Disusun oleh:
ROSALINDA DIANA ADAWIYYAH
NIM. 2101277025
LAPORAN PENDAHULUAN
3. Klasifikasi
a. Berdasarka hubungan dengan dunia luar:
Menurut pendapat Rahmawati et al., (2018) ada 2 macam fraktur yang
berdasarkan dengan dunia luar adalah:
1) Fraktur terbuka
Yaitu patah tulang yang menembus kulit dan memungkinkan adanya
hubungan dengan dunia luar serta menjadikan fraktur terbuka sangat
berpotensi menjadi infeksi
2) Fraktur tertutup
Yaitu patah tulang yang tidak mengakibatkan robeknya kulit sehingga tidak
ada kontak dengan dunia luar.
b. Berdasarkan jenis fraktur metacarpal
Menurut Chou et al (2016) sebagai berikut:
1) Baseball finger (mallet finger) : fraktur ujung jari yang dalam keadaan tiba-
tiba fleksi pada sendi interfalang karena trauma.
2) Boxer fracture (street fighter’s fracture) : fraktur kolum metacarpal V terjadi
karena tidak tahan terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal.
3) Fraktur bennet : fraktur dislokasi basis metacarpal I
4. Manifestasi Klinis
Menurut Indrawan & Hikmawati (2021) ada beberapa gejala yang timbul pada
penyakit ini diantaranya:
a. Nyeri terus menerus akan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Hilangnya fungsi tulang
c. Deformitas atau perubahan bentuk
d. Pemendekan ekstremitas
e. Krepitus
f. Pembengkakan lokal
g. Perubahan warna
5. Patofisiologi
Keparahan bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang
fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, kemungkinan tulang hanya retak saja
bukan patah. Sedangkan jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil,
kemungkinan tulang dapat pecah berkeping keping. Saat terjadi fraktur, otot yang
melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot akan mengalami spasme dan
menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar bisa menciptakan
spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar seperti tulang femur.
Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian
distal dapat bergeser yang dikarenakan factor penyebab penyebab maupun spasme
pada otot-otot sekitar.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah yang terdapat di korteks serta
sumsum dari tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan terjadi
cedera jaringan lunak. Terjadinya perdarahan diakibatkan oleh cedera jaringan
lunak atau cedera pada tulang sendiri. Pada saluran sumsum (medulla), hematoma
terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan
disekitar tulang lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan hebat
sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi
plasma dan leukosit (Bare, 2013).
Predisposisi Presipitasi
• Trauma langsung • Tumor tulang
• Trauma tidak • Infeksi seperti ostemielitis
6. Pathway langsung • Rachitis
• Kondisi patologois • Stress tulang secara terus-menerus
FRAKTUR
Istirahat tidur
Sesak nafas terganggu
Gangguan
Pola Napas
Pola Tidur
Tidak Efektif
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Aryana (2017) ada beberapa pemeriksaan penunjang diantaranya:
a. Pemeriksaan rontgen
b. Menentukan lokasi, luas fraktur, trauma
c. Scan tulang, scan CT/MRI
d. Arteriogram
e. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada
perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai respon
terhadap peradangan.
8. Penatalaksanaan
Menurut Rozi et al., (2021)
a. Terapi farmakologi
1) Penggunaan obat antibiotik seperti ceptriaxone
2) Penggunaan obat analgetik seperti paracetamol
b. Terapi non farmakologi
1) Penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi, misalnya
menggunakan mitela.
2) Imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang
tungkai bawah tanpa dislokasi.
3) Reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya
dilakukan pada patah tulang radius distal.
4) Reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu
9. Komplikasi
Menurut Andri et al., (2020) Fraktur dapat menyebabkan komplikasi,
morbiditas yang lama dan juga kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan
yang baik. komplikasi tersebut antara lain:
a. Syok, dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
b. Emboli lemak, dapat terjadi 24-72 jam
c. Sindrom kompartemen, perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan
d. Infeksi dan trombo emboli
e. Koagulopati intravskular diseminata
f. Mal-union/ non union
Malunion adalah tulang tersambung namun dengan posisi yang tidak
tepat dari bentuk awal, seringkali terlihat menjadi bengkok,tidak simetris, lebih
panjang pendek, terdapat benjolan, fungsinya tida dapat kembali normal. Non
union, yaitu tulang tidak tersambung kembali (Pratama Putra & Novialdi,
2022).
g. Nekrosis avaskular tulang
Kondisi tulang degeneratif yang ditandai dengan kematian jaringan tulang
akibat kurangnya pasokan darah sehingga menyebabkan kerusakan tulang,
bahkan kehancuran tulang (Syahriani et al., 2023).
h. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
3. Intervensi
Perencanan merupakan petunjuk tertulis yang mencermikan secara tepat
mengenai tindakan yang akan diberikan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya
berdasarkan diagnosa keperawatan. Perencanaan dapat memberikan kesempatan
kepada perawat, klien, keluarga dan orang terdekat untuk merumuskan rencana
tindakan keperawatan yang tepat untuk menangani masalah kesehatan yang
dihadapi klien. Intervensi yang diberikan diambil dalam Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) PPNI edisi I cetakan II tahun 2016 (PPNI, 2016)
Tabel 2. Diagnosa, Luaran dan Intervensi
No Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Perawatan Luka
Observasi:
▪ Monitor karakteristik luka
▪ Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
▪ Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
▪ Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik
▪ Bersihkan jaringan nekrotik
▪ Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
▪ Pasang balutan sesuai jenis luka
▪ Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
Edukasi
▪ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
▪ Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi
▪ Kolaborasi prosedur debridement
▪ Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Manajemen Muntah
Observasi
▪ Identifikasi karakteristik muntah (mis. Warna, konsistensi,
adanya darah, waktu, frekuensi dan durasi)
▪ Periksa volume muntah
▪ Identifikasi riwayat diet (mis,makanan yang disuka, tidak
disuka, dan budaya)
▪ Identifikasi factor penyebab muntah (mis.pengobatan dan
rosedure)
▪ Identifikasi kerusakan esophagus dan faring posterior jika
muntah terlalu lama
▪ Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh
▪ Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Terapeutik
▪ kontrol factor lingkungan penyebab muntah (mis.bau tak
sedap, suara dan stimulus visual yang tidak
menyenangkan)
▪ kurangi dan hilangkan keadaan penyebab muntah
(mis.kecemasan, ketakutan)
▪ atur posisi untuk mencegah aspirasi
▪ pertahankan kepatenan jalan napas
▪ bersihkan mulut dan hidung
▪ berikan dukungan fisik saat muntaj (mis.membantu
mambungkuk atau menundukkan kepala)
▪ berikan kenyamanan selama muntah (mis.kompres dingin
didahi atau sediakan pakaian kering dan bersih)
▪ berikan cairan yang tidak mengandung karbonasi minimal
30 m3nit setelah muntah
Edukasi
▪ anjurkan membawa kantong plastic untuk menampung
muntah
▪ anjurkan memperbanyak istirahat
▪ Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk
mengelola muntah
12. Gangguan pola tidur Pola tidur Dukungan Tidur (I.05174)
berhubungan dengan (L.05045) Observasi:
hambatan lingkungan Setelah dilakukan tindakan ▪ Identifikasi pola aktivitas dan tidur
(D.0055) keperawatan 3x24 jam ▪ Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau
diharapkan pola tidur psikologis)
membaik, dengan kriteria ▪ Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
hasil : (mis. kopi, teh, alkohol, makanan mendekati waktu tidur,
• Keluhan sulit tidur minum banyak air sebelum tidur)
menurun ▪ Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
• Keluhan sering terjaga Terapeutik:
menurun ▪ Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan,
• Keluhan tidak puas suhu, matras, dan tempat tidur)
tidur menurun ▪ Batasi waktu tidur siang, jika perlu
• Keluhan pola tidur ▪ Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
berubah menurun ▪ Tetapkan jadwal tidur rutin
• Keluhan istirahat tidak ▪ Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
cukup menurun (mis. pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)
▪ Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan
untuk menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
▪ Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
▪ Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
▪ Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
▪ Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
▪ Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis. psikologis:gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
▪ Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
13. Keletihan Tingkat keletihan Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.12362)
berhubungan dengan (L.05046) Observasi:
kondisi fisiologis Setelah dilakukan tindakan ▪ Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
(D.0057) keperawatan 3x24 jam Terapeutik
diharapkan tingkat keletihan ▪ Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan
membaik, dengan kriteria istirahat
hasil :
▪ Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai
• Verbalisasi kepulihan
kesepakatan
energi meningkat
▪ Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk
• Kemampuan
melakukan aktivitas bertanya
rutin meningkat Edukasi
• Pola istirahat membaik ▪ Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik
• Pola napas membaik ▪ Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
▪ Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
▪ Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas
sesuai kemampuan
Aditya Asrizal, R. (2014). Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Medula, 2(3).
Andri, J., Febriawati, H., Harsismanto, & Susmita, R. (2020). Nyeri Pada Pasien Post Op
Fraktur Ekstremitas Bawah Dengan Pelaksanaan Mobilisasi Dan Ambulasi Dini. Journal
Of Telenursing (Joting), 2(1), 61–70.
Andri, J., Panzilion, & Sutrisno, T. (2019). Hubungan Antara Nyeri Fraktur Dengan Kualitas
Tidur Pasien Yang Di Rawat Inap. Jurnal Kesmas Asclepius, 1(1), 55–64.
Aryana, N. K. S. I. G. N. W. (N.D.). Karakteristik Fraktur Femur Proksimal Pada Geriatri Di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Tahun.
Bare, S. &. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart, Edisi 8. In
Jakarta : Egc.
Chou, R., Gordon, D. B., Casasola, O. A., Rosenberg, J. M., Bickler, S., & Brennan, T. (2016).
Guidelines On The Management Of Postoperative Pain. The Journal Of Pain, 17(2), 131–
157.
Duhita, K., Gde Asmara, A. ., & Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna, I. G. (2021). Gambaran
Karakteristik Pasien Fraktur Metakarpal Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Periode Januari 2018 - Juni 2019. Jurnal Medika Udayana, 10(3), 103–109.
Fathur Rozi, I., Tekwan, G., & Nugroho, H. (2021). Hubungan Usia Pasien, Jenis Fraktur Dan
Lokasi Fraktur Tulang Panjang Terhadap Lama Rawat Inap Pasca Bedah Di Rs Ortopedi
Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 3(5), 661–666.
Indrawan, R. D., & Hikmawati, S. N. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Post Op Orif Hari Ke-1 Akibat Fraktur Femur Sinistra
1/3 Proximal Complate. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(10), 1345–1359.
Ppni. (2016a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnostik.
In Edisi 1 Cetakan Iii (Revisi).
Ppni. (2016b). Standar Intervensi Keperwatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan Keperawatan.
In Edisi I Cetakan Ii.
Pratama Putra, D., & Novialdi. (2022). Penatalaksanaan Malunion Pada Fraktur Tulang Hyoid.
Majalah Kedokteran Andalas, 45(2).
Rahmawati, R., Arif, M., & Yuliano, A. (2018). Pengaruh Pembidaian Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruangan Igd Rsud Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2018.
Syahriani, F., Andry Usman, M., & Fatma, N. (2023). A Case Of Avascular Necrosis Of The
Bilateral Caput Femoral In Female Patients With Systemic Lupus Erythematosus. Alami
Journal (Alauddin Islamic Medical Journal), 7(1).