H
DENGAN CLOSE FRAKTUR DAN PENGAPLIKASIAN
MODEL KONSEPTUAL ADAPTASI CALLISTA ROY
A. Konsep Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x)
dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau
ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien (Black dan Hawks, 2014).
2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan
akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan
pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang
tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada
semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh,
2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul salah
satu proses yang progresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi
pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera
saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen
fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular yang
terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada
daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau tersembunyi dapat
menyebabkan syok.
Adalah Tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang
FRAKTUR
Kehilangan integritas tulang Fraktur terbuka ujung tulang Tindakan operasi ORIF
Laserasi kulit Perubahan fragmen tulang kerusakan pada
jaringan dan pembuluh darah menembus otot dan kulit
Luka terbuka (pasang
Ketidak stabilan posisi fraktur, apabila pen plat, kawat)
Putusnya vena arteri Spasme otot Perdarahan lokal
organ fraktur di gerakkan luka
Kehilangan volume
cairan Pelepasan histamin Aliran darah kedaerah distal Kuman mudah masuk
Gangguan rasa nyaman nyeri berkurang atau terhambat Kurang
pengetahuan
Shok hipovolemik Protein plasma
Warna jaringan pucat, nadi Resiko infeksi
Sindroma kompartemen hilang
lemah , sianosis, kesemutan
keterbatasan aktivitas
Penekanan pembuluh
edema Stressor meningkat
darah
Kerusakan neuromuskuler
Deficit perawatan diri Akibat hospitalisasi
Penurunan
Gangguan fungsi Gangguan mobilitas fisik
perfusi
organ distal Kecemasan
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak, saraf,
tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena
resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian luar
permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada daerah
yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai
adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari
permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar.
Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi patah tulang
sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit kerusakan
jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.
a. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi,
bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana
dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
2) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik
internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi,
diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan
dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia,
isolasi sosial.
3) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi
yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu
berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk
toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada
yang tidak.
b. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di
gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan
subsistem.
1) Subsistem regulator.
2) Subsistem kognator.
c. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara
subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini
merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai
respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat
meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila
seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan
kelangsungan
hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal
adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
a. Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem
adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang
mempunyai input, control, output, dan proses umpan balik. Proses control adalah
mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik
manusia di definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan
regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi yaitu : fungsi
fisiologi, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang
hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan
lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah
karakteristik sistem, Jadi manusia dilihat sebagai menerima masukan dari lingkungan
luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk
variable satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit fungsional secara
keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Sebagai suatu
sistem manusia juga dapat digambarkan dengan istilah input, proses control dan
umpan balik serta output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan satandar yang
berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah
stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang
stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasanya
dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping yang
telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan
kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor
cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
b).The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik
dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut
merupakan hal yang berat dalam area ini.
Mode fungsi peran mengenal pola - pola interaksi sosial seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder
dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya
dimasyarakat sesuai kedudukannya .
4) Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy.
Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih
sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan
antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya.
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain.
Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan
bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai
ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon inefektif. Respon-
respon yang adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan
respon yang tidak efektif atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui
proses umpan balik respon-respon memberikan lebih lanjut masukan (input) pada
manusia sebagai suatu sistem. Subsistem regulator dan kognator adalah
mekanisme adaptasi atau koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan
melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem regulator adalah
gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia
tubuh dan organ endokrin serta subsistem kognator adalah gambaran respon yang
kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi,
proses informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan emosional, yang
termasuk didalamnya mempertahankan untuk mencari bantuan.
b Konsep sehat;
Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari meninggal sampai tingkatan
tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses
dalam upaya dan menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik,
mental dan social. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan
individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.
c. Konsep lingkungan;
Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan
eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku
seseorang dan kelompok. Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun
psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman.
Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu
(berupa pengalaman, kemampuan emosioanal, kepribadian) dan proses stressor
biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi
yang tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam
meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko akibat dari lingkungan
sekitar.
d Keperawatan;
Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan
dasar dan diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami
gangguan fisik, psikis dan social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
1). Pengkajian
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian
tahap I dan pengkajian tahap II.
Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu
system adaptif berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis,
konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama
diartikan sebagai pengkajian perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap masing-
masing mode adaptasi secara sistematik dan holistic
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien
tentang ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan dukungan
perawat.Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat
melaksanakan pengkajian tahap kedua.Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data
tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual yang berdampak terhadap klien.
Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic; jenis
kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi
peran, ketergantungan, pola interaksi social; mekanisme koping dan gaya, strea fisik
dan emosi; budaya;dan lingkungan fisik
2). Perumusan diagnosa keperawatan
Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan:
a). Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan berhubungan
dengan 4 mode adaptif .dalam mengaplikasikan diagnosa ini, diagnosa pada kasus
Tn. Smith adalah “fractur colles”.
b). Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang
tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode
diagnosa ini maka diagnosanya sebelum operasi adalah “Nyeri akut b.d agen
pencedera fisik (trauma), Ansietas b/d krisis situasional (stressor akan dilakuakn
oprasi) Defisit Pengetahuan tentang HT b/d kurang terpapar informasi tentang HT”
dan setelah operasi adalah “Nyeri akut b/d agen cidera fisik proses pembedahan dan
Resiko infeksi”
c). Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan
stimulus yang sama.
3). Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah
ataumemanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga
ditujukan kepada kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus
secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total stimuli berkurang dan
kemampuan adaptasi meningkat.
4) Implementasi
Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi
fokal, kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping
seseorang pada zona adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan
adaptasi meningkat.
e). Evaluasi
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang
ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada
perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada
individu.
FORMAT PENGKAJIAN
Ruang :
Tgl. Pengkajian :
Masuk Rawat :
Dari : IGD
a. Hecting
b. Ronthen
c. Ekg
d. laborat
e. Inf. RL 20 tpm
f. Inj ketorolac 30 mg via iv
g. Inj ranitidine 1 ampl via iv
h. Inj santagesik 1 ampl via iv / 8 jam
i. Amlodipine 10 mg tablet via oral
j. Pasang spalek
□ Tidak dirawat
b. Alergi
□ Tidak
c. Kebiasaan:
d. Riwayat Penyakit Keluarga : pasien tidak mengetahui riwata penyakit keluarga, akan tetapi
anaknya katanya menderita hipertensi
e. Pengetahuan Pasien tentang penyakitnya, penyebab, cara pencegahan, cara perawatan. Pasien
tidak mengetahu tentang penyakitnya.
f. Siapa yang membuat keputusan tentang perawatan Kesehatan pasien?: pasien sndiri
GENOGRAM
Tanda- tanda Vital : TD: 188/70 mmHg, N: 75 X/mnt, S: 37 °C, RR: 20 X/ mnt
B. POLA PERSEPTUAL-KOGNITIF
Tingkat Kesadaran : CM
Nilai GCS 15
PERSEPSI/ SENSORI
1. Sistem Penglihatan
a. Pendengaran : Baik
3. Pemeriksaan Penunjang ( Laboraturium/ Radiologi ) :
C. PROTEKSI
D. POLA NUTRISI
BMI =
3. Pengkajian nutrisi
a. Mulut : bersih
c. Lidah : bersih
6. Pemeriksaan Penunjang tidak ada pemeriksaan penunjang : Tidak ada pemeriksaan khusus terkait
pola nutrisi
D. POLA ELIMINASI
2. Kebiasaan
3. Pengkajian eliminasi
- Konsistensi : Lunak
b. BAK : Normal
Warna : Kuning
a. Mandi : 2 x/hari
□ Bantuan sebagian
f. Kekuatan otot :
5 3
5 5
6. Pengkajian Sirkulasi
Akral : hangat
a. Hidung : normal
- Bau : Tidak
b. Dada : normal
c. Jantung
- Perkusi : kiri atas SIC II sinistra, kiri bawah SIC IV midklavikula sinistra, kanan atas SIC II
parastarnalis dextra, kanan bawah SIC IV dextra.
- Palpasi : ictus cordis teraba ada SIC V sinistra
9. Turgor : Normal
Rongthen : fracture pada bagian colles, LAB darah : neutrophil H : 81 (50-70), Limfosit L :12 (20-40)
G. KENYAMANAN
Hal-hal yang
Intensitas Lama Faktor Kualitas Pola
Lokasi menyebabkan nyeri
(0-10) Nyeri Pencetus Nyeri Serangan
hilang
Lengan kiri 4 +- 30 bergerak Ditusuk- menetap Istirahat/ tidur
bawah mnit tusuk
5. Luka : Ya
6. Dekubitus : Tidak
H. POLA SEKSUAL/REPRODUKSI
□ Tidak
3. ♂ a. Penis : normal
c. Skrotum : normal
4. Tanggal haid terakhir : Masalah Prostat : Tidak Ya
2. Emosi : Cemas
3. Kepribadian : Terbuka
4. Komunikasi : Jelas
5. Pertahanan/ Koping
a. Apakah Agama/ Kepercayaan penting bagi anda? : agama dijadikan sebagai pedoman bagi
pasien
8. Dukungan keluarga :
□ Sering dilakukan
J. POLA PERSEPSI DIRI
L. SPIRITUAL- KEPERCAYAAN
Agama : islam
Community
Sering di lakukan
- Pasien mengatakan datang ke IGD dengan kondisi tidak sadarkan diri habis
kecelkaan dan saat terbangun, sudah berada di RS dan tangannya kirinya terasa
sakit
- Pasien mengatakan nyerinya akan bertambah apabila banyak bergerak O
: pasien mengatakan nyeri pada bagain pergelangan tanagn kirinya
P : pola serangan intermiten, dan bertambah nyeri pergelangan tangan di gerakan
Q : kualitas nyeri seperti tajam
R : pada bagian pergelangan tangan
kiri S : skala nyeri 4
T : lama nyeri +- 30 menit
U : pasien mengerti penyebab nyerinya
V : pasien mengatakan nyeri akan hiilang jika istirahat dan berbincang-bincang dengan
anaknya
DO:
DS :
- Pasien mengatakan takut ketika nanti akan di lakukan operasi.
- Pasien mengatakan khwatir karena sebelumnya pernah mngalami oprasi
DO : Defisit Pengetahuan
tentang HT
- TD: 188/70 mmHg, N: 75 X/mnt, S: 37 °C, RR: 20 X/ mnt.
DO :
- Pasien mengtakan bahwa dirinya tidak tau dia mengalami hipertensi
- Pasien mngatakan bahwa di tidak pernah memriksakan kesehatannya pada
posyandu lansia, meskipun posyandu lansia rutin di laksanakan di desanya.
- Pasien mengatakn bahwa anaknya memiliki tekanan darah tinggi yang yang lebih
tinggi dari bapaknya
- Pasien mengatakan bahwa, dirinya tidak meneluh apapun, meskipun darahnya tinggi
- Pasien mengatakan tidak membatasi makanannya, dan tidak ada diet khusus untuk
mengontrol darah tingginya.
- Pasien mengatakan tidak pernah berolahraga dan menganggap pekerjaannya
sudah termasuk olahraga
DO : Nyeri akut
- Wajah Pasien tampak menhana rasa sakit
- Pasien berbicara pelan
- Pasien terlihat memegang bagian tangannya yang terpasang bandage habis
operasi DS :
- Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka oprasi
- Skala nyeri :
O : pasien mengatakan nyeri pada bagain beks operasinya
P : pola serangan intermiten, dan bertambah jika pasien bergerak
Q : kualitas nyeri seperti tajam
R : pada bagian pada bagian lengan kiri
S : skala nyeri 4
T : lama nyeri +-30 menit
U : pasien mengerti penyebab nyerinya
V : pasien mengatakan nyeri akan hiilang jika istirahat dan minum obat
DS : Resiko infeksi
- Pasien mengatakan terasa nyeri di sekitaran luka dan balutan bandage
DO :
- Terdapat luka bekas operasi pada bagian lengan kiri bawah
- Terpasanga perbal bandage pada bagian lengan kiri bawah
- Kulit di sekitar balutan terlihat merah dan teraba hangat
- Luka post oprasi hari ke-1
Dx Kep EBN
Tgl SLKI SIKI Rasional
(SDKI)
Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi Infection kontrol Efektifitas Kepatuhan
tindakan keperawatan Perawat Dengan
1. Instruksikan pengunjung 6. Meminimalkan risiko
selama 3 x 24 jam Kejadian Infeksi Post
untuk mencuci tangan saat infeksi
penyembuhan integritas Op Di Ruang Mawar
kulit dan jaringan dapat
terpenuhi dengan berkunjung dan setelah 7. mengurangi mikroba Rsi Nashrul Ummah
kriteria hasil: berkunjung bakteri yang dapat Lamongan.
menyebabkan infeksi
1. Tidak ada tanda- 2. Cuci tangan sebelum Sari, I. P. (2019).
8. untuk mencegah
tanda infeksi dan sesudah tindakan timbulnya infeksi
keperawatan 9. untuk mengetahui
2. Kemeraha pada
skita luka dan secaradini geja-gejala
3. Berikan terapi antibiotik
perban dapat infeksi
bila perlu
berkurang 10. untuk menghindari
4. Observasi dan laporkan penyebaran infeksi
3. Suhu kulit di tanda dan gejal infeksi
sekitar luka tidak seperti kemerahan, panas,
teraba hangat nyeri, tumor
5. Ajarkan keluarga
bagaimana mencegah
infeksi
Catatan Perkembangan
No Dx Tanggal dan
Implementasi dan Respon Evaluasi TTD
Kep Jam
13-10- 1. Mengkaji penyebab kecemasan klien dengan penuh Jam 11.00
08.00 perhatian S:
DS :
- pasien mengatakan merasa cemas karena akan di - Pasien mengatakan sudah tidak
lakukan operasi nanti jam 13.00 terlalu cemas lagi karena mengerti
- pasien mengatakan ini baru pertama kali pasien tindakan yang akan di lakukan
melakukan oprasi sehingga tidak tau apa saja yang akan selama oprasi
di alami nanti saat oprasi - Pasien mengatakan sudah bias
08.10 2. Mengbservasi tanda verbal dan non verbal dari kecemasan mengontrol cemasnya
klien O:
DO : - pasien terlihat sudah tenang
- pasien terlihat masih cemas dan gelisah - pasien terlihat memahami tindaskan
- mukosi bibir pasien masih kering
oprasi yang akan di jalani
Anxietas - mukosi bibir pasien terlihat sedikit
08.15 3. Menjelaskan semua prosedur yang akan dialai pasien selama
akan menjalani operasi kering
DS : A : Masalah kecemasan teratasi
- Pasien mengatakan memahami tindakan opreasi yang P : Pertahankan intervensi
akan di lakukan pasien nanti
- menggunakan relaksasi nafas
DO :
- Pasien tampak meperhatikan penjelasn perawat dalam untuk mengurangi
kecemasan
08.20 4. Mengjarkan pasien cara mengurangi cemas dengan
relaksai nafas dalam
DS :
- Pasien mengatakan akan mencoba mengatur nafasnya
untuk mengurangi ras cemasnya
DO :
- Pasien terlihat mampu melakukan relaksasi nafas dalam
11.00 5. Mengevaluasi repon verbal dan non verbal kecemasan
pasien
DS :
- pasien mengatakan sudah tidak terlalu cemas karena
mengerti tindakan oprasi yang akan di lakukan
Nyeri akut 13-10- 1. Mengobservasi, nyeri secara komprehensif termasuk Jam 13.00
08.00 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan S:
faktor pencetus - Pasien mengatakn masih terasa nyeri
DS : di bagian bekas luka oprasi
O : pasien merasa nyeri pada bagian - Pasien mengatakan Skala nyeri 4
pergelangan tangan kiri bawah. - Pasien mengatakn nyerinya
P : pola serangan intermiten bertambah jika bergerak miring kana
Q : kualitas nyeri seperti tajam kiri
R : nyeri berada di pergelangan tangan - Pasien mngatakan nyerinya
kiri S : skala nyeri 4 berkurang jika istirahat dan minum
T : nyeri ± 30 menit obat
U : pasien mengetahui mengetahui penyebab nyeri - Lama nyeri sekitar 15 menit
V:
DO : O:
- Pasien tamapak masih menahan rasa sakit - Tangan Pasien terlihat memgangi luka
- Pasien terlhat memegang bagian yang nyeri bekas oprasinya
08.15 2. Mengkaji faktor yang membuat nyeri - Wajah pasien tampak menahn ras
hilang DS : sakit
- Pasien mengatakan nyeri hilang jika pasien
istirahat A : nyeri akut belum teratasi
- Pasien mengatakan nyeri hilang jika minum obat P : lanjutkan intervensi
08.15 1. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk 1. Observasi, nyeri secara komprehensif
pemberian obat farmakologi Inj santagesik 1 ampl via iv termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
pencetus
10.20 2. Mengajarkan teknik non farmakologi nafas dalam 2. Hindari faktor pencetus nyeri
kepada pasien 3. Evaluasi kemampuan pasien dalam
DO : melakukan teknik non farmakologi
- Setelah melakukan Teknik nafas dalam nafas dalam
pasien terlihat tenang 4. Kolaborasi dengan tim kesehatan
12.30 3. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam melakukan lainnya untuk pemberian obat
teknik non farmakologi nafas dalam farmakologi
DO :
- Pasien terlihat mengikuti instruksi setelah di
edukasi Teknik nafas dalam
DS :
- Pasien mengatakan lumayan nyaman dan
dada tidak terlalu sesak
- Pasien mengatakan nyeri sedikit terlokalisir setelah
dilakukan Teknik nafas dalam
13.00 4. Mengevaluasi manfaat relaksasi nafas dalam dan
obat ketorolac
DS :
- Pasien mengatakn apabila terasa nyeri
kemudian nafas dalam, maka nyerinya akan
berkurang
- Pasien mengatakan setelah di berikan obat,
nyerinya akan berkurang, akan tetapi beberapa
jam setelahnya, nyerinya muncul lagi
Resiko 14-10- 1. Mengnstruksikan pengunjung dan keluarga untuk S:
infeksi 09.30 mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung - Pasien mengatakan terasa nyeri di
sekitaran luka
DO : O:
- Keluarga mengatakn akan mencuci tangan sebelum - Terdapat balutan luka di sekitaran
memegan pasien selangkangan paha kiri
09.15 2. Mengobservasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi - Balutan tampak bersih kering
- Tidak ada rembesan pada bagian
DS : luka
- Kulit tampak kemerhana di
- Pasien mengtakan masih nyeri dibagian bekas luka sekitar balutan
oprasi - Teraba hangat di sekitar balutan
DO :
- Terdapat balutan perban di pergelangan tangan kiri A : masalah resiko infeksi belum teratasi
bekas operasi P : Lanjutkan intervensi
- Tidak ada remebesan pada luka - Cuci tangan sebelum dan sesudah
- Balutan tampak bersih kering tindakan keperawatan
- Kulit tampak kemerhana di sekitar balutan
- Teraba hangat di sekitar balutan - Berikan terapi antibiotik bila perlu
Alligood M Raile. (2017). Nursing Theory : Utilization and Aplications 8 th edition Volume 1.
Mosby Elseiver. Singapore
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah: manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan. Elsevier (Singapore).
Digiulio, M. (2014). Jackson, Donna. Keogh. Jim. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta.
Fan, M., & Chen, Z. (2020). A systematic review of non-pharmacological interventions used for
pain relief after orthopedic surgical procedures. Experimental and therapeutic
medicine, 20(5), 1-1.
Fitria, C. N., & Andansari, O. (2016). Efektif itas Komunikasi Terapeutik Interpersonal Perawat
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Fraktur.
Fitria, C. N., & Andansari, O. (2016)Efektifitas Edukasi dalam Pencegahan dan Pengendalian
Hipertensi. Jurnal Penelitian Kesehatan" SUARA FORIKES"(Journal of Health
Research" Forikes Voice"), 11(3), 228-232.
Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogya karta:
Nuha Medika.
Sari, I. P. (2019). Efektifitas Kepatuhan Perawat Dengan Kejadian Infeksi Post Op Di Ruang
Mawar Rsi Nashrul Ummah Lamongan. Medica Majapahit (Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit), 11(2), 29-36.
Wiarto, G. (2017). Tanggap Darurat Bencana Alam. Yogyakarta: Gosyen Publishing.