3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu memperlihatkan
perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung.
Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.
Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda
mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang
dekat dengan kita.
1. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang
berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orng
tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut
akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang
mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik terjadi ketika diketahui
ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis.
Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatanya ,yang sering
melibatkan serangkain krisis yang diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase
terminal Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi
kemungkinan, tetapi pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga
dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng dapat
tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain,
dan dukungan adekuat.
Fase kehilangan menurut Engel:
2. Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-
tiba dan mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi
marah, bersalah, frustasi dan depresi.
1. Denial ( Mengingkari )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau
menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan mengatakan “Tidak, saya tidak
percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang
mengalami penyakit terminal, akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah, tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam waktu beberapa menit sampai beberapa
tahun.
2. Anger ( Marah )
Sadar kenyataan kehilangan Proyeksi pada org sekitar tertentu, diri sendiri dan obyek
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang
yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak
jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh
dokter dan perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara
lain, muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal .
3. Bergaining ( Tawar Menawar )
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif, maka ia akan
maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering
dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai
berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
5. Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu terpusat kepada
objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang, individu telah menerima kenyataan
kehilangan yang dialaminya, gambaran objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan
dan secara bertahap perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi
baju baru saya manis juga”, atau “apa yang dapat saya lakukan supaya saya cepat sembuh”
1. Karakteristik Personal
Usia. Usia memainkan peran dalam pengenalan
dan reaksi individu yerhadap kehilanga. Respon
anak beragam sesuai dengan usia, pengalaman
kehilangan sebelumnya, hubungan dengan yang
meninggal, kepribadian, persepsi tentang
kehilangan, makna tertentu dari kehilangan yang
mereka miliki dan yang terpenting respon
kelarga mereka terhadap kehilangan. Meskipun 2. Sifat hubungan
anak-anak mungkin tidak memahami konsep
kematian karena usia mereka, mereka tetap Reaksi terhadap kehilangan di pengaruhi
mengembangkan persepsi tentang apa makna oleh kualitas hubungan. Makna hubungan
kehilangan bagi mereka. Anak-anak mungkin pada hubungan duka akan mempengaruhi
merasa bersalah karena tetap hidup, tetap sehat,
atau mempunyai permintaan untuk kematian respon dukacita, apakah kehilangan tersebut
orang yang mereka cintai (Wheeler 7 akibat kematian, perpisahan atau bercerai.
pike,1993). Hubungan yang ditandai dengan ambivalen
Dewasa muda menghubungkan kehilangan
signifikasinya terhadap status, peran, dan gaya
yang ekstrem lebih sulit untuk diselesaikan
hidup. Kehilangan pekerjaan, perceraiandan dibandingkan hubungan yang normal.
kerusakan fisik menyebabkan dukacita lebih
mendalam dan mengan cam keberhasilan.
3. Sistem pendukung social
Vasibilitas kehilangan, seperti kehilangan rumah akibat bencana alam, sering
memunculkan dukungan dari sumber yang tidak diperkirakan. Vasibilitas kehilangan,
seperti deformitas wajah, dapat menyebabkan kehilangan dukungan dari teman atau
keluarga sehinga menambah proses kehilangan tersebut. Seperti seorang anggota
keluarga yang dipenjara atau kematian pasangan gay-nya, sering mengalami kurang
dukungan dari teman atau keluarganya. Kurangnya dukungan biasanya menyebabkan
kesulitan dalm keberhasilan resolusi berduka (Rando, 1991).