ATRESIA ANI
Disusun oleh :
JAKARTA
2019
A. PENGERTIAN
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi
anus, rektum, atau batas di antara keduanya. (Betz, 2002)
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus. (Donna, 2003)
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (Purwanto, 2001)
B. ETIOLOGI
Atresia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
C. KLASIFIKASI
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Perempuan
1. Tinggi: agenesis anorektum dengan atau tanpa fistula rektovagina atresia rectum
2. Sedang: agenesis anorektum dengan atau tanpa fistula rektovagina atau
rektovestibula
3. Rendah: fistula anovestibula atau anokutis (anus yang tergeser ke anterior)
Laki-laki
D. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua tipe yaitu letak tinggi (terdapat penghalang di atas otot levator ani). Tipe
letak rendah adalah adanya penghalangan dibawah otot livator ani. Anus dan rectum
berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung Ekor dari bagian belakang
berkembang jadi kloaka yang merupakan bakal genitourinary dan struktur anorektal.
Gangguan organogenesis dalam kandungan, terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam
perkembangan fetal. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rectum bagian distal serta traktus urogenitalis yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
2. Tidak ada stenosis kanal rectal
3. Adanya membrane anal
4. Distensia bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
5. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
6. Perut kembung
7. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah
8. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
F. KOMPLIKASI
1. Asidosis hiperkloremia
2. Obstruksi Intestinal
3. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
4. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik rectum : kepatenan rectal dan dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari
2. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal dan melihat fungsi
organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible
seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
3. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium
4. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukan jarum tersebut
sambil melakukan aspirasi ( jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk
1,5cm,defek tersebut diangggap sebagai defek tingkat tinggi.
5. Pemeriksaan radiologis : mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
6. Sinar X terhadap abdomen : menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
7. CT Scan : menentukan lesi.
8. Pyelografi intra vena : menilai pelviokalises dan ureter.
9. Rontgenogram abdomen dan pelvis : mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan terapeutik
Pembedahan : kolostomi;transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum)
dan sigmoidostomi (kolostomi di sigmoid). Bentuk yang aman adalah double barel atau
ganda.
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek.
Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomali tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti
perineal (prosedur penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik
kantong resital melalui sfringter sampai lubang pada kulit anal. Fistula, bila ada, harus
ditutup. Defek membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal.
Membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau skalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan anus imperforata memerlukan dua tahap
tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya
dapat diperbaiki peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperoleh. Defek yang lebih
berat umumnya disertai anomali lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pas hasil
tindakan pembedahan.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada atresia ani berpusat pada penentuan klasifikasinya, yaitu
anomali letak tinggi atau letak rendah, ada atau tidak adanya fistula, dan mengevaluasi
apakah terdapat kelainan kongenital lain yang menyertai. Dibutuhkan waktu sampai 24
jam sebelum fistula dapat ditemukan, oleh karena itu, observasi pada neonatus sangat
dibutuhkan sebelum operasi definitif dilakukan. Semua pasien dimasukkan nasogastric
tube sebelum makan untuk melihat adanya atresia esofagus dan dimonitoring apakah
terdapat mekonium pada perineum atau urine. Selain itu, dalam 24 jam pertama, bayi
harus mendapatkan terapi cairan dan antibiotik. Pada anomali letak tinggi dengan atau
tanpa fistel dan atresia ani dengan fistula yang tidak adekuat, sifat tatalaksananya adalah
emergency, sedangkan pada ada atresia ani dengan fistula yang adekuat dan anterior
anus adalah elektif.
Pena dan DeVries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi definitif dengan
pendekatan postero-sagital anorectoplasty (PSARP), yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rektum dan pemotongan fistel dengan stimulasi elektrik dari perineum. Jika
terdapat adanya kloaka persisten, maka traktus urinarius perlu dievaluasi secara hati-
hati saat kolostomi untuk memastikan terjadinya pengosongan yang normal dan
menentukan apakah vesica urinaria perlu di drainase dengan vesikostomi. Pada
perempuan, jika terdapat kloaka persisten maka perlu dilakukan rekonstruksi traktus
urinarius dan vagina. Jika terdapat keraguan dalam penentuan letak anomalinya, lebih
baik dilakukan kolostomi. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari
fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk
kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai tujuan akhirnya adalah defekasi secara
teratur dan konsistensinya baik. Akhir-akhir ini, teknik operasi definitif dapat difasilitasi
dengan prosedur laparoskopi transabdominal sebagai penatalaksanaan untuk anomali
letak tinggi dan intermediat. Teknik ini memiliki keuntungan teoritis karena dilakukan
dengan penglihatan secara langsung dan menghindari pemotongan struktur-struktur lain
yang ada. Namun, perbandingan hasil akhir jangka panjang antara PSARP dan teknik
ini belum diketahui.
Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dilakukan secara operatif, yaitu:
1. Kolostomi, merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis
yaitu pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding
perut untuk mengeluarkan feses. Kolostomi dapat dilakukan pada kolon
transversalis ataupun sigmoid yang merupakan organ intraabdominal. Kolon
dipisahkan pada daerah sigmoid, dengan usus bagian proksimal sebagai kolostomi
dan usus bagian distal sebagai mukus fistula. Pemisahan secara komplit dari usus
akan meminimalkan kontaminasi feses 27 menuju fistula rektourinarius sehingga
mengurangi risiko terjadinya urosepsis. Selanjutnya, bagian distal usus di evaluasi
secara radiografik untuk menentukan lokasi dari fistula rektourinarius. Kolostomi
dilakukan pada kolon transversum sebelah kiri di flexura lienalis atas pertimbangan
sebagai proteksi karena di sebelah kiri tidak ada organorgan penting, kolon lebih
mobile sehingga lebih mudah, dan pada daerah ini tidak terjadi dehidrasi karena
absorbsi elektrolit maksimal di daerah tersebut sehingga konsistensi feces tidak
keras. Adapun indikasi kolostomi adalah sebagai berikut: - Dekompresi usus pada
obstruksi - Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi -
Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal.
Manfaat kolostomi, yaitu:
a. Mengatasi obstruksi usus.
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan
operasi yang bersih.
c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan
kelainan bawaan yang lain.
Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah kolostomi
loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon yang dieksteriorisasi.
Jenis anestesi pada tindakan kolostomi adalah anestesi umum.
Macam-macam PSARP
1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari dan salep antibiotik diberikan
selama 8-10 hari.
2. Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14
hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan
saluran lebih dari 3 cm.
3. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi dengan Heger dilatation. Untuk
pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari
dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu, lebar dilator
ditambah 1 mm hingga tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus
dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian
dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu
pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir
sekali sebulan selama tiga 30 bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai,
dilakukan penutupan kolostomi.
4. Indikasi penutupan kolostomi adalah apabila sudah tercapai ukuran pada dilatasi
anal yang sudah sesuai dengan umur (maksimal 16 French pada usia 3 tahun)
5. Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena
kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal
yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan
untuk mengobati eritema popok ini.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
- Kaji bayi setelah lahir, pemeriksaan fisik
- Gunakan thermometer rectal untuk menentukan kepatenan rectal
- Kaji adanya tinja dalam urine dan vagina
- Kaji ada tidaknya mekonium dalam 24 jam setelah lahir
- Kaji psikososial keluarga
2. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB b/d gangguan pengeluaran feses
(Atresia ani)
b. Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah
Post operasi
3. Intervensi
Pre operasi
Post operasi
4. Implementasi
Pre operasi
Post operasi
Membatasi pengunjung
Mempertahankan teknik
cairan asepsis pada klien
yang beresiko
Menginspeksi kondisi
luka/insisi bedah
Melaporkan kecurigaan
infeksi
5. Evaluasi
Pre operasi
Post operasi
Suriadi & Yuliani, R. (2010). Buku Pegangan Praktik Klinik : Asuhan Keperawatan Pada Anak,
Edisi : 2, Sagung Seto : Jakarta.
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L., 2002. Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta.
Putri, Yolanda Gizka. 2014. Angka Keberhasilan Posterosagittal Anorectoplasty (Psarp) Yang
Dinilai Dari Skor Klotz Pada Pasien Malformasi Anorektal Dibangsal Bedah Rsud Arifin Achmad
Provinsi Riau Periode Januari 2009- Desember 2014. Jom FK UNRI Volume 1 No.2 Oktober
2014.