Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
segala rahmat kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu tanpa ada halangan sedikit pun.
Kami menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna dan membantu dalam
proses pembelajaran.
Penulis
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
Peningkatan TIK paling sering berhubungan dengan lesi seperti tumor, edema,
atau perdarahan). Namun demikian, infark serebral, sumbatan aliran CSS, abses,
toksin yang tertelan atau terakumulasi, gangguan aliran darah ke atau dari otak,
vasodilatasi akibat penigkatan tekanan karbon dioksida (PaCO 2) atau penurunan
tekanan parsial oksigen (PaO2), hipertensi sistemik, dan peningkatan tekanan
toraksik juga dapat menyebabkan TIK. Faktor risiko meliputi cedera kepala,
pendarahan otak, hidrocepalus, dan edema akibat pembedahan atau cedera.
Gejala-gejala yang timbul pada klien dengan post op craniotomy dibagi menjadi
2 yaitu manifestasi klinik umum akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF
(sakit kepala, nausea atau muntah proyektif, perubahan mental dan kejang),
manifestasi klinik lokal akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari
otak (perubahan penglihatan, perubahan bicara, perubahan sensorik, perubahan
motorik, perubahan bowel atau blader, perubahan dalam pendengaran,
perubahan dalam seksual).
2.1 Pengertian
Tekanan intrakranial adalah tekanan di dalam tempurung kepala yang diberikan
oleh isinya, yaitu : otak, darah, daan CSS. TIK diukur dengan sebuah monitor di
ventrikel, parenkim otak, atau ruang subaraknoid. TIK normal adalah 5 sampai
15 mmHg. Tekanan yang lebih besar dari 20 mmHg dianggap sebagai
peningkatan TIK yang akan menimbulkan gangguan perfusi otak serius.
2.3 Patofisiologi
Sejalan dengan membesarnya massa intrakranial, kompensasi awal terjadi
melalui perpindahan CSS ke dalam kanal tulang belakang. Kemampauan otak
dalam beradaptasi terhadap tekanan meningkat tanpa peningkatan TIK di sebut
komplias. Gerakan CSS keluar dari tepurung kepala adalah mekanisme
kompensasi yang pertma dan utama, tetapi kubah tengkorak hanya dapat
menampung peningkatan volume intrakranial sampai titik tertantu saja. Jika
komplias otak terlampaui maka terjadi peningktan TIK, manifestasi klinis, dan
dimulainya upaya kompensasi lain untuk mengurangi tekanan tersebut.
Bentuk kompensasi ke dua adalah pengurangan volume darah di dlam otak.
Autoregulasi adalah terjadinya perubahan kompenasi dalam diameter pembuluh
darah intrakranial yang dirancang untuk menjaga aliran darah konstan selama
perubahan CPP. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan
kecil dalam volume otak kemudian dapat menyebabkan peningkatan dramatis
dari TIK dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali tingkat dasar.
Jika TIK mendkati tekanna darah sistemik perfui otak menurun dan otak
menderita hpoksia berat serta asidosis. Jika aliran darah berkurang 40%, maka
jaringan otak menjadi asidosis. Jika 60% dari aliran darah hilang, maka elektro
ensefalogram (EGG) mulai berubah. Kompensasi tahap ini mngubah
metabolisme otak, yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia jaringan otak dan
hiskemia area jaringan otak.
Manifestasi awal dari peningkatan TIK tidak terlihat jelas dan diperlukan
observasi yang tekun terhadap perubahan kondisi klien. Manifestasi klinisnya
meliputi segala perubahan dalam tingkat kesadaran (misalnya, gelisah,
iritabilitas, kebingungan) dan dapat mencakup penurunan skor Glasgow Coma
Scale (GCS). Selain itu, klien juga dapat mengalami perubahan dalam bicara,
reaktivitas pupil, kemampuan motorik atau sensoris, atau laju dan irama
jantung. Sakit kepala, mual, muntah, atau penglihatan kabur atau ganda
(diplopia) dapat juga terjadi. Saraf optik merupakan perpanjangan dari otak dan
peningkatan tekanan di dalam tengkorak ditransmisikan ke saraf optik hingga
menyebabkan papiledema. Papiledema adalah pembengkakan dan hiperemia
diskus optik yang hanya dapat dilihat melalui oftalmoskop. Deteksi dini
peningkatan TIK (misal, sebelum manifestasi klinis berkembang) dengan cara
memantaunya di unit perawatan kritis dapat sangat meningkatkan perbaikan
kondisi klien.
a. Herniasi Transkalvarial
Herniasi singulata terjadi jika lobus frontal dari otak besar mengalami
kompresi, yang menimbulkan kompresi girus singulata (lilitan
berbentuk lengkung yang terletak tepat di atas korpus kalosum) ke
bawah falks serebri. Manifestasinya berkaitan dengan kompresi arteri
serebral yang menyebabkan iskemia dan kongesti, edema, serta
meningkatkan TIK.
Herniasi tonsilar, yang juga dikenal sebagai herniasi serebelar, terjadi jika
tonsil serebelar bergeser melewati foramen magnum, sehingga menekan
medula dan bagian atas dari tulang belakang. Peningkatan tekanan di fosa
posterior, yang sering terjadi akibat perdarahan serebelar, adalah masalah
biasa yang mendasarinya. Manifestasinya sering berkembang cepat dan
mencakup perubahan tidak menentu pada tekanan darah, denyut nadi, dan
pernapasan; penurunan tingkat kesadaran; leher kaku, melengkung; dan
quadriparesis.
Pantau kadar obat dalam serum setiap hari. Dosis harus dikurangi
jika kadar serum melebihi 5 mg/dl atau jika pola ledak supresi
pada EEG berlangsung lebih dari 10 detik. Pantau suhu tubuh
karena barbiturat menurunkan metabolisme, sehingga
mendinginkan tubuh. Iika suhu tubuh turun hingga kurang dari
36°C, pemanasan aktif harus dilakukan. Propofol telah
digunakan sebagai pengganti barbiturat untuk memberikan
manajemen yang sama untuk peningkatan TIK tetapi mungkin
tidak begitu bermanfaat dibandingkan barbiturat. Keuntungan
dari propofol adalah bahwa obat tersebut bekerja singkat, hingga
memungkinkan dilakukannya pengkajian harian status
neurologis. Pemantauan EEG yang serupa harus dilakukan,
begitu juga dengan asuhan klien.
Klien buta
1) Respons Pupil
2) Kesetaraan Pupil
3) Ukuran Pupil
7) Akomodasi Pupil
8) Gerakan Mata
9) Tanda-Tanda Vital
1) Diagnosis
e) Tidak ada perubahan pupil, tidak ada kejang, tidak ada tekanan
nadi yang melebar, ada iregularitas pernapasan, dan tidak ada
hipertensi atau bradikardia.
c. Intervensi
2) Posisi Pasien
d. Evaluasi
B. Cranietomy
2.1 Definisi
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)
dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Pasien post
op craniotomy biasanya karena adanya terdapat gangguan atau kelainanpada
otak sehingga harus dilakukannya operasi.
2.2 Indikasi
Operasi Craniotomy dilakukan atas indikasi:
1. Untuk pengangkatan tumor pada otak
2. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik
dari otak.
2.4 Komplikasi
1. Edema cerebral.
2. Syok Hipovolemik.
3. Hydrocephalus.
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pada post op craniotomy adalah;
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2. Mempercepat penyembuhan
3) Saat melakukan mobilisasi pada pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.
a. Primary Survey
1) Airway; Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)
setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
b. Secondary Survey
c. Tersiery survey
2) Brain; Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien
nampak lemah, refleksdalam batas normal.
4) Identitas klien;
a) Nama : Ny. M
b) Umur : 26 tahun
e) Golongan darah : O+
g) Agama : Islam
h) Suku : Aceh
j) Alamat : Bireun
e. Riwayat keluhan :
f. Pengkajian primer
1) Airway; Tidak ada sekret dijalan napas. Tidak ada suara napas
tambahan (gurgling).
2. Analisa data
3. Diagnosa Keperawatan
4. Perencanaan
d. Masukan atau
haluaran seimbang
ASUHAN KEPERAWATAN
DI RUANG ICU
I. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 10 Maret 2019
Tanggal pengkajian : 12 Maret 2019
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 24 tahun
Alamat : Jalan Manggis
No Register : 201903105511
Ruang : ICU
Cara Pengkajian : Anamnesa, pemeriksaan fisik, catatan rekam medis
Diagnosa Medis : Post Operasi Craniotomy
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Penurunan kesadaran dan luka post operasi craniectomy
2. Tanda-tanda vital
Tanggal TD Nadi RR Suhu
10 Maret 2019 140/120 mmHg 120 x/menit 12 x/menit -
12 Maret 2019 110/90 mmHg 120 x/menit 14x/menit 36,5 ﹾC
3. Kepala
Bentuk Terjadi perubahan bentuk kepala karena tindakan operasi
4. Dada
Inspeksi Pergerakan pernafasan normal, tidak ada flail chest, tidak ada
normal
Perkusi Sonor
Auskultasi Vesikuler
5. Abdomen
Inspeksi Tidak ada pembesaran
Auskultasi Bising usus 12x/menit
Perkusi Pekak di area organ padat
Palpasi Tidak ada asites
6. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Tanggal/ Kanan Kiri
jam Kesemutan Edema Nyeri Kesemutan Edema Nyeri
12 Maret - - - - - -
2019/08.00
7. Sistem Integumen
Mukosa Capillary
Tanggal/jam Warna kulit Turgor Kelainan
bibir refill
12 Maret Sawo matang Baik Lembab < 2 detik Lebam di leher,
2019/08.00 luka post op
kraniotomi di
area frontal
8. Genetalia
Tidak ada kelainan
9. Sistem Persyarafam
a) Fungsi serebral/Status Mental
Tanggal 12 Maret 2019
Status mental
Tingkat kesadaran Sopor Coma
GCS E2M2V2
Gaya bicara Mengerang
Fungsi Intelektual Tidak terkaji
Orientasi waktu
Orientasi tempat
Orientasi orang
10. Eliminasi
Pasien terpasang kateter urin dan popok feses
Dressing Dibantu
Toileting Dibantu
Transfering Dibantu
Continence Dibantu
Feeding Dibantu
15. Therapy
Terpasang IVFD Manitol 20%, triofusin 00cc/24 jam, aminofluit
00cc/24 jam, KAen Mg 3 00 cc/24 jam. Ketorolac 3 X 30 mg,
ceftriaxone 2 X 2 gr, piracetam 4 X 3 gr, ranitidine 3 X 00 mg.
ANALISA DATA
Nama : Tn. M No CM : 201903105511
Usia : 24 tahun Dianosa Medis : Post Op Craniotomy
TANGGAL DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH TTD
12 Maret 2019 DS : - Risiko
DO : Infeksi
Terdapat luka
jahit di kepala
sepanjang 10 cm
Leukosit 13.200
Suhu 36,5 ﹾC
12 Maret 2019 DS : - Penurunan Hambatan
DO : Kesadaran mobilitas
fisik
GCS E2M2V2
Tingkat kesadaran
Sopor Coma
12 Maret 2019 DS : - Risiko
DO : Harga Diri
Rendah
Terjadi perubahan
Situasioal
bentuk kepala
akibat tindakan
kraniotomi
DX 1
Risiko infeksi
NOC
1. Domain IV – pengetahuan tentang kesehatan dan perilaku
NIC
1. Domain 2 : fisiologis: kompleks (lanjutan)
2. Domain 4 : keamanan
Kelas: V-manajemen risiko
Intervensi: 6540-kontrol infeksi
Definisi: meminimalkan penerimaan dan transmisi agen infeksi
Aktivitas-aktivitas:
- Batasi jumlah pengunjung
- Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protocol institusi
- Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
- Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universal
- Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan oleh kebijakan universal
- Pastikan tehnik perawatan luka yang tepat
- Gunakan katerisasi intermiten untuk mengurangi kejadian infeksi kantung
kemih
- Anjurkan keluarga mengenai tanda gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia perawatan kesehatan
- Anjurkan anggota keluarga mengenai bagaimana menghindari infeksi
.
3. Domain 2-fisiologis :kompleks (lanjutan)
DX 2
1. Domain I-fungsi kesehatan
Kelas: C-mobilitas
Outcomes: 0208- pergerakan
Definisi : kemampuan untuk bisa bergerak bebas ditempat dengan atau tanpa alat
bantu Indicator :
- 020803 gerakan otot (sangat terganggu 1 ke 3 cukup terganggu)
- 020804 gerakan sendi (sangat terganggu 1 ke 3 cukup terganggu)
- 020802 kinerja pengaturan tubuh (sangat terganggu 1 ke 3 cukup terganggu)
2. Domain II-kesehatan fisiologis
Kelas: J-neurokognitif
Outcomes: 0918-reaksi terhadap sisi yang terkena dampak
Definisi: tindakan personal untuk mengakui, melindungi, dan mengintegrasikan
secara kognisi bagian tubuh yang terkena dampak kedalam diri secara keseluruhan.
Indicator:
- 091803 melindungi sisi yang terkena dampak ketika mengambil posisi (tidak
pernah menunjukan 1 ke 3 kadang-kadang menunjukan)
- 091805 melindungi sisi yang terkena selama istirahat atau tidur (tidak pernah
menunjukan 1 ke 3 kadang-kadang menunjukan)
- 091808 merubah orientasi tubuh untuk memungkinkan sisi yang terkena
dampak dalam mengimbangi kekurangan fisik atau sensorik (tidak pernah
menunjukan 1 ke 3 kadang-kadang menunjukan)
NIC
1. Domain 1 : fisiologis: dasar
2. Domain 4: keamanan
DX 3
1. Domain III –kesehatan psikososial
NIC
1. Domain 3-perilaku
2. Domain 3 – perilaku
- Bangun hubungan teraupetik yang didasarkan pada rasa saling percaya dan
saling menghormati
- Tunjukkan empati, kehangatan, dan ketulusan
- Sediakan privasi dan berikan jaaminan kerahasiaan
- Dukung ekpsresi perasaan klien
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi yang menyebabkan
stress
- Tunjukkan aspek-aspek tertentu dari pengalaman seseorang yang mendukung
ketulusan dan rasa percaya, dengan cara yang tepat.
- Dukung penggantian kebiasaan yang tidak diinginkan dengan kebiasaan yang
diinginkan .
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pasien mengalami trauma kepala berat akibat benturan dengan trotoar jalan.
Benturan mengakibatkan terjadinya hematoma di area frontal. Hematoma
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan
intrakranial ini tidak terlihat jelas dan diperlukan observasi. Tanda manifestasi
klinis meliputi penurunan tingkat kesadaran dan penurunan skor Glascow Coma
Scale. Pada kasus, setelah pasien terjatuh dan mengalami benturan di kepala nya,
pasien langsung pingsan. Setelah di bawa ke UGD dan dilakukan pemeriksaan CT
scan, terlihat kesan hematoma di area frontal pasien. Hasil pengukuran GCS adalah
E2M2V2 menandakan tingkat kesadaran pasien berada di tingkat sopor koma.
Berdasarkan data pengkajian awal UGD maka dilakukan operasi CITO craniotomi
untuk mengeluarkan hematoma pada frontal pasien dan mengurangi tekanan di
dalam tengkorak. Setelah dilakukan operasi craniotomi, terdapat bekas luka
sepanjang 10 cm di kepala pasien. Belum ada perubahan pada tingkat kesadaran
pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diambil oleh kelompok adalah resiko infeksi,
hambatan mobilisasi berhubungan dengan penurunan kesadaran dan resiko harga
diri rendah. Resiko infeksi merupakan diagnosa prioritas karena pasien merupakan
pasien post operasi craniotomi dan memiliki bekas luka operasi sebesar 10 cm di
kepala. Selain itu juga terdapat hasil pemeriksaan laboratorium peningkatan
leukosit hingga 32.000 yang menandakan adanya tanda resiko infeksi.
Diagnosa keperawatan kedua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kesadaran. Pasien memiliki total nilai GCS 6 yang berarti tingkat
kesadaran pasien adalah sopor coma. Hal ini menyebabkan pasien menyebabkan
pasien memerlukan bantuan dalam semua kegiatan sehari-harinya seperti makan,
minum, menjaga kebersihan tubuh dan bergerak.
Diagnosa keperawatan ketiga adalah resiko harga diri rendah karena tindakan
operasi craniotomi akan merubah bentuk kepala pasien dan mempengaruhi nilai
estetika wajah pasien. Pasien termasuk dalam usia muda yang masih
memperhatikan penampilan dan mudah terpengaruh dengan pendapat lingkungan
sekitar. Maka untuk menghindari terjadinya harga diri rendah saat pasien pulih
nanti, perlu dilakukan persiapan untuk mengurangi kemungkinan ini contohnya
dengan cara mempersiakan orang-orang disekitar pasien.
C. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan dibuat dengan menggunakan NIC NOC sebagai
panduannya dan tindakan yang dipilih disesuaikan dengan kondisi pasien saat ini.
Pada diagnosa resiko infeksi, tujuan tindakan keperawatan berfokus pada kondisi
fisik pasien, integritas jaringan di area luka pasien dan pengetahuan keluarga pasien
dalam menjaga kondisi luka pasien.
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran,
tujuan tindakan keperawatan berfokus pada fungsi pergerakan pasien, aktivitas
harian klien, intake nutrisi pasien dan keamanan pasien karena resiko cidera yang
tinggi.
Pada diagnosa resiko harga diri rendah, tujuan tindakan keperawatan berfokus pada
adaptasi psikososial, penerimaan status kesehatan, bantuan koping dan konseling
baik kepada pasien, keluarga maupun orang-orang disekitar pasien.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tekanan intrakranial adalah tekanan di dalam tempurung kepala yang
diberikan oleh isinya, yaitu : otak, darah, daan CSS. TIK normal adalah 5
sampai 15 mmHg. Tekanan yang lebih besar dari 20 mmHg dianggap sebagai
peningkatan TIK yang akan menimbulkan gangguan perfusi otak serius.
Peningkatan TIK paling sering berhubungan dengan lesi seperti tumor, edema,
atau perdarahan). Faktor risiko meliputi cedera kepala, pendarahan otak,
hidrocepalus, dan edema akibat pembedahan atau cedera. Manifestasi klinis
peningkatan tekanan intrakraial adalah gelisah, iritabilitas, kebingungan) dan
dapat mencakup penurunan skor Glasgow Coma Scale (GCS). perubahan
dalam bicara, reaktivitas pupil, kemampuan motorik atau sensoris, atau laju
dan irama jantung, sakit kepala, mual, muntah, atau penglihatan kabur atau
ganda (diplopia) , papilledema, pola pernapasan memburuk dari pernapasan
Cheyne-Stokes ke hiperventilasi neurogenik pusat menjadi pernapasan
apneustik dan pernapasan ataksia sejalan dengan peningkatan TIK.
5.2 Saran
Setelah kelompok membahas tentang asuhan keperawatan pasca craniotomy
diharapkan makalah ini dapat bermanfaat dalam bidang keperawatan. Sehingga
dapat mencegah terjadinya komplikasi pasca craniotomy serta diharapkan
perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Fithrah, Bona Ahmad, dkk. (2016). Perdarahan Berulang Pascakraniotomi pada Pasien
Cedera Kepala Ringan. Jurnal Neuroanestesi Indonesia.09 April 2019 dari
http://www.inasnacc.org/images/Volume05no3Oktober2016/vol5no3oktober2016Bona
AkhmadFitrah.pdf.
Pribadi, Hendra Teguh. 2012. Angka Kematian Pasien Kraniotomi Di Icu Dan Hcu Rsup Dr.
Kariadi. 09 April 2019, dari
http://eprints.undip.ac.id/37551/1/Hendra_Teguh_P_G2A008092_LAPORAN_KTI.pd
f.
Widhiarti, Lisa. (2016). Proposal Skripsi Gambaran Pengetahuan Perawat Dalam
Melakukan Manajemen Tekanan Intrakranial (Tik) Pada Pasien Cedera Kepala
Sedang-Berat Di Rumah Sakit Di Kota Semarang. 09 April 2019, dari
http://eprints.undip.ac.id/51111/1/Proposal_Skripsi_Lisa_Windhiarti.pdf.