muntah

Gejala muntah dapat terjadi karena adanya kelainan di infratentorial atau


akibat penekanan langsung pada pusat muntah. Muntah dapat diransang
melalui jalur saraf eferen oleh rangsangan nervus vagus dan simpatis atau oleh
rangsangan emetic yang menimbulkan muntah. Muntah tersebut dapat bersifat
proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat
hilang untuk sementara waktu. (Japardi, 2002)

3) Penurunan derajat kesadaran

Sebagian besar otak terbentuk dari sel-sel tubuh yang sangat khusus,
tetapi sensitive terhadap perubahan kadar oksigen. Respon otak terhadap tidak
mencukupinya kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan gangguan daya
nalar (kognisi). Fluktuasi tekanan intracranial akibat perubahan fisik pembuluh
darah terminal. Oleh karena itu gejala awal dari penurunan derajat kesadaran
adalah somnolen, delirium atau letargi. Gejala ini dapat diperiksa dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) karena pemeriksaan ini adalah suatu
pemeriksaan atau pengukuran yang objektif dan sentiasa boleh dipakai dimana
sahaja. GCS juga tidak memerlukan riwayat penyakit pasien(anamnesis).
Skornya adalah jumlah dari penilaian respon mata, motoric dan verbal seperti
didalam Table 1. (Franzon, 2009)

RESPON MATA RESPON MOTORIK RESPON VERBAL


4: Sponta 6: mengikut perintah 5: orientasi baik
3: ikut suara/perintah 5: melokalisir nyeri 4:bicara membingungkan
2: nyeri 4: reaksi menghindar 3: kata-kata tidak teratur
1: tidak berespon 3: fleksi abnormal 2: suara tidak jelas
2: abnormal extensi 1: tidak ada respon
1: tidak ada reaksi
Table 1 : Penilaian Glascow Coma Scale

4) Papilloedema

Tanda papilloedema selalu dikaitkan dengan obstruksi cairan cerebrospinal (CSF).


Peningkatan tekanan CSF di dalam N. opticus menghambat pengaliran venous
dan axoplasmic didalam optic neurons. Pembengkakan optic disc dan retina akan

7
menyebabkan disc hemoragik (Lindsay, 2011). Tanda klinis ini sangat boleh
dipercayai tetapi memerlukan beberapa hari untuk tekanan intracranial
meningkat dan memberi dampak tanda klinis tersebut. (Japardi, 2002)

5) Hipertensi

Peningkatan tekanan intracranial akan menyebabkan aliran darah menurun di


dalam arteri cerebi (Farrar, 2016). Akibatnya, tubuh mempunyai mekanisme
kompensasi yang berdasarkan autoregulasi arteri cerebral. Autoregulasi ini
bersifat regional dimana jika suatu daerah otak mengalami iskemik maka
tekanan intralumental akan menjadi rendah dibandingkan dengan daerah yang
lebih sehat sehingga jantung akan memompa darah dengan tekanan yang lebih
tinggi (sistolik: 200 mmHg dan diastolic: 110-120 mmHg). (Mardjono, 2003)

6) Bradikardi

Ketika tekanan arteri kurang dari tekanan intrakranial, refleks yang disebut "CNS
iskemik respon" yang dirangsang oleh hipotalamus di otak. Hipotalamus
mengaktifkan sistem saraf simpatik, yang menyebabkan vasokonstriksi perifer
dan peningkatan curah jantung. Kedua efek berfungsi untuk meningkatkan
tekanan darah arteri. Ketika tekanan darah arteri melebihi tekanan intrakranial,
aliran darah ke otak dipulihkan. Peningkatan tekanan darah arteri yang
disebabkan oleh respons iskemik SSP merangsang baroreseptor di tubuh karotis,
sehingga memperlambat denyut jantung drastis sering ke titik bradikardia.
(Eddie,2007)

GEJALA TANDA
NYERI KEPALA KESADARAN
MENURUN
MUNTAH PAPILLOEDEMA
HIPERTENSI
BRADYCARDY
TABLE 2: GEJALA DAN TANDA PENINGKATAN INTRACRANIAL

Selain dari pemeriksaan fisis, pemeriksaan labarotorium juga boleh


dilakukan untuk mengenal pasti atau mendiagnosis peningkatan tekanan
intracranial. Antara pemeriksaan labarotorium yang boleh menjadi tanda
peningkatan intracranial adalah:

8
1) Coagulation panel

Tes ini dilakukan untuk mengetahui jika ada trauma atau pendarahan dimana tes
ini berfungsi untuk melihat kecepatan factor pembekuan darah berfungsi dengan
baik atau tidak.. Antara tes yang dilakukan adalah tes Prothrombin Time (Pt)
yang berfungi untuk mendeteksi adanya gangguan factor pembekuan darah
seperti factor II, VII, IX dan X. Selain itu, tes Activated Partial Thromboplastin
Time (aPTT) adalah tes yang lebinh kurang sama fungsinya seperti tes Pt tetapi
tes aPTT lebih sensitive terhadap factor yang ada pada jalur intrinsic koagulasi
seperti factor XII. Tes pt dan aPTT selalu dipakai bersamaan. Tes Thrombin Time
(TT) dulakukan untuk melihat jika ada gangguan di thrombin ketika konversi
fibrinogen kepada fibrin. (Riley, 2010)

2) Elektrolit

Tes ini digunakan untuk monitor intake cairan pasien dan kadar natrium (Na +)
dan kalium (K+). Na+ dipertahankan apabila terjadi suatu keadaan yang
abnormal dan K+ akan hilang atau digunakan.Jika terjadi peningkatan tekanan
intracranial, akan terjadinya Diabetes Insipidus dan Syndrome of Inappropriate
Anti-diuretic hormone secretion (SIADH). (Holloway, 2003)

3) BUN/Creatinine (ureum)

Tes ini adalah untuk melihat jumlah urea nitrogen yang ada didalam tubuh badan
dimana tes ini digunakan untuk monitor ginjal berfungsi dengan baik atau tidak.
Jika level atau kadar BUN tinggi, ini bermakna tekanan intracranial telah
mengakibatkan komplikasi terhadap ginjal karena normalnya kadar BUN haruslah
rendah.( Holloway, 2003)

4) Arterial Blood Gas (ABG) measurement

Jika terjadinya peningkatan tekanan intracranial, akan terjadinya hypoxemia dan


hypercapnia. Tes ini akan mendeteksi kedua-dua gejala tersebut. Selain itu, tes
ini digunakan untuk monitor keseimbangan asam-basa. (Holloway,2003)

9
Pemeriksaan neuroimagining juga boleh dilakukan untuk memastikan
terdapat peningkatan tekanan tekanan intracranial. Pemeriksaannya ialah
pemeriksaan Ct-scan yang ideal untuk kasus darurat dan dari pemeriksaan ini,
dapat diketahui pasien mempunyai tekanan intracranial yang tinggi disebabkan
oleh massa, shift, edema atau perubahan di substansia nigra atau alba.
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi abnormalitas dengan cepat untuk dapat
mengintervensi dengan cepat seperti pasien yang post-traumatic, hemorragik,
fraktur dan hydrocephalus. Dalam kasus trauma, adanya pneumocephalus dapat
dipastikan dengan mengevaluasi foto ct-scan dengan melihat adanya lokasi
setiap patah tulang cranium. Ct-scan kontras dapat membantu dengan dengan
memberi gambaran yang jelas untuk lokasi-lokasi yang ada inflamasi seperti
meningitis, vasculitis, encephalitis dan tumor yang ada disekitarnya lesi(abses).
Jika ada pengurangan enhancement dengan Ct-scan kontras, boleh diindikasikan
sebagai infark, edema atau non-enhancing tumor. Evaluasi indirek untuk
peningkatan tekanan intracranial dan adanya cerebral edema boleh dibua
dengan mengevaluasi vetrikel-ventrikel dan basal cistern di Ct-scan. ( Franzon,
2009)

BAB VI

PENATAKLAKSANAAN

Pasien dengan kecederaan CNS memiliki dua komponen: kausal primer,


dan kausal sekunder. Setelah terjadi pemicu kecederaan, misalnya kepala cedera
atau ensefalitis, tidak dapat dikembalika atau irreversible. Oleh sebab itu,
pengobatan harus fokus dalam mengendalikan atau meminimalkan penyebab
cedera sekunder. Dalam mengevaluasi kausal sekunder, telah terbukti bahwa,
jika penanganan metabolit yang adekuat tidak diberikan, maka cedera yang
sudah ada akan bertambha berat atau menjadi komplikasi. (Franzon, 2009)

Prinsip umum yang digunakan adalah Monroe-Kellie yang mengatakan bahwa


volume intracranial yang rigid adalah sebuah konstanta oleh karena itu terapi
untuk peningkatan tekanan intracranial harus diarahkan untuk mengurangi
ruang yang ditempati oleh otak, CSF, atau darah. Caranya adalah dengan:
(Franzon,2009)

10
a) Mengurangi ukuran otak: terapi osmolar (mannitol, hipertonik saline)

b) Mengurangi CSF: drainase (EVD)

c) Mengurangi volume darah (hiperventilasi, hindari hiperkarbia, hipoksia)

d) Operasi pengangkatan patologi (berdarah, tumor)

e) Atau dapat memperluas tengkorak oleh kraniektomi dekompresi

Garis besar dalam penanganan untuk peningkatan intracranial adalah:

1) ABC: HINDARI HIPOKSIA DAN HIPOTENSI

Dalam cedera otak traumatis hipoksia, hipotensi telah sangat terbukti


berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Caranya adalah
dengan memantau oksigenasi dan menerapkan tambahan O2 yang diperlukan.
Kedua, mengatasi tekanan darah dengan cairan resusitasi pasien dan selalu
menggunakan cairan seperti NS untuk upaya resusitasi dan mempertimbangkan
5-10 cc / kg bolus hipertonik 3% NS pada pasien cedera kepala akut hipotensi.
PRBC dapat diindikasikan pada trauma dengan perdarahan yang sedang
berlangsung. Kemudian, mempertahankan tekanan darah normal untuk
mempertahankan perfusi cerebral yang memadai tekanan untuk otak cedera.
(Franzon, 2009)

2) TINDAKAN UMUM

Langkah pertama adalah menghindari demam karena demam akan


meningkatkan kebutuhan metabolik otak dan mempengaruhi ICP. Kedua, posisi
kepala haruslah pertahankan kepala dalam posisi garis tengah pada 30 derajat
untuk meningkatkan drainase vena cerebral karena lebih rendah volume darah
otak (CBV) akan menurunkan tekanan intracranial. Jika ada kejang, harus kontrol
kejang karena kejang boleh memperburukkan kausal sekunder dengan
meningkatkan kebutuhan metabolik dan berpotensi meningkatkan tekanan
intracranial. Insidensi kejang pasca trauma adalah sekitar 10%. Kejang harus
dikontrol dengan terapi yang tepat. Ativan dari 0.05-0.1mg / kg adalah awal
pengobatan. Load fosphenytoin dari 20mg / kg juga harus dipertimbangkan
karena fenitoin kurang cenderung mengganggu ujian neuro dibandingkan
dengan fenobarbital. Seterusnya adalah manajemen cairan, dengan objektifnya

11
adalah euvolemia untuk mempertahankan curah jantung yang memadai dan
mengisi tekanan (CVP 4-10) untuk mempertahankan perfusi cerebral yang
adekuat iaitu dengan menggunakan cairan isotonik (NS), dan jangan
menggunakan solusi hipotonik, untuk pasien dengan peningkatan tekanan
intracranial. Mulai nutrisi enteral awal karena jika ada luka di kepala pasien
akan karena ia akan meningkatkan kebutuhan energy. Sepsis adalah umum,
terutama 3-7 hari setelah cedera kepala. Jangan ditunda terapi antibiotik yang
tepat . (Franzon, 2009)

3) MANAJEMEN VENTILATOR

Cara ini adalah untuk hindari hiperkapnia dan hipoksia.karena otak sangat
sensitif terhadap PaCO2 (penurunan 1 mmHg di PaCO2 bisa
menurunkantekanan intracranial 2-5 mmHg tergantung pada kebutuhan otak.)
Ventilasi untuk PaCO2 normal adalah 35 mmHg-40 mmHg. Namun,
hiperventilasi harus tidak digunakan sebagai modalitas pengobatan jangka
panjang karena ia akan menghasilkan risiko iskemia otak ke daerah yang
terluka. (Franzon, 2009)

4) SEDASI

Sedasi adalah untuk menghilankan agitasi, nyeri, dan aktivitas otot yang
akan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial. Idealnya pilih obat yang
menyediakan analgesia, anxiolysis dan menghindari hipotensi seperti fentanyl
(Dosis 1-4 mcg / kg / hr) atau propofol (Dosis 25-80 mcg / kg / min). (Franzon,
2009)

5) TERAPI OSMOTIK

Terapi ini menggunakan hipertonik saline (3% NS kira-kira 500meq / L)


yang memiliki osmotic hemodinamik, vasoregulatory dan efek imunomodulator.
Hal ini juga meningkatkan dan mempertahankan intravascular volume dan
tekanan darah. Efek lain mungkin termasuk penurunan resistensi pembuluh
darah dengan meningkatkan aliran darah otak dengan mengurangi edema
endotel vaskular. Penghambatan aktivasi pasca trauma dari leukosit juga

12
menurunkan tingkat peradangan. Dosis: 5-10cc / kg bolus lebih 1 jam, tidak
melebihi 500 ml atau terus menerus infus 0,25-1 cc / kg / jam, tidak melebihi
30ml / hr. Selain itu, boleh menggunakan manitol yang merupakan diuretik
osmotik yang meningkatkan serum osmolalitas. Efek termasuk penurunan
viskositas darah, menjaga CBF, menurun CBV dan dengan demikian
mengurangtekanan intracranial jika autoregulasi serebral utuh. Efek maksimal
dalam waktu 10 menit, durasi kerja adalah 75 menit, dan hal ini sangat efektif
jika diberikan dalam bentuk bolus. Gunakan minimum jumlah yang dibutuhkan
untuk mempertahankan osmolaritas tujuan serum umumnya 320 mOsm / kg.
Pada tingkat tinggi,> 340 mOsm / kg, risiko insufisiensi ginjal ada. Dosis 0,25-0,5
gm / kg bolus 4-6hrs q. (Franzon, 2009)

6) BARBITURATE

Barbiturat menurunkan tingkat metabolisme otak dan dengan demikian CBV


rendah dan tekanan intracranial. Efek samping termasuk hipotensi dan depresi
miokard; penggunaan inotropik (norepi) sering diperlukan untuk menjaga MAP
dan CPP. Barbiturate juga dapat meningkatkan risiko infeksi dengan menekan
fungsi neutrofil. (Franzon, 2009)

7) Pendinginan (Cooling)

Cara ini adalah menginduksi hipotermia dari 32-34 C sebagai neuro-protektif


untuk mengurangi rangsangan kadar asam amino, dan memiliki anti-oksidan
ditambah efek anti-inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa pendinginan
aktif sangat berefektif terhadap pasien dewasa dan neonatal yang mempunyai
hipoksia atau iskemik. Walaubagaimanapun, pengujian untuk anak-anak yang
ada cedera otak traumatis, belum menunjukkan perbaikan dalam hasil dengan
pendinginan aktif. (Franzon, 2009)

8) PENGELUARAN CAIRAN CEREBROSPINAL (CSF)

Suatu pembedahan yang meletakkan atau menggunakan intraventricular


kateter dapat digunakan untuk mengalirkan CSF. Ini meningkatkan tekanan

13
intracranial pada pasien dengan intrakranial menurun, karena perubahan kecil
dalam volume intra-cranial secara dramatisdapat mengurangi tekanan intra-
cranial. Kateter tersebut dapat diposisikan pada 10-15cm H2O di atas
paras(level) telinga dan dibiarkan terbuka untuk mengalirkan, atau dapat
digunakan untuk memonitor ICP dan hanya mengalir ketika ICP> 20 mmHg.
(Franzon, 2009)

9) DEKOMPRESI BEDAH

Penanganan ini dapat diindikasikan untuk mengeluarkan lesi massa yaitu


seperti tumor, perdarahan epidural, memar besar. Untuk tahan refraktori
peninggian tekanan intracranial tanpa lesi bedah, mungkin ada peran untuk
decompressive dengan cara craniectomy. Apalagi jika dilakukan sejak dini
setelah penanganan awal, mungkin dapat meningkatkan hasil fungsional pasien.
(Franzon, 2009)

10) KKORTIKOSTEROID

Steroid mungkin efektif dalam mengurangi edema vasogenik seperti yang


terlihat dengan tumor SSP dan abses. (Franzon, 2009)

Pendekatan bertahap untuk ICP Manajemen / Algoritma: (Franzon, 2009)

1. Hindari hipoksia / hipotensi iaitu tambahkan O2 atau melakukan intubasi

2. Hindari Demam

3. Intubasi / sedatif

4. Hiperventilasi ringan / menghindari hiperkapnia, tetapkan PaCO2 yang


normal iaitu 35 mmHg-40 mmHg

5. Drainase Ventricular

6. Osmolar terapi untuk mencapai serum Osm 320

a) Mannitol (0,25-0,5 g / kg)

14
b) saline hipertonik (5 ml / kg dari 3% NS) dapat diberikan sebagai bolus
atau kontinyu 3% infus pengecekan natrium sering (q4-6hr)

7. Lebih agresif hiperventilasi - PaCO2 (28-32 mmHg)

8. Barbiturat (Thiopental / Pentobarbital)

a) Thiopental: infus awal 10 mg / kg / jam selama 4 jam diikuti dengan


4mg / kg / hr

b) Pentobarbital: infus awal 10 mg / kg lebih dari 30 menit, kemudian 5mg


/ kg / hr selama 3 jam, kemudian 1-2mg / kg / tingkat Obat hr yang
harus dimonitor disamping tempat tidur

c) EEG diperlukan untuk pasien yang diinfusi barbiturate untuk memantau


penekanan meledak.

9. Pertimbangkan pendinginan terutama pada pasien dengan cedera


hipoksia-iskemik

10. Kraniektomi dekompresi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk


beberapa pasien dengan hipertensi intrakranial refrakter.

11.Setiap perubahan akut pada ICP selama setiap langkah terapi harus
menjamin pertimbangan untuk re-imaging (kepala CT) dan
memberitahukan bedah saraf.

15
BAB VII

KESIMPULAN

Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan


tekanan dalam rongga kranialis . Peninggian tekanan intrakranial atau
intracranial pressure (ICP) adalah masalah yang sering ditemukan di bagian
saraf. Pemahaman mekanisme yang menyebabkan elevasi ICP penting supaya
proses yang mendasarinya dapat diatasi sebelum cedera neuronal ireversibel
terjadi.

Peninggian tekanan intrakarnial (ICP) secara umum dapat disebabkan


oleh 4 faktor, yaitu peninggian cerebral blood volume , edema serebri , obstruksi
aliran CSF (cerebrospinal fluid), efek massa dan lain-lain.Hipotesa Kellie-Monro
menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang
tetap. Selama total volume intrakranial sama, maka ICP akan konstan.
Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan
penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu
volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan
perubahan ICP.

Diagnosis dan pemantauan yang intensif dan terapi pada kondisi ini
sangat penting untuk keberhasilan pengobatan. Peningkatan ICP yang
berlanjutan akan menyebabkan kerusakan otak dan merupakan akibat yang
fatal. Inovasi teknis terbaru di neuromonitoring memungkinkan untuk perbaikan
dalam morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh penigkatan tekanan
intrakranial (ICP). Pemahaman mekanisme yang menyebabkan elevasi ICP
penting supaya proses yang mendasarinya dapat diatasi sebelum cedera
neuronal ireversibel terjadi.

16
Referensi
1. Treggiari MM, Schutz N, Yanez ND, Romand J-A. Role of intracranial pressure
values and patterns in predicting outcome of traumatic brain injury: a systematic
review. Neurocrit Care 2007; 6: 104-1
2. Ropper AH. Hyperosmolar Therapy for Raised Intracranial Pressure. N Engl J
Med 2012; 367: 746-52.
3. Pickard JD. Management of raised intracranial pressure. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 1993;56:845. [http://dx.doi.org/10.1136/jnnp.56.8.845]
4. Lindsay K. Bone I: Neurology and Neurosurgery Illustrated. UK: Churchill
Livingstone, 2001. [http://dx.doi.org/10.1136/jnnp.74.1.7]
5. Hutchinson P, Timofeev I, Kirkpatrick P. Surgery for brain edema. Neurosurg
Focus 2007;22:E14.
6. Bratton SL, Chestnut RM, Ghajar J, et al. Intracranial pressure thresholds. J
Neurotrauma 2007; 24(Suppl 1): 55-8.
7. Sadoughi A, Igor R, Rubin Cohen. Measurement and Management of Increased
Intracranial Pressure.The Open Critical Care Medicine Journal,2013,6,(Suppl 1:M4)
: 56-65.
8. Laurence T Dunn. Raised Intracranial Pressure. J Neurol Psychiatry, 2002;73
(Suppl 1) : i23-i27.
9. Dr Willie S, Dr Antonia B. The Pathology of Raised Intracranial Pressure.
ACNR,2007. (Volume 7 Number 5) : 25-27.
10. Eddie J. Journal of Emergency Medical Services. (2007), PenWell Corporation,
pg: 2-3.
11. D. Franzon, MD and S. Kache, MD, Journal of Management Of Head Injury &
Intracranial Pressure. (2007), Peds Stanfod, pg: 3-9.
12. Dr. Iskandar Japardi, Journal of Neurology,Neurosurgeon and Psychiatry,
(2002). Group BMJ, pg: 3-4
13. D. Roytowski and A.Figaji, Raised Intracranial Pressure:What it is and how to
recognize it? (2013)
14. Lindsay, Bone and Fuller,Neurology And Neurosurgery Illustrated, (2011).
Churchill Livingstone. pg:81
15. Mardjono M. dan Sidharta P, Neurologi Klinis Dasar, (2003).Dian Rakyat, pg:
275-279

17
16. Riley R, Tidwell R, William D, Bode P, Marcus E and Carr, Laboratory
Evaluation of Hemostasis (2010), Pathology VCU, pg: 12-14
17. Nancy M Holloway, RN, MSN, 2003. Medical-Surgical Care Planning Fourth
Edition, Lippincott Williams & Wilkins pg: 190-195
18. Laurence T, Dunn, Raised Intracranial Pressure, (2002) Group BMJ, pg: 24-25

18

Anda mungkin juga menyukai