Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKes HANG


TUAH PEKANBARU TAHUN AJARAN 2018/2019

Nama : Yulia Aryani Sahnas


NIM : 18091001
Ruangan : CVCU

LAPORAN PENDAHULUAN
(ALO)

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Edem paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus
paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan
intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena peningkatan
permeabilitas membran kapiler (edem paru non kardiogenik) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi
gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan
hipoksia (Harun & Sally, 2009).

2. Etiologi
a. Edem paru non kardiogenik
Edema paru non kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari
pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru ke dalam ruang interstisial dan
alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada jantung.
Walaupun edema paru dapat berbeda-beda derajatnya, bagaimanapun
dalam tingkatnya yang paling ringan sekalipun tetap merupakan
temuan yang menakutkan. Edema paru biasanya disebabkan
peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru dan akibat peningkatan
permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru sering juga disebut acute respiratory
distress syndrome (ARDS). Terjadinya edema paru dapat diakibatkan
oleh berbagai sebab, diantaranya:
1) Tenggelam (near drowning)
Edema paru dapat terjadi pada mereka yang selamat dari tenggelam
dari air tawar atau air laut. Autopsi penderita yang tidak bisa
diselamatkan menunjukan perubahan patologis paru yang sama
dengan perubahan pada edema paru karena sebab lain. Pada saat
tenggelam korban biasanya mengaspirasi sejumlah air. Air tawar
adalah hipotonis, dan air laut adalah hipertonis relatif terhadap
darah, yang menyebabkan pergerakan cairan melalui membran
alveolar-kapiler ke dalam darah atau ke dalam paru.
2) Pneumonia
Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron, edema paru pada
infeksi paru menunjukan perubahan yang sama dengan edema paru
karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Mekanisme
dikarenakan terjadinya reaksi inflamasi sehingga mengakibatkan
kerusakan endotel (lung injury).
3) Smoke inhalation dan infark paru
Kerusakan saluran napas telah lama diketahui menjadi penyebab
mortalitas utama pada penderita luka bakar dan sekarang jelas
bahwa inhalasi asap tanpa luka bakar termis juga menjadi
penyebab kematian utama. Jenis kerusakan saluran napas
tergantung dari jenis bahan yang terbakar dan zat kimia yang
terkandung di dalam asap yang ditimbulkan.
4) Paparan toxic
Inhalasi bahan kimia toksik dapat menyebabkan lesi paru seperti
yang disebabkan oleh inhalasi asap. Edema paru dilaporkan dapat
disebabkan akibat paparan terhadap fosgen, klorin, oksida nitrogen,
ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam, dan uap bahan
kimia kompleks lainnya. Fosgen adalah gas yang sangat reaktif,
dan banyak dihasilkan oleh industri-industri penghasil polimer,
pharmaceutical, dan metalurgi. Senyawa induk fosgen adalah
chloroform dan gas fosgen merupakan metabolit toksiknya. Jika
terhisap oleh manusia pada konsentrasi tertentu menyebabkan
edema paru-paru akibat adanya gangguan keseimbangan cairan
yang ada dan meningkatkan peroksida lipid dan permeabilitas
pembuluh darah.
5) Keracunan oksigen.
Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata toksik terhadap paru.
Edema paru dapat terjadi 24 – 72 jam setelah terpapar oksigen
100%. Lesi yang ditimbulkan secara histologis mirip dengan
edema paru yang ditimbulkan akibat peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Di bawah mikroskop elektron, perubahan dini yang
terjadi adalah penebalan ruang interstisial oleh cairan edema yang
berisi serat fibrin, leukosit, trombosit, dan makrofag. Ini terjadi
sebelum tampak kerusakan endotel.
6) Neurogenik
Keadaan ini terjadi pada penderita yang mengalami trauma kepala,
kejang-kejang, atau peningkatan tekanan intrakranial yang
mendadak. Diduga dasar mekanisme edema paru neurogenik
adalah adanya rangsangan hipotalamus (akibat penyebab di atas)
yang menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergik, yang
kemudian menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi
sistemik ke sirkulasi pulmonal dan penurunan “compliance”
ventrikel kiri. Akibatnya terjadi penurunan pengisian ventrikel kiri,
tekanan atrium kiri meningkat dan terjadilah edema paru.
b. Edema paru kardiogenik
Penyakit ini dapat terjadi pada orang yang menderita gangguan otot
jantung (kardiomiopati), hipertensi, gangguan katup jantung, dan
penyakit jantung koroner akibat ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah yang berasal dari paru-paru dalam kuantitas yang cukup
sehingga tekanan di dalam atrium kiri, pembuluh darah, serta kapiler
paru-paru menjadi meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian
menyebabkan terdorongnya cairan melalui dinding kapiler ke dalam
alveoli.
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit
karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi
jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran
darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu
memompa darah lagi seperti biasa.
2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik.
Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya
kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung
(miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-
obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila
ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka
darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan
mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi
untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara
adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna
(insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali
melalui katub menuju paru-paru.
4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan
penyakit arteri koronaria.

3. Patofisiologi
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume
yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan
(peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg.
Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan keseimbangan
sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah
cairan yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema
paru. Penyakit jantung yang potensial mengalami ALO adalah semua
keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri > 25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas
endotel kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein
ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran
sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan
mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis edem paru secara spesifik dibagi dalam 3 stadium :
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya
berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak
jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat
inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas
kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar
takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan
spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak
sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume
paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right to left intrapulmonary
shunt. Penderita biasanya menderita hipokapsia, tetapi pada kasus yang
berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada
keadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati.

5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji
etiologi edem paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan
hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein,
urinalisa gas darah, enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain
Natriuretic Peptide (BNP). BNP dan prekursornya pro BNP dapat
digunakan sebagai rapid test untuk menilai edem paru kardiogenik
pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan dengan
pulmonary artery occlusion pressure, left ventricular end-diastolic
pressure dan left ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien
gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai
prediktor gagal jantung pada pasien dengan efusi pleura dengan
sensitifitas 91% dan spesifitas 93%. Richard dkk melaporkan bahwa
nilai BNP dan Pro BNP berkorelasi dengan LV filling pressure.
Pemeriksaan BNP ini menjadi salah satu tes diagnosis untuk
menegakkan gagal jantung kronis berdasarkan pedoman diagnosis dan
terapi gagal jantung kronik Eropa dan Amerika. Bukti penelitian
menunjukan bahwa pro BNP/BNP memiliki nilai prediksi negatif
dalam menyingkirkan gagal jantung dari penyakit penyakit lainnya.
b. Radiologi
Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,
pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai
tambahan adanya garis kerley A, B dan C akibat edema instrestisial
atau alveolar seperti pada gambaran ilustrasi. Pemeriksaan di dada
dengan menggunakan X-ray untuk melihat penyebab sesak napas dan
memastikan bahwa pasien benar-benar mengalami edema paru.
c. Ekhokardiografi
Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan
fungsi katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab
edem paru.
d. Elektrokardiogram untuk melihat adanya tanda-tanda serangan jantung
dan masalah pada ritme jantung.
e. Kateterisasi jantung untuk mengetahui penyebab edema paru yang
disertai gejala nyeri dada atau bila penyebab edema paru tidak
ditemukan melalui ekokardiogram.
f. Kateterisasi arteri paru untuk mengukur tekanan di dalam kapiler paru-
paru.
g. Pulse oximetry untuk mengukur kadar oksigen di dalam darah dengan
menempatkan sensor pada telinga dan jari.
6. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa terapi yang digunakan untuk mengatasi ALO,
yaitu: Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru.
Nitrogliserin (NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama. NTG
spray atau tablet dapat segera diberikan sambil menunggu pemberian NTG
intravena (drip). NTG intravena diberikan dengan titrasi yang dimulai
pada dosis 10-20 meq/menit. Furosemide diberikan IV dengan dosis awal
20-40 mg (1mg/kgBB). Penggunaan vasodilator dapat segera menurunkan
tekanan darah sistemik dan pulmonalis serta mengatasi keluhan oedema
paru. Salah satu contoh vasoldilator yang dapat digunakan adalah
Nitroprusid dengan dosis awal 40-80 meq/menit, dinaikkan 5 meq/menit
setiap 5 menit sampai oedema paru teratasi atau tekanan sistolik arteri
turun dibawah 100 mmHg.
Penggunaan Angiotensin Converting Enzime Inhibitor. Pemberian
kaptopril oral akan menimbulkan efek dalam 0,5 jam, maksimal setelah 1-
1,5 jam dan menetap selama 6-8 jam. Penggunaan Inotropik. Pada
penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan, dapat diberikan
digitalis seperti Deslano-side (Cedilanide-D). Obat lain yang dapat dipakai
adalah golongan Simpatomi-metik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan
inhibitor Phos-phodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoxumone,
Piroximone). Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru
disertai bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema
parunya oleh karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena
selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif,
venodilatasi ringan dan diuretik ringan.
7. WOC
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, agama, suku / bangsa, alamat,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas.
3) Riwayat penyakit sekarang
Adanya sesak nafas dan kelemahan, sianosis.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien
mengeluh merasakan nyeri dada hebat dan pasien pernah
mengalami hipertensi, penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM,
hepatitis, dan hipertensi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Paru
Inspeksi: Bentuk dada asimetris
Palpasi: Vokal fremitus kanan kiri tidak sama
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau
lebih dan terdapat wheezing
2) Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar Murmur
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi protein
dan cairan dalam interstitial/area alveolar.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan secret.
c. Gangguan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi paru
skunder terhadap penumpukan cairan dalam alveoli.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan kadar oksigen di dalam tubuh.
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak
seimbangan suplai nutrisi dan kebutuhan oksigen.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan intubasi endotrakeal.

3. Intervensi
Diagnosa Nursing outcome classification Nursing intervention classification (NIC)
(NOC)
Gangguan a. Respiratory Status : Gas 1. Airway Management
pertukaran gas yang exchange a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
berhubungan b. Respiratory Status : ventilation atau jaw thrust bila perlu
dengan akumulasi c. Vital Sign Status b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
protein dan cairan ventilasi
dalam c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
interstitial/area jalan nafas buatan
alveolar d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
h. Lakukan suction pada mayo
i. Berika bronkodilator bial perlu
j. Barikan pelembab udara
k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
l. Monitor respirasi dan status O2

2. Respiratory Monitoring
a. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
usaha respirasi
b. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
c. Monitor suara nafas, seperti dengkur
d. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
g. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
h. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
i. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
Ketidakefektifan Status pernapasan : kepatenan jalan 1. Manajemen jalan napas :
bersihan jalan napas napas a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
berhubungan a. Sesak napas : 2 terganggu → 4 ventilasi
dengan gangguan minimal b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
penumpukan secret b. Kepatenan pernapasan : 2 jalan napas buatan.
terganggu → 4 gangguan c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
minimal d. Ajarkan teknik batuk efektif
c. Frekuensi pernapasan : 2 e. Keluarkan secret dengan batuk atau suction
deviasi cukup berat → 4 f. Auskultasi suara napas, catat adanya suara
deviasi ringan napas tambahan
d. Suara napas tambahan : 2 g. Monitor respirasi dan status oksigen
deviasi cukup berat → 4 h. Pertahankan asupan cairan
deviasi ringan 2. Manajemen batuk
e. Batuk: 2 deviasi cukup berat a. Tentukan kemampuan klien untuk batuk
→ 4 deviasi ringan secara mandiri
f. Penggunaan otot bantu b. Anjurkan untuk meminum air hangat sebelum
pernapasan : 2 deviasi cukup melakukan batuk efektif
berat → 4 deviasi ringan c. Anjurkan untuk napas dalam beberapa kali
g. Akumulasi sputum : 2 deviasi dan diakhir inspirasi anjurkan untuk batuk
cukup berat → 4 deviasi dengan kekuatan maksimal
ringan d. Anjurkan untuk melakukan batuk efektif
beberapa kali hingga terasa lega
e. Anjurkan untuk istirahat
3. Fisioterapi dada
a. Kaji adanya kontra indikasi fisioterapi dada
(PPOK eksasebrasi akut, pneumonia tanpa
sputum berlebih, osteoporosis, kanker paru,
edema serebral
b. Lakukan fisioterapi dada minimal 2 jam
setelah makan
c. Jelaskan tujuan dilakukan fisioterapi dada
d. Auskultasi bunyi paru abnormal yang
mengindikasikan adanya secret
e. Monitor status respirasi
f. Monitor jumlah dan karakteristik sputum
g. Tentukan segmen paru yang ada secret
berlebih
h. Gunakan bantal untuk menopang posisi
pasien
i. Tepuk dada dengan teratur dan cepat dengan
menggunakan telapak tangan yang
dikuncupkan di atas area yang ditentukan
adanya secret selama 3-5 menit
j. Lakukan getaran apply pneumatic
k. Getarkan dengan cepat dankuat dengan
telapak tangan ketika pasien akan batuk 3-4
kali atau mengehembuskan napas
l. Anjurkan batuk selama dan sesudah tindakan
m. Anjurkan berada pada posisi semi fowler
untuk memaksimalkan ventilasi
Ketidakefektifan Perfusi jaringan: perifer Pengaturan hemodinamik:
perfusi jaringan a. Pengisian kapiler jari: 3 deviasi a. Lakukan penilaian komprehensif tentang status
perifer sedang → 5 tidak ada deviasi hemodinamik
berhubungan b. Pengisian kapiler jari kaki: 3 b. Monitor tanda-tanda vital
dengan penurunan deviasi sedang → 5 tidak ada c. Monitor keadaan umum pasien
kadar oksigen di deviasi d. Pertimbangkan status cairan dan nutrisi klien
dalam tubuh c. Kekuatan denyut nadi: 3 deviasi e. Tentukan status perfusi
sedang → 5 tidak ada deviasi f. Anjurkan meningkatkan asupan makanan
d. Edema perifer : 3 deviasi sedang g. Berikan produk darah jika perlu
→ 5 tidak ada deviasi h. Lakukan asukultasi pada jantung
e. Muka pucat: 3 deviasi sedang → i. Monitor resistensi sistemik atau paru
5 tidak ada deviasi j. Monitor curah jantung
f. Kelemahan otot: 3 deviasi k. Tinggikan kepala tempat tidur
sedang → 5 tidak ada deviasi l. Tinggikan kaki tempat tidur
m. Monitor kapiler
n. Jaga keseimbangan cairan elektrolit dengan
pemberian cairan IV
Minimalkan stressor lingkungan
Intoleransi 1. Status energy Manajemen energy :
Aktivitas 2. Status nutrisi a. Tentukan penyebab keletihan
berhubungan b. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas
dengan kelemahan, c. Pantau respon oksigen pasien terhadap aktivitas
ketidak seimbangan d. Pantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-
suplai nutrisi dan sumber energy yang adekuat
kebutuhan oksigen e. Pantau dan dokumnetasikan pola tidur pasien dan
lamanya waktu tidur dalam jam
f. Ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang
teknik perawatan diri yang akan meminimalkan
konsumsi oksigen
g. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
h. Ajarkan teknik napas terkontrol selama aktivitas
i. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi selama
aktivitas
j. Anjurkan penggunaan peralatan seperti oksigen
saat beraktivitas.

Aktivitas kolaboratif:
a. Berikan pengobatan sesuai indikasi
b. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika
keletihan brhubungan dengan penyakit jantung.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C. (2000). Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.


Harun S & Sally N. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. p. 1651-3.
Soemantri. (2011). Cardiogenic Pulmonary Edema. Naskah Lengkap PKB XXVI
Ilmu Penyakit Dalam. FKUNAIR-RSUD DR.Soetomo, p.113-9.
Mary, B. (2008). Klien gangguan kardiovaskular: seri asuhan keperawatan.
Jakarta: EGC.
Price, SA & Wilson LM. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai