Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS JURNAL

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M DENGAN LUKA BAKAR


DERAJAT II DI ZAAL BEDAH RSUD PALEMBANG BARI”

DINNY DWI HARYANTI


NIM. 22221036

Dosen Pembimbing
Dewi Pujiana, S., Kep., Ns., M. Bmd

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITU ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik, dan radiasi (Smeltzer, suzanna, 2002, dikutip oleh Amin
Hudanurarif, Hardhi Kusuma. 2013).
Luka bakar bisa merusak kulit yang befungsi menlindungi kita dari
kotoran dan infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar hal ini bisa
mengancam jiwa karena terjadi kerusakan pembuluh darah
ketidakseimbangan elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernapasan serta
fungsi saraf. (Adibah, Winasis.2014)
Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma pada kulit atau jaringan
lainnya yang disebabkan oleh kontak terhadap panas atau pajanan akut lain
baik secara langsung maupun tidak langsung. Luka bakar terjadi saat sel
yang ada pada kulit atau jaringan lainnya mengalami kerusakan akibat
cairan panas, benda panas, api, radiasi, bahan radioaktif, sengatan listrik,
dan bahan kimia berbahaya. Proses penyembuhan luka bakar bervariasi
sesuai dengan derajat kedalaman luka bakar. Kedalaman luka bakar
ditentukan oleh berbagai faktor seperti besarnya temperatur, luas trauma,
lamanya kontak dengan sumber panas, dan ketebalan kulit (Singer et al.,
2014).
Jadi, luka bakar (combustio) merupakan luka yang disebabkan karena
kontak langsung atau terpapar oleh termal(suhu), bahan kimia, listrik dan
radiasi yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh terutama kulit yang
memberikan gejala tergantung luas, dan dalamnya lokasi luka.

B. Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah
(Majid, 2013)
1. Paparan api
a. Flame : Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat
alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak) : Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya adalah luka bakar akibat
rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
c. Scalds (air panas) Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin
kental cairan dan semakin lama kontaknya, semakin besar
kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat
kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada
kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan luka percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada
kasus yang disengaja, luka pada umumnya melibatkan keseluruhan
ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
d. Uap panas Uap panas terutama ditemukan di daerah industri atau
akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera
luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh
uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran nafas distal di paru.
e. Gas panas Inhalasi dapat menyebabkan cedera thermal pada
saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
f. Aliran listrik Cedera timbul akibat aliran listrik yang menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian
dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
g. Zat kimia
h. Radiasi
i. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi

C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma
primer dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan
oleh luka bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal.
Pada daerah sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema,
nyeri atau perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka
bakar berat seperti syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji metabolik
dan darah (Rudall & Green, 2010).
Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luas luka bakar
lebih dari 25% . Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah yang berlangsung secara kontinyu setidaknya dalam 36
jam pertama setelah trauma luka bakar. Berbagai protein termasuk
albumin keluar menuju ruang interstitial dengan menarik cairan, sehingga
menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga telah kehilangan
cairan melalui area luka, sehingga untuk mengkompensasinya, pembuluh
darah perifer dan visera berkonstriksi yang pada akhirnya akan
menyebabkan hipoperfusi. Pada fase awal, curah jantung menurun akibat
melemahnya kontraktilitas miokardium, meningkatnya afterload dan
berkurangnya volume plasma. Tumour necrosis factor-α yang dilepaskan
sebagai respon inflamasi juga berperan dalam penurunan kontraktilitas
miokardium (Rudall & Green, 2010).
Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat, hal ini
disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka
bakar dan syok hipovolemik. Uji kimia darah menunjukkan tingginya
kalium (akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat
hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka
bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat
hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5 0C
akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun
pasien juga akan menurun karena adanya down regulation pada reseptor
sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya barier utama
pertahanan tubuh yaitu kulit (Rudall & Green, 2010).
Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu antara
lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut luka
ataupun donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasi akan
memicu dikeluarkannya berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin
yang mampu memberi sinyal rasa nyeri (Richardson & Mustard, 2009).

D. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1. Infeksi luka bakar Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai
pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis
menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti
bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung
atau kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius,
sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi
seperti pneumonia (Burninjury, 2013).
2. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi Penderita dengan kerusakan
pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik
atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih
rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini
terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah
baring mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga
mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan
membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
3. Komplikasi jangka Panjang Komplikasi jangka panjang terdiri dari
komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka bakar derajat III,
pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur
hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien
mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi
ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik
bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka.
Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami
tekanan stress pasca trauma atau posttraumatic stress disorder (PTSD).
Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada
penderita (Burninjury, 2013).

E. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi,
denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas
merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ
visceral dapat mengalami kerusakan karena kontak yang lama dengan
burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi (Majid &
Prayogi, 2013).
Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan
bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat
kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang
kurang tahan dengan konduksi panas.Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan 30 intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,
dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada
luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir
menyeluruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke
jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenadjat, 2001).
Pada luka bakar akibat tersiram air mendidih biasanya hanya mengenai
sebagian lapisan kulit (partial thickness) sementara luka bakar karena api
bisa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness) bila luka terjadi pada
wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena asap atau uap
panas yang terhisap. Odem laring yang ditimbulkan dapat menyebabkan
hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, suara serak dan
dahak. (Youvita, 2012).
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi,
yaitu kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru
dan asfiksia. Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari
beberapa mekanisme. Proses pembakaran menyerap banyak oksigen,
dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan
konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10- 13%. Penurunan fraksi
oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia
jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada
kemampuan pengantaran oksigen dalam darah, akibatnya otak juga
mengalami penurunan kebutuhan oksigen (Muflihah et al, 2018).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ
multisistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan
peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan
(H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik
dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus
menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang
mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan.(Moenajat, 2001).
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24
hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya
dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler,
syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema
akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan
sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun secara
dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat
mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok
luka bakar, respon 32 luka bakar respon kadar natrium serum terhadap
resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah
terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi
sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia
akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit
meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang
mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin
memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar (Majid & Prayogi, 2013).
F. Pathway
Panas, kimia, radiasi,
listrik

Luka Bakar

Kerusakan jaringan

Epidermis dan
dermis

Dx. Gangguan Integritas Merangsang saraf Kerusakan perifer Susah bergerak Mikroorganisme
kulit perifer masuk

Permeaibiltas meningkat Pergerakan


Merangsang rasa
terbatas Resiko infeksi
nyeri

Cairan merembes ke Cairan merembes ke Gangguan


Dx. Gangguan rasa
interstisial jaringan subkutan mobilitas fisik
aman nyaman :
nyeri
Oedema Vesikulasi

Penurunan volume darah Vesikel pecah dalam


yang bersikulasi dalam keadaan luas
Penurunan curah Luka terbuka, kulit
jantung terkelupas
Kebutuhan O2
meningkat
Dx. Gangguan perfusi Penguapan yang
jaringan berlebihan

Peningkatan metabolisme
Dehidrasi Katabolisme

Dx. Gangguan nutrisi


Dx. Defisit volume
kurang dari kebutuhan
cairan
tubuh
BAB II
PEMBAHASAN

Pasien bernama Ny. M umur 33 tahun, datang kerumah sakit pada tanggal
02 November 2021 dengan keluhan nyeri di punggung tangan sebelah kiri akibat
tersiram air panas 10 hari yang lalu di salah satu pusat pembelanjaan dengan
derajat II. Klien mengatakan sudah diobati dengan zalf dan ganti perban. Dan
dilakukan pengkajian pada tanggal 03 November 2021, TTV: TD: 120/80 mmHg,
T: 36,5 C, SpO2: 99 x/m, N: 88x/m, RR: 20 x/m dan skala nyeri 3. Diagnosa
medis luka bakar derajat II.

A. Pertanyaan Klinis
Apakah ada pengaruh pemberian madu dengan proses penyembuhan Luka
bakar derajat II?

B. Rumusan Masalah
1. Database Elektronik
Penelusuran internet database elektronik yang digunakan pada
Literature Review ini menggunakan database: Pudmed didapatkan 6
jurnal yang telah dipublikasi dari tahun 2017 sampai dengan tahun
2021. Dan dipilih satu karena judul dan abstrak sesuai dengan kasus,
struktur jurnal lengkap dan full text.
2. Kata Kunci
Burn Honey Degree II
OR OR
Burns Healing

3. Strategi Penelusuran Jurnal


Strategi yang digunakan untuk mencari artikel dengan
menggunakan PICOS framework, terdiri dari:
a. P = Luka Bakar
b. I = Pemberian Madu
c. C = Vaselin
d. O = Mempercepat penyembuhan luka bakar
C. Hasil Penelusuran bukti/ Telaah Jurnal
1. Validity
a. Desain
Desain yang digunakan yaitu randomized clinical trial dengan dua
kelompok yang sama.
b. Sampel
Sampel di ambil dengan uji klinis acak, dibagi menjadi 2 kelompok
yang sama. Kelompok 1 mendapat salep herbal yang mengandung
ekstrak minyak wijen, kapur barus dan madu; kelompok 2 diobati
dengan dressing vaselin.
c. Kriteria Inklusi dan Eklusi
Sampel yang digunakan pada penelitian bukan manusia maleinkan
sampel 40 tikus jantan Wistar-albino (berat rata-rata: 300-350 g,
usia rata-rata: 3-4 bulan).
d. Randomisasi
Empat puluh tikus secara acak ditugaskan ke dua kelompok yang
sama.
2. Importance dalam Hasil
Respon terhadap pengobatan dievaluasi dengan fotografi digital
selama perawatan pada 0, 7, 14, 21, 28 hari. Penilaian histologis
dilakukan untuk sampel jaringan parut pada hari ke 0, 7, 14, 21, 28.
Perangkat lunak SPSS (Versi 2, Chicago, IL, USA) digunakan untuk
analisis statistik. Uji Friedman non-parametrik digunakan untuk
membandingkan kelompok. Tingkat statistik dianggap perbedaan yang
signifikan n (P<0,05). Pengukuran ukuran perlakuan antara dua
kelompok dilakukan dengan sofware image J.
Hasil Epitelisasi yang cukup besar pada kelompok salep herbal vs
kelompok kontrol selama masa studi dicatat. Neovaskularisasi secara
signifikan lebih tinggi pada tikus yang diobati dengan salep herbal juga.
Dalam hal perbedaan luas permukaan luka, penyembuhan maksimal
terlihat pada kelompok salep herbal ekstrak minyak wijen, kapur barus
dan madu dan perbaikan minimal pada kelompok kontrol.
3. Applicabiity
a. Dalam diskusi
Penelitian dijurnal mengatakan penilaian epitelisasi dan
neovaskularisasi histologis menunjukkan bahwa epitelisasi dan
neovaskularisasi pada kelompok vaselin lebih sedikit dan waktu
kontraksi luka bakar lebih pendek pada kelompok salep herbal
selama waktu tersebut. Campuran minyak wijen, kapur barus dan
madu dinilai pertama kali pada penyembuhan luka bakar derajat dua
pada tikus dengan hasil yang berhasil. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa salep herbal minyak wijen, kapur barus dan madu
berpengaruh nyata terhadap epitelisasi dan neovaskularisasi. Juga,
waktu kontraksi luka bakar signifikan pada kelompok ini yang dapat
direkomendasikan dalam penyembuhan luka bakar derajat dua.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Gupta dkk
menunjukkan bahwa pembalut madu membuat luka menjadi steril
dalam waktu yang lebih singkat, dan meningkatkan penyembuhan
luka bakar derajat dua.
b. Karakteristik Klien
Karena peneliti dalam jurnal menggunakan hewan untuk
sampelnya tentunya beda dengan di kasus yang di dapatkan di
Rumah Sakit, tetapi untuk derajat luka bakarnya sama yaitu derajat
dua.
c. Fasilitas
Untuk dilakukan di Rumah sakit sepertinya bisa dilakukan karena
madu mudah didapatkan, tetapi untuk ketersediaan di Rumah Sakit
tidak ada. Namun jika keluarga pasien mau bisa menyediakannya.
d. Biaya
Penerapan pemberian salep madu untuk proses penyembuhan
luka tidak memerlukan biaya yang mahal.
D. Diskusi
Dari hasil analisis jurnal dengan pemberian salep madu dapat efektif
terhadap proses penyembuhan luka. Peneliti menunjukkan ada pengaruh
yang signifikan pada campuran minyak wijen, kapur barus dan madu
dinilai pertama kali pada penyembuhan luka bakar derajat dua pada tikus
dengan hasil yang berhasil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa salep
herbal minyak wijen, kapur barus dan madu berpengaruh nyata terhadap
epitelisasi dan neovaskularisasi. Juga, waktu kontraksi luka bakar
signifikan pada kelompok ini yang dapat direkomendasikan dalam
penyembuhan luka bakar derajat dua.
Sehingga hal ini bisa dilakukan pada kasus yang terjadi di Rumah
Sakit untuk mempercepat penyembuhan luka bakar dengan derajat dua.
Karena madu dapat mengurangi peradangan, edema dan eksudasi,
meningkatkan penyembuhan, mengurangi ukuran bekas luka dan
merangsang regenerasi jaringan.
Dari kasus sebenarnya bisa dilakukan namun untuk saat ini rumah
sakit tidak menyediakan salep madu.

E. Kesimpulan
Hasil analisa jurnal dapat disimpulkan pemberian non farmakologi
dengan pemberian salep madu bisa dilakukan untuk mempercepat proses
penyembuhan luka. Penggunaan madu dapat madu mengurangi
peradangan, edema dan eksudasi, meningkatkan penyembuhan,
mengurangi ukuran bekas luka dan merangsang regenerasi jaringan.
Maka perlu dikembangkan lagi untuk penggunaan madu dalam
membantu proses penyembuhan luka bakar agar bisa di masukkan atau di
buat SOP tindakan intervensi keperawatan di Rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek Gloria,dkk,2013, Nurshing Interventions Classification (NIC) Edisi


keenam, Edisi Bahasa Indonesia,Yogyakarta : Moco Media.

Brunner & Suddarth.2014. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC

Carpenito-Moyet, Linda Jual. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2014. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC

Doenges, E. Marilynn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Herdman Heather & Kamitsuru Shigemi, NANDA-I Diagnosa Keperawatan

Defenisi dan Klasifikasi,Edisi 11, Jakarta, Buku Kedokteran

Moorhead Sue,dkk, 2013, Nurshing Outcomes Classification (NOC), Edisi

Kelima, Edisi Bahasa Indonesia, Yogyakarta : Moco Media.

Price, A. Sylvia. 2015. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC

Santosa Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika

Smeltzer, 2014 .Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.ECG : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai