Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN FRAKTUR

Disusun Oleh :
Kelompok IV
Andre Fitri Santoso PO72201201634
Afrilya Sandova PO72201201633
Cici Nabila Musran PO72201201636
Silvia Anggraini Saputri PO72201201657
Sri Wahyuni PO72201201661
Tiara Cinta Trisna Ningtias PO72201201663

Kelas : 3A Keperawatan
Dosen Pembimbing :
Ns. Meisa Daniati, S.Kep., M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KESEHATAN TANJUNGPINANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2023
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Awan & Rini (2015) Klasifikasi pada fraktur adalah:
1) Berdasarkan klasifikasi secara umum fraktur dibedakan menjadi fraktur
lengkap dan fraktur tak lengkap.
a) Fraktur lengkap adalah terjadinya terjadinya fraktur pada tulang secara
lengkap
b) Fraktur tidak lengkap merupakan fraktur yang tidak melibatkan
keseluruhan ketebalan tulang.

2) Berdasarkan jenisnya, fraktur dibedakan menjadi fraktur terbuka dan


fraktur tertutup.
a) Fraktur terbuka adalah patah tulang yang menembus jaringan otot dan
kulit. Tulang terkontaminasi dengan dunia luar.
b) Fraktur tertutup adalah fraktur atau patah tulang yang tidak sampai
menembus jaringan kulit beserta dunia luar.
3) Berdasarkan tipe ditinjau dari sudut patah tulang fraktur dibedakan
menjadi fraktur transversal, oblik, dan spiral.
a) Fraktur transversal, yaitu suatu fraktur yang garis patahnya tegaklurus
b) Fraktur oblik, yaitu fraktur yang garis patahnya berbentuk sudut atau
miring.
c) Fraktur spiral, yaitu fraktur yang berbentuk seperti spiral

2.1.2 Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma langsung,
trauma tidak langsung, dan kondisi patologis. Kemampuan otot mendukung
tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan fungsi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi akan menjadi edem local maka
penumpukan didalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain
itu dapat mengenai tulang tulang dan dapat terjadi neurovaskuler,
neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit..
(Sylvia dikutip dalam Saferi &Mariza, 2013).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin – katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolic dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon – hormon lain yang bersifat vasoaktif
juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadi syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin – sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengambilan darah (venous return) dengan cara
kontaksi volume darah didalam system vena sistemik. Bila syok
berkepanjangan dan penyampaian subtract untuk pembentukan adenosine
triphosphat tidak memadai, maka membrane sel tidak dapat lagi
mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang.
Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra structural
pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagiakan diikuti cedera
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan
struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler
yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi (Purwadinata dikutip
dalam Saferi & Mariza, 2013).
2.1.3 WOC

Trauma Langsung Trauma tidak Kondisi Patologis


langsung

Fraktur

Diskontinuitas Pergeseran Fragmen Nyeri


Tulang Tulang
akut

Perubahan Kerusakan
Spasme otot
Jaringan Sekitar frakmen tulang

Pergeseran Peningkatan Tekanan


Laserasi kulit
Fragmen Tulang tekanan kapiler sumsum tulang
lebih tinggi dari
kalpiler
Perdarahan Pelepasan
Deformitas
histamin
protein plasma Reaksi stres
Gangguan Kehilangan hilang klien
Tulang
integritas kulit volume cairan
mengalami
gangguan Fungsi Edema
Melepaskan
katekolamin
Hipovolemia
Gangguan Penekanan
mobilitas fisik Pembuluh Mobilisasi asam
darah lemak

Bergabung
Penurunan dengan trombosit
perfusi
jaringan
Emboli

Perpusi
(Sumber : Hariyanto & Sulistyowati, 2015) perifer tidak Menyumbat
efektif pembuluh darah
2.1.4 Manifestasi Klinis
Menurut Clevo & Margareth (2012) Manifestasi klinis pada fraktur antara
lain adalah :
1) Pada tulang traumatic dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri.
Setelah terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa
nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan
hilang pada saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai
nyeri.
2) Nyeri, bengkak, dan nyeri tekan pada daerah fraktur (tenderness)
3) Deformitas : perubahan bentuk tulang
4) Mungkin tampak jelas posisi tulang dan ekstremitas yang tidak alami.
5) Pembengkakan disekitar fraktur akan menyebabkan proses peradangan.
6) Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian terdekat.
7) Gerakan abnormal.
8) Dapat terjadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan, yang
mengisyaratkan kerusakan syaraf. Denyut nadi dibagian distal fraktur
harus utuh dan setara dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi
sebelah distal mungkin mengisyaratkan syok kompartemen.
9) Krepitasi suara gemeretak akibat pergeseran ujung – ujung
patahan tulang satu sama lain.

2.1.5 Komplikasi

Menurut Rosyidi (2013) komplikasi pada fraktur adalah :

1. Delayed Union : Adalah sesuatu kegagalan fraktur berkonsolidasi


(bergabung) sesuai dengan waktu yang di butuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ketulang.
2. Malunion : adalah penyembuhan tulang di tandai dengan meningkatnay
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
3. Nonunion : adalah kegagalan fraktur yang berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis.
4. Shock : terjadi kehilangan banyak darah dan meningkatnya permebilitas
kapiler yang bias menyebabkan menurunnya oksigennasi. Ini biasanya
terjadi pada fraktur.
5. Compartement syndrome : Adalah komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, syaraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah.
6. Infeksi : system pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi ini dimula pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bias juga karena penggunaan bahan lain di dalam pembedahan seperti
pin dan plat.

2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gawat darurat ( Brunner & Suddarth 2018) yaitu :
1) Terlebih dahulu perhatikan adanya airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure.
2) Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien
dipindahkan.
3) Pembidaian fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat fraktur, untuk
mencegah pergerakan fragemen fraktur.
4) Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah dapat dilakukan dengan
mengikat kedua tungkai bersama-sama
5) Pada cedera ekstrimitas atas, lengan dapat dibebat kedada atau lengan
bawah yang cedera dapat digendong dengan mitela.
6) Kaji status neurovascular disisi distal area cedera sebelum dan setelah
pembebatan untuk menentukan keadekuatan perfusi jaringan perifer
dan fungsi saraf.
7) Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam.
Penatalaksanaan fraktur menurut (Muttaqin A, 2017) Fraktur trokanter dan
sub-trokanter femur, meliputi :
1) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan
gips pinggul selama 7 minggu merupakan alternative pelaksanaan pada
klien dengan usia muda.
2) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan
Penatalaksanaan Fraktur diafisis femur, meliputi :
1) Terapi konservatif.
a. Traksi kulit merupakan pengoatan sementara sebelum dilakukan
terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
b. Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi
tulang lutut. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah
terjadi union fraktur secara klinis

2.1.10 Pemeriksaan penunjang


Menurut American of Orthopedic Surgeons (2019), menyatakan
bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Sinar X/pemeriksaan rontgen
Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktru. Sinar X memberikan
gambar struktur padat, seperi tulang. Rontgen dilakukan dari sejumlah
sudut yang berbeda untuk mencari fraktur dan untuk melihat
keselarasan pada tulang.
2. Scan tulang, tomogram, CT-Scan/MRI
Memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3. Pemeriksaan darah lengkap
Hemokonsentrasi (HT) mungkin akan meningkat atau menurun
(perdarahan yang bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple), peningkatan sel darah putih adalah respon stress yang
normal setelah trauma.
4. Pemeriksaan fisik
Selama pemeriksaan, akan diperiksa apakah terjadi hemarthrosis.
Dalam kondisi ini, darah dari ujung tulang yang patah terkumpul
didalam ruang sendi sehingga menyebabkan pembengkakan yang
menyakitkan.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu: Mengumpulkan data, mengolompokan data, dan
menganalisa data. Adapun proses pengkajian gawat darurat yaitu pengkajian
primary dan pengkajian sekunder (Silvia, 2018)
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nomer register, tanggal masuk
Rumah Sakit, diagnosa medis.

2. Primary Survey
Menurut (Krisanty P, 2018) Setelah pasien sampai di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan
dan mengaplikasikan prinsip Airway, Breathing, Circulation, Disabilit,,
Exposure (ABCDE).
a. Airway
Pada pengkajian Airway, Penilaian kelancaran airway pada klien
yang mengalami fraktur meliputi, pemeriksaan adanya obstruksi
jalan nafas atau fraktur di bagian wajah.Usaha untuk membebaskan
jalan nafas harus memproteksi tulang servikal karena itu tehnik Jaw
Thurst dapat digunakan pasien dengan gangguan kesadaran atau
GCS kurang dar 8 biasanya memerlukan pemasangan airway
definitif. ( Krisanty p, 2018)
b. Breating
Menurut (Rani, 2018) Pengkajian pada pernapasan dilakukan untuk
menilai kepatenan jalan napas dan keadekuatan pernapasan pada
pasien
1) Look
a) Lihat pengembangan dada
b) Retraksi intercostal
c) Penggunaan otot aksesoris pernapasan
2) Listen
a) Apakah terdengar suara napas
b) Bunyi napas (Ngorek, bersiul, megak dan lainlain)
c) Suara napas tambahan (ronchi, wheezing, rales, dll)
3) Feel
a) Apakah ada hembusan darah dari hidung
b) Frekuensi napas
c. Circulation
Pada pengkajian kegawatdaruratan pada pasien fraktur femur,
dilakukan penilaian terhadap fraktur ketika mengevaluasi sirkulasi
maka yang harus diperhatikan di sini adalah volume darah,
pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi
permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang
terbuka. Patah tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah
dalam paha 3 – 4 unit darah dan membuat syok kelas III.
Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan
penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang
mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang
baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar
patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril
umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang
agresif merupakan hal penting disamping usaha menghentikan
pendarahan. (Kristanty P, 2018)
d. Disability
Pada Pengkajian DIssability dilakukan pengkajian neurologi, untuk
mengetahui kondisi umum pasien dengan cepat mengecek tingkat
kesadaran pasien dan reaksi pupil pasien (Tutu, 2017).
Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan
tingkat cedera spinal.
e. Exposure
Pada pengkajian exposure, Pasien harus dibuka keseluruhan
pakaiannya, seiring dengan cara menggunting, guna memeriksa dan
evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien
diselimuti agar pasien tidak hipotermia. pemeriksaan tambahan pada
pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur adalah
imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi (Paul, 2018)
3. Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal
adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder
adalah mencari cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien
sehingga tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati.
Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus
mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies, Medication,
Past Medical History, Last Ate dan Event (kejadian atau mekanisme
kecelakaan). Mekanisme kecelakaan penting untuk ditanyakan untuk
mengetahui dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien,
terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum diketahui saat
primary survey, Selain riwayat AMPLE, penting juga untuk mencari
informasi mengenai penanganan sebelum pasien sampai di rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk
dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan
dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas
ligamentum dan tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan
Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna dan perfusi, luka,
deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh
perlu dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu
pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa
pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas yang
bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush injury
dengan ancaman sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan Feel, kita
menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi
neurologi, dan krepitasi. Pada periksaan Move kita memeriksa Range of
Motion dan gerakan abnormal.
Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara meraba pulsasi bagian
distal dari fraktur dan juga memeriksa capillary refill pada ujung jari
kemudian membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat. Jika
hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat
Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah di ekstremitas.
Pada pasien dengan hemodinamik yang normal, perbedaan besarnya
denyut nadi, dingin, pucat, parestesi dan adanya gangguan motorik
menunjukkan trauma arteri. Selain itu hematoma yang membesar atau
pendarahan yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya
trauma arterial.
Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat
cedera muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf
dan iskemia sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja
sama pasien. Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan
sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik.

4. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada klien fraktur adalah rasanyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lama serangan.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri di

gunakan:

1) Provoking Incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

presitasi nyeri.

2) Quality Of Pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan. Apakah


seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.

3) Region : Apakah rasaa sakit bias reda, apakah rasa sakit menjalar

atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity (scalr) Of Pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau menerangkkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

5) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

5. Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini biasa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehinga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana
yang terkena.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
member petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit – penyakit tersebut seperti kangker tulang dan penyakit pagets
yang menyebabkan fraktur patologis yang sulit untuk menyambung.
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang nerhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kangker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
8. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : dikaji GCS klien
2) System Integumen : kaji ada tidaknya eritema, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
3) Kepala : kaji bentuk kepala, apakah terdapat benjolan, apakah ada
nyeri kepala
4) Leher : kaji ada tidaknya penjolankelenjar tiroid, dan reflek
menelan.
5) Muka : kaji ekspresi wajah klien wajah, ada tidak
perubahanfungsi maupun bentuk. Ada atau tidak lesi, ada tidak
oedema.
6) Mata : kaji konjungtiva anemis atau tidak (karena tidak terjadi
perdarahan).
7) Telinga : kaji ada tidaknya lesi, nyeri tekan, dan penggunaan alat
bantu pendengaran.
8) Hidung : kaji ada tidaknya deformitas, dan pernapasan cuping
hidung.
9) Mulut dan Faring : kaji ada atau tidak pembesaran tonsil,
perdarahan gusi, kaji mukosa bibir pucat atau tidak.
10) Paru :
- Inspeksi : kaji ada tidaknya pernapasan meningkat.
- Palpasi : kaji pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
- Perkusi : kaji ada tidaknya redup atau suara tambahan.
- Auskultasi : kaji ada tidaknya suara nafas tambahan.
11) Jantung
- Inspeksi : kaji ada tidaknya iktus jantung.
- Palpasi : kaji ada tidaknya nadi meningkat, iktus teraba atau
tidak.
- Perkusi : kaji suara perkusi pada jantung
- Auskultasi : kaji adanya suara tambahan
12) Abdomen
- Inspeksi : kaji kesimetrisan, ada atau tidak hernia
- Auskultasi : kaji suara Peristaltik usus klien
- Perkusi : kaji adanya suara
- Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan
13) Ekstremitas
- Atas : kaji kekuatan otot, rom kanandan kiri, capillary refile,
perubahan bentuk tulang
- Bawah : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary
refile, dan perubahan bentuk tulang

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d pergeseran fragmen tulang
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan muskuloskeletal
3. Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi
4. Perfusi perifer tidak efektif b.d Penurunan aliran arteri dan/atau vena
5. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri

Definisi : Pengalaman Setelah dilakukan tindakan Observasi


sensorik atau emosional keperawatan nyeri akut • Identifikasi lokasi,
yang berkaitan dengan menurun karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan aktual Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas,
atau fungsional, dengan intensitas nyeri
1. Kemampuan
onset mendadak atau menuntaskan aktivitas • Identifikasi skala nyeri
lamat dan berintensitas 2. Keluhan nyeri • Identifikasi respon
ringan hingga berat yang nyeri non verbal
3. Meringis
berlangsung kurang 3 4. Sikap protektif • Identifikasi factor yang
bulan. memperberat dan
5. Gelisah
Penyebab : 6. Kesulitan tidur memperingan nyeri
1. Agen pencedera 7. Menarik diri • Identifikasi
fisiologis (mis. 8. Berfokus pada diri pengetahuan dan
infarmasi, sendiri keyakinan tentang
lakemia, 9. Diaforesis nyeri
neoplasma)
2. Agen pencedera 10. Perasaan depresi • Identifikasi pengaruh
kimiawi (mis. (tertekan) budaya terhadap
terbakar, bahan 11. Perasaan takut respon nyeri
kimia iritan) mengalami cedera • Identifikasi pengaruh
3. Agen pencedera berulang nyeri pada kualitas
fisik (mis.abses, 12. Anoreksia hidup
amputasi, 13. Perineum terasa • Monitor keberhasilan
terbakar, tertekan terapi komplementer
terpotong, 14. Uterus terasa membulat yang sudah diberikan
mengangkat berat, 15. Ketegangan otot • Monitor efek samping
prosedur operasi, 16. Pupil dilatasi penggunaan analgetik
trauma, latihan 17. Muntah
Terapeutik
fisik berlebihan) 18. Mual
• Berikan teknik
19. Frekuensi nadi
nonfarmakologis untuk
20. Pola napas
mengurangi rasa nyeri
21. Tekanan darah
• Control lingkungan
22. Proses berpikir
yang memperberat rasa
23. Fokus
nyeri
24. Fungsi berkemih
• Fasilitasi istirahat dan
25. Perilaku
tidur
26. Nafsu makan
• Pertimbangkan jenis
27. Pola tidur
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
• Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
• Jelaskan strategi
meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
• Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Dukungan Mobilisasi


2.
keperawatan diharapkan Observasi:
Definisi: keterbatasan
gangguan mobilitas fisik - Identifikasi adanya nyeri
dalam gerakan fisik dari
meningkat dengan kriteria atau keluhan fisik lainnya
satu atau lebih
hasil: - Identifikasi toleransi fisik
ekstremitas secara
Mobilitas Fisik melakukan pergerakan
mandiri.
1. Pergerakan ekstremitas - Monitor frekuensi jantung
Penyebab: meningkat dan tekanan darah sebelum
Gangguan 2. Kekuatan oto meningkat memulai mobilisasi
muskuloskeletal Rentang gerak (ROM) - Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
mobilisasi

Teraupetik:
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
- Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

3 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas Kulit


keperawatan diharapkan resiko Observasi:
Definisi:
kerusakan integritas kulit - Identifikasi penyebab
Kerusakan kulit (dermis
meningkat dengan kriteria gangguan integritas kulit
dan/atau epidermis) atau
hasil: (mis. Perubahan sirkulasi,
jaringan (membran
Integritas kulit dan jaringan perubahan status nutrisi,
mukosa, kornea, fasia,
1. Kerusakan jaringan penurunan kelembaban,
otot, tendon, tulang,
menurun suhu lingkungan ekstrim,
kartilago, kapsul sendi
Kerusakan lapisan kulit penurunan mobilitas)
dan/atau ligamen).
menurun
Teraupetik
Penyebab:
- Ubah posisi tiap 2 jam jika
Perubahan sirkulasi tirah baring
- Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang, jika
perlu
- Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
periode diare
- Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada
kulit kering
- Gunakan produk berbahan
ringan/ alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitif
- Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering

Edukasi
- Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum)
- Anjurkan minum air yang
cukup
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
- Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrim
- Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada di luar rumah
- Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya.

4 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan asuhan Perawatan sirkulasi


efektif keperawatan diharapkan perfusi Observasi:

Definisi:
dengan -
Penurunan sirkulasi darah perifer meningkat Periksa sirkulasi perifer

pada level kapiler yang kriteria hasil: (mis. nadi perifer, edema,

mengganggu 1. Denyut nadi perifer pengisian kapiler, warna,


dapat
meningkat suhu, ankle brachial index)
metabolisme tubuh
2. Warna kulit pucat - Identifikasi faktor risiko
Penyebab:
meningkat gangguan sirkulasi (mis.
Penurunan aliran arteri 3. Pengisian kapiler cukup diabetes, perokok, orang
dan/atau vena membaik tua, hipertensi dan kadar
4. Akral cukup membaik kolestrol tinggi)
5. Turgor kulit cukup - Monitor panas,
membaik kemerahan,nyeri, atau
bengkak pada ekstremitas)
Terapeutik:
- Hindari pemasangan infus
atau pengembalian darah di
area keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
- Lakukan pencegahan
infeksi
- Lakukan perawatan kaki
dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi:
- anjurkan berhenti merokok
- anjurkan berolahraga rutin
- anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
- anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolestrol, jika perlu
- anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
- anjurkan menghindari
penggunan obat penyekat
beta
- anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan kulit
kering, pada kaki)
- anjurkan program
rehabolitasi vaskuler
- ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
- informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
Hipovolemia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipovolemia
5
Observasi:
Definisi: keperawatan diharapkan status
- periksa tanda dan gejala
Penurunan volume cairan cairan membaik dengan kriteria hipovolemia
- monitor intake dan output
intravaskular, interstisial, hasil:
cairan
dan/atau intraselular. 1. kekuatan nadi meningkat Terapeutik:
- hitung kebutuhan cairan
Penyebab: 2. turgor kulit meningkat
- berikan posisi modified
Kehilangan cairan aktif 3. output urine meningkat trendelenburg
4. ortopnea menurun - berikan asupan cairan oral
Edukasi:
5. dispnea menurun - anjurkan memperbanyak
6. edema anasarka menurun asupan cairan oral
Anjurkan menghindari
7. edema perifer menurun perubahan posisi mendadak
8. frekuensi nadi membaik Kolaborasi:
- kolaborasi pemberian
9. tekanan darah membaik cairan IV isotonis (mis.
10. tekanan nadi membaik NaCl. RL)
- kolaborasi pemberian
11. membran mukosa cairan IV hipotonis (mis.
membaik glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- kolaborasi pemberian
12. jugular venous pressure cairan koloid (mis.
(jvp) membaik albumin, plasmanate)
- kolaborasi pemberian
13. kadar hb membaik produk darah
14. kadar ht membaik

2.2.4 Implementasi

Implementasi / penatalaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan ( nursalam, 2008).

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil


implementasi dengan keriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilan, bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian perlu disusun
rencana keperawatan yang baru ( harmoko, 2012).

Anda mungkin juga menyukai