Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

A. KONSEP DASAR HIPERTENSI


1. Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan
sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung
beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar
dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80
(Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003) tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam
pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam
proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan
untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang
elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan
bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).

2. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang peristen.
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Menurut
WHO (World Health Organization) batas tekanan darah yang masih dianggap
normal adalah 120-140 mmHg sistolik dan 80-90 mmHg diastolik. Jadi,
seseorang disebut mengidap hipertensi bila tekanan darahnya selalu terbaca di
atas 140/90 mmHg. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyararakat yang
serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan
komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul
komplikasi, misalnya stroke (pendarahan otak), penyakit jantung koroner, dan
gagal ginjal.
3. Epidemiologi Hipertensi
Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan
masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang.
Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum
dan paling banyak disandang masyarakat. Data World Health Organization
(WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia
menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis
hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya,
diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena
hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasinya.
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017
menyatakan tentang faktor risiko penyebab kematian prematur dan disabilitas
di dunia berdasarkan angka Disability Adjusted Life Years (DAILYs) untuk
semua kelompok umur. Berdasarkan DAILYs tersebut, tiga faktor risiko
tertinggi pada laki-laki yaitu merokok, peningkatan tekanan darah sistolik,
dan peningkatan kadar gula. Sedangkan faktor risiko pada wanita yaitu
peningkatan tekanan darah sistolik, peningkatan kadar gula darah dan IMT
tinggi. Menurut data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun
2014, Hipertensi dengan komplikasi (5,3%) merupakan penyebab kematian
nomor 5 (lima) pada semua umur. Sedangkan berdasarkan data International
Health Metrics Monitoring and Evaluation (IHME) tahun 2017 di Indonesia,
penyebab kematian pada peringkat pertama disebabkan oleh Stroke, diikuti
dengan Penyakit Jantung Iskemik, Diabetes, Tuberkulosa, Sirosis , diare,
PPOK, Alzheimer, Infeksi saluran napas bawah dan Gangguan neonatal serta
kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di
Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54
tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar
34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang
yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum
obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan
pengobatan.
Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena
penderita hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke
fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain
(12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%), terdapat
efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes
(2%). Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan,
sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru
diketahui setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target akibat
komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan
darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.

4. Etiologi Hipertensi
Secara umum hipertensi disebabkan oleh :
1) Asupan garam yang tinggi
2) Strees psikologis
3) Faktor genetik (keturunan)
4) Kurang olahraga
5) Kebiasaan hidup yang tidak baik seperti merokok dan alkohol
6) Penyempitan pembuluh darah oleh lemak/kolesterol tinggi
7) Peningkatan usia
8) Kegemukan
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1) Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu :
genetic, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem rennin.
Anglotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor
yang meningkatkan resiko : obesitas, merokok, alcohol dan
polisitemia.
2) Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom
cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolic sama dengan atau lebih besar dari
90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi.
5) Meningkatnya resisten pembuluh darah perifer.

5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999). Menurunnya tonus vaskuler
merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis
ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal,
maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga
terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone
aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat
pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka
akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (Suyono,
Slamet. 1996).

6. Pathway
Pathway terlampir

7. Klasifikasi Hipertensi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pengukuran rata – rata 2 kali
pengukuran pada masing -masing kunjungan. Perbandingan klasifikasi
tekanan darah menurut JNC VII dan JNC VIII dapat dilihat di tabel berikut:
Kategori Kategori
Tekanan Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Darah Sistolik (mmHg) Dan/atau Sistolik (mmHg)
( JNC VII) ( JNC VII)
Normal Optimal < 120mmHg Dan < 80 mmHg
Pre
_ 120 – 139 mmHg Atau 80 – 89 mmHg
Hipertensi
_ Normal < 130 mmHg Dan < 85mmHg
Normal
_ 130 – 139 mmHg Atau 85 – 89 mmHg
Tinggi
Hipertensi Hipertensi
Derajat I Derajat 1 140 – 159 mmHg Atau 90 – 99 mmHg
Derajat II _ >160 mmHg Atau > 100 mmHg
_ Derajat 2 160 – 179 mmHg Atau 100 – 109 mmHg
_ Derajat 3 >180 mmHg Atau > 110 mmHg
8. Tanda dan Gejala dari Hipertensi
1) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hali ini berari hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur
2) Gejala yang lazim
(1) Mengeluh sakit kepala, pusing
(2) Lemas, kelelahan
(3) Sesak nafas
(4) Gelisah
(5) Mual
(6) Muntah
(7) Kesadaran menurun
(8) Mimisan

9. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi adalah:
1) Retiniopati: edema murid, penebalan retina, dan terjadi perdarahan
retina.
2) Penyakit jantung: gagal jantung dan miokard infark
3) Nefrosklerosis, gagal ginjal. (Brunner dan Suddart, 2002)

10. Faktor Risiko Hipertensi pada Lansia


Hipertensi merupakan salah satu gangguan pada sistem kardiovaskular
yang sering sekali terjadi pada lansia. Dengan bertambahnya usia, jantung
serta pembuluh darah akan mengalami beberapa perubahan struktur dan
fungsi. Salah satu perubahan fungsional terkait dengan pembuluh darah
adalah meningkatnya tekanan sistolik yang akan terjadi secara progresif.
Menurut American Heart Association nilai sistolik 160 mmHg merupakan
batas normal tertinggi untuk lansia. Sedangkan menurut International Society
of Hypertension (ISH) tekanan sistolik diatas 140 mmHg sudah dapat
dikatakan sebagai hipertensi derajat I.
Faktor risiko hipertensi secara umum terbagi menjadi dua, yakni faktor
yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak
dapat dimodifikasi adalah umur serta genetik, sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi adalah pola makan, aktivitas dan sebagainya. Berikut ini akan
dijelaskan terlebih dahulu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
1) Umur
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli
menunjukkan bahwa semakin tua seseorang maka risiko mengalami
hipertensi akan semakin tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh
penurunan elastisitas pembuluh darah arteri seiring dengan
pertambahan umur. Hipertensi bisa dijumpai pada semua usia,
namun paling sering ditemukan pada usia 35 tahun atau lebih dan
meningkat ketika menginjak usia 50 dan 60 tahun. Selain itu pada
wanita menopause akan lebih berisiko mengalami hipertensi.
Walaupun belum dapat dibuktikan dalam penelitian, namun hormon
estrogen diperkirakan dapat meningkatkan konsentrasi HDL dan
menurunkan LDL yang dapat menurunkan risiko terjadi hipertensi.
2) Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor resiko hipertensi yang
tidak dapat dimodifikasi dan telah terbukti dari banyak penelitian-
penelitian oleh beberapa ahli. Hipertensi cenderung merupakan
penyakit keturunan. Jika salah satu dari orang tua kita mempunyai
hipertensi, sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan
terkena pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi,
kemungkinan terkena penyakit tersebut 60% (Sheps, 2005). Selain
itu peran faktor genetik juga dapat dibuktikan dengan ditemukannya
kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot
daripada heterezigot.
Selain dua faktor risiko di atas terdapat pula beberapa faktor risiko lain
yang dapat dimodifikasi, antara lain:
1) Merokok
Sampai sekarang merokok merupakan satu-satunya faktor risiko
paling penting yang dapat menyebabkan hipertensi pada lansia.
Kandungan-kandungan berbahaya yang terdapat dalam rokok dapat
menyebabkan banyak sekali kerugian pada tubuh, diantaranya,
menurunkan kadar HDL, meningkatkan adhesivtas trombosit dan
kadar fibrinogen, mengganti oksigen dengan karbon dioksida pada
molekul hemoglobin, serta meningkatkan konsumsi oksigen di
miokardium. Oleh karena itu sangatlah penting untuk memberikan
penjelasan kepada lansia tentang keuntungan yang dapat diperoleh
dengan berhenti merokok serta kerugian-kerugian yang akan di dapat
apabila tetap mengkonsumsi rokok tersebut.
2) Hiperlipidemia
Kadar kolesterol pada lansia akan secara alami meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Selain itu hiperlipidemia juga berkaitan
dengan konsumsi lemak jenuh yang erat kaitannya dengan
peningatan berat badan dan nantinya akan menjadi faktor risiko
terjadinya hipertensi. Peningkatan LDL dan penurunan HDL adalah
tanda yang penting untuk penyakit arteri koroner atau aterosklerosis
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah baik pada pria maupun
wanita.
3) Diabetes Melitus dan Obestitas
Diabetes merupakan penyakit kronik yang menjadi faktor risiko
independen untuk hipertensi. Ketika viskositas darah meningkat
maka tekanan darahpun akan ikut meningkat. Lansia yang
mengalami diabetes biasanya diikuti dengan obesitas. Penurunan
berat badan pada lansia akan sangat bukan hanya untuk diabetes
namun untuk hipertensi dan hiperlipidemia yang menyertainya.
4) Gaya Hidup
Aktivitas fisik yang menurun pada lansia dapat pula menjadi faktor
risiko terjadinya hipertensi. Dengan penurunan aktivitas fisik ini
maka tonus otot akan mengalami kehilangan masa otot tak berlemak
yang akan digantikan dengan jaringan lemak yang akan
mengakibatkan penigkatan risiko penyakit kardiovaskular. Aktivitas
fisik yang cukup juga akan menjaga berat badan yang ideal. Selain
itu stress dapat pula berpengaruh pada hipertensi maka gaya hidup
sehat sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko hipertensi
5) Diet Tinggi Garam
Berdasarkan penelitian Radecki Thomas E J.D. Orang yang memiliki
kebiasaan konsumsi tinggi garam akan memiliki risiko hipertensi
sebesar 4.35. Garam yang memiliki sifat menarik air, akan
menyebabkan peningkatan volume plasma dan tekanan darah.
Lansia dan ras Afrika Amerika mungkin memiliki sensitivitas tinggi
terhadap intak sodium terhadap perkembangan hipertensi (Vollmer
et a., 2001 dalam Miller ).
Selain faktor-faktor diatas terdapat pula peningkatan
konsumsi kafein yang dapat menjadi faktor risisko terjadinya
hipertensi. Meskipun tidak signifikan kafein dan alcohol akan
meningkatkan aktivitas saraf simpatis yang dapat merangsang
sekresi corticotrophin realizing hormone (CRH) yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
Hipertensi pada lansia dapat mengakibatkan timbulnya
asma dan kencing manis serta pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga terjadi kelumpuhan, kesulitan berbicara sampai kematian.

11. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
1) Pemeriksaan yang segera seperti :
(1) Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD
(2) Urine : Urinelisa dan kultur urine.
(3) EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
(4) Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
2) Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama):
(1) Kemungkinan kelainan renal : IVP, Renald angiography (kasus
tertentu), biopsi renald (kasus tertentu).
(2) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal
tab, CT Scan.
(3) Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
(Brooker, 2001).

12. Pencegahan Hipertensi


Ada tiga cara untuk mencegah hipertensi, yaitu:
1) Pencegahan dengan pola hidup sehat
Menerapkan pola hidup yang sehat dalam keseharian kita sangat
penting dalam pencegahan hipertensi. Sebaliknya pola hidup yang
tidak sehat beresiko tinggi terkena penyakit hipertensi. Termasuk
dalam pola hidup yang tidak sehat misalnya merokok, minum
alkohol, suka makan enak alias banyak mengandung kolesterol,
makanan yang gurih dengan kadar garam berlebih, minuman
berkafein, dll. Sementara pada saat yang sama kurang berolahraga
atau kurang beraktifitas, sering stress, minim air putih, serta kurang
makan buah dan sayuran.
2) Pencegahan dengan medical check up
Mengunjungi seorang dokter atau tenaga para medis, jangan selalu
diartikan mau berobat. Bisa juga dalam rangka pencegahan satu
penyakit, misalnya pencegahan hipertensi. Itulah yang disebut
pencegahan/ pemeriksaan secara medis (medical check up). Orang
yang rentan terhadap hipertensi, baik karena faktor keturunan atau
pun gaya hidup, sebaiknya rajin memeriksakan diri tekanan darahnya
ke dokter atau tenaga medis lain. Sebab, darah tinggi atau hipertensi
bila tidak segera diatasi adalah pra kondisi bagi penyakit lain yang
lebih serius. Dengan demikian, mencegah darah tinggi berarti pula
mencegah diri kita dari penyakit lain. Jika dalam pemeriksaan
ditemukan tanda atau gejala hipertensi, seorang dokter akan
memberikan advise penanganannya. Sebaliknya jika tidak berarti
ditemukan gejala apapun.
3) Pencegahan dengan cara tradisional
Indonesia adalah negara yang kaya dengan tanaman obat tradisional.
Beberapa diantara tanaman tradisional (serta hasilnya) yang bisa
menurunkan tekanan darah, misalnya bayam, biji bungan matahari,
kacang-kacangan, dark coklat, pisang, kedelai, kentang, alpukat,
mentimun, bawang putih, daun seledri, belimbing, pace atau
mengkudu, pepaya, selada air, cincau hijau dan lain-lain. Beberapa
tanaman diantaranya sudah diteliti dan diuji secara medis, seperti:
(1) Bayam
Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak
hanya melindungi Anda dari penyakit jantung, tetapi juga dapat
mengurangi tekanan darah. Selain itu, kandungan folat dalam
bayam dapat melindungi tubuh dari homosistein yang membuat
bahan kimia berbahaya. Penelitian telah menunjukkan bahwa
tingkat tinggi asam amino (homosistein) dapat menyebabkan
serangan jantung dan stroke.
(2) Biji bunga matahari.
Kandungan magnesiumnya sangat tinggi dan biji bunga
matahari mengandung pitosterol, yang dapat mengurangi kadar
kolesterol dalam tubuh. Kolesterol tinggi merupakan pemicu
tekanan darah tinggi, karena dapat menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah. Tapi, pastikan mengonsumsi kuaci segar yang
tidak diberi garam.
(3) Kacang-kacangan
Kacang-kacangan, seperti kacang tanah, almond, kacang merah
mengandung magnesium dan potasium. Potasium dikenal cukup
efektif menurunkan tekanan darah tinggi.
(4) Pisang
Buah ini tidak hanya menawarkan rasa lezat tetapi juga
membuat tekanan darah lebih sehat. Pisang mengandung kalium
dan serat tinggi yang bermanfaat mencegah penyakit jantung.
Penelitian juga menunjukkan bahwa satu pisang sehari cukup
untuk membantu mencegah tekanan darah tinggi.
(5) Kedelai
Banyak sekali keuntungan mengonsumsi kacang kedelai bagi
kesehatan. Salah satunya adalah menurunkan kolesterol jahat
dan tekanan darah tinggi. Kandungan isoflavonnya memang
sangat bermanfaat bagi kesehatan.
(6) Kentang
Nutrisi dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang
tidak sehat. Padahal kandungan mineral, serat dan potasium
pada kentang sangat tinggi yang sangat baik untuk menstabilkan
tekanan darah.
(7) Cokelat pekat (dark chocolate)
Karena kandungan flavonoid dalam cokelat dapat membantu
menurunkan tekanan darah dengan merangsang produksi nitrat
oksida. Nitrat oksida membuat sinyal otot-otot sekitar pembuluh
darah untuk lebih relaks, dan menyebabkan aliran darah
meningkat.
(8) Avokad
Asam oleat dalam avokad, dapat membantu mengurangi
kolesterol. Selain itu, kandungan kalium dan asam folat, sangat
penting untuk kesehatan jantung.
Selain dengan tanaman obat tradisional, cara tradisional lain
yang juga dapat menurunkan tekanan darah, sekaligus pencegahan
hipertensi, misalnya terapi bekam dan akupresure. Bekam
merupakan cara tradisional yang sudah sangat terkenal, dan
bermanfaat untuk pencegahan berbagai macam penyakit. Akupresure
juga bermanfaat untuk mengurangi nyeri pada penderita hipertensi
dengan menekan titik-titik tekannya.

13. Penatalaksanaan Hipertensi


Menurut Smeltzer & Bare (2001), mengemukakan bahwa tujuan dari tiap
program penanganan atau penatalaksanaan pasien hipertensi adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Menurut
Kurniawan (2006) penatalaksanaan pasien hipertensi dapat dilakukan dengan
dua pendekatan yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologis :
a. Penatalaksanaan non-farmakologis
Menurut Dalimartha (2008) terapi nonfarmakologis yang dapat
dilakukan pada penderia hipertensi adalah terapi diet, olahraga, dan
berhenti merokok :
1) Terapi diet
(1) Diet rendah garam
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2
gr garam dapur perhari dan menghindari makanan yang
kandungan garamnya tinggi. Misalnya telur asin, ikan asin,
terasi, minuman dan makanan yang mengandung ikatan
natrium. Tujuan diet rendah garam adalah untuk membantu
menghilangkan retensi (penahan) air dalam jaringan tubuh
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Walaupun
rendah garam, yang penting diperhatikan dalam melakukan
diet ini adalah komposisi makanan harus tetap mengandung
cukup zat – zat gizi, baik kalori, protein, mineral, maupun
vitamin yang seimbang. Menurut Dalimartha (2008) diet
rendah garam penderita hipertensi dibagi menjadi 3 yaitu
diet garam rendah I, diet garam rendah II dan diet garam
rendah III :
a) Diet garam rendah I (200-400 mg Na)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan
edema, asites atau hipertensi berat. Pada pengolahan
makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari
bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
b) Diet garam rendah II (600-800 mg Na)
Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan
edema, asites, atau hipertensi tidak berat. Pemberian
makanan sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada
pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sdt
garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi
kadar natriumnya.
c) Diet garam rendah III (1000 – 1200 mg Na)
Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan
edema dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan
sehari sama dengan diet garam rendah I. Pada
pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt
garam dapur.
(2) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol
darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan
kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama –
kelamaan jika endapan kolesterol bertambah akan
menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran
darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung
dan secara tidak langsung memperparah hipertensi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengatur diet
lemak antara lain sebagai berikut :
 Hindari penggunaan lemak hewan, margarin, dan
mentega, terutama makanan yang digoreng dengan
minyak.
 Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan
lainnya serta sea food (udang, kepiting), minyak
kelapa,dan santan.
 Gunakan susu skim untuk pengganti susu full cream.
 Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir
seminggu
2) Makan banyak buah dan sayuran segar
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan
mineral. Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat
membantu menurunkan tekanan darah yang ringan. Peningkatan
masukan kalium (4,5 gram atau 120-175 mEq/hari) dapat
memberikan efek penurunan darah. Selain itu, pemberian kalium
juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium akibat dari
rendahnya natrium.
3) Olahraga
Peningkatan aktivitas fisik dapat berupa peningkatan kegiatan
fisik sehari-hari atau berolahraga secara teratur. Manfaat
olahraga teratur terbukti bahwa dapat menurunkan tekanan
darah, mengurangi risiko terhadap stroke, serangan jantung,
gagal ginjal, gagal jantung, dan penyakit pembuluh darah lainya.
4) Berhenti merokok
Merokok merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan
tekanan darah. Berdasarkan penelitian bahwa ada hubungan
yang linear antara jumlah alkohol yang diminum dengan laju
kenaikan tekanan sistolik arteri.
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi adalah pemberian
antihipertensi. Tujuan terapi antihipertensi adalah mencegah
komplikasi hipertensi dengan efek samping sekecil mungkin. Obat
yang ideal adalah obat yang tidak mengganggu gaya hidup atau
menyebabkan simptomatologi yang bermakna tetapi dapat
mempertahankan tekanan arteri terkendali. Penurunan tekanan arteri
jelas mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas akibat stroke,
gagal jantung, meskipun terapi terhadap hipertensi ringan dengan
obat belum memperlihatkan banyak harapan dalam mengurangi
risiko penyakit koroner. Jenis obat antihipertensi yang sering
digunakan adalah sebagai berikut :
1) Diuretika
Diuretika adalah obat yang memperbanyak kencing,
mempertinggi pengeluaran garam (NaCl). Obat yang sering
digunakan adalah obat yang daya kerjanya panjang sehingga
dapat digunakan dosis tunggal, diutamakan diuretika yang
hemat kalium. Obat yang banyak beredar adalah Spironolactone,
HCT, Chlortalidone dan Indopanide.
2) Alfa-blocker
Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa
yang menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnnya tekanan
darah. Karena efek hipotensinya ringan sedangkan efek
sampingnya agak kuat (hipotensi ortostatik dan takikardi) maka
jarang digunakan. Obat yang termasuk dalam Alfa-blocker
adalah Prazosin dan Terazosin.
3) Beta-blocker
Mekanisme kerja obat Beta-blocker belum diketahui dengan
pasti. Diduga kerjanya berdasarkan beta blokade pada jantung
sehingga mengurangi daya dan frekuensi kontraksi jantung.
Dengan demikian, tekanan darah akan menurun dan daya
hipotensinya baik. Obat yang terkenal dari jenis Beta-blocker
adalah Propanolol, Atenolol, Pindolol dan sebagainya.
4) Obat yang bekerja sentral
Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non
adrenalin sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergik perifir
dan turunnya tekanan darah. Penggunaan obat ini perlu
memperhatikan efek hipotensi ortostatik. Obat yang termasuk
dalam jenis ini adalah Clonidine, Guanfacine dan Metildopa.
5) Vasodilator
Obat vasodilator mempunyai efek mengembangkan dinding
arteriole sehingga daya tahan perifir berkurang dan tekanan
darah menurun. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah
Hidralazine dan Ecarazine.
6) Antagonis kalsium
Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan
ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh darah dengan
efek vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Obat jenis
antagonis kalsium yang terkenal adalah Nifedipine dan
Verapamil.
7) Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan
cara menghambat Angiotensin converting enzim yang berdaya
vasokontriksi kuat. Obat jenis penghambat ACE yang popular
adalah Captopril (Capoten) dan Enalapril.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
2) Riwayat kesehatan saat ini
3) Riwayat kesehatan masa lalu
4) Riwayat Pekerjaan & Status EkonomI
5) Aktivitas Rekreasi
6) Riwayat Keluarga
Biasanya pada penderita hipertensi kebanyakan menurun dari orang
tuanya yang menderita hipertensi.
7) Bernafas
Pada saat pengkajian, pada umumnya pasien mengeluh sulit
bernafas.
8) Makan
Pada saat pengkajian pola makan biasanya pasien mengeluh mual.
9) Minum
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan gangguan.
10) Eliminasi BAB & BAK
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan gangguan.
11) Gerak aktivitas
(1) Kemampuan ADL :
 Kemampuan untuk makan
 Kemampuan untuk mandi
 Kemampuan untuk toileting
 Kemampuan untuk berpakaian
 Kemampuan untuk instrumentalia
(2) Kemampuan mobilisasi:
Pada saat pengkajian, pasien biasanya mampu mengubah posisi
ditempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, namun ketika
pasien berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
12) Istirahat tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan tidur akibat nyeri dada, sesak,
dan pusing yang dirasakannya.
13) Pengaturan suhu tubuh
Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya berada dalam
rentang normal yaitu 36o C - 37° C.
14) Kebersihan diri
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami masalah/
keluhan kebersihan diri.
15) Rasa nyaman
Pada saat pengkajian, biasanya pasien mengatakan sakit pada bagian
kepala, nyeri pada dada, merasa sesak, serta kesemutan pada
ekstremitas.
16) Rasa aman
Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas dengan raut
wajah pasien tampak tidak tenang.
17) Sosial
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi atau
hubungan social dengan lingkungan sekitarnya.
18) Pengetahuan belajar
Meliputi kemampuan pasien dalam menerima informasi tentang
penyakitnya, serta nasihat – nasihat yang diberikan oleh perawat atau
dokter, berhubungan dengan penyakitnya.
19) Rekreasi
Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau
fasilitas kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai
hiburan atau berkumpul bersama keluarga. Pada pasien hipertensi
ringan biasanya dianjurkan untuk melakukan latihan fisik seperti lari,
jogging, jalan santai atau bersepeda dan bersenang-senang. Pasien
juga dianjurkan untuk melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan.
20) Spiritual
Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
21) Status Kesehatan
Pada umumnya pasien hipertensi mengeluh nyeri kepala dan
kelelahan.
22) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan pengobatan yang tidak
terkontrol dan tidak berkesinambungan .Adanya riwayat penyakit
ginjal dan adrenal.
23) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum
TTV, BB, GCS
(2) Keadaan Umum : lemah
Kesadaran (E:M:V)
TTV, BB/TB
(3) Integumen
Kulit lansia keriput (kerena proses penuaan yang terjadi),
kelenturan dan kelembaban kurang.
(4) Kepala
Normal cephali, distribusi rambut merata, beruban, kulit kepala
dalam keadaan bersih, tidak terdapat ketombe ataupun kutu
rambut, wajah simetris, nyeri tekan negatif.
(5) Mata
Pasien umumnya mengeluh pandangan kabur.
(6) Telinga
Pasien umumnya tidak mengeluhkan gangguan pendengaran
yang berkaitan dengan hipertensi.
(7) Hidung dan sinus
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
(8) Mulut dan tenggorokan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
(9) Leher
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
(10) Dada
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
(11) Pernafasan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
(12) Kardiovaskular
TD= 160/100 mmHg, Nadi = 88x/menit (nadi teraba cukup
kuat). Lansia biasanya mengeluh dadanya berdebar –
debar. Terkadang terasa nyeri dada.
(13) Gastrointestinal
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
(14) Perkemihan
Pada umumnya pasien mengalami proteinuria.
(15) Genitourinaria
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
(16) Muskuloskeletal
Lansia biasanya merasakan kesemutan dan keram pada lutut saat
cuaca dingin sehingga sulit berdiri. Tonus otot berkurang, tulang
dada, pipi, klavikula tampak menonjol, terjadi sarkopenia,
ekstremitas atas bawah hangat.
(17) Sistem saraf pusat
Lansia biasanya mengalami sedikit penurunan daya ingat, tidak
ada disorientasi, emisi tenang, siklus tidur memendek.
(18) Sistem endokrin
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
24) PENGKAJIAN FUNGSIONAL
ADL (Activity Daily Living)
Pengkajian fungsional berdasarkan INDEKS KATZ
Pengkajian ini meliputi obsservasi kemampuan klien untuk melakukan
aktivitas kehdupan sehari-hari/Activity Daily Living (ADL)
(1) INDEKS KATZ
Termasuk/katagori manakah klien?
Skore Kriteria:
Katagori Keterangan
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK), berpindah, ke
kamar kecil, mandi dan berpakaian
B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan
E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar
kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Lain-Lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan
sebagai C, D, E atau F
Keterangan:
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari
orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi
dianggap tidak melakukan fungsi meskipun klien dianggap mampu

(2) MODIFIKASI DARI BARTHEL INDEKS


Termasuk yang manakah klien?
NO Item yang dinilai Skor Nilai
1 Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan memotong, mengoles mentega,
2
dll
2 = Mandiri
2 Mandi (Bathing) 0 = Tergantung dengan orang lain
1 = Mandiri 1

3 Perawatan diri 0 = Membutuhkan bantuan orang lain


(Grooming) 1 = Mandiri dalam perawatan muka, rambut, gigi, 1
dan bercukur
4 Berpakaian 0 = Tergantung dengan orang lain 2
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (missal mengancing baju)
2 = Mandiri
5 Buang air kecil 0= Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak
(Bladder) terkontrol
2
1 = Kadang inkotinensia (maks, 1x 24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6 Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema)
(Bowel) 1 = Kadang inkotinensia (sekali seminggu) 2
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1= Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan
2
beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2 orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3
3 = Mandiri

9 Mobilitas 0 = Imobilitas (tidak mampu)


1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantan satu orang 3
3= Mandiri (meskipun menggunakan alat bantu
seperti tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu) 2
2 = Mandiri

Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
25) PENGKAJIAN KOGNITIF
(1) Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Protable Mental Status
Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan berdasarkan
10 pertanyaan.
Skore No Pertanyaan Jawaban
+ -
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor telepon Anda?
Dimana alamat Anda?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)
5 Berapa umur Anda?
6 Kapan Anda lahir?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa Presiden sebelumnya?
9 Siapa nama Ibu Anda?
10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu
seterusnya sampai bilangan terkecil)
Keterangan
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat

(2) Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan mnggunakan


Mini Mental Status Exam (MMSE)
Nilai Nilai pasien Pertanyaan
maksimum
Orientasi
5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa
sekarang?)
5 Dimana kita: (Negara bagian) (wilayah) (kota)
(rumah sakit) (lantai)?
Nilai Nilai pasien Pertanyaan
maksimum
Registrasi
3 Sebutkan nama 3 objek: 1 detik untuk mengtakan
masing-masing. Beri 1 poin untuk setiap jawaban
yang benar
Perhatian dan kalkulasi
5 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran. Berhenti
setelah 5 jawaban. Berganti eja “kata” ke belakang
Mengingat
3 Meminta untuk mengulang ketiga objek di atas.
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan atau
tetapi (1 poin)
Nilai total

Keterangan
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
26) PENGKAJIAN STATUS EMOSIONAL
Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
a. Apakah klien mengalami kesulitan tidur?
b. Apakah klien sering merasa gelisah?
c. Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
d. Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Pertanyaan tahap 2
a. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan?
b. Ada atau banyak pikiran?
c. Ada masalah atau gangguan dengan keluarga lain?
d. Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
e. Cenderung mengurung diri?
Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya”Masalah Emosional
Positif (+)
27) PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang,sikap klien
pada orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi.
28) PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyainan klien tentang
kematian, harapan-harapan klien, dan lain-lain.
29) PENGKAJIAN DEPRESI
Menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS)
NO ITEM PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah Bapak/ Ibu sekarang ini merasa puas dengan TIDAK
kehidupannya?
2 Apakah Bapak/ Ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau YA
kesenangan akhir-akhir ini?
3 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa hampa/ kosong di dalam YA
hidup ini?
4 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa bosan? YA
5 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai harapan yang baik di TIDAK
masa depan?
6 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang YA
mengganggu terus menerus?
7 Apakah Bapak/ Ibu memiliki semangat yang baik setiap saat? TIDAK
8 Apakah Bapak/ Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan YA
terjadi pada Anda?
9 Apakah Bapak/ Ibu merasa bahagia sebagian besar waktu? TIDAK
10 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa- YA
apa?
11 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa resah dan gelisah? YA
12 Apakah Bapak/ Ibu lebih senang tinggal dirumah daripada YA
keluar dan mengerjakan sesuatu?
13 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang masa YA
depan?
14 Apakah Bapak/ Ibu akhir – akhir ini sering pelupa? YA
15 Apakah Bapak/ Ibu pikir bahwa hidup Bapak/ Ibu sekarang TIDAK
ini menyenangkan?
16 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa sedih dan putus asa? YA
17 Apakah Bapak/ Ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini? YA
18 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang masa lalu? YA
19 Apakah Bapak/ Ibu merasa hidup ini mengembirakan? TIDAK
20 Apakah sulit bagi Bapak/ Ibu untuk memulai kegiatan yang YA
baru?
21 Apakah Bapak/ Ibu merasa penuh semangat? TIDAK
22 Apakah Bapak/ Ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada YA
harapan?
23 Apakah Bapak/ Ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik YA
keadaanya daripada Bapak/ Ibu?
24 Apakah Bapak/ Ibu sering marah karena hal- hal yang sepele? YA
25 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa ingin menangis? TIDAK
26 Apakah Bapak/ Ibu sulit berkonsentrasi? YA
27 Apakah Bapak/ Ibu merasa senang waktu bangun tidur di pagi TIDAK
hari?
28 Apakah Bapak/ Ibu tidak suka berkumpul di pertemuan YA
sosial?
29 Apakah mudah bagi Bapak/ Ibu membuat suatu keputusan? TIDAK
30 Apakah pikiran Bapak/ Ibu masih tetap mudah dalam YA
memikirkan sesuatu seperti dulu?
Ket: Setiap jawaban yang “ SESUAI” diberi skor 1
Skor 0-10 : Menunjukkan tidak depresi
Skor 11-20 : Menunjukkan depresi ringan
Skor 21-30 : Menunjukkan depresi sedang/ berat

30) PENGKAJIAN RISIKO JATUH


(1) Pengakjian dengan menggunakan MORSE Scale
Tgl
No Item Penilaian Jam
Skor IA 1 2 3 4
1 Usia
a. Kurang dari 60 0
b. Lebih dari 60 1
c. Lebih dari 80 2
2 Defisit Sensoris
a. Kacamata bukan bifokal 0
b. Kacamata bifokal 1
c. Gangguan pendengaran 1
d. Kacamata multifokal 2
e. Katarak/ glaukoma 2
f. Hamper tidak melihat/ buta 3
3 Aktivitas
a. Mandiri 0
b. ADL dibantu sebagian 2
c. ADL dibantu penuh 3
4 Riwayat Jatuh
a. Tidak pernah 0
b. Jatuh< 1 tahun 1
c. Jatuh < 1bulan 2
d. Jatuh pada saat dirawat sekarang 3
5 Kognisi
a. Orientasi baik 0
b. Kesulitan mengerti perintah 2
c. Gangguan memori 2
d. Kebingungan 3
e. Disorientasi 3
6 Pengobatan dan Penggunaan Alat
Kesehatan
a. >4 jenis pengobatan 1
b. Antihipertensi/ hipoglikemik/ 2
antidepresan 2
c. Sedative/ psikotropika/narkotika 2
d. Infuse/ epidural/ spinal/ dower
catheter/ traksi
7 Mobilitas
a. Mandiri 0
b. Menggunakan alat bantu berpindah 1
c. Kordinasi/ keseimbangan 2
memburuk 3
d. Dibantu sebagian 4
e. Dibantu penuh/bedrest/nirse assist 4
f. Lingkungan dengan banyak
furniture
8 Pola BAB/BAK
a. Teratur 0
b. Inkotinensia urine/feses 1
c. Nokturia 2
d. Urgensi/frekuensi 3
9 Komorbiditas
a. Diabetes/ penyakit jantung/ stroke/ 2
ISK 2
b. Gangguan saraf pusat/ Parkinson 3
c. Pasca bedah 0-24 jam

Total skor
Keterangan
Risiko Rendah 0-7
Risiko Tinggi 8-13
Risiko Sangat Tinggi ≥ 14
Nama/ paraf
Catatan:
a. Pengkajian awal risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah
sakit, dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment)
b. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan
dengan kode:
1) Setelah pasien jatuh (Post Falls) dengan kode: PF
2) Perubahan kondisi (Change of Condition) dengan kode: CC
3) Menerima pasien pindahan dari ruangan lain (On Ward Transfer)
dengan kode: WT
4) Setiap minggu (Weekly) dengan kode: WK
5) Saat pasien pulang (Discharge) dengan kode: DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan

(2) Pengkajian dengan instrumen “THE TIMED UP AND GO”


(TUG)
NO LANGKAH
1 Posisi pasien duduk di kursi
2 Minta pasien berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter),
kembali ke kursi, ukur waktu dalam detik

Keterangan:
Skor:
>12 detik : risiko jatuh tinggi
≤ 12 detik : risiko jatuh tinggi
31) APGAR keluarga
NO ITEMS PENILAIAN SELALU KADANG - TIDAK
(2) KADANG (1) PERNAH (0)
1 A: Adaptasi
Saya puas bisa kembali pada keluarga
(teman- teman) saya untuk membantu
apabila saya mengalami kesulitan
(adaptasi)
2 P: Partnership
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya membicarakan sesuatu dan
mengungapkan masalah dengan saya
(hubungan)
3 G: Growth
Saya puas bahwa keluarga(teman-teman)
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
aktivitas (pertumbuhan)
4 A: Afek
Saya puas dengan cara keluarga (teman-
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespons terhadap emosi saya, seperti
marah, sedih atau mencintai
5 R: Resolve
Saya puas dengan cara teman atau
keluarga saya dan saya menyediakan
waktu bersama-sama mengekspresikan
afek dan berespon
JUMLAH

Penilaian:
Total nilai <3 : disfungsi keluarga yang sangat tinggi
Total nilai 4-6 : disfungsi keluarga sedang
Total nilai 7-10: tidak ada disfungsi keluarga

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
hipertensi yaitu:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
ditandai dengan dyspnea, tekanan darah meningkat/menurun, nadi
perifer teraba lemah, capillary refill time >3 detik, oliguria, warna
kulit pucat dana tau sianosis.
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan
dengan hipertensi.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi ditandai dengan ortopnea, dipsnea, edema perufer, berat
badan meningkat dalam waktu singkat, JVP meningkat, reflek
hepatojugular positif, distensi vena jugularis, terdengar suara nafas
tambahan, hepatomegaly, kadar Hb/Ht turun, oliguria, kongesti oaru,
intake lebih banyak dari output.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
(vasokontriksi pembuluh darah otak) ditandai dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, diaforesis.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, frekuensi
jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat, despnea saat/
setelahmelakukan aktivitas, merasa lelah, tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia,
sianosis.
6. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi.

3. Intervensi Keperawatan
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload ditandai
dengan dyspnea, tekanan darah meningkat/menurun, nadi perifer teraba lemah,
capillary refill time >3 detik, oliguria, warna kulit pucat dana tau sianosis.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
penurunan curah jantung klien dapat teratasi.
Kriteria hasil:
1) TTV dalam rentang normal
 TD (100/60 – 130/99 mmHg)
 Nadi (60 -100 x/menit)
 RR (12-24 x/menit)
 Suhu (36,5-37,5 0C)
2) Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada sites
3) Tidak ada penurunan kesadaran
4) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan.
Intervensi Rasional
Nic Label : Cardiac Care Nic Label : Cardiac Care
1. Evaluasi nyeri dada (seperti, 1. Melihat karakteristik nyeri yang
intensitas, lokasi, radiasi, durasi dialami klien, sehingga akan
dan presipitasi dan faktor yang mempengaruhi tindakan keperawatan
memberatkan. dan diagnosa yang akan ditegakkan.
2. Dokumentasikan adanya disritmia 2. Dokumentasi ditujukan sebagai bukti
jantung. tertulis dalam tindakan keperawatan
3. Catat tanda dan gejala yang tentang kondisi dan tindakan yang
mengarah pada penurunan telah diberikan kepada klien.
kardiak output. 3. Penurunan kardiak output akan
4. Monitor status respirasi untuk sangat berpengaruh terhadap
gejala gagal jantung. sistemik tubuh, mencatat itu berguna
5. Intruksikan kepada klien tentang dalam memberikan pengarahan
pentingnya menginformasikan dalam melakukan tindakan
jika terdapat ketidaknyamanan keperawatan.
pada dada. 4. Status respirasi yang buruk bisa saja
6. Kaji toleransi pasien terhadap disebabkan oleh edema paru dan ini
aktivitas terhadap perubahan: erat kaitannya dengan terjadinya
nafas pendek,nyeri, palpitasi, gagal jantung.
pusing. 5. Perawat atau tenaga medis bisa
7. Auskultasi bunyi nafas: bunyi memberikan penanganan dan
tambahan dan bunyi jantung : pengobatan yang tepat.
murmur. 6. Untuk melihat keterbatasan klien
8. Pertahankan posisi tirah baring yang diakibatkan penyakit yang
pada posisi yang nyaman selama diderita klien, dan dapat ditegakkan
episode akut. grade dari suatu gangguan klien.
9. Berikan oksigen tambahan 7. S4 umum terdengar pada pasien
dengan kanula nasal/masker dan hipertensi berat karena adanya
obat sesuai indikasi (kolaborasi). hipertrofi atrium. Adanya krakel,
10. Berikan periode istirahat dalam mengi dapat mengindikasikan
melakukan aktivitas keperawatan. kongesti paru sekunder terhadap
11. Pantau dan catat efek terapeutik terjadinya atau gagal jantung kronik.
/efek samping selama pemberian 8. Dengan posisi tirah baring
kalsium antagonis, beta bloker diharapkan ekspansi dada klien lebih
dan nitrat. optimal.
12. Kolaborasi: Pemberian kalsium 9. Meningkatkan sediaan oksigen untuk
antagonis. kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia. Banyak obat
NIC Label : Circulatory Care : dapat digunakan untuk meningkatkan
Arterial Insufficiency volume sekuncup, memperbaiki
1. Melakukan penilaian yang kontraktilitas danm enurunkan
komprehensif dari sirkulasi kongesti.
perifer (misalnya: memeriksa 10. Klien bisa saja mengalami sesak
nadi perifer, edema, pembuluh mendadak karena aktivitas yang
kapiler, warna kulit, dan dilakukan, aktivitas ini bisa
temperature). memberat sesak napas klien
2. Menentukan indeks branchial termasuk aktivitas ketika dilakukan
pergelangan kaki, secara tepat. tindakan keperawatan
3. Evaluasi edema perifer dan nadi. 11. Karena efek samping yang
4. Monitor status cairan, termasuk ditimbulkan bisa saja membahayakan
masukan dan keluaran. klien.
12. Memenuhi kebutuhan klien atas
pengobatannya
NIC Label : Circulatory Care: NIC Label : Circulatory Care : Arterial
Venous Insufficiency Insufficiency
1. Meninggikan anggota badan yang 1. Mengkaji status sirkulasi perifer
berpengaruh sebesar 20 derajat pasien.
atau lebih di atas level dari 2. Untuk memeriksa nadi brakial pasien
jantung, secara tepat. 3. Untuk memantau perkembangan
2. Mendorong latihan gerakan pasif kondisi pasien
atau aktif terutama pada 4. Memantau status cairan pasien
ektremitas bawah selama NIC Label : Circulatory Care: Venous
terbaring. Insufficiency
1. Melancarkan sirkulasi darah ke
jantung untuk mengurangi beban
kerja jantung.
2. Untuk mencegah adanya
penumpukan cairan di ekstremitas
bawah.

2) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan


hipertensi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam resiko
perfusi jaringan cerebral tidak efektik klien dapat tidak terjadi.
Kriteria hasil:
1) Klien melaporkan tidak ada pusing atau sakit kepala.
2) Tidak terjadi peningkatan TIK.
3) Peningkatan kesadaran GCS > 13
4) Fungsi sensori dan motoric membaik, tidak ada muntah.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kesadaran pasien. 1. Mengetahui tingkat kesadaran dan
2. Pantau status neurologis secara kestabilan pasien.
teratur, catat adanya nyeri 2. Mengkaji adanya kecenderungan
kepala, pusing. pada tingkat kesadaran dan resiko
3. Tinggikan posisi kepala 15-30 TIK meningkat.
derajat. 3. Untuk menurunkan tekanan vena
4. Pantau TTV (TD< Nadi, Suhu, jugularis.
RR). 4. TTV merupakan acuan untuk
5. Kolaborasi pemberian oksigen. mengetahui keadaan umum klien.
6. Anjurkan keluarga untuk 5. Mengurangi keadaan hipoksia.
berbicara dengan pasien. 6. Ungkapan keluarga yang
menyenangkan klien tampak
mempunyai efek relaksasi pada
beberapa klien koma dalam
penurunan TIK.

3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi


ditandai dengan ortopnea, dipsnea, edema perufer, berat badan meningkat
dalam waktu singkat, JVP meningkat, reflek hepatojugular positif, distensi
vena jugularis, terdengar suara nafas tambahan, hepatomegaly, kadar Hb/Ht
turun, oliguria, kongesti oaru, intake lebih banyak dari output.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24 jam kelebihan volume
cairan dapat teratasi.

NOC
1) Electrolite and acid base balance
2) Fluid balance
3) Hydration
Kriteria Hasil
1) Terbebas dari edema
2) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan
vital sign dalam batas normal
3) Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
4) Menjelaskan indikator kelebihan cairan
Intervensi Rasional
NIC NIC
Fluid Management Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan 1. Untuk mengetahui apakah output dan
output yang akurat intake mengalami perubahan.
2. Monitor vital sign 2. TTV merupakan acuan untuk
3. Monitor indikasi mengetahui keadaan umum klien.
retensi/kelebihan cairan 3. Untuk mengetahui apakah klien
4. Kaji lokasi dan luas edema kembali mengalami kelebihan cairan.
5. Monitor masukan 4. Supaya asupan cairan dan nutrisi yang
makanan/cairan dan hitung mengandung air dapat terkontrol dan
intake cairan kalori cairan tidak melebihi asupan.
Fluid Monitoring Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan 1. Untuk mengetahui asupan cairan apa
tipe intake cairan dan eliminasi. yang sudah dikonsumsi klien.
2. Catat secara akurat intake dan 2. Agar mengetahui balance cairan klien.
output. 3. Untuk mengetahui adaya tanda dan
3. Monitor tanda dan gejala dari gejala kembalinya kelebihan volume
oedema. cairan.

4) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (vasokontriksi


pembuluh darah otak) ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir
terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24 jam nyeri akut dapat
teratasi.
Kriteria hasil:
a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang atau terkontrol.
b. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
c. Skala Nyeri 0-1 dalam rentang skala NRC.
d. Mampu mengontrol nyeri.
Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri termasuk lokasi, 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri
karakteristik, durasi, frekuensi, klien.
kualitas, intensitas nyeri dan faktor 2. Untuk mengetahui tingkat
presipitasi. ketidaknyamanan dirasakan oleh
2. Observasi reaksi ketidaknyaman klien.
secara nonverbal. 3. Untuk mengalihkan perhatian
3. Gunakan strategi komunikasi klien dari rasa nyeri.
terapeutik untuk mengungkapkan 4. Untuk mengetahui apakah nyeri
pengalaman nyeri dan penerimaan yang dirasakan klien
klien terhadap respon nyeri. berpengaruh terhadap yang
4. Tentukan pengaruh pengalaman lainnya.
nyeri terhadap kualitas hidup (nfsu 5. Untuk mengurangi factor yang
makan, tidur, aktivitas,mood, dapat memperburuk nyeri yang
hubungan sosial). dirasakan klien.
5. Tentukan faktor yang dapat 6. Pemberian “health education”
memperburuk nyeri dan lakukan dapat mengurangi tingkat
evaluasi dengan klien dan tim kecemasan dan membantu klien
kesehatan lain tentang ukuran dalam membentuk mekanisme
pengontrolan nyeri yang telah koping terhadap rasa nyeri.
dilakukan. 7. Untuk mengurangi tingkat
6. Berikan informasi tentang nyeri ketidaknyamanan yang dirasakan
termasuk penyebab nyeri, berapa klien.
lama nyeri akan hilang, antisipasi 8. Agar nyeri yang dirasakan klien
terhadap ketidaknyamanan dari tidak bertambah.
prosedur. 9. Agar klien mampu menggunakan
7. Control lingkungan yang dapat teknik nonfarmakologi dalam
mempengaruhi respon memanagement nyeri yang
ketidaknyamanan klien (suhu dirasakan.
ruangan, cahaya dan suara). 10. Pemberian analgetik dapat
8. Hilangkan faktor presipitasi yang mengurangi rasa nyeri pasien.
dapat meningkatkan pengalaman
nyeri klien (ketakutan, kurang
pengetahuan).
9. Ajarkan cara penggunaan terapi
non farmakologi (distraksi, guide
imagery, relaksasi).
10. Kolaborasi pemberian analgetik.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat >20% dari kondisi istirahat, despnea saat/ setelahmelakukan
aktivitas, merasa lelah, tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG
menunjukkan iskemia, sianosis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam intoleransi
aktivitas pasien dapat teratasi.
Kriteria hasil:
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik disertai peningkatan tekanan darah, nadi,
dan RR.
b. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
c. TTV rentang normal
 Suhu : 36,5-37,5 0C.
 Nadi : 60-100 x/menit.
 RR : 12-24 x/menit.
 TD : 100/60-139/99 mmHg.
d. Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan.
Intervensi Rasional
NOC: Activity Therapy NOC: Activity Therapy
1. Kolaborasi dengan tim kesehatan 1. Mengkaji setiap aspek klien
lain untuk merencanakan , terhadap terapi latihan yang
monitoring program aktivitasi dierencanakan.
klien. 2. Aktivitas yang teralau berat dan
2. Bantu klien memilih aktivitas yang tidak sesuai dengan kondisi klian
sesuai dengan kondisi. dapat memperburuk toleransi
3. Bantu klien untuk melakukan terhadap latihan.
aktivitas/latihan fisik secara teratur. 3. Melatih kekuatan dan irama
4. Monitor status emosional, fisik dan jantung selama aktivitas.
social serta spiritual klien terhadap 4. Mengetahui setiap perkembangan
latihan/aktivitas. yang muncul segera setelah terapi
aktivitas.
5. Monitor hasil pemeriksaan EKG 5. EKG memberikan gambaran yang
klien saat istirahat dan aktivitas akurat mengenai konduksi jantung
(bila memungkinkan dengan tes selama istirahat maupun aktivitas.
toleransi latihan). 6. Pemberian obat antihipertensi
6. Kolaborasi pemberian obat digunakan untuk mengembalikan
antihipertensi, obat-obatan digitalis, TD klien dbn, obat digitalis untuk
diuretic dan vasodilator. mengkoreksi kegagalan kontraksi
NOC: Energy Management jantung pada gambaran EKG,
1. Tentukan pembatasan aktivitas fisik diuretic dan vasodilator digunakan
pada klien. untuk mengeluarkan kelebihan
2. Tentukan persepsi klien dan cairan.
perawat mengenai kelelahan. NOC: Energy Management
3. Tentukan penyebab kelelahan 1. Mencegah penggunaan energy
(perawatan, nyeri, pengobatan). yang berlebihan karena dapat
4. Monitor efek dari pengobatan klien. menimbulkan kelelahan.
5. Monitor intake nutrisi yang adekuat 2. Memudahkan klien untuk
sebagai sumber energy. mengenali kelelahan dan waktu
6. Anjurkan klien dan keluarga untuk untuk istirahat.
mengenali tanda dan gejala 3. Mengetahui sumber asupan energy
kelelahan saat aktivitas. klien.
7. Anjurkan klien untuk membatasi 4. Mengetahui etiologi kelelahan,
aktivitas yang cukup berat seperti apakah mungkin efek samping
berjalan jauh, berlari, mengangkat obat atau tidak.
beban berat, dan lain-lain. 5. Untuk membantu memenuhi
8. Monitor respon terapi oksigen kebutuhan nutrisi pasien sesuai
klien. dengan aktivitas yang dilakukan
9. Batasi stimuli lingkungan untuk pasien.
relaksasi klien. 6. Menyamakan persepsi perawat-
10. Batasi jumlah pengunjung. klien mengenai tanda-tanda
kelelahan dan menentukan kapan
aktivitas klien dihentikan.
7. Mencegah timbulnya sesak akibat
aktivitas fisik yang terlalu berat.
8. Mengetahui efektifitas terapi O2
terhadap keluhan sesak selama
aktivitas.
9. Menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk klien beristirahat.
10. Memfasilitasi waktu istirahat klien
untuk memperbaiki kondisi klien.

6) Resiko Cedera berhubungan dengan perubahan sensasi.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam resiko
cedera dapat teratasi.
Kriteria hasil:
1) Klien terbebas dari cedera.
2) Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah cedera.
3) Klien mampu menjelaskan faktor penyebab cedera dari lingkungan.
Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan yang aman 1. Mencegah terjadinya risiko
untuk klien. cedera.
2. Identifikasi kebutuhan keamanan 2. Menentukn kebutuhan klien
klien, sesuai dengan kondisi fisik terhadap dan keamanan dan
dn fungsi kognitif klien dan riwayat menentukan intervensi yang tepat.
penyakit terdahulu. 3. Mencegah resiko cedera.
3. Memasang side rail tempat tidur 4. Mencegah resiko cedera.
4. Jauhkan objek yang berbahaya dari 5. Menghindari resiko cedera.
lingkungan klien. 6. Mengurangi keletihan pada klien
5. Jauhkan dari panjanan yang tidak yang dapat menyebabkan resiko
diperlukan seperti mengerikan dan cedera.
panas. 7. Membantu petugas kesehatan
6. Batasi pengunjung. mengurangi resiko cedera untuk
7. Identifikasi kebiasaan dan faktor klien dari kebiasaan yang
resiko yang mempengaruhi untuk dilakukan dan faktor-faktor
cedera. penyebabnya.
8. Cari informasi riwayat cedera 8. Mengurangi resiko cedera
pasien dari keluarga. berulang pada pasien.
9. Kunci roda dari kursi roda, tempat 9. Mengurangi resiko cedera.
tidur saat memindahkan klien. 10. Melatih klien untuk meminimalisir
10. Ajarkan klien bagaimana cara faktor penyebab resiko cedera.
duduk, berdiri, dan berjalan yang
aman untuk meminimalkan cedera
bila diperlukan.

4. Impementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi:
1) Monitor tanda-tanda vital.
2) Monitor adanya perubahan tekanan darah.
3) Catat adanya fluktuasi tekanan darah.
4) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
5) Memantau asupan nutrisi.
6) Memantau intake dan output cairan.
7) Membantu meningkatkan koping .
8) Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Berdasarkan diagnose keperawatan di atas, evaluasi hasil yang diharapkan
adalah sebagai berikut:
1) Penurunan curah jantung kien dapat teratasi.
2) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.
3) Kelebihan volume cairan klien dapat terkontrol.
4) Nyeri akut klien dapat terkontrol.
5) Intoleransi klien dapat teratasi.
6) Resiko cedera klien tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini et el. 2009. Faktor – factor yang Berhubungan dengan Kejdian


Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkiang Periode Januari Sampai Juni 2008. Riau.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey.
2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa:
Mosby Elsavier.
Corwin, E.J. 2009. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit, BU.
Jakarta: EGC.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 5. Jakarta: PT Pustaka
Bunda.
Doengoes, M.E. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Hayens, B, dkk. 2003. Buku pintar melakukan Hipertensi. Jakarta.
Jhonson, Marion. 2016. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St.
Louis, Missouri; Mosby.
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis.
Yogyakarta: Medi Action.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC SLE/LES (Sistemik
Lupus Eritematosus). Jilit 2. Hlm 221-226. Jogjakarta: Mediaction.
Palmer, dkk. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Erlangga.
Rokhaeni, H. (2003). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.
Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita.
Sheps, S. G. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta: EGC.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta:
Internal Publishing.
Suyono, S et al. (2003). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Tambayong. J. 2007. Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.
Jakarta: EGC.
Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
WHO, 2001. Guidelines for the management of hypertension. Guidelines
subcommittee. J Hypertens17. Hlm. 151-83.

Anda mungkin juga menyukai