Anda di halaman 1dari 16

A.

Definisi
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh gangguan struktural
atau fungsional pada kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan darah
secara efektif. Gejala utama kegagalan jantung adalah kelelahan dan dispnea saat
aktivitas; gejala lain termasuk edema, ortopnea, dan dispnea nokturnal paroksismal
(PND) (Morton, 2018). Gagal jantung kongestif merupakan ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
terhadap oksigen dan nutrisi dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang
berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Braundwald). CHF adalah suatu keadaan di mana jantung tidak mampu
memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dan
menyebabkan timbulnya kongesti (Smeltzer & Bare, 2013).

B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung. Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan karena menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner. Mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel  jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung yang menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung dan
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung sebenarnya yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV) dan peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik
Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung yaitu meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis),
hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung, asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormal elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
7. Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4
kelainan fungsional:
a. Timbul sesak saaat aktifitas fisik berat
b. Timbul sesak saat aktifitas fisik sedang
c. Timbul sesak saat aktifitas fisik ringan
d. Timbul sesak saat aktifitas fisik sangat ringan / saat istirahat

C. Klasifikasi
Gagal jantung sulit untuk dipahami ketika tanda dan gejala umum terjadi lebih dari
satu jenis kegagalan, dan ketika jenis gagal jantung dikenali secara bergantian. Beberapa
kategori digunakan untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan gagal jantung.
Penggunaan kategori ini untuk mengatur informasi tentang gagal jantung dan untuk
mmenegakkan diagnosa, manajemen, dan evaluasi hasil menjadi lebih jelas.

1. Gagal Jantung Kiri


Gagal jantung kiri mengacu pada kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau
mengosongkan dengan benar. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di dalam
ventrikel dan hambatan di pembuluh darah paru-paru sistem. Gagal jantung kiri
dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi sistolik dan diastolik.
a. Disfungsi sistolik (kegagalan jantung dengan kurang fungsi ventrikuler kiri).
Disfungsi sistolik didefinisikan sebagai fraksi ejeksi (EF) kurang dari 40% dan
disebabkan oleh penurunan kontraktilitas. Fungsi ventrikel kiri diperkirakan
oleh EF, atau persentase volume diastolik akhir ventrikel kiri (LVEDV) yang
dikeluarkan dari ventrikel dalam satu siklus. Jika LVEDV 100 mL dan stroke
volume 60 mL, EF 60%. EF normal adalah 50% hingga 70%. Dengan
disfungsi sistolik, ventrikel tidak kosong secara memadai karena pemompaan
yang buruk, dan hasilnya adalah penurunan curah jantung (CO).
b. Disfungsi diastolik (kegagalan jantung yang ditetapkan dengan fungsi
ventrikuler kiri). Disfungsi diastolik kurang jelas dan lebih sulit diukur.
Disfungsi diastolik disebabkan oleh gangguan relaksasi dan pengisian.
Pengisian ventrikel kiri, proses kompleks yang terjadi selama diastole, adalah
kombinasi pasif pengisian dan kontraksi atrium. Pemompaan normal atau
bahkan meningkat, dengan EF setinggi 80% setiap saat. Jika ventrikel kaku
dan tidak memenuhi syarat (karena penuaan, tidak terkontrol hipertensi, atau
volume berlebihan), relaksasi akan lambat atau tidak sempurna. Pengurangan
dalam pengisian diastolik menyebabkan penurunan CO menciptakan gejala
yang memburuk pada pasien dengan disfungsi diastolik. Kondisi yang
mengurangi pengisian diastolik termasuk takikardia (karena penurunan waktu
pengisian diastolik) dan atrial flutter atau fibrilasi (karena kehilangan pompaan
atrium)
2. Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kanan mengacu pada kegagalan ventrikel kanan untuk memompa
secara adekuat. Merupakan penyebab paling umum dari gagal jantung kanan adalah
gagal jantung kiri, tetapi sisi kanan gagal jantung dapat terjadi di hadapan ventrikel
kiri normal, dan tidak mengarah untuk gagal jantung kiri. Gagal jantung sisi kanan
juga bisa disebabkan oleh penyakit paru-paru (cor pulmonale) dan hipertensi arteri
pulmonal primer. Emboli paru merupakan penyebab umum gagal jantung kanan
akut.

Klasifikasi Sistem
a) New York Heart Association Functional Classification
The New York Heart Association (NYHA) adalah tolok ukur gejala gagal
jantung membatasi aktivitas pasien. Meskipun EF (ejection fraction)
digunakan untuk mendefinisikan fungsi ventrikel kiri, EF berkorelasi buruk
dengan kapasitas fungsional atau prognosis pasien.

I. Kelas I: Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa pembatasan


aktivitas fisik (Disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik).
II. Kelas II: Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan sedikit
pembatasan aktivitas (Gagal jantung ringan).
III. Kelas III: Klien dengan kelainan jantung yang menyebabkan banyak
pembatasan aktivitas (Gagal jantung sedang).
IV. Kelas IV: Klien dengan kelainan jantung yang segala bentuk aktivitas
fisiknya akan menyebabkan kelelahan (Gagal jantung berat).

b) American College of Cardiology / American Heart Association Guidelines


Pedoman ACC / AHA menguraikan empat tahap gagal jantung yang berguna
untuk pengelompokan pencegahan, diagnosis, manajemen, dan prognosis
untuk pasien dengan gagal jantung. Tahap-tahap ini tidak dimaksudkan untuk
menggantikan klasifikasi fungsional NYHA melainkan untuk menambahnya.
Hanya tahap C dan D yang berlaku untuk klasifikasi fungsional NYHA sistem.
(Morton, 2018).

American College of Cardiology (ACC)/American Heart Association


(AHA) Guidelines for Stages of Heart Failure
A. Pasien berisiko tinggi untuk gagal jantung karena adanya kondisi yang sangat terkait
dengan perkembangan gagal jantung. Pasien tersebut tidak memiliki kelainan struktural
atau fungsional yang diidentifikasi perikardium, miokardium, atau katup jantung dan
belum pernah menunjukkan tanda atau gejala gagal jantung.
B. Pasien yang memiliki penyakit jantung struktural yang sangat terkait dengan
perkembangan gagal jantung tetapi yang belum pernah menunjukkan tanda atau gejala
gagal jantung
C. Pasien yang memiliki gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya yang terkait
dengan penyakit jantung struktural yang mendasarinya
D. Pasien dengan penyakit jantung struktural lanjut dan ditandai gejala gagal jantung
saat istirahat meskipun maksimal

D. Patofisiologi
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme
dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk mempertahankan
kardiak output, yaitu meliputi:
a. Respon syaraf simpatis terhadap barroreseptor atau komoreseptor
b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan
volume
c. Vasokontriksi terhadap arterirenal dan aktivasi sistem renin angiotensin
d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap cairan
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah
sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh
pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian ventrikel dari
arteri coronaria. Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke
miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan
oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung iskemik atau
kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.

E. Manifestasi Klinis
Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena
meningkat akibat penurunan curah jantung.  Manifestasi kongesti berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi. 
1. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu:
a. Dispnea, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami
ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea
(PND).
b. Batuk.
c. Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
d. Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik
2. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan visceral Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
a. Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting,
penambahan BB.
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena hepar.
c. Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
d. Nokturia.
e. Kelemahan.

F. Pemeriksaan Diagnosis
Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik:
1. Ekokardiografi adalah memperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel kiri. Dimensi
ventrikel kiri pada akhir diastolik dan sistolik dapat direkam dengan ekokardiografi.
2. Elektrokardiografi adalah dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik
jantung dan iskemi (jika disebabkan AMI).
3. PAWP atau Pulmonary Aretry Wedge Pressure adalah tekanan penyempitan  arteri
pulmonal dimana yang diukur adalah tekanan akhir diastolic ventrikel kiri. Curah
jantung  diukur dengan suatu lumen termodelusi yang dihubungkan dengan
komputer.
4. Foto toraks
Dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi pleura yang
menegaskan diagnosa CHF
5. Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang
rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na,
Cl, ureum, gula darah.

G. Penatalaksanaan
Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan gagal
jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas
fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri
dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas
fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung.
1. Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup
pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20-60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi
2. Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat
badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan
dokter
3. Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan
gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien
dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis
4. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala
dan meningkatkan kualitas hidup
5. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit
atau di
6. Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh
dikombinasikan dengan preparat nitrat.

Terapi Farmakologi
Terapi farmakologik meliputi obat-obatan diuretik, Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitoribitors (ACE Inhibitor), beta blocker, aldosteront/mineralocorticoid antagonist,
Angiotensin Receptor Blocker (ARB), ivabradine untuk memperlambat heart rate, digoksin,
serta kombinasi hydralazine dan isosorbide dinitrate (ISDN).

H. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
2. Aktivitas / istirahat :
3. Sirkulasi :
4. Integritas ego :
5. Eliminasi :
6. Makanan / cairan :
7. Hygiene :
8. Neurosensori :
9. Nyeri / kenyamanan :
10. Pernafasan :
11. Keamanan :
12. Interaksi sosial :

Pengkajian Data Fokus


1. Sistem Pernafasan :
2. Sistem Kardiovaskuler :

1. Identitas
a. Identitas Pasien
b. Identitas Penanggung Jawab

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat saat masuk RS
c. Keluhan Penyakit dahulu:
d. Riwayat Penyakit Keluarga

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah
Sistolik :
Diastolik :
MAP :
Herat Rate :
Respirasi :
2) Suhu :
3) GCS :
c. Pemeriksaan Sistem Tubuh
1) Sistem Perepsi sensori
Mata
Inspeksi :
a. Kelopak mata :
b. Sklera :
c. Conjungiva :
d. Pupil dan refleks :
e. Visus :
f. Ukuran pupil :
Palpasi
a. Tekanan bola mata :
 
Hidung dan sinus
Inspeksi
a. Nasal septum :
b. Membrane mukosa :
c. Obstruksi :
Palpasi
a. Sinus frontalis : Nyeri (-)
b. Sinus Maksilaris : Nyeri (-)
 
Telinga
Inspeksi
a. Bentuk :
b. Daun telinga
c. Liang Telinga
d. Fungsi pendengaran :
 
Mulut
Inspeksi
a. Bibir
b. Mukosa Mulut
c. Geligi
d. Lidah
e. Palatum
f. Tonsilar
Palpasi
a. Pipi
b. Palatum
c. Lidah

2) Sistem Pernapasan
Inspeksi       :
Palpasi        :
Perkusi        :
Auskultasi   :

3) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi       :
Palpasi         :
Perkusi        :
Auskultasi   :

4) Sistem Pencernaan
Inspeksi       :
Palpasi         :
Perkusi        :
Auskultasi   :

5) Sistem Perkemihan
Inspeksi
a. Peradangan/Warna kemerahan :
b. Meatus uretra :
c. Orifisium uretra :
d. Cairan yang keluar :
e. Hernia :
f. Kateter :
6) Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas Superior:
Ekstremitas Inferior :

7) Sistem Integumen
Kulit
Kuku
1. Bentuk :
2. Warna kuku :
3. CRT :

d. Aspek Psikologis
e. Aspek Sosial
f. Aspek Spiritual

4. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Anilisis gas darah arteri, dll)
b. Pemeriksaan risiko jatuh dengan Morse scale (sesuai Usia)

c. Pemeriksaan EKG
d. Pemeriksaan Foto Thorax

5. Penatalaksanaan Medis
a. Obat Obatan
b. Nutrisi
1) Oral :
2) Enteral :
3) Parenteral :

Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O 2 dengan
kebutuhan oksigen
(NANDA, 2018).

Intervensi Keperawatan
DX 1: Penurunan curah jantung
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor adanya dyspnea.
3. Monitor toleransi aktivitas pasien
4. Pastikan tingkat aktivitas pasien yang tidak membahayakan curah jantung
5. Dorong aktivitas lebih ringan dalam melakukan aktivitas
6. Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian O2
7. Pertahankan bedrest dalam posisi yang nyaman selama periode akut
8. Monitor EKG, lakukan penilaian komprehensif pada sirkulasi perifer (misalnya cek
nadi perifer, edema, warna dan suhu ekstremitas)
Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.

DX 2: Ketidakefektifan pola napas


1. Monitor kedalaman pernapasan, frekuensi dan ekspansi paru
2. Catat upaya pernapasan termasuk penggunaan otot bantu pernapasan
3. Auskultasi bunyi napas
4. Tinggkan kepala atau semifowler dan bantu untuk posisi senyaman mungkin
5. Kolaborasi pemberian O2 dan pemeriksaan AGD.

DX 3: Intoleransi aktivitas
1. Catat frekuensi jantung irama dan perubahan TD selama dan sesudah aktivitas
2. Tingkatkan aktivitas (di tempat tidur)
3. Batasi aktivitas berlebih
4. Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan gerak
5. Rencanakan tentang pemberian progam latihan sesuai kemampuan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Dokainish, H., Teo, K., Zhu, J., Roy, A., Alhabib, K. F., Elsayed, A., … Mondo, C. (2017).
Global Mortality Variations In Patients With Heart Failure: Results From The
International Congestive Heart Failure (INTER-CHF) Prospective Cohort Study. The
Lancet Global Health, 5(7), E665–E672. https://doi.org/10.1016/s2214-109x(17)30196

Jurgens, C. Y., Goodlin, S., Dolansky, M., Ahmed, A., Fonarow, G. C., Boxer, R., … Rich,
M. W. (2015). Heart Failure Management In Skilled Nursing Facilities. In Circulation:
Heart Failure (Vol. 8). https://doi.org/10.1161/hhf.0000000000000005

Morton, P. G. (2018). Critical Nursing A Holistic Approach (Vol. 11). Philadelphia: Wolters
Kluwer Health.

NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi Dan Klasifikasi 2018-2020


(11th Ed.). Jakarta: EGC.

Scott, M. C., & Winters, M. E. (2017). Congestive Heart Failure. Textilwirtschaft, 2017-
Septe(38), 28–29. https://doi.org/10.1016/j.emc.2015.04.006

Smeltzer, S. ., & Bare, B. . (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (8th Ed.). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai