Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA ANI

Disusun oleh :

Farras Jihan Afifah 1710711119

Christin Natalia 1710711126

Ridha Tiomanta Ourba 1710711128

Sonya Lapitacara 1710711129

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

2019
A. PENGERTIAN
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi
anus, rektum, atau batas di antara keduanya. (Betz, 2002)
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran
anus. (Donna, 2003)
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (Purwanto, 2001)

B. ETIOLOGI
Atresia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.

C. KLASIFIKASI

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Perempuan

1. Tinggi: agenesis anorektum dengan atau tanpa fistula rektovagina atresia rectum
2. Sedang: agenesis anorektum dengan atau tanpa fistula rektovagina atau
rektovestibula
3. Rendah: fistula anovestibula atau anokutis (anus yang tergeser ke anterior)

Laki-laki

1. Tinggi : Agenesis anorektum dengan atau tanpa fistula uretra rektroprosat


2. Sedang : Agenesis anorektum dengan atau tanpa fistula uretra rektobulbar
3. Rendah : Fistula anokutis (anus yang tergeser ke anterior)

D. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua tipe yaitu letak tinggi (terdapat penghalang di atas otot levator ani). Tipe
letak rendah adalah adanya penghalangan dibawah otot livator ani. Anus dan rectum
berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung Ekor dari bagian belakang
berkembang jadi kloaka yang merupakan bakal genitourinary dan struktur anorektal.
Gangguan organogenesis dalam kandungan, terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam
perkembangan fetal. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rectum bagian distal serta traktus urogenitalis yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
2. Tidak ada stenosis kanal rectal
3. Adanya membrane anal
4. Distensia bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
5. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
6. Perut kembung
7. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah
8. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam

F. KOMPLIKASI
1. Asidosis hiperkloremia
2. Obstruksi Intestinal
3. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
4. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)

Komplikasi jangka panjang:

a. Eversi mukosa kanal


b. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
e. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
g. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik rectum : kepatenan rectal dan dapat dilakukan colok dubur dengan
menggunakan selang atau jari
2. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal dan melihat fungsi
organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible
seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
3. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium
4. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukan jarum tersebut
sambil melakukan aspirasi ( jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk
1,5cm,defek tersebut diangggap sebagai defek tingkat tinggi.
5. Pemeriksaan radiologis : mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
6. Sinar X terhadap abdomen : menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
7. CT Scan : menentukan lesi.
8. Pyelografi intra vena : menilai pelviokalises dan ureter.
9. Rontgenogram abdomen dan pelvis : mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan
dengan traktus urinarius.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan terapeutik
Pembedahan : kolostomi;transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum)
dan sigmoidostomi (kolostomi di sigmoid). Bentuk yang aman adalah double barel atau
ganda.
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek.
Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomali tinggi,
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti
perineal (prosedur penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan
pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik
kantong resital melalui sfringter sampai lubang pada kulit anal. Fistula, bila ada, harus
ditutup. Defek membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal.
Membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau skalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan anus imperforata memerlukan dua tahap
tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya
dapat diperbaiki peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperoleh. Defek yang lebih
berat umumnya disertai anomali lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pas hasil
tindakan pembedahan.
PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan pada atresia ani berpusat pada penentuan klasifikasinya, yaitu
anomali letak tinggi atau letak rendah, ada atau tidak adanya fistula, dan mengevaluasi
apakah terdapat kelainan kongenital lain yang menyertai. Dibutuhkan waktu sampai 24
jam sebelum fistula dapat ditemukan, oleh karena itu, observasi pada neonatus sangat
dibutuhkan sebelum operasi definitif dilakukan. Semua pasien dimasukkan nasogastric
tube sebelum makan untuk melihat adanya atresia esofagus dan dimonitoring apakah
terdapat mekonium pada perineum atau urine. Selain itu, dalam 24 jam pertama, bayi
harus mendapatkan terapi cairan dan antibiotik. Pada anomali letak tinggi dengan atau
tanpa fistel dan atresia ani dengan fistula yang tidak adekuat, sifat tatalaksananya adalah
emergency, sedangkan pada ada atresia ani dengan fistula yang adekuat dan anterior
anus adalah elektif.

Penatalaksanaan Anomali Letak Rendah


Pada anomali letak rendah, tindakan yang dilakukan adalah operasi perineal tanpa
kolostomi. Operasi yang dilakukan berupa repair yaitu anoplasti.
Terdapat 3 pendekatan yang dapat dilakukan. Untuk anal stenosis, dimana pembukaan
anus berada pada lokasi yang normal, maka dilatasi serial merupakan penatalaksanaan
kuratif. Dilatasi dapat dilakukan sehari-hari oleh orang tua atau pengasuh anak dan
ukuran dari dilator harus dinaikkan secara progresif (dimulai dari 8 atau 9 French dan
dinaikkan ke 14 atau 16 French). Jika pembukaan anal berada di sebelah anterior dari
sfingter eksternus dengan jarak yang kecil antara pembukaan dan bagian tengah dari
sfingter eksternus, dan perineal intak, maka anoplasti cutback dilakukan. Tindakannya
terdiri dari insisi dari orifisium anal ektopik menuju bagian tengah dari sfingter anus,
dan dengan demikian terjadi pelebaran pembukaan anal. Namun, jika jaraknya lebar
antara pembukaan anal dengan bagian tengah dari sfingter ani eksternus, maka yang
dilakukan adalah anoplasti transposisi, dimana pembukaan anal yang tidak pada
tempatnya dipindahkan ke posisi yang normal pada bagian tengah dari otot sfingter, dan
perineal di rekonstruksi.
Penatalaksanaan Anomali Letak Tinggi
Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dan intermediat membutuhkan tiga tahapan
rekonstruksi. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah kolostomi terlebih dahulu
segera setelah lahir untuk dekompresi dan diversi, diikuti dengan operasi definitif
berupa prosedur 26 abdominoperineal pullthrough (Swenson, Duhamel, Soave) setelah
4-8 minggu (sumber lain menyebutkan 3-6 bulan) dan diakhiri dengan penutupan dari
kolostomi yang dilakukan beberapa bulan setelahnya. Tindakannya berupa pemisahan
fistula rektourinari atau rektovagina secara pull-through dari kantong rektal bagian
terminal menuju posisi anus yang normal. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah
operasi definitif dan dilanjutkan beberapa bulan setelahnya dengan penutupan
kolostomi.

Pena dan DeVries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi definitif dengan
pendekatan postero-sagital anorectoplasty (PSARP), yaitu dengan cara membelah
muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi
kantong rektum dan pemotongan fistel dengan stimulasi elektrik dari perineum. Jika
terdapat adanya kloaka persisten, maka traktus urinarius perlu dievaluasi secara hati-
hati saat kolostomi untuk memastikan terjadinya pengosongan yang normal dan
menentukan apakah vesica urinaria perlu di drainase dengan vesikostomi. Pada
perempuan, jika terdapat kloaka persisten maka perlu dilakukan rekonstruksi traktus
urinarius dan vagina. Jika terdapat keraguan dalam penentuan letak anomalinya, lebih
baik dilakukan kolostomi. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari
fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk
kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai tujuan akhirnya adalah defekasi secara
teratur dan konsistensinya baik. Akhir-akhir ini, teknik operasi definitif dapat difasilitasi
dengan prosedur laparoskopi transabdominal sebagai penatalaksanaan untuk anomali
letak tinggi dan intermediat. Teknik ini memiliki keuntungan teoritis karena dilakukan
dengan penglihatan secara langsung dan menghindari pemotongan struktur-struktur lain
yang ada. Namun, perbandingan hasil akhir jangka panjang antara PSARP dan teknik
ini belum diketahui.
Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dilakukan secara operatif, yaitu:
1. Kolostomi, merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis
yaitu pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding
perut untuk mengeluarkan feses. Kolostomi dapat dilakukan pada kolon
transversalis ataupun sigmoid yang merupakan organ intraabdominal. Kolon
dipisahkan pada daerah sigmoid, dengan usus bagian proksimal sebagai kolostomi
dan usus bagian distal sebagai mukus fistula. Pemisahan secara komplit dari usus
akan meminimalkan kontaminasi feses 27 menuju fistula rektourinarius sehingga
mengurangi risiko terjadinya urosepsis. Selanjutnya, bagian distal usus di evaluasi
secara radiografik untuk menentukan lokasi dari fistula rektourinarius. Kolostomi
dilakukan pada kolon transversum sebelah kiri di flexura lienalis atas pertimbangan
sebagai proteksi karena di sebelah kiri tidak ada organorgan penting, kolon lebih
mobile sehingga lebih mudah, dan pada daerah ini tidak terjadi dehidrasi karena
absorbsi elektrolit maksimal di daerah tersebut sehingga konsistensi feces tidak
keras. Adapun indikasi kolostomi adalah sebagai berikut: - Dekompresi usus pada
obstruksi - Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi -
Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal.
Manfaat kolostomi, yaitu:
a. Mengatasi obstruksi usus.
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan
operasi yang bersih.
c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan
kelainan bawaan yang lain.

Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah kolostomi
loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon yang dieksteriorisasi.
Jenis anestesi pada tindakan kolostomi adalah anestesi umum.

Posterosagital Anorectoplasty (PSARP) Suatu tindakan operasi definitif pada pasien


atresia ani dengan teknik operasi menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari
tulang koksigeus sampai batas anterior bakal anus. Prosedur ini memberikan
beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun
rektovaginal dengan cara membelah otot dasar perlvis, sling, dan sfingter. Saat ini,
teknik yang paling banyak dipakai adalah minimal, limited atau full PSARP.

Macam-macam PSARP

1. Minimal PSARP, tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical


fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum
dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Indikasi dari
minimal PSARP, yaitu dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal
membran, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum
kurang dari 1 cm dari kulit.
2. Limited PSARP, yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fiber,
muscle complex serta tidak membelah tulang koksigeus. Yang penting adalah
diseksi rektum agar tidak merusak vagina. Indikasi dari limited PSARP adalah
atresia ani dengan fistula rektovestibuler.
3. Full PSARP, dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan koksigeus.
Indikasi dari full PSARP, yaitu atresia ani letak tinggi dengan gambaran
invertogram gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistula
rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum, dan stenosis rektum.

Teknik operasi PSARP

a. Dilakukan dengan anestesi umum, dengan endotrakeal intubasi, dengan posisi


pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan (prone jackknife position).
b. Stimulasi perineum dengan alat pena muscle stimulator untuk identifikasi anal
dimple.
c. Insisi bagian tengah sakrum ke arah bawah melewati pusat sfingter dan berhenti
2 cm di depannya
d. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex. Os
coccygeus dibelah sampai tampak musculus levator, lalu muskulus levator
dibelah sampai tampak dinding belakang rektum.
e. Fistula yang ada dari rektum menuju ke vagina atau traktus urinarius dipisahkan.
f. Rektum dibebaskan dari jaringan sekitarnya.
g. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
h. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai terjadi tension (dilakukan
rekonstruksi pada muskulus dan dijahit ke rektum). Sebelum dan sesudah
PSARP

Perawatan Pasca Operasi PSARP

1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari dan salep antibiotik diberikan
selama 8-10 hari.
2. Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14
hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan
saluran lebih dari 3 cm.
3. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi dengan Heger dilatation. Untuk
pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari
dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu, lebar dilator
ditambah 1 mm hingga tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus
dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian
dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu
pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir
sekali sebulan selama tiga 30 bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai,
dilakukan penutupan kolostomi.
4. Indikasi penutupan kolostomi adalah apabila sudah tercapai ukuran pada dilatasi
anal yang sudah sesuai dengan umur (maksimal 16 French pada usia 3 tahun)
5. Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena
kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal
yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan
untuk mengobati eritema popok ini.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
- Kaji bayi setelah lahir, pemeriksaan fisik
- Gunakan thermometer rectal untuk menentukan kepatenan rectal
- Kaji adanya tinja dalam urine dan vagina
- Kaji ada tidaknya mekonium dalam 24 jam setelah lahir
- Kaji psikososial keluarga
2. Diagnosa keperawatan
Pre operasi
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi BAB b/d gangguan pengeluaran feses
(Atresia ani)
b. Kecemasan keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,
muntah

Post operasi

a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi.


b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan

3. Intervensi
Pre operasi

NO Dx Tujuan Intervensi Rasional


1 Gangguan Setelah dilakukan Lakukan enema atau Evaluasi bowel
pemenuhan tindakan irigasi rectal sesuai meningkatkan
kebutuhan keperawatan selama order kenyaman pada
eliminasi BAB 1x 24 jam Klien anak
b/d gangguan mampu Kaji bising usus dan
pengeluaran mempertahankan abdomen setiap 4 jam Meyakinkan
feses (Atresiapola eliminasi BAB Ukur lingkar abdomen berfungsinya usus
ani) dengan teratur KH :
Penurunan distensi Pengukuran lingkar
abdomen, abdomen membantu
meningkatnya mndeteksi trjadinya
kenyamanan distensi
2 Resiko Setelah dilakukan Monitor intake – output Dapat
kekurangan tindakan cairan mengidentifikasi
volume cairan keperawatan selama status cairan klien
berhubungan 1x 24 jam Klien Lakukan pemasangan
dengan dapat infus dan berikan cairan Mencegah dehidrasi
menurunnya mempertahankan IV
intake, muntah keseimbangan Mengetahui
cairan KH: Output Observasi TTV kehilangan cairan
urin 1-2 ml/kg/jam, melalui suhu tubuh
capill ary refill 3-5 Monitor status hidrasi yang tinggi
detik, trgor kulit (kelembaban membran
baik, membrane mukosa, nadi adekuat, Mengetahui
mukosa lembab takanan darah tandatanda dehidrasi
ortostatik)
3 Kecemasan Setelah dilakukan Jelaskan dg istilah yg Agar orang tua
tindakan dimengerti tentang mengerti kondisi
keluarga
keperawatan selama anatomi dan fisiologi klien
berhubungan 1x 24 jam saluran pencernaan
Kecemasan orang normal. Pengetahuan
dengan
tua dapat berkurang tersebut diharapkan
prosedur KH: Klien tidak Gunakan alat, media dapat membantu
lemas dan gambar Beri menurunkan
pembedahan
jadwal studi diagnosa kecemasan
dan kondisi pada orang tua
Membantu
bayi
Beri informasi pada mengurangi
orang tua tentang kecemasan klien
operasi kolostomi

Post operasi

NO Dx Tujuan Intervensi Rasional


1 Gangguan Setelah dilakukan Hindari kerutan pada Mencegah
tindakan tempat tidur perlukaan pada kulit
integritas kulit
keperawatan selama
berhubungan 1 x 24 jam Jaga kebersihan kulit Menjaga ketahanan
diharapkan agar tetap bersih dan kulit
dengan
integritas kulit dapat kering
kolostomi. dikontrol. KH : - Monitor kulit akan Mengetahui adanya
temperatur jaringan adanya kemerahan tanda kerusakan
dalam batas normal, jaringan kulit
sensasi dalam batas Oleskan lotion/baby oil
normal, elastisitas pada daerah yang Menjaga
dalam batas normal, tertekan kelembaban kulit
hidrasi dalam bats
normal, pigmentasi Monitor status nutrisi Menjaga
dalam batas normal, klien keadekuatan nutrisi
perfusi jaringan guna penyembuhan
baik. luka
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan Monitor tanda dan Mengetahui tanda
b/d prosedur tindakan gejala infeksi sistemik infeksi lebih dini
pembedahan keperawatan selama dan local
1 x 24 jam Menghindari
diharapkan klien Batasi pengunjung kontaminasi dari
bebas dari pengunjung
tandatanda infeksi Pertahankan teknik
KH : bebas dari cairan asepsis pada klien Mencegah
tanda dan gejala yang beresiko penyebab infeks
infeksi
Inspeksi kondisi Mengetahui
luka/insisi bedah kebersihan luka dan
tanda infeksi
Ajarkan keluarga klien
tentang tanda dan gejala Gejala infeksi dapat
infeksi di deteksi lebih dini

Laporkan kecurigaan Gejala infeksi dapat


infeksi segera teratasi

4. Implementasi
Pre operasi

Tanggal Jam Dx Implementasi TTD


Gangguan pemenuhan Enema atau irigasi rectal
kebutuhan eliminasi sesuai order
BAB b/d gangguan
pengeluaran feses Mengauskultasi bising usus
(Atresia ani) dan abdomen

Mengukur lingkar abdomen


Resiko kekurangan Memonitor intake – output
volume cairan cairan
berhubungan dengan
menurunnya intake, Memasang infus
muntah
Mengobservasi TTV

Memonitor status hidrasi


(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
takanan darah ortostatik)
Kecemasan keluarga Menjelaskan dengan istilah
berhubungan dengan yg dimengerti tentang
prosedur pembedahan anatomi dan fisiologi
dan kondisi bayi saluran pencernaan normal.
Menggunakan alat, media
dan gambar

Memberi jadwal studi


diagnosa pada orang tua

Memberi informasi pada


orang tua tentang operasi
kolostomi

Post operasi

Tanggal Jam Dx Implementasi TTD


Gangguan integritas Menghindarkan kerutan
kulit berhubungan pada tempat tidur.
dengan kolostomi. Menjaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan kering

Memonitor kulit akan


adanya kemerahan
Mengoleskan lotion/baby
oil pada daerah yang
tertekan

Memonitor status nutrisi


klien
Resiko infeksi b/d Memonitor tanda dan gejala
prosedur pembedahan infeksi sistemik dan lokal

Membatasi pengunjung

Mempertahankan teknik
cairan asepsis pada klien
yang beresiko

Menginspeksi kondisi
luka/insisi bedah

Mengajarkan keluarga klien


tentang tanda dan gejala
infeksi

Melaporkan kecurigaan
infeksi

5. Evaluasi
Pre operasi

Tanggal Jam Dx Evaluasi TTD


Gangguan pemenuhan S: Klien mampu
kebutuhan eliminasi mempertahankan pola
BAB b/d gangguan eliminasi BAB dengan
pengeluaran feses teratur
(Atresia ani) O: distensi abdomen
menurun
A: Diagnosa keperawatan
konstipasi teratasi
P: Intervensi dihentikan
Resiko kekurangan S: Klien dapat
volume cairan mempertahankan
berhubungan dengan keseimbangan cairan
menurunnya intake, O: Output urin 1-2
muntah ml/kg/jam, capillary refill 3-
5 detik, turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab
A: Diagnosa keperawatan
Resiko kekurangan volume
cairan teratasi
P: Intervensi dihentikan
Kecemasan keluarga Menjelaskan dengan istilah
berhubungan dengan yg dimengerti tentang
prosedur pembedahan anatomi dan fisiologi
dan kondisi bayi saluran pencernaan normal.
Menggunakan alat, media
dan gambar

Memberi jadwal studi


diagnosa pada orang tua
Memberi informasi pada
orang tua tentang operasi
kolostomi

Post operasi

Tanggal Jam Dx Evaluasi TTD


Gangguan integritas S: integritas kulit klien
kulit berhubungan dapat terkontrol
dengan kolostomi. O: Temperatur jaringan
dalam batas normal, sensasi
dalam batas normal,
elastisitas dalam batas
normal, hidrasi dalam batas
normal, pigmentasi dalam
batas normal, perfusi
jaringan baik.
A: Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit
teratasi
P: Intervensi dihentikan
Resiko infeksi b/d S: Klien sudah tidak
prosedur pembedahan mengalami infeksi
O: tanda gejala infeksi tidak
ada
A: Diagnosa Keperawatan
Resiko infeksi teratasi
P: Intervensi dihentikan
Daftar Pustaka

Suriadi & Yuliani, R. (2010). Buku Pegangan Praktik Klinik : Asuhan Keperawatan Pada Anak,
Edisi : 2, Sagung Seto : Jakarta.
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L., 2002. Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta.

Putri, Yolanda Gizka. 2014. Angka Keberhasilan Posterosagittal Anorectoplasty (Psarp) Yang
Dinilai Dari Skor Klotz Pada Pasien Malformasi Anorektal Dibangsal Bedah Rsud Arifin Achmad
Provinsi Riau Periode Januari 2009- Desember 2014. Jom FK UNRI Volume 1 No.2 Oktober
2014.

Anda mungkin juga menyukai