Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Tekanan intrakranial adalah tekanan di dalam ruang tengkorak yang dilindungi dari
tekanan luar. Tekanan ini dinamik dan berfluktuatif secara ritmis mengikuti siklus jantung,
respirasi, dan perubahan proses fisiologis tubuh; secara klinis bisa diukur dari tekanan
intraventrikuler, intraparenkimal, ruang subdural, dan epidural. Pengukuran kontinu pada satu
kompartemen intrakranial akan memperlihatkan perubahan fisiologis dan patologis ruang dalam
tengkorak dari waktu ke waktu, yang diperlukan untuk dasar pengelolaan pasien dengan
sssspeningkatan tekanan intrakranial. 1
Alexander Monro dan George Kellie menyebutkan bahwa otak, darah, dan cairan
serebrospinal (CSS) merupakan komponen yang tidak dapat terkompresi, peningkatan salah satu
komponen ataupun ekspansi massa di dalam tengkorak dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan intrakranial, teori ini lebih lanjut disebut doktrin Monro-Kellie.2
Peningkatan tekanan intrakranial merupakan suatu keadaan mengancam jiwa yang
disebabkan oleh penyakit neurologis maupun non neurologis. Sekitar 20% penderita yang
dirawat di PICU merupakan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial. Apabila keadaan
ini tidak ditatalaksana dengan baik, maka dapat menyebabkan kematian atau meninggalkan
gejala sisa. 1,2
Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang mewakili volume
jaringan otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospinalis. Apabila volume dari salah
satu faktor tadi meningkat dan tidak dapat dikompensasi oleh kedua faktor yang lain, maka
terjadi tekanan tinggi intrakranial. 1
Defisit neurologis primer pada anak dapat disebabkan oleh beragam faktor intrinsik dan
ekstrinsik termasuk trauma otak, tumor, dan infeksi intrakranial. Terlepas dari etiologi,
peningkatan tekanan intrakranial (ICP) sebagai akibat dari cedera primer atau keterlambatan
dalam perawatan dapat menyebabkan cedera otak sekunder (dapat dicegah). Karena itu, awal
diagnosis dan pengobatan agresif pada peningkatan ICP sangat penting dalam mencegah atau
membatasi cedera otak sekunder pada anak dengan kelainan neurologis. Strategi manajemen
untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan neurologis hasil fokus pada pengurangan ICP

1
sambil mengoptimalkan perfusi otak dan memenuhi tuntutan metabolisme otak. Terapi yang
ditargetkan untuk peningkatan ICP harus dipertimbangkan dan diimplementasikan sedini
mungkin selama dan setelah stabilisasi awal anak. 2
Peningkatan tekanan intrakranial (ICP) adalah komplikasi neurologis yang umum pada
anak-anak yang sakit kritis. Penyebabnya mungkin baik peningkatan volume otak, aliran darah
otak, atau volume cairan serebrospinal (CSF). Meskipun insidennya tinggi, ada beberapa
perawatan yang dievaluasi secara sistematis pada hipertensi intrakranial. Sebagian besar
rekomendasi manajemen didasarkan pada pengalaman klinis dan penelitian yang dilakukan di
pasien dengan cedera otak traumatis. 2

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 DEFINISI
Tekanan intrakranial (TIK) merupakan jumlah tekanan dari struktur - struktur di dalam
rongga tengkorak yang terdiri dari otak, darah dan pembuluh darahnya serta cairan serebrospinal
(CSS). Dinamika intrakranial dipengaruhi oleh autoregulasi, komplians, aliran darah otak, laju
metabolisme otak, dan tekanan perfusi otak. 1
Peningkatan tekanan intrakranial adalah meningkatnya tekanan dalam otak > 20mmHg.
Tekanan intrakranial antara 20-25 mmHg memerlukan terapi, sedangkan tekanan intrakranial >
40 mmHg merupakan kondisi berat dan mengancam jiwa. 1

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI SUSUNAN SARAF PUSAT


Susunan saraf pusat (SSP) terdiri dari : otak (otak besar/serebrum dan otak
kecil/serebrum), batang otak dan medulla spinalis. Otak dan batang otak keduanya terletak di
dalam rongga tengkorak, sedangkan medula spinalis terletak didalam rongga tengkorak,
sedangkan medula spinalis terletak didalam kanalis vertebralis. Serebrum terdiri atas korteks
serebri dan merupakan substansia grisea yang terletak pada permukaan hemisfer serebri. Tiap
hemisfer serebri terdiri atas lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus
oksipitalis. Medula serebri adalah bagian sentral dari hemisfer serebri yang letaknya dibawah
korteks serebri. Medulla serebri terdiri atas substansia alba, ventrikulus lateralis, dan kelompok
nuclei. Sereblum terdiri atas vermis dan hemisfer serebeli. Vermis terletak disebelah medial dari
serebelum dan merupakan bagian kecil serebelum, sedangkan hemisfer serebeli terletak
disebelah lateral dan merupakan bagian besarnya. Batang otak, terdiri atas mesensefalon, pons
dan medulla oblongata. Pada batang otak ini terdapat inti saraf otak. 1,2
Otak mendapat darah dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna. Arteri vertebralis
adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga tengkorak melalui foramen oksipital
magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri berjalan di permukaan vental medulla oblongata
dan pada batas kaudal pons kedua arteri bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri karotis interna
setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu arteri serebri anterior, arteri serebri

3
media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea, arteri hipofise superior dan arteri hipofise
inferior. 3

GAMBAR 1. Anatomi Susunan Saraf Pusat

Sistim vena sentral terdiri atas aliran vena serebral eksternal atau superficial dan aliran
vena serebral internal atau profunda. Kedua sistim vena ini mengalirkan darah kedalam sinus
venosus. Anastomosis banyak terjadi antara dua kelompok ini melalui anyaman pembuluh
didalam substansi otak. Dari sinus venosus melalui vena eminens darah balik ini diteruskan ke
vena ekstrakranial. 1

2.2.1 Sirkulasi Cairan Serebrospinalis


Sebagian besar cairan serebrospinalis dibentuk oleh ventrikel lateral otak. Cairan
kebanyakan keluar dari ventrikel lateral, melalui foramen Monro menuju ventrikel III, melalui
akuaduktus Sylvi masuk ke ventrikel IV dan mengalir ke ruang subrakhnoid melalui foramen
Luschka dan Magendi. Ruang subarachnoid mengelilingi otak dan medulla spinalis, dan cairan
serebrospinalis bersirkulasi diseluruh ruang tersebut.3
Cairan serebrospinal dihasilkan dalam pleksus koroideus. Volume rata-rata CSS pada
anak adalah 90 ml dan 150 ml pada dewasa. Produksi rata-rata adalah 0.35 ml/menit atau 500 ml
perhari. Cairan serebrospinalis terdiri dari air, oksigen, karbondioksida, natrium, kalium, klorida.
Sejumlah kecil protein dan limfosit. Cairan serebrospinalis terbentuk sebanyak 80% di pleksus

4
koroid dan 20% di jaringan otak. Sebagian besar absorpsi cairan serebrospinalis terjadi pada villi
arachnoid. Kapasitas absopsi adalah 2-4 kali lebih besar dari kecepatan normal sirkulasi cairan
serebrospinalis. Otak dan cairan serebrospinalis bersama-sama dengan pembuluh darah otak
diliputi oleh tulang yang kaku. Rongga cranium normal mengandung berat otak ± 1400 gram, 75
ml darah dan 75 ml cairan serebrospinalis. Volume otak, volume darah dan cairan
serebrospinalis didalam kreanum pada setiap saat harus relative konstan. Peningkatan tekana
intrakranial akan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah otak.2,3
Pembentukan CSS terjadi melalui 2 tahap, tahap pertama adalah terbentuknya ultrafiltrat
plasma diluar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi
kepiler pleksus koroid tidak seperti kapiler lain yang berada dalam otak, kapiler pleksus
koroideus mempunyai restensi yang kecil untuk lewatnya ion, air, dan makromolekul, namun
analisis dari komposisi ion CSS relative sama dengan plasma. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa sekresi ion CSS bergantung pada proses transport aktif. Air akan
mengikuti proses pertukaran antara ion natrium dan klorida dari cairan interstitial ke CSS. Enzim
karbonik anhydrase yang berada dalam sel epitel akan mengkatalisasi pembentukan asam
karbonat dari air dan karbondioksida (CO2). Karbondioksida akan berdifusi secara bebas dan
produk disosiasinya seperti bikarbonat, asam karbonat, dan hydrogen akan masuk ke membrane
basolateral bertukar dengan natrium dan klorida. Protein pembawa yang lain yang akan
membantu proses transport aktif ini adalah mikronutrien seperti glukosa, asam amino, purin,
nukleotida, dan vitamin.2,3

2.2.2 Fisiologi Tekanan Intrakranial


Hipotesis Monro-Kellie menyatakan jumlah volume otak (>80%), darah (>10%) dan CSS
(>10%) adalah konstan. Tekanan intrakranial normal pada dewasa dan anak yang lebih besar
sekitar 10 sampai 15 mmHg dan pada anak sekitar 3 sampai 7 mmHg serta 1.5 sampai 6 mmHg
untuk bayi. Suatu penelitian menyebutkan batasan tekanan intrakranial >20 mmHg dikatakan
meningkat dan memerlukan terapi. Pada tekanan intrakranial >40 mmHg menandakan keadaan
berat dan merupakan keadaan yang mengancam jiwa.2

5
GAMBAR 2. Volume intrakranial

2.2.3 Cerebral Perfusion Pressure (CPP)


Cerebral Perfusion Pressure (CPP) merupakan indikator penting aliran darah ke otak dan
ukuran adekuat aliran darah otak. CPP dapat dihitung dengan cara mengurangi antara tekanan
arteri rata-rata dengan tekanan intrakranial, dimana tekanan arteri rata-rata adalah 1/3. Tekanan
sistolik ditambah 2/3 tekanan diastolic. Penurunan CPP dapat terjadi akibat peningkatan tekanan
intrakranial, penurunan tekanan darah maupun keduanya. Nilai CPP normal masih belum jelas,
namun diperkirakan tekanan minimal untuk mencegah iskemia pada anak adalah >50-60 mmHg.
Sedangkan pada bayi/anak lebih muda bernilai >40-50 mmHg. 4
Nilai CPP <40 mmHg merupakan prediktor kematian pada anak-anak dengan cedera otak.
Autoregulasi akan mempertahankan aliran darah otak pada CPP 50-150 mmHg dengan cara
vasokonstriksi dan vasodilitasi pembuluh darah otak.

Tabel 1 - Normal TIK berdasarkan umur group dan nilai maksimal yang dapat diterima

Kelompok umur ICP (mmHg)

Newborns and infants Up to 5

Children 6 – 15

Adolescents and adults < 15

6
Significant intracranial hypertension:
20 - 24 mmHg/30 minutes
25 - 29 mmHg/10 minutes
> 30 mmHg/1 minute
Mild hypertension: 15 - 25 mmHg
Moderate hypertension: 25 - 40 mmHg Severe hypertension: > 40 mmHg .4

2.3 EPIDEMIOLOGI
Pada anak, biasanya dibagi menjadi kelompok-kelompok pra-pubertas atau pubertas.
Pasien pubertas miliki faktor risiko yang sama dengan orang dewasa, sedangkan jenis kelamin
dan berat badan bukan merupakan faktor risiko utama prapubertas. Rasio anak perempuan dan
laki-laki berkisar antara 1: 1 hingga 13: 6, dan bersamaan obesitas berkisar antara 10-78%,
Balcer et al. menemukan bahwa obesitas memang berkorelasi dengan peningkatan risiko PIH
pada anak yang lebih tua tetapi tidak pada mereka yang berusia <11 tahun. Bursztyn menemukan
hal yang serupa korelasi pada mereka yang> 12 tahun. 5
Aylward et al. memeriksa kasus anak yang terdaftar dalam jumlah besar registrasi
hipertensi intrakranial dan ditemukan BMI lebih tinggi secara bermakna pada PIH pasca pubertas
(30,7 banding 21,6). Laporan yang jarang tentang hubungan keluarga dengan PIH ditemukan di
literatur. Banyak laporan kasus melibatkan hubungan orang tua dan anak saudara kandung yang
terkena dampak juga telah dilaporkan. Meskipun pola ini menunjukkan warisan pola dominan,
tautan genetik belum ditemukan. 5

2.4 ETIOLOGI
Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
peningkatan volume otak (edema serebri), pendarahan intrakranial, space occupying lesion
(SOL), dan peningkatan cairan serebrospinal/CSS. Edema serebri merupakan penyebab
peningkatan intrakranial tersering. Edema serebri berdasarkan luasnya dapat dibagi menjadi
edema serebri fokal dan global, sedangkan secara patofisiologi dapat dibedakan menjadi edema
serebri vasogenik, sitotoksik dan intersititial. 1,2
Edema serebri fokal membentuk tekanan gradient yang menimbulkan celah pada jaringan
dan dapat menimbulkan herniasi, biasa terjadi disekitar lokasi tumor, hematoma dan pengaruh

7
pada otak, namun pada keadaan kritis dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
iskemia. Penyebab edema serebri global adalah henti napas dan jantung, trauma berat, dan
gangguan hati fulminan. Edema sitotoksik, adalah edema intrasel (neuron, glia dan endothelial)
akibat kegagalan energy dan substrat yang dibutuhkan untuk metabolism sel, gangguan
permeabilitas membaran sel, sering terjadi pada hipoksia, infeksi, mengenai substansia alba dan
substansia grisea. Edema vasogenik, disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak akibat dari
peningkatan peremabilitas vascular, sehingga cairan dari dalam pembuluh darah merembes
keluar, kedalam ruang ekstraseluler. Sering terjadi pada trauma kepala, neoplasma, inflamasi,
dan oklusi arteri/vena (tromboemboli), biasanya mengenai substansia alba. Edema interstitial
(hidrosefalik), merupakan edema akibat hidrosefalus sehingga terjadi aliran CSS transependim. 6

Penyebab peningkatan tekanan intrakranial 1,6,7


Intrakranial (primer)
- Infeksi SSP, meningitis, ensefailitis, abses serebri, malaria serebri, neurosistiserkosis
- Trauma, hematoma epidural dan subdural, kontusio serebri dan edema
- Tumor otak
- Perdarahan intracranial, perdarahan intraserebal dan intraventrikuler
- Stroke iskemik, hidrosefalus, idiopatik atau hipertensi intracranial, status epileptikus

Ekstrakranial (sekunder)
- Hypoxic ischemic injury, obstruksi saluran napas, hipoventilasi dan syok
- Metabolic, hiperpireksia, gagal hati, intoksikasi
- Obat-obatan, tetarasiklin
- Hipertensi ensefalopati

Post Operasi
- Lesi massa, hematorn
- Edema serebri
- Peningkatan volume darah otak, vasodilatasi
- Obstruksi cairan serebrospinal

8
2.5 PATOFISIOLOGI
Tekanan intrakranial normal berkisar antara 0-10 mmHg atau 0-136 mmH2O pada orang
dewasa. Tekanan intrakranial bayi adalah 40-100 mmH2O (3,0-7,5 mmHg). Pada keadaan
normal TIK ratarata tidak boleh melebihi 10 mmHg. TIK yang melebihi 15 mmHg harus dicari
penyebabnya dan perlu diawasi lebih lanjut. Nilai normal TIK masih ada perbedaan diantara
beberapa penulis, dan bervariasi sesuai dengan usia, angka 8-10 mmHg masih dianggap normal
untuk bayi, nilai kurang dari 15 mmHg masih dianggap normal untuk anak dan dewasa,
sedangkan bila lebih dari 20 mmHg dan sudah menetap dalam waktu lebih dari 20 menit
dikatakan sebagai hipertensi intrkranial.2,7
Tekanan intrakranial 20-40 mmHg dianggap sebagai TIK yang tinggi dan bila mencapai 40
mmHg atau lebih disebut sebagai hipertensi intrakranial yang berat. Para ahli menyetujui bahwa
TIK melebihi 25 mmHg memerlukan tindakan segera untuk mengatasinya.tik 7,10

Volume intrakranial terdiri dari otak (80%), darah (12%), dan cairan serebrospinal (8%).
Menurut hukum Monroe Kellie disebutkan bahwa volume intrakranial adalah konstan. Bila
terdapat penambahan massa seperti hematoma, edema, atau neoplasma, maka akan menggeser
CSS dan darah ke luar ruang intrakranial dengan volume yang sama, sehingga tekanan
intrakranial tetap normal. Mekanisme kompensasi awal berupa peningkatan absorbs CSS,
pergeseran CSS dan darah vena. Saat kompensasi berakhir, akan terjadi herniasi otak.5
Peningkatan volume intrakranial akan menyebabkan sedikit perubahan tekanan
intrakranial sampai titik tertentu (fase 1-2 = fase kompensasi). Saat terjadi fase dekompensasi
(fase 3-4), penambahan kecil volume otak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial
yang besar. 5
Volume darah yang berada dalam sinus venosus akan berkurang sampai kadar minimum
fase kompensasi, sirkulasi darah vena akan terhalang dan hal ini akan menyebabkan peningkatan
dalam system vena sehingga menyebabkan peningkatan dari tekanan intrakranial. Pengaturan
posisi kepala pasien lebih tinggi 300 akan memperbaiki drainase vena dengan efek yang minimal
pada tekanan arteri. Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh trauma dan hipoksik
iskemi. Peningkatan intrakranial karena trauma berlangsung dalam 24-48 jam, sementara
kenaikan intrakranial karena hipoksik iskemik akan mencapai puncaknya pada 48-72 jam.8

9
TABEL 2. Herniation Syndromes 5

Herniation Syndrome Pathophysiology Clinical Signs


TrTranstentorial BPain traverses the tentorium at the IpIpsilateral papillary dilation
herniation level of the incisura T Contralateral hemiparesis

FrForamen magnum InIntracranial herniation of brain Depressed LOC


Herniation (cerebellar tonsils, brainstem) Cushing triad (hypertension,
through the foramen magnum bradycardia, irregular
respirations)

2.6 GEJALA DAN TANDA


Gejala adanya peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan kesadaran, sakit
kepala, muntah, rewel atau gelisah, postur tubuh kaku atau perburukan sensoris. Keadaan
tersebut tergantung umur dan etiologi. Pada penderita koma akan sulit ditemukan gejala nyeri
kepala, mual dan muntah. Edema papil merupakan tanda yang sesuai dengan adanya peningkatan
tekanan intrakranial, namun hal ini sulit ditemukan pada penderita yang baru mengalami trauma
kepala. Tanda lain adalah dilatasi pupil dan posisi deserebrasi.2

Table 3. Clinical Manifestation of Increased ICP 6


Symptoms:
Headache
Vomiting
Disorientation
Lethargy
Signs:
Depressed level of consciousness (lethargy, stupor, coma) Tanda
Hypertension, with or without bradycardia
awal pada
Papilledema
bayi Sixth cranial nerve palsy dan
anak Cushing's triad (hypertension, bradycardia, and irregular respiration) usia
Spontaneous periorbital bruising
muda dapat
berupa ubun-ubun besar membonjol dan refleks pupil yang lemah. Pada peningkatan TIK yang
berat dan lama dapat terjadi pembesaran pupil unilateral, kelumpuhan saraf kranial (III, IV, VI),
edema papil, dan trias Cushing (hipertensi, bradikardi, dan perubahan pola napas). Kondisi ini
menunjukkan tanda herniasi awal atau lanjut. Trias Cushing terjadi pada kondisi iskemia
serebral yang menyebabkan vasokonstriksi perifer sehingga mengakibatkan tekanan darah

10
sistolik meningkat untuk mempertahankan perfusi otak. Baroreseptor kardiak akan merespons
kondisi ini dengan merangsang respons vagal yang bermanifestasi sebagai bradikardi. Pola
napas abnormal merupakan komponen terakhir dari trias Cushing, yang terjadi karena kompresi
batang otak. Sangatlah penting dalam mengenali gejala awal peningkatan TIK karena trias
Cushing merupakan gejala yang timbul amat perlahan pada anak dengan cedera neurologis dan
merupakan suatu petunjuk adanya herniasi. 6

TABEL 4. Historical Features, Symptoms, and Signs of Increased ICP 5


Historical Features Symptoms Signs
History of trauma Headache Ataxia
Previous VP shunt Diplopia Seizures
Bleeding diathesis Nausea Pupillary asymmetry
Morning vomiting Decreased LOC
Nocturnal headache
Developmental regression

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis tekanan tinggi intrakranial ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditemukan penurunan kesadaran mulai dari
iritabel/rewel, gelisah, kebingungan sampai koma. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
perubahan posisi seperti deserebrasi dan pupil yang berdilatasi. Pada funduskopi dapat
ditemukan edema papil. Pemeriksaan computed tomography (CT) scan dapat dilakukan
untuk mendeteksi peningkatan tekanan intrakranial dengan ditemukan edema serebri
dengan midline shift. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan MRI untuk menilai gejala
awal stroke, thrombosis vena, tumor fossa posterior dan lesi demielinisasi. 6
Pengukuran dan pemantauan tekanan intrakranial dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu intraventricular catheter, intraparenchimal monitor, subarachnoid
screw, subdural, epidural dan pada bayi dilakukan fontanometry. Kateter ventrikulostomi
merupakan alat standar untuk monitoring peningkatan tekanan intrakranial. Keuntungan
alat ini adalah harga relative murah dan dapat digunakan untuk terapi drainase cairan
serebrospinal. 9

11
Beberapa keadaan yang memerlukan pemasangan monitoring peningkatan
tekanan intrakranial adalah : GCS <9, multiple trauma, adanya massa intrakranial akibat
trauma dan penderita dengan risiko perdarahan. Kontraindikasinya adalah penderita sadar
dan koagulopati.Komplikasi penggunaan alat monitoring tekanan intrakranial adalah
infeksi. Insidensi terjadi pada 5-14%. Penggunaan antibiotic terbukti dapat menurunkan
risiko infeksi 1.3-9.4%. komplikasi lainnya adalah perdarahan (1.4%), obstruksi dan
malposisi.9

2.8 TATALAKSANA
Pada tatalaksana pertama penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial adalah
menjaga jalan napas, pernapasan dan sirkulasi. Apabila penderita memiliki GCS <8 atau
memiliki gangguan jalan napas, intubasi harus segera dilakukan. Fasilitas medikasi untuk
intubasi tanpa meningkatkan tekanan intrakranial adalah thiopental, lidokain, dan
penghambat neuromuskuler (vekuronium, atrakurium). Oksigenasi harus adekuat dan
saturasi dipertahankan diatas 92%. Tekanan darah harus dipertahankan pada kondisi yang
sesuai dengan umur. Tatalaksana peningkatan tekanan intrakranial meliputi tatalaksana
umum dan khusus.4

2.8.1 Tatalaksana Umum


Manajemen awal pada anak dengan kecurigaan peningkatan TIK adalah penilaian
patensi jalan napas (airway), pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), atau
ABC. Intubasi harus dipertimbangkan pada kondisi: kesulitan mempertahankan patensi
jalan napas, GCS <8, hasil CT scan menunjukkan edema serebri difus, kerusakan
neurologis dengan resiko dekompensasi, ketidakstabilan dinding dada, pola napas
abnormal, dan obstruksi jalan napas atas. Intubasi harus dilakukan dengan pemberian
medikasi untuk mencegah peningkatan TIK selama prosedur. Medikasi yang dianjurkan
adalah tiopenthal, lidokain, dan short-acting nondepolarizing neuromuscular blockage
agent (misal vekuronium, atrakurium).4

PEMANTAUAN ICP

12
Perawatan empiris dari dugaan peningkatan ICP seringkali diperlukan, namun tanpa
pengukuran ICP, sebagian besar terapi tidak memuaskan, terutama karena terapi
mengoptimalkan CPP, yang tidak dapat dihitung tanpa mengetahui ICP. Pemantauan ICP
yang invasif ditunjukkan pada pasien yang memenuhi ketiga kriteria berikut:
1. Pasien diduga berisiko mengalami peningkatan ICP.
2. Pasien koma (skor skala koma Glasgow ≤8).
3. Prognosisnya sedemikian rupa sehingga perawatan ICU agresif ditunjukkan.
Kecukupan oksigenasi harus dijaga untuk mencegah sekuele dari kerusakan sekunder.
Pertahankan tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) >60 mmHg, saturasi oksigen (SpO2)
>90%, dan positive end expiratory pressure (PEEP) 5 cmH2O. Tekanan darah sesuai
umur harus dipertahankan untuk menjamin kecukupan tekanan perfusi otak dan
mencegah iskemia berkelanjutan. Pencegahan hipotensi juga harus dilakukan karena
berkaitan dengan peningkatan mortalitas pada cedera otak traumatik. Hipotensi pada
anak didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik dibawah persentil 50 sesuai usia atau
jika didapatkan klinis syok. Median (persentil 50) tekanan darah sistolik pada anak >1
tahun dapat dihitung dengan rumus: 90 + (2 x usia dalam tahun). Tanda lain penurunan
perfusi adalah takikardia, penurunan produksi urin (<1 mL/kg/jam), nadi lemah atau tak
teraba, pemanjangan waktu pengisian kapiler >2 detik, dan penurunan kesadaran. Pada
cedera neurologis dengan hipotensi, resusitasi cairan tetap harus diberikan sesuai dengan
tata laksana syok. Tidak ada indikasi untuk melakukan restriksi cairan. Pemberian
vasopressor dapat dilakukan pada kondisi hipotensi yang menetap meskipun telah
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat.2

1. Posisi Kepala
Peningkatan letak kepala >300 akan menurunkan tekanan intrakranial dan
meningkatkan CPP, tetapi tidak akan mengubah oksigenasi jaringan. Kepala anak
harus dipertahankan pada posisi tengah untuk mencegah adanya gangguan
drainase vena jugularis eksternal. Metode ini sangat efektif untuk menurunkan
tekanan intrakranial dan mengoptimalkan tekanan perfusi otak. Elevasi kepala di
atas 300 atau menurunkan kepala dibawah 150 berkaitan dengan peningkatan dan
atau penurunan tekanan perfusi otak.2, 11

13
2. Penanganan Gagal Napas
Pada pasien koma sering memiliki masalah dengan gangguan napas yang
mengikuti penggunaan ventiliasi mekanik, pneumonia atau episode hipoventilasi.
Control terhadap ventilasi penting untuk managemen yang optimal atau
mempertahankan karbondioksida dalam kondisi normal. Selama pemakaian
ventilasi mekanik dengan tingginya PEEP akan meningkatkan tekanan
intraktranial dengan cara menghambat aliran darah balik dan meningkatkan
tekanan cena dalam pembuluh darah otak. Efek dari PEEP pada tekanan
intrakranial juga tergantung pada compliance paru, efek minimal akan terlihat
apabila compliance paru yang rendah.2

3. Pemberian Obat Sedasi Dan Analgesia


Penderita jejas otak dengan ventilator harus diberikan sedasi dan analgesia untuk
mencegah nyeri dan pasien gelisah, karena hal tersebut dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membandingkan
efek sedasi pada anak dengan trauma saraf. Secara umum, benzodiazepin tidak
memiliki efek pada peningkatan tekanan intrakranial, sementara opiate dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Agen sedasi dengan cara kerja pendek
misalnya midazolam, diduga memiliki keuntungan dan digunakan unutuk
penderita dengan gangguan neurologis. Peningkatan intrakranial akibat agitasi,
batuk dapat dicegah dengan pemberian sedasi dan relaksasi otot. Obat-obatan
yang sering digunakan adalah morfin dan lorazepam sebagai analgesia atau sedasi
serta vekuronium sebagai relasasi otot. Pemberian terapi ini memiliki kerugian
karena gangguan neurologis tidak dapat dimonitor secara ketat.11

4. Penanganan Demam
Demam dapat meningkatkan efek metabolic sekitar 10-13%, setiap kenaikan 1
derajat celcius. Demam dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang akan
meningkatkan aliran cairan serebrospinal dan akhirnya dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Demam harus dapat dikontrol dengan antipiretik. Penyebab
demam harus diketahui dan diterapi secara tepat.2

14
5. Penanganan Hipertensi
Pada traumatic brain injury (TBI) dan autoregulasi gagal, hipertensi sistemik
dapat meningkatkan cairan serebrospinal dan tekanan intrakranial. Obat hipertensi
jenis vasodilator (seperti nitroprusid, nitrogliserin atau nifedipin) harus dihindari.
Golongan bea blockers seperti labetolol, esmolol atau obat-obatan reseptor agonis
seperti klonidin lebih disarankan, karena efeknya tidak meningkatakan tekanan
intrakranial.2,8

6. Penanganan Anemia Berat


Anemia berat dapat memperburuk keadaan tekanan tinggi intrakranial.
Mekanisme ini berhubungan dengan peningkatan cairan serebrospinal untuk
mempertahankan kebutuhan oksigen otak. Untuk praktisnya diperlukan kadar Hb
10 g/dl untuk mempertahankan kebutuhan oksigen otak.2

7. Pencegahan Kejang
Kejang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial seperti pada
meningitis, ensefalitis atau trauma kepala berat. Kejang dapat meningkatkan
kebutuhan metabolic yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan intrakranial.
Anak dengan cedera kepala akut berisiko lebih besar mengalami kejang
dibandingkan orang dewasa, dikarenakan rendahnya ambang kejang pada anak.
Kejang pada peningkatan TIK harus segera diatasi, karena kejang akan
meningkatkan laju metabolisme otak, aliran darah otak, dan volume darah otak,
yang selanjutnya akan memperberat peningkatan TIK. Kejang pada kondisi ini
dapat diatasi dengan pemberian golongan benzodiazepin (misalnya lorazepam)
atau fenitoin, dan dilanjutkan dengan obat antiepilepsi dosis rumatan selama
minimal 2 minggu. Pemberian antiepilepsi pada anak direkomendasikan dalam
jangka pendek, kecuali kondisi klinis dan etiologi kejang pada penderita
menunjukkan perlunya pemberian obat antiepilepsi dalam jangka waktu panjang. 6
8. Cairan, elektrolit, dan nutrisi
Tujuan terapi cairan adalah mempertahankan penderita dalam kondisi euvolemia,
normoglikemia, dan mencegah hiponatremia. Pemberian dektrosa parenteral
dihindari pada 48 jam setelah kerusakan neurologis karena kemungkinan

15
terjadinya asidosis laktat, kecuali penderita mengalami hipoglikemia. Makanan
enteral mulai diberikan dalam 72 jam setelah cedera. Selama tidak ada
kontraindikasi, nutrisi diberikan secara enteral, karena diyakini dapat
menurunkan lama rawat inap di ruang intensif dan mencegah komplikasi.Anak
yang mengalami hipertensi intrakranial sebaiknya mendapat cairan sesuai
kebutuhan rumatan, kecuali ada indikasi pemberian cairan bolus pada kondisi
hipotensi, hipovolemia, dan penurunan produksi urin. Cairan rumatan sebaiknya
berupa salin normal dengan penambahan kalium klorida berdasarkan berat badan.
Cairan yang diberikan hendaknya bersifat isotonis atau hipertonis. Penggunaan
cairan hipotonis sebaiknya dihindarkan. Hiponatremia harus dicegah karena akan
memperparah peningkatan TIK. Jika terjadi hiponatremia, lakukan koreksi secara
perlahan untuk mencegah pontine myelinosis.2

2.8.2 Tatalaksana Khusus


Tatalaksana khusus diberikan sesuai denga etiologi. Umumnya
penyebabnya adalah edema serebri. Hal tersebut dapat ditangani sebagai berikut :
1. Terapi Hiperosmolar
Manitol merupakan cairan hyperosmolar yang dapat digunakan untuk
peningkatan tekanan intrakranial. Mekanisme kerjanya melalui 2 mekanisme,
yaitu diuresis osmotic dan hemodinamik. Efek diuresis osmotic berupa
memindahkan cairan dari jaringan otak kedalam ruang vaskuler untuk
dieksresikan melalui ginjal. Efek hemodinakmik berupa penurunan viskositas
darah dan hematocrit sehingga mengakibatkan vasokonstriksi dan penurunan
tekanan intrakranial. Disamping itu efek lain manitol adalah menurunkan
radikal bebas dan menghambat apoptosis. Manitol menurunkan tekanan
intrakranial dalam 15-30 menit dan lama kerja 2-8 jam. Manitol dapat
diberikan dengan dosis 0.25-0.5 g/kgBB dan dapat diulang setiap 2 sampai 6
jam. Selama pemberian manitol harus dilakukan monitoring terhadap
osmolaritas serum2,.
Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi sawar
darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak. Jadi

16
penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering) untuk mencegah
rebound TIK. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan
hipertensi dan jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF
dimana dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya. iii. Mannitol
dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut khususnya pada
osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obatobatan nefrotoksik
lainnya, sepsis, adanya penyakit ginjal sebelumnya. 11

2. Terapi Cairan Hipertonik


Cairan hipertonik dapat diberikan untuk kontrol edema otak. Mekanisme
kerjanya dengan meningkatkan tekanan osmotik. Konsentrasi yang diberikan
berkisar dari 3% sampai 23.4%, yang menyebabkan pengeluaran cairan
kedalam cairan ekstravaskuler sehingga menurunkan volume intrakranial dan
tekanan intrakranial. Pada beberapa penelitian menyebutkan cairan hipertonis
lebih efektif dalam menurunkan tekanan intrakranial pada TBI dibandingkan
dengan manitol. Walaupun lebih aman dibandingkan manitol, namun efek
rebound masih terjadi pada pemberian cairan hipertonik. Efek samping
pemberian cairan hipertonik adalah gangguan hematologi, seperti pendarahan
akibat penurunan agregasi trombosit, pemanjangan koagulasi, gagal jantung,
dan kelainan elektrolit. Resiko gagal ginjal lebih rendah sehingga pemberian
cairan hipertonik dianjurkan pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis
yang diberikan berkisar antara 0.1 – 1 ml/kgBB/jam sehingga dapat
mempertahankan tekanan intrakranial < 20 mm/kgBB.2,11

3. Hiperventilasi
Hiperventilasi dapat menginduksi hipokapnia yang menyebabkan
vasokonstriksi sehingga dapat menurunkan aliran darah serebral.
Hiperventilasi ringan (PaCO2 30-35 mmHg) dapat dipertimbangkan diberikan
apabila terdapat hipertensi intrakranial yang refraker setelah pemberian sedasi,

17
analgesia, blockade neuromuskuler, drainase cairan serebrovaskuler, dan
terapi hyperosmolar. Hiperventilasi agresif (PaCO 2 < 30 mmHg) mungkin
diperlukan dan tidak diberikan dalam jangka waktu yang lama.2,8
4. Barbiturat
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial dan laju metabolic serebral
dengan menurunkan penggunaan glukosa dan kebutuhan oksigen. Obat ini
juga mempunyai efek stabilisasi membran, mengubah jalur metabolisme dan
menenangkan aktivitas EEG. Efek samping pemberian barbiturat adalah
hipotensi, hypokalemia, depresi napas, infeksi, disfungsi hepar dan ginjal.
Oleh karena itu, berbiturat hanya direkomendasikan untuk anak dengan
hipertensi intrakranial yang refrakter. Thiopental dapat diberikan dengan
loading dose 5 mg/kgBB selama 30 menit, didikuti secara drip 1-5 mg/kgBB
selama 1 jam sampai ditemukan hasil EEG dengan burst suppression.
Pentobarbital diberikan dengan dosis loading dose 10 mg/kgBB dalam 30
menit dilanjutkan 5 mg/kgBB setiap jam untuk 3 dosis dan dosis maintenance
1 mg/kgBB/jam.2
5. Kortikosteroid
Kortikosteroid sering digunakan untuk edema serebri tipe vasogenik, yaitu
metastase tumor otak, peradangan, dan gangguan lain berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas sawar darah otak, seperti manipulasi operasi.
Mekanisme kerja kortikosteroid dalam menurunkan edema adalah penurunan
permeabilitas sel endotel, peningkatan pembersihan cairan dalam
ekstraseluler, atau perubahan metabolic pada jaringan tumor. Kortikosteroid
efektif dalam penanganan edema serebri yang berhubungan dengan radiasi,
terapi radiosurgical dan manipulasi operasi otak. Glukokortikoid merupakan
obat yang sering digunakan untuk edema serebri akibat meningitis bakteri.
Deksametason merupakan obat yang dianjukan karena berhubungan dengan
rendahnya aktivitas mineralokortikoid. Regimen yang sering digunakan
adalah pemberian intravena dengan dosis 0.4-1.5 mg/kg/hari dibagi 4 dosis.2,6

6. Terapi Operasi
A. Reseksi Massa

18
Adanya massa intrakranial akan menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial sehingga pengangkatan massa merupakan suatau keadaan
yang harus dilakukan, seperti pada hematoma epidural dan subdural, abses
otak, dan tumor otak. Terapi bedah untuk pendarahan intraserebral
spontan masih kontroversial.4
B. Drainase Cairan Serebrospinal
Drainase cairan serebrospinal akan menurunkan tekanan intrakranial
karena terjadi penurunan volume dan dalam jangka waktu yang lama akan
mengeluarkan cairan kedalam system ventrikuler. Pada penelitian terbaru
menyatakan drainase yang dilakukan secara kontinyu akan menurunkan
tekanan intrakranial lebih signifikan dibandingkan dengan secara
intermiten. Drainase cairan sebrospinal dikatakan lebih bermanfaat untuk
hidrosefalus, namun untuk keadaan yang bukan hidrosefalus pun dapat
dipertimbangkan.2
C. Kraniektomi dekompresi
Kraniektomi dekompresi digunakan untuk tatalaksana peningkatan
tekanan intrakranial yang tidak terkontrol, termasuk infark serebri, trauma,
perdarahan subarachnoid, dan perdarahan spontan.
7. Pemberian Diuretik
Loop diuretic seperti furosemide (dosis 0.5-1 mg/kgBB iv) dapat menurunkan
tekanan intrakranial melalui dua mekanisme, yaitu menurunkan pembentukan
likuor dengan mempengaruhi natrium dan air yang berpindah melewati sawar
darah serebral dan meningkatkan ekskresi air melalui tubulus ginjal.2

8. Asetazolamid
Asetazolamid suatu penghambat karbonik anhydrase yang dapat menurunkan
produksi CSS, berguna untuk pasien hidrosefalus, dengan dosis yang
digunakan 20-100 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis, maksimal dosis yang
diperbolehkan adalah 2 g/hari.2

19
9. Gliserol
Glisrol adalah agen osmotic alternative yang lain yang dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan intrakranial dengan dosis 1.5 g/kgBB/hari setiap 4 atau 6
jam.

Tabel 5. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial.2

Tujuan manajemen Intervensi


Penurunan volume otak 2
Evakuasi massa, mempertahankan euvolemia, terapi hyperosmolar
Penurunan cairan ventrikulostomi, drainase lumbal
serebrospinal
Penurunan volume darah otak Elevasi kepala 300, mempertahankan normokarbia, hiperventilasi
ringan pada hipertensi intrakranial refrakter
Penurunan laju metabolisme Normotermia, sedasi dan analgesia, pencegahan dan terapi kejang,
otak pada hipertensi intrakranial refrakter: terapi barbiturat, hipotermia
ringan/sedang

2.9 PROGNOSIS
Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dapat disebabkan berbagai etiologi, yaitu edema
serebri akibat trauma kepala, hipoksia-iskemia, infeksi, gangguan metabolik,
hidrosefalus, dan lesi desak ruang. Jika tidak dikenali dan tidak ditata laksana secara dini
dan tepat, peningkatan TIK dapat mengakibatkan cedera neurologis ireversibel bahkan
mortalitas.
Penyebab morbiditas yang tersering adalah infark dan herniasi jaringan otak. Herniasi
yang membahayakan jiwa adalah herniasi unkus hipokampus dan tonsilar yang
menyebabkan kompresi pada daerah batang otak. Kompresi ini menyebabkan depresi
pernapasan yang dapat mengakibatkan kematian.6

20
Head up <30 O Sedasi analgesi Normokarbia SpO 2 >92% Normovolemia
posisi midline +/- blokade PaCO 2~ 35 PaO 2 >60%
neuromuskular

TIK >20 mmhg

Diversi cairan Stimulasi Cegah dan terapi Cegah dan terapi


serebrospinal minimal kejang demam

TIK >20 mmhg

Ulangi CT kepala Monitor SjvO 2 ,


Osmoterapi manitol dan hiperventilasi ringan
PbtO 2
atau salin hipertonis PaO 2 30-35 mmhg

hipertensi intrakranial refrakter


TIK >20 mmhg dengan terapi diatas

Terapi barbiturat hipotermia moderat hiperventilasi Kraniektomi Drainase


32-33 O C PaO 2 <30 dekompresi lumbal

Gambar 2. Algoritme tata laksana peningkatan tekanan intracranial 6

21
BAB III
KESIMPULAN

Peningkatan tekanan intrakranial merupakan suatu keadaan yang mengancam kehidupan.


Tekanan intrakranial adalah jumlah total dari volume jaringan otak, volume darah intrakranial
dan cairan serebrospinalis. Apabila volume dari salah satu factor tadi meningkat dan tidak dapat
dikompensasi oleh factor lainnya, maka akan timbul tekanan tinggi intrakranial. Tatalaksana
meliputi tatalaksana umum dan khusus sesuai etiologi.
Meskipun ditemukan berbagai penyebab peningkatan ICP, tatalaksana akut tidak
tergantung dari etiologi. Tindakan agresif untuk mempertahankan airway, breathing, dan
sirkulasi merupakan terapi yang paling penting. Tindakan umum termasuk analgesia, sedasi, dan
penggunaan cairan resusitasi isotonik adalah standar dalam keadaan darurat pada emergensi
departemen. Terapi spesifik ICP harus digunakan untuk pasien dengan temuan klinis yang jelas
akibat dari dugaan peningkatan ICP. Pencitraan kranial merupakan prioritas, meskipun demikian
pasien dengan sindrom herniasi harus segera diobati sebelum konfirmasi CT herniasi otak.

22
Daftar Pustaka

1. Sankhyan N, Sharma S, Gulati S. Management of Raised Intracranial Pressure. Indian J Pediatr.


2010;77:1409-16.
2. Singhi SC. Management of Intracranial Hypertention. Indian J Pediatr. 2009;76:519-28.
3. Mazolla CA. Critical Care Management of Head Trauma in Children. Crit Care Med.
2002;30:393-9.
4. Pitfield AF, Allison B, Carrol, Kissoon N. Emergency Management of Increased Intracranial
Pressure. Pediatr Emer Care 2012;28: 200-207.
5. Aylward SC, Reem RE. Pediatric Intracranial Hypertension : A Current Review. Pediatric
Neurology. 2016. Doi : 10.1016/j.pediatrneurol.2016.08.010
6. Pudjiadi AH, Latief A, Budiwardhana N. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. UKK Pediatri
Gawat Darurat IDAI. 2016.
7. Sadoughi A, Rybinnik I, Cohen R. Measurement and Menagement of Increased Intracranial
Pressure. The Open Critical Care Medicine Journal. 2015;6, 56-65.
8. Affandi G, pangabean R. Pengelolaan Tekana Intrakranial Pada stroke. Fakultas K,edokteran
Universitas Padjajaran. 2016
9. Behfar, M.H.; Abada, E.; Sydanheimo, L.; Goldman, K.; Fleischman, A.J.; Gupta, N.; Ukkonen,
L.; Roy, S. Inductive passive sensor for intraparenchymal and intraventricular monitoring of
intracranial pressure. In Proceedings of the 2016 38th Annual International Conference of the
IEEE Engineering in Medicine and Biology Society (EMBC), Orlando, FL, USA, 16–20 Augest
2016; pp. 1950–1954.
10. Freimann, F.B.; Schulz, M.; Haberl, H.; Thomale, U.-W. Feasibility of telemetric icp-guided
valve adjustments for complex shunt therapy. Child. Nerv. Syst. 2014, 30, 689–697.
11. Amri I, Pengelolaan Peningkatan Tekanan Intrakranial. Bagian Anestesiologi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako , Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 4 No. 3.
2017.

23

Anda mungkin juga menyukai