Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHUULUAN

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

“Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Praktek


Program Studi Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah”

Oleh :
MUHAMMAD ZAINAL ILMI, S.Kep
NIM.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHUULUAN
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Oleh :
MUHAMMAD ZAINAL ILMI, S.Kep
NIM.

Palangka Raya, November 2023


Mengetahui,

Perseptor Akademik/CT Perseptor Klinik/CI

(Ria Anggara Hamba, S.Kep., Ns., M.MKes) (Restuwati, S. Kep., Ns)


LEMBAR KONSULTASI

No Hari/tanggal Saran Paraf


LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

1. Pengertian Luka Bakar


Menurut Aziz Alimul Hidayat (2017), luka bakar adalah kondisi atau
terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabkan oleh panas yang tinggi,
tetapi oleh senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan
terhadap sinar matahari.
Menurut Effendi, C. (2018), luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar bisa berasal dari
berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau
benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati
sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan
perawatan medis yang intensif.
Luka bakar pada badan terdiri atas hal-hal seperti dibawah ini :
a. Kepala dan leher : 9%
b. Dada dan perut : 18%
c. Punggung dan bokong : 18%
d. Tangan kiri-kanan : 18%
e. Kaki kanan : 18%
f. Kaki kiri : 18%
g. Genitali : 1%

2. Etiologi Luka bakar


Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis
besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
a. Paparan api
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan.
c. Uap panas
Sering ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi
dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
f. Zat kimia (asam atau basa)
g. Radiasi
h. Sinar matahari

3. Patofisiologi Luka Bakar


Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m 2 pada anak baru
lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu
tinggi, maka pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitar, dan area yang jauh
sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat.
Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema
dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar
akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan
penguapan.
Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas
(lebih dari 20%) dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas,
seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun, serta produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permebilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Pada
kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah dapat terjadi
kerusaakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnoe, stridor,
suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi
keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida sangat kuat
terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan, yaitu lemas, binggung, pusing, mual dan
muntah.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluh darah yang
ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidak steril.
Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi
karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit
penderita sendiri, juga kontaminasi dari kuman saluran napas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya
sangat berbahaya karena kumanya banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai antibiotik.
Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat
menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal
sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi
enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan keropeng yang mula-mula
sehat menjadi nekrotik. Akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua
menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh
kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar derajat dua dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin
meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara ekstetik
sangat jelek. Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan
mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian fungsi sendi dapat
berkurang atau hilang. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah
splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya
tukak di mukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan
gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stress
ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa.
Bila keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung.
Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang
tampil sebagai hematemisis dan melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan
dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang
diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari
otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan
berat badan menurun. Kecatatan akibat luka bakar ini sangat hebat, terutama
bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat
akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut
schizophrenia post burn. (Effendi, C. 2018).
4. Klasifikasi Luka Bakar
Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar :
a. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
1) Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih,
epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh
kulit yang berwarna merah.

Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya
sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak
sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas
setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.

Gambar 1. Luka bakar derajat I

Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa


reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka
berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit
normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi.
2) Luka bakar derajat II ada dua:
a) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.

Gambar 2. Luka bakar derajat II

3) Luka bakar derajat III


Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih
dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat,
kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena
koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa
nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

Gambar 3. Luka bakar derajat II


5. Manifestasi Klinis Luka Bakar
Menurut Brunner & Suddart. 2018, manifestasi klinis pada klien dengan luka
bakar ialah sebagai berikut.
Luka bakar memiliki tanda dan gejala tergantung derajat keparahan dari luka
bakar tersebut, yaitu :
a. Derajat I : Kemerahan pada kulit (Erythema), terjadi pembengkakan
hanya pada lapisan atas kulit ari (Stratum Corneum), terasa sakit, merah
dan bengkak.
b. Derajat II : Melepuh (Bullosa) pembengkakan sampai pada lapisan kulit
ari, luka nyeri, edema, terdapat gelembung berisi cairan kuning bersih
(eksudat).
c. Derajat III : Luka tampak hitam keputih-putihan (Escarotica), kulit terbuka
dengan lemak yang terlihat, edema, tidak mumcat dengan tekanan, tidak
nyeri, folikel rambut dan kelenjar keringat rusak.
d. Derajat IV : Luka bakar sudah sampai pada jaringan ikat atau lebih dari
kulit ari dan kulit jangat sudah terbakar.

6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Luka Bakar


a. Hitung darah lengkap
Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya
kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
c. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
d. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
e. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
f. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
g. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
h. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
i. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.

7. Penatalaksanaan Medis Luka Bakar


a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1) Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas
dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
2) Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress
oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
3) Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam
lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar
natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain
itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin
sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi
asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial).
b. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat
dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga
iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan
diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak
diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk
menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi
respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan
keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik,
koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi
cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat
mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi
intervensi bedah seawal mungkin.
c. Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
1) Cara Evans
Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
2) Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
d. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus.

8. Perawatan luka bakar


a. Terapi pembedahan pada luka bakar
1) Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari
(biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini
adalah:
a) Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses
inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan
proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi
edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun
menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu
yang diperlukan untuk penyembuhan.
b) Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini
didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic”
(lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-
mediator inflamasi.
c) Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya
proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka.
Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan
tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan
resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan
menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut
membuat tindakan eksisi semakin sulit.
d) Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan
pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk
mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III.
Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”
(dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak
akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
2) Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
a) Menghentikan evaporate heat loss
b) Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan
waktu
c) Melindungi jaringan yang terbuka
d) Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi
pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit
produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain
yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari
pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai
daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik
mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara
split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari
teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil
sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor
tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat
lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan
perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin.
Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor
tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia
pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit
donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan
dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau
Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor
diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga
anestesi.

9. Komplikasi Luka Bakar


a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
b. Sindrom kompartemen.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome.
d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling.
e. Syok sirkulasi
f. Gagal ginjal akut.

10. Diagnosa Keperawatan


a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia, fisik,
psikologis)
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan substansi kimia,
kelembaban udara, radiasi, faktor mekanik
d. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyak mocus, adanya eksudat
di avlveolus
e. Resiko infeksi.
11. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Kekurangan NOC : NIC:
volume cairan Setelah dilakukan tindakan Fluid Management
berhubungan keperawatan selama …. X24 jam a. Timbang popok/pembalut jika
dengan diharapkan keseimbangan cairan diperlukan
kehilangan klien terpenuhi b. Pertahankan catatan intake
volume cairan Kriteria hasil : dan output yang akurat
secara aktif, Fluid Balance c. Monitor status hidrasi
kegagalan Indikator IR ER (kelembaban membrane
mekanisme 1. Tekanan darah mukosa, nadi adekuat,
pengaturan dalam batas tekanan darah ortostatik), jika
yang diperlukan
diharapkan d. Monitor vital sign
2. Rata rata e. Monitor masukan
tekanan arteri makanan/cairan dan hitung
dalam batas intake kalori harian
yang f. Kolaborasikan pemberian
diharapkan cairan IV
3. Tekanan vena g. Monitor status nutrisi
sentral dalam h. Berikan cairan IV pada suhu
batas yang ruangan
diharapkan i. Dorong masukan oral
4. Nadi perifer j. Berikan penggantian
teraba jelas nesogatrik sesuai output
5. Intake dan k. Dorong keluarga untuk
output 24 jam membantu pasien makan
seimbang l. Tawarkan snack (jus buah,
6. Tidak terdapat buah segar)
haus abnormal m. Kolaborasi dengan dokter
7. Hidrasi kulit n. Atur kemungkinan tranfusi
8. Membran o. Persiapan untuk tranfusi
mukosa lembab Hypovolemia Management
9. Elektrolit serum a. Monitor status cairan
dalam batas termasuk intake dan output
normal cairan
10. Hematokrit b. Pelihara IV line
dalam batas c. Monitor tingkat Hb dan
normal Hematokrit
11. Tidak terdapat d. Monitor tanda vital
endapan urine e. Monitor respon pasien
Keterangan terhadap penambahan cairan
1. Keluhan ekstrim f. Monitor berat badan
g. Dorong pasien untuk
2. Keluhan berat menambah intake oral
3. Keluhan sedang h. Pemberian cairan IV monitor
4. Keluhan ringan adanya tanda dan gejala
5. Tidak ada keluhan kelebihan volume cairan
i. Monitor adanya tanda gagal
ginjal
2. Nyeri akut NOC : NIC:
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pain management
dengan agen keperawatan selama … x 24 jam a. Lakukan pengkajian nyeri
injury (biologi, diharapkan nyeri teratasi secara komprehensif termasuk
kimia, fisik, Kriteria hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
psikologis) Paint Level frekuensi, kualitas dan faktor
indikator IR ER presipitasi
1. Melapor ada nya b. Observasi reaksi nonverbal
nyeri dari ketidaknyamanan
2. Luas bagian c. Gunakan tehnik komunikasi
tubuh yang terapeutik untuk mengetahui
terpengaruh pengalaman nyeri pasien
3. Frekuensi nyeri d. Kaji kultur yang
4. Panjang durasi mempengaruhi respon nyeri
nyeri e. Evaluasi pengalaman nyeri
5. Pernyataan nyeri masa lampau
6. Ekspresi nyeri f. Evaluasi bersama pasien dan
pada wajah tim kesehatan lain tentang
7. Posisi tubuh ketidakefektifan control nyeri
protektif masa lampau
8. Ketegangan otot g. Bantu pasien dan keluarga
9. Perubahan pada untuk mencari dan
frekuensi menemukan dukungan
pernafasan h. Control lingkungan yang
10.Perubahan dapat mempengaruhi nyeri
tekanan darah seperti suhu ruangan,
11.Keringat berlebih pencahayaan dan kebisingan
12.Kehilangan selera i. Kurangi factor presipitasi
makan nyeri
Keterangan : j. Pilih dan lakukan penanganan
1. Keluhan kuat nyeri (farmakologi,
2. Keluhan berat nonfarmakologi dan
3. Keluhan sedang interpersonal)
4. Keluhan ringan k. Kaji tipe dan sumber nyeri
5. Tidak ada keluhan untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
o. Tingkatkan istrihat
p. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic administration
a. Tentukan lokasi, karakter,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
b. Cek intruksi dokter tentang
jenis obat, dosi, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesic
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
f. Tentukan analgesic pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
g. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
anlgesik pertama kali
i. Berikan analgesic tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
j. Evalusi efektivitas analgesic,
tanda dan gejala
3. Kerusakan NOC NIC
integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pressure management
berhubungan keperawatan selama…x 24 jam a. Anjurkan pasien untuk
dengan diharapkan integritas kulit klien menggunakan pakaian yang
substansi kimia, utuh. longgar
kelembaban Tissue integrity : skin and mucous b. Hindari kerutan pada tempat
udara, radiasi, membranes tidur
faktor mekanik indikator IR ER c. Jaga kebersihan kulit agar
1. Temperatur tetap bersih dan kering
jaringan sesuai d. Mobilisasi pasien (ubah posisi
yang diharapkan pasien) setiap dua jam sekali
2. Sensasi sesuai e. Monitor kulit akan adanya
yang diharapkan kemerahan
3. Elastisitas sesuai f. Oleskan lotion atau
yang diharapkan minyak/baby oil pada daerah
4. Hidrasi sesuai yang tertekan
yang diharapkan g. Monitor aktivitas dan
5. Pigmentasi sesuai mobilisasi pasien
yang diharapkan h. Monitor status nutrisi pasien
6. Tekstur sesuai i. Memandikan pasien dengan
yang diharapkan sabun dan air hangat
7. Ketebalan sesuai Insision site care
yang diharapkan a. Membersihkan, memantau
dan meningkatkanproses
Keterangan : penyembuhan pada luka yang
1. Keluhan ekstrem ditutup dengan jahitan, klip
2. Keluhan berat atau straples
3. Keluhan sedang b. Monitor proses kesembuhan
4. Keluhan ringan area insisi
5. Tidak ada keluhan c. Monitor tanda dan gejala
infeksi pada area insisi
d. Bersihkan area sekitar jahitan
atau straples, emnggunakan
lidi kapas steril
e. Gunakan preparat antiseptic
sesuai program
f. Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau
g. biarkan luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai program

4. Bersihkan jalan NOC NIC


nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway Management
efektif keperawatan selama … x24 jam a. Buka jalan nafas gunakan
berhubungan diharapkan bersihkan jalan nafas teknik chin lift atau jaw thrust
dengan efektif bila perlu
obstruksi jalan Kriteria hasil : b. Posisikan pasien untuk
nafas spasme Respiration Status : Airway memaksimalkan ventilasi
jalan nafas, Patency identifikasi pasien perlunya
sekresi tertahan, indikator IR ER pemasangan jalan nafas
banyak mocus, 1. Tidak didapatkan c. Pasang mayo bila perlu
adanya eksudat kecemasan d. Keluargkan secret dengan
di avlveolus 2. Frekuensi batuk atau section
pernafasan sesuai e. Auskultasi suara nafas, catat
yang diharapkan adanya suara nafas tambahan
3. Tidak didapatkan f. Lakukan section pada mayo
tercekik berikan bronkodilator bila
4. Pengeluaran perlu
sputum pada g. Berikan pelembab udara
jalan nafas h. Atur intake untuk
5. Bebas dari suara mengoptimalkan
nafas tambahan keseimbangan cairan
Keterangan :
1. Keluhan ekstrem
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
5. Risiko infeksi. NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan Infection Control
keperawatan selama..x24 jam a. Bersihkan lingkungan setelah
diharapkan infeksi tidak terjadi. dipakai pasien lain
kriteria hasil : b. Pertahankan teknik isolasi
Immune status c. Batasi pengunjung bila perlu
Knowledge : infection control d. Instruksikan pada pengunjung
Risk control untuk mencuci tangan saat
Indikator IR ER berkunjung meninggalkan
pasien
1. Pengetahuan e. Gunakan sabun antimikroba
tentang resiko untuk cuci tangan
2. Monitor faktor
resiko dari f. Cuci tangan setiap sebelum
lingkungan dan sesudah tindakan
3. Monitor faktor keperawatan
resiko dari g. Gunakan baju, sarung tangan
perilaku personal sebagai alat penlindung
4. Memodifikasi h. Pertahankan lingkunan aseptic
gaya hidup untuk selama pemasangan alat
mengurangi i. Ganti letak IV perifer dan line
risiko central dan dressing sesuai
5. Menghindari dengan petunjuk umum
paparan yang bisa j. Gunakan kateter intermiten
mengancam untuk menurunkan infeksi
kesehatan kandung kencing
6. Memperoleh k. Tingkatkan intake nutrisi
imunisasi yang l. Berikan terapi antibiotic bila
sesuai perlu
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim Infection protection
2. Keluhan berat a. Monitor tanda dan gejala
3. Keluhan sedang infeksi sistemik dan local
4. Keluhan ringan b. Monitor hitung granulosit,
5. Tidak ada keluhan WBC
c. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
d. Batasi pengunjung
e. Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
f. Pertahankan teknik isolasi k/p
g. Berikan perawatan kulit pada
area epidema
h. Inspeksi kulit dan membrane
mukosa
i. Terhadap kemerahan, panas,
dan drainase
j. Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah
k. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
l. Dorong masukan cairan
m. Dorong istirahat
n. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai resep
o. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
p. Ajarkan cara menghindari
infeksi
q. Laporkan kecurigaan infeksi
r. Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA
Budi Anna Keliat, Henry Suzana Mediani, Tantut Susanto. 2021-2023.
NANDA-I. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Edisi 12.
Jakarta : EGC.

Brunner & Suddart. 2018. Buku Ajar Keperwatan Medikal Bedah. Edisi. 8.
Jakarta : EGC.

Effendi, C. 2018. Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC

Guyton, AC; Hall, JE. 2018. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Volume 13. Jakarta
: EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba


Medika.
Mubarak, W.I., Chayatin, N. 2018. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori
dan Aplikasi dalam praktik. EGC: Jakarta.

Nurjannah intansari, 2018. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi 6.


Singapore : Elsevier.
Nurjannah intansari, 2018. Nursing Intervention Clasification (NIC). Edisi 7.
Singapore : Elsevier.

Tarwanto, Wartonah. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan


Edisi 6. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai