Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Tn.

H
DENGAN CLOSE FRAKTUR DAN PENGAPLIKASIAN
MODEL KONSEPTUAL ADAPTASI CALLISTA ROY
A. Konsep Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x)
dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau
ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien (Black dan Hawks, 2014).
2. Etiologi

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan
akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan
pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang
tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada
semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh,
2014).

Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul salah
satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

3. Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014)


Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik,
dan temuan radiologis.

Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:


a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur.
Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur
serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut
dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur, intensitas dan
keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus
, meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur
yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.

g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi
pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera
saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen
fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular yang
terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada
daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau tersembunyi dapat
menyebabkan syok.

4. Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :


Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja
bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah
berkeping- keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat
terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi.
Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser
tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada
tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun
spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut
(membentuk sudut), atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau
berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak.
Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada
saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon
peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi,
eksudasi plasma dan leukosit.
PATHWAY FRAKTUR

Kekerasan langsung Kekerasan tidak langsung Kekerasan akibat tarikan otot

Adalah Tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang

Maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau


terputusnya kontuinitas tulang

FRAKTUR

Kehilangan integritas tulang Fraktur terbuka ujung tulang Tindakan operasi ORIF
Laserasi kulit Perubahan fragmen tulang kerusakan pada
jaringan dan pembuluh darah menembus otot dan kulit
Luka terbuka (pasang
Ketidak stabilan posisi fraktur, apabila pen plat, kawat)
Putusnya vena arteri Spasme otot Perdarahan lokal
organ fraktur di gerakkan luka

Perdarahan Peningkatan tekanan Hematoma pada daerah fraktur


Fragmen tulang yang patah menusuk Gangguan integritas kulit
organ sekitar kapiler Kurang informasi

Kehilangan volume
cairan Pelepasan histamin Aliran darah kedaerah distal Kuman mudah masuk
Gangguan rasa nyaman nyeri berkurang atau terhambat Kurang
pengetahuan
Shok hipovolemik Protein plasma
Warna jaringan pucat, nadi Resiko infeksi
Sindroma kompartemen hilang
lemah , sianosis, kesemutan
keterbatasan aktivitas
Penekanan pembuluh
edema Stressor meningkat
darah
Kerusakan neuromuskuler
Deficit perawatan diri Akibat hospitalisasi
Penurunan
Gangguan fungsi Gangguan mobilitas fisik
perfusi
organ distal Kecemasan

Gangguan perfusi jaringan


5. Klasifikasi fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur terbuka
dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas
pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang

c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak, saraf,
tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena
resiko infeksi.

Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian luar
permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada daerah
yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai
adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari
permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar.
Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi patah tulang
sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:


a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direkduksi kembali ke
tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai
gips.
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua fragmen tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang
berada diantara vertebra.

f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit kerusakan
jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.

6. Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :


Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia klien,
adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang mempengaruhi
perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi setelah
fraktur antara lain :
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat menyebabkan
cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai klien yang sakit teraba dingin,
ada perubahan pada kemampuan klien untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai.
parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh jaringan fasia yang
keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot mengalami pembengkakan.
Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan
tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal
tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolic jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma
kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan
oleh apapun yang menurunkan ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor
internal seperti perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan
pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih besar dan
penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme anaerob dan
peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan tekanan jaringan. Hal ini akan
mnyebabkan suatu siklus peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen dapat
terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat juga
ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot.
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma kompartemen yang
tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-menerus menyebabkan iskemia otot
kemudian perlahan diganti oleh jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma
kompartemen setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional,
dan mengalami deformasi.

d. Sindroma emboli lemak


Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien fraktur. Sindroma
emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk,
fibula, dan panggul.

B. Konsep teori keperawatan Adaptasi Roy


1. Pengertian Model Keperawatan Adaptasi Roy
Model keperawatan adaptasi Roy adalah model keperawatan yang bertujuan
membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri,
fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat sakit. Teori adaptasi Callista Roy
memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Model adaptasi Roy menguraikan bahwa
bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan
perilaku secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistic yang memiliki
sistem adaptif yang selalu beradaptasi (Alligood, 2017).

2. Asumsi Dasar Model Adaptasi Roy


a Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus
berinteraksi dengan lingkungan.
b Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan
biopsikososial.
c Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk
beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan
baik positif maupun negatif.
d Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika
seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai
kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif.
e Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan
manusia.
3. Komponen System dalam Model Adaptasi Roy
System adalah suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan
untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya.
System dalam model adaptasi Roy sebagai berikut ( Roy, 1991 ) :

a. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi,
bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana
dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.

1) Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang,


efeknya segera, misalnya infeksi .

2) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik
internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi,
diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan
dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia,
isolasi sosial.

3) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi
yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu
berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk
toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada
yang tidak.
b. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di
gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan
subsistem.

1) Subsistem regulator.

Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output.


Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah
kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain
sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator
sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator
subsistem.

2) Subsistem kognator.

Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku


output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk
kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak
dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi
berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan
mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan)
dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa.
Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan
penilaian dan kasih sayang.

c. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara
subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini
merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai
respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat
meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila
seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan
kelangsungan
hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal
adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.

d. System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:


1) Pertama, fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi fisiologis
diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit,
indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin.

2) Kedua, konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang mengenal


pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.

3) Ketiga, fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan


bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi social dalam
berhubungan dengan orang lain

4) Keempat, interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola


tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal
pada tingkat individu maupun kelompok.

4. Konsep Keperawatan dengan Model Adaptasi Roy


Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi keperawatan adalah : (1)
manusia; (2) Lingkungan; (3) kesehatan; (4) keperawatan. Unsur keperawatan terdiri dari
dua bagian yaitu tujua keperawatan dan aktivitas keperawatan, juga termasuk dalam
elememn penting pada konsep adaptasi.

a. Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem
adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang
mempunyai input, control, output, dan proses umpan balik. Proses control adalah
mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik
manusia di definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan
regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi yaitu : fungsi
fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang
hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan
lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah
karakteristik sistem, Jadi manusia dilihat sebagai menerima masukan dari lingkungan
luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk
variable satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit fungsional secara
keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Sebagai suatu
sistem manusia juga dapat digambarkan dengan istilah input, proses control dan
umpan balik serta output.

Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan satandar yang
berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah
stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang
stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasanya
dilakukan.

Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping yang
telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan
kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor
cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.

1) Mode Fungsi Fisiologi


Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy
mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk
mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi
fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

a) Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu


ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
b) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan
yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
c) Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. (
Servonsky, 1984 dalam Roy 1991)

d) Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat


yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki
dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy,
1991).

e) Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas


dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting
sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984
dalam Roy 1991).

f) The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau


memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri
penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam
Roy, 1991).

g) Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya


termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi
sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991).

h) Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan


bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka
mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur
aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).

i) Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan


fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh.
Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan
merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam
Roy,1991).
2) Mode Konsep Diri

Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik


pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini
berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan
ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
physical self dan the personal self.

a).The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan


dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering
terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang
kemampuan seksualitas.

b).The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik
dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut
merupakan hal yang berat dalam area ini.

3) Mode fungsi peran

Mode fungsi peran mengenal pola - pola interaksi sosial seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder
dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya
dimasyarakat sesuai kedudukannya .

4) Mode Interdependensi

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy.
Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih
sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan
antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya.
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain.
Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan
bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai
ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon inefektif. Respon-
respon yang adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan
respon yang tidak efektif atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui
proses umpan balik respon-respon memberikan lebih lanjut masukan (input) pada
manusia sebagai suatu sistem. Subsistem regulator dan kognator adalah
mekanisme adaptasi atau koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan
melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem regulator adalah
gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia
tubuh dan organ endokrin serta subsistem kognator adalah gambaran respon yang
kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi,
proses informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan emosional, yang
termasuk didalamnya mempertahankan untuk mencari bantuan.

b Konsep sehat;
Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari meninggal sampai tingkatan
tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses
dalam upaya dan menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik,
mental dan social. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan
individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.

Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradapatasi terhadap


rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu.Kondisi sehat dan sakit sangat
individual dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi
(koping) tergantung dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan
mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya
dan lain-lain.

c. Konsep lingkungan;
Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan
eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku
seseorang dan kelompok. Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun
psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman.
Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu
(berupa pengalaman, kemampuan emosioanal, kepribadian) dan proses stressor
biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi
yang tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam
meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko akibat dari lingkungan
sekitar.

d Keperawatan;
Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan
dasar dan diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami
gangguan fisik, psikis dan social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon


adaptasi berhubungan dengan empat mode respon adaptasi. Perubahan internal dan
eksternal dan stimulus input tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping
seseorang atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang.
Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan
residual. Fokal adalah suatu respon yang diberikan secara langsung terhadap
ancaman/input yang masuk.Penggunaan fokal pada umumnya tergantung tingkat
perubahan yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua
stimulus lain seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi
dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh individu.
Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul
releva dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif.

Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan


proses keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi
pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi,
langkah-langkah tersebut sama dengan proses keperawatan secara umum.

1). Pengkajian
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian
tahap I dan pengkajian tahap II.
Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu
system adaptif berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis,
konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama
diartikan sebagai pengkajian perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap masing-
masing mode adaptasi secara sistematik dan holistic
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien
tentang ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan dukungan
perawat.Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat
melaksanakan pengkajian tahap kedua.Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data
tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual yang berdampak terhadap klien.
Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic; jenis
kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi
peran, ketergantungan, pola interaksi social; mekanisme koping dan gaya, strea fisik
dan emosi; budaya;dan lingkungan fisik
2). Perumusan diagnosa keperawatan
Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan:
a). Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan berhubungan
dengan 4 mode adaptif .dalam mengaplikasikan diagnosa ini, diagnosa pada kasus
Tn. Smith adalah “fractur colles”.
b). Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang
tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode
diagnosa ini maka diagnosanya sebelum operasi adalah “Nyeri akut b.d agen
pencedera fisik (trauma), Ansietas b/d krisis situasional (stressor akan dilakuakn
oprasi) Defisit Pengetahuan tentang HT b/d kurang terpapar informasi tentang HT”
dan setelah operasi adalah “Nyeri akut b/d agen cidera fisik proses pembedahan dan
Resiko infeksi”
c). Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan
stimulus yang sama.
3). Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah
ataumemanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga
ditujukan kepada kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus
secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total stimuli berkurang dan
kemampuan adaptasi meningkat.
4) Implementasi
Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi
fokal, kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping
seseorang pada zona adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan
adaptasi meningkat.
e). Evaluasi
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang
ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada
perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada
individu.
FORMAT PENGKAJIAN
Ruang :

Tgl. Pengkajian :

Masuk Rawat :

Dari : IGD

Nama Pasien : Haryanto TB/BB : 160 cm/ 55 kg

Dx. Medis : Fraktur Colles, vulnus laceratum Gol. Darah :

No. Rekam Medis : 241654

Jenis Kelamin :L Agama : islam

Umur : 67 tahun Pekerjaan : tukang

Pendidikan Terakhir : SR Status Perkawinan : kawin


Jumlah Anak :7

Tindakan medis yang sudah didapat di RS:

a. Hecting
b. Ronthen
c. Ekg
d. laborat
e. Inf. RL 20 tpm
f. Inj ketorolac 30 mg via iv
g. Inj ranitidine 1 ampl via iv
h. Inj santagesik 1 ampl via iv / 8 jam
i. Amlodipine 10 mg tablet via oral
j. Pasang spalek

A. POLA PERSEPSI KESEHATAN


1. STATUS KESEHATAN SAAT INI
a. Keluhan Utama : nyeri di bagian lengan bawah dan pelipis sebelah kiri. Serta pasien merasa
cemas karena akan dilakukan operasi
b. Lama Keluhan : klien mngeluh nyerinya mentap dengan rasa berdenyut
c. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan : untuk mengatasi nyerinya, pasien
istirahat dan berbicara dengan anaknya.

2. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


a. Penyakit yang pernah dialami : pernah mengalami patah tulang pada bagain selangka
(clavikula) 3tahun yang lalu, akan tetapi pasien tidak mau di operasi karena takut. Kemudian
dibawa ke panti pijat dekat prambanan, lalu sembuh.

□ Tidak dirawat

b. Alergi

□ Tidak

c. Kebiasaan:

□ Merokok : Ya , berapa batang 12 / hari, lamanya : sejak muda

d. Riwayat Penyakit Keluarga : pasien tidak mengetahui riwata penyakit keluarga, akan tetapi
anaknya katanya menderita hipertensi

e. Pengetahuan Pasien tentang penyakitnya, penyebab, cara pencegahan, cara perawatan. Pasien
tidak mengetahu tentang penyakitnya.

f. Siapa yang membuat keputusan tentang perawatan Kesehatan pasien?: pasien sndiri

GENOGRAM
Tanda- tanda Vital : TD: 188/70 mmHg, N: 75 X/mnt, S: 37 °C, RR: 20 X/ mnt

B. POLA PERSEPTUAL-KOGNITIF

Tingkat Kesadaran : CM

Nilai GCS 15

Keluhan terkait persepsi-kognitif : Tidak

PERSEPSI/ SENSORI

1. Sistem Penglihatan

a. Bola Mata : Simetris


b. Palpebra : Normal
c. Konjunctiva : Merah Muda
d. Sklera : Normal
2. Sistem Pendengaran

a. Pendengaran : Baik
3. Pemeriksaan Penunjang ( Laboraturium/ Radiologi ) :

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk pola persepsi

C. PROTEKSI

Status mental : Kooperat

Pengkajian Restrain :Tidak ada masalah yang teridentifikasi

Pernah menggunakan restrain sebelumnya : Tidak

D. POLA NUTRISI
BMI =

1. Keluhan : Tidak ada masalah yang berhubungan dengan nutrisi


2. Kebiasaan
a. Pola makan : Teratur (3X/ hari)
b. Jenis makanan dan minuman

- Disukai : semua jenis makanan di sukai

- Tidak disukai : smua makanan di sukai

c. Diet saat ini : tidak ada diet khusus

3. Pengkajian nutrisi
a. Mulut : bersih

b. Gigi : Tdk lengkap

c. Lidah : bersih

d. Esoephagus : Gangguan Menelan □ Ada □ Tdk ada

e. Tenggorokan : □ Merah □ Tdk merah □ Dysphagia

f. Abdomen : - Bising Usus : □ Normal ( 12-16 X/mnt)

g. Gangguan Sal. Cerna: tidak ada masalah

h. Intake Nutrisi : Oral

4. Penurunan Berat badan dalam 3 bulan : Tidak Ada

5. Penyakit : HT yang tidak terkontrol

6. Pemeriksaan Penunjang tidak ada pemeriksaan penunjang : Tidak ada pemeriksaan khusus terkait
pola nutrisi

D. POLA ELIMINASI

1. Keluhan: tidak ada keluhan

2. Kebiasaan

a. Frekuensi Buang Air Besar (BAB): 1-2 X sehari

b. Frekuensi Buang Air Kecil (BAK) : 4-5 X sehari

3. Pengkajian eliminasi

a. BAB : - Warna : Kuning

- Konsistensi : Lunak

- Alat bantu : tidak ada

b. BAK : Normal

Warna : Kuning

Alat Bantu : tidak ada

4. Pemeriksaan Penunjang ( Laboraturium/ Radiologi ) :

Tidak ada pemeriksaan penunjang tentang pola eliminasi

E. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN

1. Keluhan : pasien mengeluh sakit pada bagain lengan kiri bawah


2. Kebiasaan:

a. Mandi : 2 x/hari

b. Cuci Rambut : selama dirumah sakit pasien tidak cuci rambut

c. Sikat gigi : selama di rumah sakit pasien tidak sikat gigi

3. Kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari

□ Bantuan sebagian

4. Pengkajian Sistem Muskuloskletal

a. Berjalan : Riwayat patah tulang


b. Lokasi : □ Ekstremitas : Atas Kiri
c. Aktivitas : □ Bantu sebagian
d. Gangguan Pergerakan : defotmitas pada bagian lengan kiir
e. Alat ambulatory : tidak ada

f. Kekuatan otot :
5 3

5 5

5. Pemeriksaan Penunjang ( Laboraturium/ Radiologi )

Rongthen menunjukan fraktur pada bagian colles

6. Pengkajian Sirkulasi

CRT : <2 detik

Akral : hangat

a. Hidung : normal

- Bau : Tidak

b. Dada : normal

c. Jantung

- Inspeksi : ictus cordis tidak terliha

- Perkusi : kiri atas SIC II sinistra, kiri bawah SIC IV midklavikula sinistra, kanan atas SIC II
parastarnalis dextra, kanan bawah SIC IV dextra.
- Palpasi : ictus cordis teraba ada SIC V sinistra

- Auskultasi : bunyi jantung 1 & II normal

- Heart Rate : □ Reguler

7. Gangguan Paru : normal

8. Perdarahan : tidak ada perdarah

9. Turgor : Normal

10. Ascites : Tidak

11. Oedema Ekstremitas : tidak ada

12. Pemeriksaan Penunjang ( Laboraturium/ Radiologi ) :

Rongthen : fracture pada bagian colles, LAB darah : neutrophil H : 81 (50-70), Limfosit L :12 (20-40)

F. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT

1. Keluhan : tidak ada masalah dengan pola tidur

2. Jumlah jam tidur : 6-8 jam. Puas

3. Tidur siang : Ya, Berapa jam: 1-2 jam

4. Kesulitan memulai tidur : Tidak

5. Kesulitan mempertahankan tidur : Tidak

6. Penggunaan Obat Tidur : Tidak

Gangguan Tidur : Tidak

Gangguan Lingkungan : Tidak

G. KENYAMANAN

1. Keluhan : pasien mengatakan nyeri pada lengan bagian bawah


2. Nyeri/Tidak nyaman : Ya

Jika Ya, Onset nyeri : ……………….

Hal-hal yang
Intensitas Lama Faktor Kualitas Pola
Lokasi menyebabkan nyeri
(0-10) Nyeri Pencetus Nyeri Serangan
hilang
Lengan kiri 4 +- 30 bergerak Ditusuk- menetap Istirahat/ tidur
bawah mnit tusuk

Nyeri mempengaruhi : Aktivitas Fisik


K KUALITAS POLA METODE PENGALIHAN NYERI

E Terbakar, Tumpul, Menetap Istirahat, Panas, Dingin, Obat-obatan, Lain-lain


Tertekan, Berat, Tajam,
Y Intermiten
Kram

3. Kesehatan Mulut : normal

4. Integritas Kulit : normal

5. Luka : Ya

- Lokasi : bagian pelipis

- Eksudat: tidak ada

6. Dekubitus : Tidak

7. Tanda-tanda Infeksi: Tidak

8. Pemeriksaan Penunjang ( Laboraturium/ Radiologi ) :

Tidak ada pemeriksaan khusus

H. POLA SEKSUAL/REPRODUKSI

1. Pola seksualitas setelah sakit: Tidak terganggu


2. ♀ a. Gangguan : □ Keputihan □ Benjolan □ Luka □ Jamur

□ Oedema □ Prolaps □ Bau

b. Perdarahan di luar haid:

□ Tidak

□ Ya, kapan..............., warna.............., banyaknya.....................

3. ♂ a. Penis : normal

b. Sekret : tidak ada

c. Skrotum : normal
4. Tanggal haid terakhir : Masalah Prostat : Tidak Ya

5. Pemeriksaan cervix terakhir (Pap Smear) : .................................................................

6. Pemeriksaan Payudara sendiri : Tidak

Mammografi terakhir tgl :..............

7. Penggunaan alat kontrasepsi : Tidak

Lama menggunakan alat kontrasepsi:

8 . Pemeriksaan Penunjang ( Laboratorium/ Radiologi ) : Tidak ada pemeriksaan khusus

I. POLA KOPING- TOLERANSI STRESS

1. Suasana hati : stabil

2. Emosi : Cemas

3. Kepribadian : Terbuka

4. Komunikasi : Jelas

5. Pertahanan/ Koping

a. Pengambilan Keputusan : Sendiri

b. Cara untuk mengatasi kecemasan: Sendiri

c. Mekanisme Koping yang digunakan : Sendiri

6. Sistem Nilai Kepercayaan

a. Apakah Agama/ Kepercayaan penting bagi anda? : agama dijadikan sebagai pedoman bagi
pasien

b. Ajaran agama yang dilakukan ? : sholat

c. Ketaatan dalam beragama : Sering dilakukan

menginginkan informasi tentang : Penyakit yang diderita, Perubahan aktifitas sehari-hari,


Tindakan/pengobatan dan perawatan yang diberikan, Perawatan setelah di rumah

8. Dukungan keluarga :

□ Sering dilakukan
J. POLA PERSEPSI DIRI

1. Apa yang pasien sukai dari dirinya sendiri ?


Pasien menyuikai semu abgian dalam dirinya, terutama badannya yang kekar
2. Bagaimana pasien mendeskrisikan kelebihannya?
Pasien mampu bekerja lebih baik dibandingkan dengan teman atau sejawanya dalam bkerja di
mebel
3. Bagaimana pasien mendeskripsikan kekurangannya?
Pasien tidak merasa bahwa kekurangannya menjadi suatu hmbatan dalam hidupnya
4. Apa bakat/ prestasi yang pernah diraih?
Dalam sehari mamapu bekerja melebih target dalam menyelsaikan bangunan
5. Apa yang ingin pasien ubah dari dirinya jika mungkin untuk diubah?
Tidak ada yang ingin di rubah dan pasien bersyukur
6. Bagaimana pasien mendeskripsikan kelebihan fisik yang diiliki?
Dengan memaksimalakn seluruh kemampuannya untuk beraktifitas
7. Bagaimana pasien mendeskripsikan kekurangan fisiknya?
Pasien tidak merasa kekuranagn dalam hal fisik, akren semua memiliki kelebihan dan
kekurangan
8. Apakah pasien merasa rendah diri terhadap orang lain (secara
fisik)? Pasien tidak merasa rendah diri
9. Apakah Anda mampu mencapai apa yang diharapkan?
Pasien merasa mampu mencapai apa yang diharapakan karena kondisi anaknya lebih baik dari
pada dia
10. Apakah Anda puas dengan kehidupan Anda?
Pasien merasa cukup puas karena anaknya sudh bekerja

K. POLA PERAN HUBUNGAN


1. Keluhan terkait peran : tidak ada masalah karena anaknya sudh berkeluarga dan bekerja
2. Pemberi perawatan di rumah : anaknya
3. Peran pasien dalam keluarga : sebagai kepala keluarga
4. Apakah pasien merasa nyaman dengan perannya: merasa nyaman
5. Sumber dukungan sosial : keluarga
6. Komunikasi dengan anggota keluarga: bagus
7. Konflik peran/ perubahan peran yang dirasakan: terjadi perceraian dengan istrinya
8. Kemampuan keluarga dalam merawat pasien: cukup mampu, karena di rawat Bersama
anaknya

L. SPIRITUAL- KEPERCAYAAN

Faith (makna hidup) :

Agama : islam

Makna ber-agama : agama di jadikan sebagai pedoman


Importance & Influence

Bagaimana peran agama bagi hidup pasien:

Agama menjadikan hidup pasien lebih terarah

Community

Apakah pasien menjadi anggota dari kegiatan keagamaan?

Pasien tidak ikut dalam kegiatan kegaamn

Peran organisasi keagamaan selama pasien sakit?

Pasien tidak ikut program kegiatan kegamaan

Address and Application

Bagaimana makna sakit saat ini bagi pasien?

Sakit dijadikan sebagai semnagat untuk bisa pulihd an beraktifitas kembali

Bagaimana kegiatan keagamaan pasien saat sakit?

Sering di lakukan

Apakah pasien membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya?

Pasien bisa melakukannya secara mandiri


MASALAH KEPERAWATAN yang muncul :
□ Defisit Nutrisi □ Penurunan Curah Jantung
□ Berat Badan Lebih □ Risiko Aspirasi
□ Risiko Defisit Nutrisi □ Risiko Ketidakseimbangan Cairan
□ Konstipasi □ Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
□ Risiko Konstipasi □ Risiko Syok
□ Diare □ Gangguan Pola Tidur
□ Retensi Urin □ Nyeri Kronis
□ Inkontinensia Urin □ Nyeri Akut
□ Gangguan Eliminasi Urin □ Risiko Infeksi
□ Intoleransi Aktivitas □ Defisit Pengetahuan
□ Keletihan □ Pola Sekual Tidak Efektif
□ Gangguan mobilitas fisik □ Ansietas
□ Gangguan integritas Kulit/ Jaringan □ Koping tidak efektif
□ Risiko Jatuh □ Gangguan Identitas Diri
□ Bersihan Jalan Napas tidak efektif □ Distres Spiritual
□ Gangguan Pertukaran Gas □ Gangguan Persepsi Sensori 34. □ Lain- lain..............................
□ Pola napas tidak efektif
Analisa Data

Tgl DATA Masalah Keperawatan

DS: Nyeri akut

- Pasien mengatakan datang ke IGD dengan kondisi tidak sadarkan diri habis
kecelkaan dan saat terbangun, sudah berada di RS dan tangannya kirinya terasa
sakit
- Pasien mengatakan nyerinya akan bertambah apabila banyak bergerak O
: pasien mengatakan nyeri pada bagain pergelangan tanagn kirinya
P : pola serangan intermiten, dan bertambah nyeri pergelangan tangan di gerakan
Q : kualitas nyeri seperti tajam
R : pada bagian pergelangan tangan
kiri S : skala nyeri 4
T : lama nyeri +- 30 menit
U : pasien mengerti penyebab nyerinya
V : pasien mengatakan nyeri akan hiilang jika istirahat dan berbincang-bincang dengan
anaknya
DO:

- Ekspresi wajah Pasien tampak menhaan rasa sakit


- Pasien tampak memegang sekitara lokasi nyeri
- Terdafat deformitas pada bagian pergelangan tangan.
- Terpasang spalek
DO : Ansietas

- Wajah pasien terlihat pucat dan gelisah


- Mukosa bibir terlihat kering

DS :
- Pasien mengatakan takut ketika nanti akan di lakukan operasi.
- Pasien mengatakan khwatir karena sebelumnya pernah mngalami oprasi

DO : Defisit Pengetahuan
tentang HT
- TD: 188/70 mmHg, N: 75 X/mnt, S: 37 °C, RR: 20 X/ mnt.

DO :
- Pasien mengtakan bahwa dirinya tidak tau dia mengalami hipertensi
- Pasien mngatakan bahwa di tidak pernah memriksakan kesehatannya pada
posyandu lansia, meskipun posyandu lansia rutin di laksanakan di desanya.
- Pasien mengatakn bahwa anaknya memiliki tekanan darah tinggi yang yang lebih
tinggi dari bapaknya
- Pasien mengatakan bahwa, dirinya tidak meneluh apapun, meskipun darahnya tinggi
- Pasien mengatakan tidak membatasi makanannya, dan tidak ada diet khusus untuk
mengontrol darah tingginya.
- Pasien mengatakan tidak pernah berolahraga dan menganggap pekerjaannya
sudah termasuk olahraga

DO : Nyeri akut
- Wajah Pasien tampak menhana rasa sakit
- Pasien berbicara pelan
- Pasien terlihat memegang bagian tangannya yang terpasang bandage habis
operasi DS :
- Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka oprasi
- Skala nyeri :
O : pasien mengatakan nyeri pada bagain beks operasinya
P : pola serangan intermiten, dan bertambah jika pasien bergerak
Q : kualitas nyeri seperti tajam
R : pada bagian pada bagian lengan kiri
S : skala nyeri 4
T : lama nyeri +-30 menit
U : pasien mengerti penyebab nyerinya
V : pasien mengatakan nyeri akan hiilang jika istirahat dan minum obat
DS : Resiko infeksi
- Pasien mengatakan terasa nyeri di sekitaran luka dan balutan bandage

DO :
- Terdapat luka bekas operasi pada bagian lengan kiri bawah
- Terpasanga perbal bandage pada bagian lengan kiri bawah
- Kulit di sekitar balutan terlihat merah dan teraba hangat
- Luka post oprasi hari ke-1

Rumusan Diagnosa Keperawatan

Tanggal Jam No Diagnosa Keperawatan


Pre oprasi
07.30 1 Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma)
07.30 2 Ansietas b/d krisis situasional (stressor akan dilakuakn oprasi)
07.30 3 Defisit Pengetahuan tentang HT b/d kurang terpapar informasi tentang HT
Post oprasi
14-10-2020 07.30 1 Nyeri akut b/d agen pencidera fisik proses pembedahan
14-10-2020 07.30 2 Resiko infeksi

Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma)
2. Ansietas b/d krisis situasional (stressor akan dilakuakn oprasi)
3. Defisit Pengetahuan tentang HT b/d kurang terpapar informasi tentang HT

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN POST OP

1. Nyeri akut b/d agen cidera fisik proses pembedahan


2. Resiko infeksi
Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana Asuhan Keperawatan

Nama Pasien: Tn. H Diagnosa : fractur coles


TTL: NRM :

Dx Kep EBN
Tgl SLKI SIKI Rasional
(SDKI)

Ansietas b.d Setelah diberikan Reduksi ansietas Reduksi Ansietas Efektifitas


krisis asuhan keperawatan 1. Klien dapat Komunikasi
1. Dengarkan penyebab
situasional selama 3x 24 jam mengungkapkan penyebab Terapeutik
kecemasan klien
(stressor akan diharapkan tingkat kecemasannya sehingga Interpersonal
dengan penuh perhatian Perawat Terhadap
dilakuakn ansietas pasien perawat dapat menentukan
2. Observasi tanda verbal dan Tingkat Kecemasan
oprasi) menurun, dengan tingkat kecemasan klien
non verbal dari kecemasan Pasien Pre Operasi
kriteria hasil dan menentukan intervensi
klien Fraktur.
1. Prilaku glisah pasien untuk klien selanjutnya.
3. Jelaskan semua prosedur Fitria, C. N., &
menurun 2. Mengobservasi tanda verbal
yang akan dialai pasien Andansari, O. (2016)
2. Klien tampak tenang dan non verbal dari
selama akan menjalani
dan rileks kecemasan klien dapat
operasi
3. Tekanan darah pasien mengetahui tingkat
4. Ajarkan pasien cara
menurun kecemasan yang klien
mengurangi cemas dengan
4. Mukosa bibir pasien alami.
relaksai
lembab 3. Klien dapat memahami
5. Pasien dapat tindakan yang akan di
mengontrol cemasnya lakukan dan di alami sama
pasien
4. Untuk membantu
memberikan rasa nyaman
bagi psien dengan relaksai
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Manajemen nyeri A systematic review
b.d agen tindakan keperawatan of
1. Observasi, nyeri secara 1. Untuk mengetahuai tentang
pencedera selama 3x24jam maka non-pharmacological
komprehensif termasuk nyeri yang dialami oleh
fisik tingkat nyeri pasien interventions used for
lokasi, karakteristik, durasi, pasien
(trauma) menurun dengan kriteria pain relief after
frekuensi, kualitas dan 2. Menghindari faktor
hasil : orthopedic surgical
faktor pencetus pencetus nyeri
procedures.
1. Durasi nyeri 2. Kontrol lingkungan yang 3. Untuk membantu pasien
berkurang dari +-30 dapat mempengaruhi nyeri mengurangi nyerinya Fan, M., & Chen, Z.
menit menjadi 10 seperti suhu ruangan, 4. Agar nyeri yang muncul (2020).

menit pencahayaan dan berkurang


2. Skala nyeri berkurang kebisingan 5. Memandirikan pasien dalam
dari 4 menjadi 3/2 3. Kaji faktor yang membuat manajemen nyeri
3. Ekspresi wajah pasien nyeri hilang 6. Melihat keberhasilan
tidak tampak menahn 4. Hindari faktor edukasi teknik nafas dalam
rasa sakit pencetus nyeri kepada pasien
4. Nyeri dari sering 5. Ajarkan teknik non 7. Untuk memastikan tindakan
muncul menjadi farmakologi nafas dalam yang sesuai untuk
jarang muncul kepada pasien kebutuhan pasien dan
5. Pasien tidak 6. Evaluasi kemampuan memeprcepat pengurangan
memegang area yang pasien dalam melakukan nyeri pasien
mengalami nyeri teknik non farmakologi
nafas dalam
7. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya untuk
pemberian obat
farmakologi
Defisit Setelah dilakuakn Edukasi proses penyakit Edukasi proses penyakit Efektifitas Edukasi
Pengetahuan Tindakan asuhan Dalam Pencegahan Dan
tentang HT keperawatan selama 1 X 1. Review pengetahuan bpk H 1. Untuk menggali sejauh
maan pemahaman pasien Pengendalian
b/d kurang 24 jam, diharapak kondisinya
terpapar pasien dapat tetnang kondisi Hipertensi.
2. Jelaskan pengertian
informasi meningkatkan penyakitnya
hipertensi. Fitria, C. N., &
tentang HT penegtahuan tentang 2. Untuk memberikan
pemahamn kepada apsien Andansari, O. (2016)
pemeliharaan kesehatan 3. Jelaskan tanda dan gejala
dengan kriteria hasil : mengenai kondisinya
hipertensi.
1. pasien menunjukan 3. Agar pasien mampu
prilaku yang adaptif 4. Jelaskan cara mengontrol dan memaham
2. pasien menunjukan mempertahankan kondisi apabila muncul gejal atau
pemahaman tentang tanda hipertensi
kesehatan agar tetap stabil
prilaku yang dapat 4. Agar pasien bisa
5. Diskusikan dengan bapak H mepertahankan kondisinya
mencegah HT
3. pasien mampu tentang manfaat & cara tetap sehat
menjalankan prilaku merubah gaya hidup dengan 5. Agar pasien mampu
sehat memningkatkan
diet hipertensi keshetannya.
4. pasien
memanfaatkan fasilitas
untuk mengontrol HT

Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi Infection kontrol Efektifitas Kepatuhan
tindakan keperawatan Perawat Dengan
1. Instruksikan pengunjung 6. Meminimalkan risiko
selama 3 x 24 jam Kejadian Infeksi Post
untuk mencuci tangan saat infeksi
penyembuhan integritas Op Di Ruang Mawar
kulit dan jaringan dapat
terpenuhi dengan berkunjung dan setelah 7. mengurangi mikroba Rsi Nashrul Ummah
kriteria hasil: berkunjung bakteri yang dapat Lamongan.
menyebabkan infeksi
1. Tidak ada tanda- 2. Cuci tangan sebelum Sari, I. P. (2019).
8. untuk mencegah
tanda infeksi dan sesudah tindakan timbulnya infeksi
keperawatan 9. untuk mengetahui
2. Kemeraha pada
skita luka dan secaradini geja-gejala
3. Berikan terapi antibiotik
perban dapat infeksi
bila perlu
berkurang 10. untuk menghindari
4. Observasi dan laporkan penyebaran infeksi
3. Suhu kulit di tanda dan gejal infeksi
sekitar luka tidak seperti kemerahan, panas,
teraba hangat nyeri, tumor

5. Ajarkan keluarga
bagaimana mencegah
infeksi
Catatan Perkembangan

No Dx Tanggal dan
Implementasi dan Respon Evaluasi TTD
Kep Jam
13-10- 1. Mengkaji penyebab kecemasan klien dengan penuh Jam 11.00
08.00 perhatian S:
DS :
- pasien mengatakan merasa cemas karena akan di - Pasien mengatakan sudah tidak
lakukan operasi nanti jam 13.00 terlalu cemas lagi karena mengerti
- pasien mengatakan ini baru pertama kali pasien tindakan yang akan di lakukan
melakukan oprasi sehingga tidak tau apa saja yang akan selama oprasi
di alami nanti saat oprasi - Pasien mengatakan sudah bias
08.10 2. Mengbservasi tanda verbal dan non verbal dari kecemasan mengontrol cemasnya
klien O:
DO : - pasien terlihat sudah tenang
- pasien terlihat masih cemas dan gelisah - pasien terlihat memahami tindaskan
- mukosi bibir pasien masih kering
oprasi yang akan di jalani
Anxietas - mukosi bibir pasien terlihat sedikit
08.15 3. Menjelaskan semua prosedur yang akan dialai pasien selama
akan menjalani operasi kering
DS : A : Masalah kecemasan teratasi
- Pasien mengatakan memahami tindakan opreasi yang P : Pertahankan intervensi
akan di lakukan pasien nanti
- menggunakan relaksasi nafas
DO :
- Pasien tampak meperhatikan penjelasn perawat dalam untuk mengurangi
kecemasan
08.20 4. Mengjarkan pasien cara mengurangi cemas dengan
relaksai nafas dalam
DS :
- Pasien mengatakan akan mencoba mengatur nafasnya
untuk mengurangi ras cemasnya
DO :
- Pasien terlihat mampu melakukan relaksasi nafas dalam
11.00 5. Mengevaluasi repon verbal dan non verbal kecemasan
pasien
DS :
- pasien mengatakan sudah tidak terlalu cemas karena
mengerti tindakan oprasi yang akan di lakukan

Nyeri akut 13-10- 1. Mengobservasi, nyeri secara komprehensif termasuk Jam 13.00
08.00 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan S:
faktor pencetus - Pasien mengatakn masih terasa nyeri
DS : di bagian bekas luka oprasi
O : pasien merasa nyeri pada bagian - Pasien mengatakan Skala nyeri 4
pergelangan tangan kiri bawah. - Pasien mengatakn nyerinya
P : pola serangan intermiten bertambah jika bergerak miring kana
Q : kualitas nyeri seperti tajam kiri
R : nyeri berada di pergelangan tangan - Pasien mngatakan nyerinya
kiri S : skala nyeri 4 berkurang jika istirahat dan minum
T : nyeri ± 30 menit obat
U : pasien mengetahui mengetahui penyebab nyeri - Lama nyeri sekitar 15 menit
V:
DO : O:
- Pasien tamapak masih menahan rasa sakit - Tangan Pasien terlihat memgangi luka
- Pasien terlhat memegang bagian yang nyeri bekas oprasinya
08.15 2. Mengkaji faktor yang membuat nyeri - Wajah pasien tampak menahn ras
hilang DS : sakit
- Pasien mengatakan nyeri hilang jika pasien
istirahat A : nyeri akut belum teratasi
- Pasien mengatakan nyeri hilang jika minum obat P : lanjutkan intervensi
08.15 1. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk 1. Observasi, nyeri secara komprehensif
pemberian obat farmakologi Inj santagesik 1 ampl via iv termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
pencetus
10.20 2. Mengajarkan teknik non farmakologi nafas dalam 2. Hindari faktor pencetus nyeri
kepada pasien 3. Evaluasi kemampuan pasien dalam
DO : melakukan teknik non farmakologi
- Setelah melakukan Teknik nafas dalam nafas dalam
pasien terlihat tenang 4. Kolaborasi dengan tim kesehatan
12.30 3. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam melakukan lainnya untuk pemberian obat
teknik non farmakologi nafas dalam farmakologi
DO :
- Pasien terlihat mengikuti instruksi setelah di
edukasi Teknik nafas dalam
DS :
- Pasien mengatakan lumayan nyaman dan
dada tidak terlalu sesak
- Pasien mengatakan nyeri sedikit terlokalisir setelah
dilakukan Teknik nafas dalam
13.00 4. Mengevaluasi manfaat relaksasi nafas dalam dan
obat ketorolac
DS :
- Pasien mengatakn apabila terasa nyeri
kemudian nafas dalam, maka nyerinya akan
berkurang
- Pasien mengatakan setelah di berikan obat,
nyerinya akan berkurang, akan tetapi beberapa
jam setelahnya, nyerinya muncul lagi
Resiko 14-10- 1. Mengnstruksikan pengunjung dan keluarga untuk S:
infeksi 09.30 mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung - Pasien mengatakan terasa nyeri di
sekitaran luka
DO : O:
- Keluarga mengatakn akan mencuci tangan sebelum - Terdapat balutan luka di sekitaran
memegan pasien selangkangan paha kiri
09.15 2. Mengobservasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi - Balutan tampak bersih kering
- Tidak ada rembesan pada bagian
DS : luka
- Kulit tampak kemerhana di
- Pasien mengtakan masih nyeri dibagian bekas luka sekitar balutan
oprasi - Teraba hangat di sekitar balutan
DO :
- Terdapat balutan perban di pergelangan tangan kiri A : masalah resiko infeksi belum teratasi
bekas operasi P : Lanjutkan intervensi
- Tidak ada remebesan pada luka - Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Balutan tampak bersih kering tindakan keperawatan
- Kulit tampak kemerhana di sekitar balutan
- Teraba hangat di sekitar balutan - Berikan terapi antibiotik bila perlu

- Observasi dan laporkan tanda dan


10.00 3. Berkolaborasi pemberian antibiotic cefazolin 2 gejal infeksi seperti kemerahan,
gram via IV panas, nyeri, tumor

10.15 4. Mengjarkan keluarga bagaimana mencegah infeksi - Evaluasi keluarga bagaimana


DS : mencegah infeksi
Keluarga mengatakan akan menjaga kebersihan
lingkungan yang ada di sekitr pasien

Nyeri akut 13-10- 1. Mengobservasi, nyeri secara komprehensif termasuk S:


08.00 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan - Pasien mengatakan nyerinya
faktor pencetus sudah tidak seperti kemarin
- Pasien mengatakan nyerinya
DS :
skala 3
O : pasien merasa nyeri pada bagian bekas oprasi di - Pasien mengtakan nyerinya
lengan kiri bawah selama 10 menit
P : pola serangan intermiten
Q : kualitas nyeri seperti tajam
R : nyeri berada bekas luka - Pasien mengatakan nyerinya
oprasai S : skala nyeri 3 masih sering mencul, tapi tidak
T : nyeri 10-15 menit berlangsung lama
O:
U : pasien mengetahui mengetahui penyebab nyeri
- Ekspresi wajan sudah terliaht
V: rileks
DO : - Pasien terlihat tidak memegang
- Pasien sudah tampak rileks area yerinya lagi
- Pasien sudah tidak terlihat memegang area A:
yang nyeri - Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
08.15 2. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam melakukan
teknik non farmakologi nafas dalam - Observasi, nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
DS : karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor pencetus
- Pasien mengatakan sering melakukan nafas
dalam apabila nyerinya datang - Hindari faktor pencetus nyeri
- Pasien mengatakan apabila nafas dalam, - Evaluasi kemampuan pasien
nyerinya akan hilang sendiri dalam melakukan teknik non
farmakologi nafas dalam
10.00 3. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk - Kolaborasi dengan tim kesehatan
pemberian obat farmakologi Inj santagesik 1 ampl via IV lainnya untuk pemberian obat
farmakologi
Resiko 31-01- 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan S:
infeski - Pasien mengatakan nyerinya
sudah berkurang
2. Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi seperti
kemerahan, panas, nyeri, tumor O:
- Terdapat balutan luka di sekitaran
DS : selangkangan paha kiri
- Balutan tampak bersih kering
- Pasien mengtakan masih nyeri dibagian bekas operasi, - Tidak ada rembesan pada bagian
meskipun nyerinya tidak seperti kemarin luka
DO :
- Balutan luka tampak bersih dan kering A : masalah resiko infeksi teratasi
P : nanti sore diperbolehkan pulang
- Tidak ada remebesan pada luka

3. Mengvaluasi keluarga bagaimana mencegah infeksi


DS:
- Keluarga pasien mengatakan tetap menjaga area sekitar
luka agar tetap bersih dan kering

4. Berkolaborasi pemberian antibiotic cefazoline 2 grm


via IV
Daftar Pustaka

Alligood M Raile. (2017). Nursing Theory : Utilization and Aplications 8 th edition Volume 1.
Mosby Elseiver. Singapore

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah: manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan. Elsevier (Singapore).
Digiulio, M. (2014). Jackson, Donna. Keogh. Jim. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta.
Fan, M., & Chen, Z. (2020). A systematic review of non-pharmacological interventions used for
pain relief after orthopedic surgical procedures. Experimental and therapeutic
medicine, 20(5), 1-1.
Fitria, C. N., & Andansari, O. (2016). Efektif itas Komunikasi Terapeutik Interpersonal Perawat
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur.
Fitria, C. N., & Andansari, O. (2016)Efektifitas Edukasi dalam Pencegahan dan Pengendalian
Hipertensi. Jurnal Penelitian Kesehatan" SUARA FORIKES"(Journal of Health
Research" Forikes Voice"), 11(3), 228-232.
Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogya karta:
Nuha Medika.
Sari, I. P. (2019). Efektifitas Kepatuhan Perawat Dengan Kejadian Infeksi Post Op Di Ruang
Mawar Rsi Nashrul Ummah Lamongan. Medica Majapahit (Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit), 11(2), 29-36.
Wiarto, G. (2017). Tanggap Darurat Bencana Alam. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai