Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
CHF ( Congestive Heart Failure ) merupakan salah satu masalah
kesehatan dalam system kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus
meningkat. Menurut data dari WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000
warga Amerika menderita CHF. Menurut American Heart Association (AHA)
tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang
menderita gagal jantung ( Padila, 2012 ).
Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012 menurut
data dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita yang
menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah
terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap Selain itu, penyakit
yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit adalah gagal
jantung ( readmission ), walaupun pengobatan dengan rawat jalan telah
diberikan secara optimal. Hal serupa juga dibenarkan oleh Rubeinstein ( 2007
) bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang dirawat dengan diagnosis CHF
akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.
Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun, CHF
merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit
( usia 65 – 75 tahun mencapai persentase sekitar 75% pasien yang dirawat
dengan CHF ). Resiko kematian yang diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-
10 % per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-
40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang
didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun ( Kowalak,
2011 ).
Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia,
dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap
tahunnya. Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan
makin meningkat (Arjatmo, 2004).

1
2

Di Indonesia, data dari Departemen Kesehatan tahun 2008 menunjukan


pasien yang diopname dengan diagnosis gagal jantung (CHF) mencapai
14.449 penderita (Depkes, 2008).
Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah
20% untuk usia ≥40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru yang
didiagnosis gagal jantung selama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal
jantung meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal
jantung sekitar 50% dalam waktu 5 tahun (Yancy, 2013).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung di
Indonesia sebesar 0,3%. Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan
hasil wawancara pada responden umur ≥ 15 tahun berupa gabungan kasus
penyakit yang pernah didiagnosis dokter atau kasus yang mempunyai gejala
penyakit gagal jantung (Riskesdas, 2013). Prevalensi faktor risiko jantung
dan pembuluh darah, seperti makan makanan asin 24,5%, kurang sayur dan
buah 93,6%, kurang aktivitas fisik 49,2%, perokok setiap hari 23,7% dan
konsumsi alkohol 4,6% (Depkes RI, 2009).
Penyebab gagal jantung dapat dibagi menjadi dua, meliputi penyakit pada
miokard (antara lain: penyakit jantung koroner, kardiomiopati, miokarditis),
dan gangguan mekanis pada miokard (antara lain: hipertensi, stenosis aorta,
koartasio aorta) (Kabo, 2012).
Akibat bendungan di berbagai organ dan low output, pada kasus gagal
jantung akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi:
dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-
kadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti: takikardia, hipotensi
dan oliguri, beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya
seperti keluhan angina pektoris pada infark miokard akut. Pada keadaan
sangat berat akan terjadi syok kardiogenik (Kabo, 2012).
Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-
60%) dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Data Framingham yang
dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung
menunjukan mortalitas 1 tahun rata-rata sebesar 30% bila semua pasien
3

dengan gagal jantung dikumpulkan bersama, dan lebih dari 60% pada New
York Heart Association (NYHA) kelas IV. Maka kondisi ini memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada sebagian besar kanker. Kematian pasien
dengan gagal jantung terjadi karena gagal jantung progresif atau secara
mendadak dengan frekuensi yang kurang lebih sama (Gray, 2009)

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
konsep CHF dan pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan CHF.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
definisi CHF
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
klasifikasi CHF
c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
etiolog CHF
d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
patofisiologi CHF
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
manifestasi klinis CHF
f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
komplikasi CHF
g. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
pemeriksaan diagnostik CHF
h. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai
asuhan keperawatan CHF
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2004).

2.2 Klasifikasi
2.2.1 Gagal jantung akut-kronik
Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan
penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini
dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan
penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung
kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga
menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan
hipertrofi.
2.2.2 Gagal jantung kanan-kiri

4
5

Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa


darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal,
hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo
akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga
cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki,
asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
2.2.3 Gagal Jantung Sistolik-Diastolik
Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya
kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah
akibatnya stroke volume cardiac output turun
(Arif Muttaqin, 2009).

2.3 Etiologi
2.3.1 Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi
2.3.1 Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
Karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia
dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak
serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
2.3.2 Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
2.3.3 Peradangan dan penyakit myocardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
6

2.3.4 Penyakit jantung lain


Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load
2.3.5 Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal :
demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan
abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung (Arif
Muttaqin, 2009).

2.4 Patofisiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya
EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula pengingkatan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka
terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan
ke belakang ke dalam anyaman vascular paru-paru, meningkatkan tekanan
kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler
paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular, maka akan terjadi transudasi
cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema intertisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli
dan terjadilah edema paru-paru.
7

Tekana arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap


peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat
dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau
mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari
annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi
otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang
(Sylvia, 2005).
8

2.5 Manifestasi Klinis


9

Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal jantung
kanan dapat terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan tanda – tanda gejala gagal jantung kongestif
biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral Tanda
dominan Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat
tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung.
Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel
mana yang terjadi.
2.5.1 Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri
tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis
yang terjadi yaitu:
a. Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa
pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang
dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
b. Batuk
c. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolismeJuga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas
dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan
batuk.
d. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.

2.5.2 Gagal jantung kanan


a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema
pitting, penambahan berat badan.
c. Hepatomegali.
10

Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi


akibat pembesaran vena di hepa.
d. Anorexia dan mual.
Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
e. Kelemahan.
(Arif Muttaqin, 2009).

2.6 Komplikasi
2.6.1 Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
2.6.2 Episode tromboembolik
Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan
adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan
dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
2.6.3 Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium dan efusi ini
menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena
kejantung dan hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung
(Smeltzer & Bare, 2004).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


2.7.1 EKG
Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, misalnya takikardia,
fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisma ventrikuler
(dapat menyebabkan gagal atau disfungsi jantung).
2.7.2 Sonogram
Dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
2.7.3 Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
2.7.4 Rontgen dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal abnormal, misalnya :
pulgus pada pembesaran jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma
ventrikel.
11

2.7.5 Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan fungsi
ginjal, terapi diuretik.
2.7.6 Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika gagal jantung kiri
akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
2.7.7 AGD
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 akhir
2.7.8 BUN, Kreatinin
Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal, kenaikan
baik BUN maupun kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal
(Smeltzer & Bare, 2004).

2.8 Asuhan Keperawatan


2.8.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal pada proses asuhan
keperawatan dimana pengkajian mencakup data-data pasien
sehingga dapat mengidentifikasi, menganalisa masalah kebutuhan
kesehatan dan keperawatan fisik, mental, sosial dan lingkungan
(Doenges, 2000).

1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada
saat istirahat atau aktifitas.

Tanda : Gelisah, perubahan status mental misalnya letargi,


tanda-tanda vital berubah pada aktivitas.

2. Sirkulasi
12

Gejala : Riwayat hipertensi, IM baru/akut, episode GJK


sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.

Tanda : TD : mungkin rendah (gagal pemompaan), tekanan


nadi : mungkin sempit, menunjukan penurunan
volume sekuncup, irama jantung : disritmia, misal
fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel
prematur/takikardia, blok jantung, frekuensi
jantung : takikardia, nadi apikal : PMI mungkin
menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri,
bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, murmur
sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya
stenosis katup atau insufisiensi, nadi : nadi perifer
berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan
dapat terjadi nadi sentral mungkin kuat, misal nadi
jugularis, karotis, abdominal terlihat, warna :
kebiruan, pucat, atau sianotik, punggung kuku pucat
atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat,
hepar: pembesaran/dapat teraba, refleks
hepatojugularis, bunyi napas : krekels, ronkhi,
edema mungkin dependen, umum atau pitting
khususnya pada ekstremitas.

3. Integritas Ego

Gejala : Ansietas, khawatir dan takut, stres yang berhubungan


dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis).
13

Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya : ansietas, marah,


ketakutan dan mudah tersinggung.

4. Eliminasi

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih


malam hari (nokturia), diare/konstipasi.

Tanda : Abdomen keras, asites.

5. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan


berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas
bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi
garam/makanan yang telah diproses, lemak, gula dan
kafein, penggunaan diuretik.

Tanda : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen


(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan
pitting).

6. Hygiene

Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas


perawatan diri.

Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori

Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku,


mudah tersinggung.

8. Nyeri/Kenyamanan
14

Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen


kanan atas, sakit pada otot.

Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri),


perilaku melindungi diri.

9. Pernapasan

Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan


bantal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan, misal oksigen.

Tanda: Pernapasan : takipnea, napas dangkal, penggunaan otot


aksesori pernapasan, batuk : kering/nyaring/non
produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/tanpa pembentukan sputum, sputum : mungkin
bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal),
bunyi napas : mungkin tidak terdengar, fungsi mental :
mungkin menurun, kegelisahan, letargi, warna kulit :
pucat atau sianosis.

10. Keamanan

Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan


kekuatan/tonus otot, kulit lecet.

Tanda : Kehilangan keseimbangan.

11. Interaksi sosial

Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang


biasa dilakukan.

Tanda : Tidak mau bergaul, mengurung diri di rumah.

12. Pembelajaran/pengajaran
15

Gejala : Menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung,


misalnya: penyekat saluran kalsium.

Tanda: Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.

2.8.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses
keperawatan yang mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda
dan gejalanya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien
dengan CHF menurut Doenges (2004) yaitu :
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan
antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring
lama/immobilisasi.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler-alveolus
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan
perfusi jaringan.
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi
dan program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung/penyakit/gagal jantung.
2.8.1 Intervensi Keperawatan
16

Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan


untuk memenuhi kebutuhan klien berdasarkan diagnosa
keperawatan yaitu prioritas masalah, menetapkan tujuan,
menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan keperawatan
yang tetap untuk mencapai tujuan.
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
dan bebas gejala gagal jantung,
melaporkan penurunan episode dispnea,
angina, ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
1. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama
jantung.
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada
saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
2. Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi
yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/ stenosis katup
3. Palpasi nadi perifer.
Rasional : penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus
alternant
4. Pantau TD.
17

Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan


darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak
mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat normal lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi
perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat
terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena peningkatan
kongesti vena.
6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula
nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
7. Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator,
antikoagulan.
Rasional : tipe dan dosis diuretik tergantung pada
derajat gagal jantung dan status fungsi ginjal.
Penurunan preload paling banyak digunakan dalam
mengobati pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik
mempengaruhi reabsorpsi natrium dan air. Vasodilator
digunakan untuk meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskuler
sistemik, juga kerja ventrikel. Antikoagulan
digunakan untuk mencegah pembentukan
thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti
statis vena, tirah baring, disritmia jantung.
8. Pemberian cairan IV.
18

Rasional : karena adanya peningkatan tekanan


ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentoleransi
peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK
juga mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja
miokard.
9. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya
gelombang T dapat terjadi karena peningkatan
kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada
penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan
pembesaran jantung.
10. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN,
kreatinin.
Rasional : peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan
hipoperfusi/gagal ginjal.
b. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan
antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring
lama/immobilisasi.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas yang di
inginkan
Kriteria hasil: Berpartisipasi pada aktivitas yang di
inginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, mencapai peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan
kelelahan.
Intervensi :
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah
aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan
aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan
cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
19

2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat


takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium
untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
4. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas
(kolaborasi)
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil: Klien akan mendemonstrasikan volume
cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran, bunyi nafas
bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang
dapat diterima, berat badan stabil dan tidak
ada edema, menyatakan pemahaman
tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna
saat hari dimana diuresis terjadi.
Rasional : pengeluaran urine mungkin sedikit dan
pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
20

terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran


urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
2. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran selama 24 jam.
Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada.
3. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi
semifowler selama fase akut.
Rasional : posisi tersebut meningkatkan filtrasi
ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
4. Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
5. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual,
distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut)
dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
6. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) :
diuretik, tiazid.
Rasional : diuretik meningkatkan laju aliran urine
dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida
pada tubulus ginjal. Tiazid meningkatkan diuresis
tanpa kehilangan kalium berlebihan.
7. Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat
diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.
21
BAB III
PEMBAHASAN

1. Kasus
Tn. S berusia 42 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan nyeri
dada 3 minggu yang lalu, timbul terutama saat batuk dan sesak nafas sejak
2 hari yang lalu dan apabila melakukan aktifitas sehari-hari bertambah
sesak. Sesak nafas tidak berkurang dengan pemberian obat dari dokter
serta tidur menggunakan bantal lebih dari 2. Klien mengatakan perut
semakin membesar, mudah kenyang, dan makan < 1 piring. Pasien
mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak 5 tahun lalu. Dari
pemeriksan fisik ditemukan pembesaran jantung, pembesaran hepar dan
distensi vena jugularis, dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Saat
dilakukan pemeriksaan ditemukan TD: 140/90 mmHg, RR : 30 x/
menit,T : 36,5 oC. Hasil analisa gas darah didapatkan pH:7,49, pO2: 133,4
mmHg, pCO2: 23,6 mmHg, HCO3: 17,9, SaO2 98,8. Dari hasil
pemeriksaan EKG : irama sinus, ST elevasi pada V4, Q patologis pada v1-
v3 HR 110x/ mnt ireguler. Hasil radiologi menunjukkan adanya
pembesaran jantung.

2. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama pasien : Tn. S
Usia : 42 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
2) Anamnesa
- Keluhan Utama :
Tn. S berusia 42 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan
nyeri dada 3 minggu yang lalu, timbul terutama saat batuk dan

22
23

sesak nafas sejak 2 hari yang lalu dan apabila melakukan


aktifitas sehari-hari bertambah sesak.
- Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi pada 5 tahun
lalu.
3) Pengkajian primer
- Airway : Jalan napas paten.
- Breathing : Pasien mengatakan sesak nafas sejak 2 hari yang
lalu dan apabila melakukan aktifitas sehari-hari bertambah
sesak.
- Circulation : TD: 140/90 mmHg, pH:7,49, pO2: 133,4 mmHg,
pCO2: 23,6 mmHg, HCO3: 17,9, SaO2 98,8 Suhu 36,5°C.
- Disability : Kesadaran compos mentis.
- Exposure : Tidak terdapat jejas pada pasien.
- Foley Cateter : Tidak dilakukan pemasangan kateter.
- Gastric Tube : Tidak dipasang gastric tube.
- Heart Monitor : EKG : irama sinus, ST elevasi pada V4, Q
patologis pada v1-v3 HR 110x/ mnt ireguler. Hasil radiologi
menunjukkan adanya pembesaran jantung.
4) Pengkajian Sekunder
- Kepala
Simetris, nyeri kepala tidak ada
- Wajah
Simetris, oedema (-), tidak ada sianosis
- Mata
Kelopak mata normal, konjungtiva anemis (-), isokor, sklera
ikterik (-),reflex cahaya (+)
- Telinga
Secret (-), serumen (+), membrane timpani normal
- Mulut dan Faring
Tidak ada kelainan
24

- Leher
Simetris, kaku kuduk (-), distensi vena jugularis (+)
- Thoraks
Paru : Gerakan simetris, retraksi supra renal (-), retraksi
intercosta (-), perkusi resonan
Jantung : Terdapat pembesaran jantung
- Abdomen : Bising usus (+), tidak ada benjolan, nyeri tekan
pada kuadran kanan bawah, pembesaran hepar
- Ekstermitas
Akral hangat, edema (-/-)
5) Pemeriksaan penunjang
- AGD : pH:7,49, pO2: 133,4 mmHg, pCO2: 23,6 mmHg,
HCO3: 17,9, SaO2 98,8.
- EKG : Irama sinus, ST elevasi pada V4, Q patologis pada v1-
v3 HR 110x/ mnt ireguler.
- Radiologi : Kardiomegali.

b. Analisa data
No Data Masalah Keperawatan
1. Do: Penurunan Curah Jantung
- ST elevasi pada v4
- Q patologis pada vi-v3
- HR 110x/ mnt ireguler
- Dispneu
- TD 140/90
- Pembesaran vena jugularis
- Pembesaran jantung
- Pembesaran hepar
2. Do: Gangguan pertukaran gas
- pH 7,49
- pO2 133,4
25

- pCO2 23,6
- RR 30 x/menit
3. Ds: Intoleransi aktivitas
- Pasien mengeluhkan sesak napas sejak
2 hari yang lalu dan apabila melakukan
aktifitas sehari-hari merasa tambah
sesak.
Do:
- ST elevasi pada v4
- Q patologis pada vi-v3
- HR 110x/ mnt ireguler
- TD 140/90

c. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen
dengan kebutuhan

d. Intervensi Keperawatan
NANDA NOC NIC
Penurunan curah Keefektifan pompa Perawatan jantung
jantung jantung : - Evaluasi adanya nyeri
- Tekanan darah sistol dada ( intensitas,lokasi,
4→5 durasi)
- Tekanan darah diastol - Dokumentasikan
4→5 disritmia jantung
- Ukuran jantung 4→5 - Catat adanya disritmia
- Distensi vena jantung
jugularis 4→5 - Catat adanya tanda dan
- Disritmia 3→5 gejala penurunan
- Hepatomegali 4→5 cardiac output
26

- Monitor status
kardiovaskuler
- Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi
- Sediakan terapi aritmia
sesuai kebijaka unit
- Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
- Lindungi pasien dari
kecemasan dan depresi
- Rujuk ke program gagal
jantung untuk dapat
mengikuti program
edukasi pada rehabilitas
jantung

Manajemen disritmia
- Berikan
elektrokardiografik
dan hubungan ke
pemantau jantung
seperti yang
diinstruksikan
- Pastikan akses obat-
obatan pada saat
gawat darurat dalam
rangka menangani
disritmia
- Berikan cairan
27

intravena dan agen


vasokonstiktor yang
ditetapkan yang
ditetapkan
- Arahkan pasien dan
keluarga mengenai
tindakan dan efek
samping dari obat
yang ditetapkan
Gangguan pertukaran Status pernafasan Manajamen Asam-Basa
gas pertukaran gas: - Pertahankan kepatenan
- pH arteri 2-4 jalan nafas.
- Monitor
- pO2 2-4
kecendenderungan pH
- pCO2 2-4 arteri, PaCO2 dan

- RR 2→4 HCO3 dalam rangka


mempertimbangkan
jenis
ketidakseimbangan
yang terjadi dan
kompensasi
mekanisme fisiologis
yang terjadi
- Posisikan klien untuk
mendapatkan ventilasi
yang adekuat
- Sediakan dukungan
ventilator mekanik jika
memang dibutuhkan
- Berikan pengobatan
yang sudah diresepkan
28

berdasarkan pada tren


yang ada pada pH,
PaCO2, HCO3, dan
serum elektrolit,
dengan cara yang tepat
- Berikan terapi oksigen
dengan tepat
- Instruksikan pasien
dan atau keluarga
mengenai tindakan
yang telah disarankan
untuk mengatasi
ketidakseimbangan
asam-basa.
Intoleransi aktivitas Toleransi terhadap Activity Therapy
aktivitas - Kolaborasikan dengan
- Frekuensi tenaga rehabilitasi
pernapasan ketika medik dalam
beraktivitas 3→5 merencanakan
- Kemudahan bernapas program terapi yang
ketika beraktivitas tepat
3→5 - Bantu klien untuk
- Tekanan darah mengidentifikasi
diastol ketika aktivitas yang mampu
beraktivitas 3→5 dilakukan
- Tekanan sistol ketika - Bantu untuk memilih
beraktivitas aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
- Bantu untuk
29

mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
- Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
- Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
- Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
- Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
- Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
- Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual
- Menentukan penyebab
intoleransi aktivitas &
menentukan apakah
penyebab dari fisik,
psikis/motivasi
30

- Kaji kesesuaian
aktivitas & istirahat
klien sehari-hari
- Pastikan klien
mengubah posisi
secara bertahap
- Monitor gejala
intoleransi aktivitas
- Ketika membantu
klien berdiri, observasi
gejala intoleransi
seperti mual, pucat,
pusing, gangguan
kesadaran & tanda
vital
- Lakukan latihan ROM
jika klien tidak dapat
menoleransi aktivitas
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab II kami membahas asuhan keperawatan secara umum, dan
pada bab III kami membuat kasus dan membahas askep kasus dari dua hal ini
kami menemukan perbedaan. Dimulai dari pengkajian. Pada askep secara
umum pada pengkajia dibuat secara persistem pada askep kasus itu dimulai
dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, dahulu dan
keluarga, sampai pemeriksaan fisik. Dan pada askep secara umum tidak
ditemui adanya analisa data, kalau askep kasus mempunyai analisa data dan
ada 3 masalah keperawatan.
Lalu pada askep secara umum itu langsung mengarah ke diagnose,
terdapat 6 diagnosa pada askep secara umum, di antaranya Penurunan curah
jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan
struktural. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air. Resiko tinggi ganggu. an pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran kapiler-alveolusResiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan
perfusi jaringan. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi
dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan
persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal jantung. Dan pada
askep kasus kami mendapatkan 3 diagnosa diantaranya , Penurunan curah
jantung b.d perubahan irama jantung. Gangguan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan perfusi ventilasi. Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan antara suplay oksigen dengan kebutuhan.
Setelah mendapatkan perbedaan pada diagnose askep secra umum dan
kasus. Selanjutnya intevensi yang kami dapatkan di askep secrara umum ,
contohnya pada diagnose yang pertama. Penurunan curah jantung berhubungan

31
32

dengan perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, perubahan


frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan struktural.
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan
episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban
kerja jantung.
Intervensi :
1. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2. Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang
distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/ stenosis katup
3. Palpasi nadi perifer.
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau
tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternant
4. Pantau TD.
Rasional : pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak
dapat normal lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat
terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau
belang karena peningkatan kongesti vena.
6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi).
Rasional : meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.
Rasional : karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat
mentoleransi peningkatan volume cairan (preload). Pasien GJK juga
33

mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan


meningkatkan kerja miokard.
7. Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri
koroner. Foto dada dapat menunjukan pembesaran jantung.
8. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional : peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan hipoperfusi/gagal ginjal.
Dan pada askep kasus intervensi diagnose pertamanya , Penurunan
curah jantung Cardiac Care : Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,
durasi), Catat adanya disritmia jantung, Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac output, Monitor status kardiovaskuler, Monitor status
pernafasan yang menandakan gagal jantung, Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan perfusi, Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
Vital Sign Monitoring : Monitor TD, nadi, suhu, dan RR, Catat adanya
fluktuasi tekanan darah, Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri., Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan, Monitor kualitas
nadi, Monitor jumlah dan irama jantung, Monitor bunyi jantung, Identifikasi
penyebab dari perubahan vital sign.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

34
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilyn C. (2004). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kardiovaskuler.


Jakarta : Salemba Medika

Price, Sylvia. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit,


Edisi 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Bare. (2004). Buku Ajar keperawatan Medical Bedah, Bruner &
Suddart, Edisi 8. Jakarta: EGC

35

Anda mungkin juga menyukai