Disusun oleh :
Pembimbing:
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
berjudul ”Tekanan Tinggi Intrakranial”. Referat ini disusun guna memenuhi tugas
Adapun ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua penulis
yang tidak pernah berhenti mendoakan dan mendukung kelancaran belajar selama
masa pendidikan penulis. Penulis juga berterima kasih khususnya kepada dr. Aditya
referat ini. Dengan demikian, besar harapan penulis akan saran dan masukan demi
perbaikan di masa mendatang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Otak merupakan jaringan tubuh manusia yang memiliki berat kurang dari 2%
dari berat badan, memerlukan 15% kardiak output dan menyita 20% oksigen dalam
tubuh, serta butuh 25% glukosa dalam darah.1 Dalam keadaan gawat darurat maupun
kritis, otak membutuhkan suplai yang lebih dari yang seharusnya, sehingga
metabolisme otak terganggu yang akan mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
otak yang membuat kematian dan kerusakan otak permanen.1 Ruang didalam kepala
dibatasi oleh struktur yang kaku, semua kompartemen intrakranial ini tidak dapat
dimampatkan, hal ini dikarenakan volume intrakranial yang konstan (Hukum Monro-
Kellie). Oleh karena itu bila terdapat kelainan pada salah satu isi yang mempengaruhi
peningkatan volume didalamnya akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial setelah
batas kompensasi (compliance) terlewati.1
Alexander Monro dan George Kellie menyebutkan bahwa otak, darah, dan
cairan serebrospinal (CSS) merupakan komponen yang tidak dapat terkompresi,
peningkatan salah satu komponen ataupun ekspansi massa di dalam tengkorak dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, teori ini lebih lanjut disebut doktrin
Monro-Kellie. TTIK (Tekanan Tinggi Intrakranial) dapat mengakibatkan kerusakan
otak melalui beberapa mekanisme. Yang utama adalah efek TTIK terhadap aliran
darah otak. Mekanisme kedua adalah akibat pergeseran garis tengah otak yang
menyebabkan distorsi dan herniasi jaringan otak.2
Tekanan intrakranial normal berkisar pada 8-10 mmHg untuk bayi, nilai
kurang dari 15 mmHg untuk anak dan dewasa, sedangkan bila lebih dari 20 mmHg
dan sudah menetap dalam waktu lebih dari 20 menit dikatakan sebagai hipertensi
intrakranial.1 Efek peningkatan tekanan intrakranial sangatlah kompleks, oleh karena
itu perlu penanganan segera agar penderita tidak jatuh dalam keadaan yang lebih
buruk. Tiga puluh enam persen penderita dengan cedera otak yang disertai koma,
datang dalam keadaan hipoksia dan gagal nafas yang membutuhkan ventilator
mekanik.1 Tekanan intrakranial dapat meningkat apabila didapati massa lesi
intrakranial, gangguan sirkulasi cairan serebrospinal dan proses-proses patologis
intrakranial lainnya.3
TINJAUAN PUSTAKA
b. Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya
disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa
posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak
disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.
c. Kejang
Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan
gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekuensi
kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa
posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Gejala kejang
lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan
bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan
difossa posterior.
d. Papil edema
Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial.
Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina,
sehingga terjadilah edem papil. Papil edem ditemukan pada 80% anak dengan
tumor otak.
e. Gejala lain yang ditemukan:
False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons
ekstensor yang bilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin.
Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor.
Barbiturate
Barbiturate menurunkan TIK dengan cara menekan metabolisme cerebral
dan CBF. Keduanya dilakukan secara langsung dan dengan cara
mengurangi aktivitas kejang. Baik pentobarbital dan thiopental, keduanya
telah digunakan untuk menginduksi koma barbiturate. Barbiturate
biasanya digunakan untuk pasien hipertensi intrakranial yang sukar
disembuhkan. Sama halnya dengan sedatif lainnya, penggunaan
thiopental berhubungan dengan hipotensi sistemik dan sebaiknya hanya
digunakan pada pasien normovolemik. Dua percobaan randomized
controlled telah menilai manfaat thiopentone untuk mengobati kenaikan
TIK pada pasien cedera kepala. Percobaan yang pertama menunjukkan
bahwa penurunan TIK secara signifikan lebih besar terjadi pada grup
yang diobati dengan barbiturate, namun tanpa perbaikan outcome dalam
jangka panjang. Percobaan kedua menemukan bahwa TIK terkontrol pada
kira-kira sepertiga grup yang diobati, dan pada pasien yang berespons,
terdapat perbaikan outcome dalam jangka panjang. Hal ini mungkin
akibat pelepasan dari cerebral metabolic rate terhadap konsumsi oksigen
dari CBF dan merupakan sebuah indikator prognosis yang buruk. Pada
kepustakaan lain disebutkan tiopental menurunkan ADO dan CMRO2
yang setara pada isolektrik pada EEG, efek lain membuang radikal bebas,
stabilisasi membrane, menurunkan CPP dan antikonvulsan.
h. Hipotermi
Hipotermi menurunkan metabolisme cerebral dan CBF, dengan
menghasilkan penurunan CBV dan TIK. Hal itu dapat juga menjadi
neuroprotektif dengan mengurangi pelepasan eksitotoksik asam amino.
Walaupun pada awalnya dilaporkan secara antusias bahwa pengobatan dengan
moderat hipotermi pada suatu percobaan single-center, sebuah multi-center,
percobaan randomized controlled tidak dapat menunjukkan beberapa efek
yang menguntungkan , walaupun sejumlah pasien berumur kurang 45 tahun,
yang diakui hipotermi dan secara randomized hipotermi, mempunyai hasil
yang lebih baik daripada mereka yang dibuat normotermi . Sebuah percobaan
difokuskan pada pasien yang lebih muda dan dimulai pada tahun 2003.
Walaupun kekurangan bukti akan keuntungan yang definitif, kebanyakan
penelitian menunjukan suatu respons TIK yang baik terhadap hipotermi.
Lebih jauh lagi, efek menguntungkan dari pengobatan hipotermi pada
neurological outcome, baru-baru ini didemonstrasikan pada pasien yang
menderita cardiac arrest dari fibrilasi ventrikel secara tiba-tiba. Untuk saat ini,
pengobatan hipotermi sebaiknya digunakan sebagai tambahan yang efektif
dan berguna untuk mengontrol TIK.
i. Pencegahan kejang
Kejang terjadi pada sekitar 15-20% penderita cedera otak dan
berkorelasi dengan beratnya cedera. Kejang akan meningkatkan CMRO2 dan
TIK, namun tidak ada hubungannya dengan kemunculan kejang dini dengan
keluaran defisit neurologis. Suatu penelitian menyatakan bahwa fenitoin
efektif untuk mencegah kejang dalam satu minggu pertama pasca cedera,
sehingga terapi profilaksisnya hanya diberikan sampai hari ke tujuh.
j. Nyeri
Pada keadaan nyeri pasca trauma ataupun pada keadaan lainnya ini
akan meningkatkan TIK, oleh karena itu perhatian terhadap nyeri dan
kenyamanan penderita sangatlah perlu untuk diperhatikan. Narkotik salah satu
anti nyeri yang kuattidak mempunyai efek terhadap CMRO2 dan ADO,
namun pada beberapa penderita dapat menyebabkan peningkatan TIK.
k. Kraniektomi Dekompresi
Kraniektomi dekompresi (decompressive craniectomy) diindikasikan
untuk pasien yang mempunyai peningkatan TIK dan sulit disembuhkan
dengan pengobatan medikal. Pada pasien dengan pembengkakan unilateral
yang mengikuti evakuasi hematoma atau reseksi tumor, hemikraniektomi atau
pemindahan sejumlah besar flap cranial dengan penambalan duramater, telah
sukses menurunkan ICP. Pada pasien dengan edema cerebral pada kedua
himisfer, mungkin memerlukan bilateral kraniektomi. Jarang sekali,
pengangkatan jaringan yang telah rusak atau lobektomi mungkin dilakukan
sebagai usaha akhir untuk mengurangi isi intrakranial pada kebanyakan kasus
berat hipertensi intrakranial. Prosedur ini tampak efektif untuk trauma cedera
kepala, sebaik untuk pembengkakan sekunder pada stroke atau subarachnoid
hemoragik. Sebuah percobaan multicenter dalam rangka menilai keuntungan
kraniektomi dekompresi sebagai pengobatan awal untuk trauma cedera kepala
akan menetapkan peran kraniektomi dekompresi di masa depan sebagai
pengobatan definitif untuk hipertensi intrakranial.
l. Penggunaan Positive End-expiratory Pressure pada pasien dengan
peningkatan TIK
Penderita pada peningkatan tekanan intracranial sampai terjadinya
hipertensi intracranial sering jatuh pada keadaan gagal nafas sampai pada
penggunaan ventilator mekanik. Tiga puluh enam persen penderita dengan
cedera otak yang disertai koma, datang dalam keadaan hipoksia dan gagal
nafas yang membutuhkan ventilator mekanik.
Positive end-expiratory pressure (PEEP) berulang kali digunakan
untuk meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan respiratory distress
syndrome atau kehilangan volume paru akibat berbagai penyakit paru. Secara
teori, hal ini dapat meningkatkan tekanan intratoraks, yang mana akan
menghalangi aliran vena dari kepala yang menyebabkan peningkatan TIK.
Bagaimanapun juga, hal ini hanya nampak relevan secara klinis jika pasien
mempunyai compliance intratoraks yang baik dan compliance intrakranial
yang buruk. Keamanannya baru-baru ini didemonstrasikan pada pasien stroke
akut. Dalam praktek, ketika diindikasikan dengan tepat, PEEP sampai dengan
10 mmHg jarang menyebabkan peningkatan TIK yang signifikan.
Bagaimanapun juga, tetaplah bijaksana untuk memonitor respons TIK
terhadap PEEP pada pasien, khususnya ketika menggunakan PEEP > 10
mmHg.
b. Metode invasif
Metode invasif dapat meliputi:
Monitoring intraventrikular menjadi teknik yang popular, terutama pada
klien dengan ventrikulomegali. Keuntungan tambahan adalah dapat juga
mengalirkan cairan serebrospinal. Cara ini tidak mudah dan dapat
menimbulkan perdarahan dan infeksi (5%).
Sekrup dan palang dan kateter subdural. Sekrup Richmond dan palang
Becker digunakan ekstradural. Cairan dimasukkan oleh kateter ke dalam
ruang subdural, kemudian dihubungkan ke system monitoring tekanan
arteri. Cara ini hemat biaya dan berguna secara adekuat.
“Ladd device” digunakan secara luas. Cara ini memerlukan sistem serat
optik untuk mendeteksi adanya distorsi pada cermin kecil dalam sistem
balon, dapat digunakan subdural, ekstra dural dan ekstra kutaneus.
“Cardio Serach monitoring sensor” digunakan subdural atau
ekstradural. Sistem ini jarang digunakan.
Peralatan elektronik (Camino dan Galtesh) popular di dunia.
Peralatan yang ditanam secara penuh diperlukan oleh klien yang
memerlukan monitoring TIK jangka panjang, seperti pada tumor otak,
hidrocephalus, atau penyakit otak kronik lainnya. Cosmon telesensor
dapat ditanam sebagai bagian dari sistem shunt.
Lumbal pungsi dan pengukuran tekanan cairan serebrospinal tidak
direkomendasikan.
Ada 4 jenis intracranial monitoring devices yang dapat digunakan, yaitu :
1) Intraventrikular kateter
Dapat monitor TIK secara langsung, dokter memasukkan polietilen kecil
atau silicon karet kedalam ventrikel lateral melalui burr hole.Dapat
mengukur secara akut dan mengalirkan cairan cerebrospinal namun dapat
menibulkan resiko infeksi.Kontraindikasi jika ada cerebral ventrikel
stenosis, aneurisma cerebral dan suspek lesi vaskuler.
2) Subarachnoid bolt
Insersi melalui subarachnoid melalui twist-drill burr hole dimana
posisinya didepan tengkorak dibelakang hairline.Lebih mudah dari
intraventrikuler kateter,khususnya jika CT scan menyatakan bahwa
cerebrum bergeser atau kollaps ventrikel. Resiko infeksi dan kerusakan
parenkim sedikit karena bolt nya tidak masuk dalam cerebrum.
3) Epidural atau subdural transducer
Untuk monitor epidural, sensor fiber optic dimasukkan kedalam epidural
melalui burr hole.Hal ini perlu dipertanyakan karena TIK tidak diukur
secara langsung dari tempat pengisian cairan serebrospinal. Untuk
subdural monitor kateter transducer fiber optic dipasang melalui burr hole
dan titempatkan pada jaringan otak dibawah duramater.Metode ini tidak
adekuat untuk mengalirkan CSF.
4) Intraparenkim transducer
Dokter memasukkan kateter melalui subarachnoid bolt dan setelah ke
dura kateter dikembangkan beberapa centimeter masuk kedalam brain’s
white matter.Pengukuran ini akurat karena tekanan jaringan otak
berhubungan baik dengan tekanan ventrikel.Digunakan pada pasien
dengan kompresi atau dislokasi ventrikel.
Masing-masing cara memilki keuntungan dan kerugian/kelemahan. Monitor
TIK yang digunakan sebaiknya memiliki kapabilitas 0 – 100 mmHg, akurasi dalam 1-
20 mmHg + 2 mmHg, dan kesalahan maksimum 10% dalam rentang 10-100 mmHg
(Morton, et.al, 2005). Klien dengan kenikan TIK perlahan seperti klien dengan tumor
otak lebih toleran terhadap kenaikan TIK daripada klien dengan kenaikan TIK
mendadak, seperti klien dengan hematoma subdural akut.
Valsava maneuver adalah usaha ekshalasi melawan glotis yang tertutup atau
mulut dan hidung yang tertutup. Pada awalnya dimaksudkan sebagai metode
mengeluarkan pus dari telinga tengah. Pada beberapa literatur, valsava maneuver
sering disamakan/digandengkan dengan pengikatan. Valsava maneuver dilakukan
dengan melawan glotis yang tertutup menghasilkan peningkatan tekanan yang drastis
dalam rongga toraks, bagian udara sempit dari torso yang membungkus jantung dan
paru. Pada ekshalasi normal, diafragma berkontraksi, menekan keluar dan ke rongga
toraks. Hal ini meningkatkan tekanan dalam rongga dan mendorong udara keluar dari
paru. Sehingga, ketika udara tidak dapat keluar, ketika glotis tertutup dalam valsava
maneuver, tekanan terus mengisi rongga toraks sampai diafragma rileks atau udara
dilepas keluar.
Hal ini menurunkan jumlah aliran darah ke dalam rongga toraks terutama
dalam vena yang menuju ke atrium kanan jantung. Aktivitas ini juga meningkatkan
tekanan intrakranial sehingga sebaiknya dihindari untuk mencegah terjadinya
peningkatan TIK. Valsava maneuver biasanya digunakan penumpang pesawat untuk
mencegah barotrauma dan ketidaknyamanan dalam telinga ketika bergerak ke
lingkungan dengan tekanan bernafas yang lebih tinggi. Juga sering digunakan untuk
membantu mengeluarkan feses dari rektum selama pergerakan bowel.
Cara melakukannya dengan menutup/menjepit hidung, menutup mulut dan
berusaha untuk ekshalasi. Teknik ini bekerja dengan meningkatkan tekanan dalam
kerongkongan sehingga sejumlah kecil udara bergerak dari kerongkongan ke telinga
melalui tuba eustachia yang menghubungkannya. Valsava maneuver meningkatkan
tonus vagal (parasimpatis) sementara. Ini digunakan untuk mengkoreksi denyut
jantung pada klien dengan supraventrikular takikardia karena efek peningkatan tonus
vagal pada AV node jantung. Valsava maneuver kadang-kadang digunakan untuk
menentukan adanya hernia inguinal pada pria.
Untuk mengurangi risiko terjadinya valsava maneuver, klien cedera kepala
dengan peningkatan/risiko peningkatan TIK sering diberi obat pelunak feses, dan
posisi kepala yang lebih tinggi. Klien juga dilarang mengedan saat buang air besar.
Klien cedera kepala dengan risiko atau sudah mengalami peningkatan TIK biasanya
mendapat perhatian atau pengawasan yang lebih ketat dari perawat dan dokter. Klien
ini juga ditempatkan pada ruangan atau kamar yang lebih dekat dengan nurse station.
Beberapa klien dengan cedera kepala berat atau post op kraniotomi dengan
peningkatan TIK yang berat dirawat di ICU.
BAB III
KESIMPULAN
Pada pendahuluan disebutkan bahwa tekanan intrakranial terdiri dari beberapa
komponen, yakni intak tengkorak, volum otak, darah dan cairan serebrospinal.
Keempat komponen ini bernilai konstan. Adanya kenaikan dari salah satu komponen
akan mengakibatkan penurunan salah satu atau dua dari komponen-komponen
tersebut.
Pendarahan dapat menyebabkan defisit neurologis atau memerlukan intervensi bedah,
yang terjadi sekitar 0,5% pada kasus dengan EVD dan persentase yang sama untuk
teknik microtransducer. Perdarahan klinis terkait teknik invasif tampaknya tidak
banyak, tetapi harus diingat bahwa ini berarti satu dari 200 pasien akan memiliki
kondisi klinis yang memburuk semata-mata karena penerapan teknik invasif dalam
pemantauan ICP.
Peninggian tekanan intrakranial pada stroke sangat penting dan menentukan fungsi
otak selanjutnya. Peninggian tekanan intrakranial dapat menurunkan aliran darah
serebral dan/ atau herniasi otak mengakibatkan kompresi dan iskemi batang otak.
Gejala umum TTIK adalah nyeri kepala, muntah proyektil, kejang, dan perubahan
status mental. Tanda fisik yang terpercaya adalah papil edema. Penanganan TTIK
bertujuan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan untuk meningkatkan aliran
darah serebral, serta memulihkan herniasi.
DAFTAR PUSTAKA
2017.
2. Affandi, I, Panggabean, R. Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada