Anda di halaman 1dari 75

ANALISIS RISIKO BENCANA

GEDUNG AKADEMIK 2 FAKULTAS KEPERAWATAN

Dosen : Yanny Trisyani, SKP, MN, Ph.D

OLEH:
KEKINIAN ANGKATAN X1

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Gedung bertingkat di Indonesia saat ini masih banyak yang belum
memenuhi standar bidang konstruksi dan bangunan yang telah ditetapkan
oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Hal ini berkaitan dengan kurang
kesadaran akan pentingnya kesehatan keselamatan kerja (K3). Oleh karena
itu,menimbulkan anggapan bahwa K3 merupakan pemborosan pengeluaran
biaya yang sia-sia sekedar formalitas yang harus dipenuhi organisasi (Ramli,
2010).
Prosedur K3 pada sebuah gedung sangatlah penting terutama pada
gedung bertingkat, karena pada sebuah gedung bertingkat memiliki resiko
yang tidak dapat diprediksi, misalnya pada saat terjadi gempa atau kebakaran.
Hal ini seharusnya dapat mempertimbangkan kemudahan akses evakuasi pada
gedung bertingkat, apabila terjadi kecelakaan yang ditimbulkan dari bencana
alam maupun faktor lainnya sangatlah penting. Bencana bisa terjadi kapan
pun dan tentunya akan menimbulkan banyak kerugian. Oleh karena itu,
dibutuhkan kepedulian akan pentingnya pelaksanaan K3 pada sebuah gedung
dengan membuat jalur evakuasi untuk menanggulangi saat terjadi bencana.
Berdasarkan aspek hukum mengenai K3 yang telah ditetapkan pada Undang-
Undang No. 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung, maka pentingnya
kenyamanan, keamanan, kesehatan dan kemudahan harus dimiliki oleh
sebuah gedung.
Jalur evakuasi pada gedung harus berfungsi berdasarkan prosedur
evakuasi dengan memberikan kemudahan pada orang yang membacanya agar
dapat memahami informasi yang tertera pada jalur evakuasi tersebut.
Kebanyakan orang tidak mengetahui dan memahami informasi yang
diberikan dari adanya jalur evakuasi. Maka dari itu, perancangan jalur
evakuasi harus dibuat semenarik mungkin agar mudah dibaca dengan tidak
mengurangi kelengkapan informasi yang terdapat didalamnya. Sebelum
membuat jalur evakuasi banyak hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu

1
2

misalnya ketersediaan tangga darurat, pintu darurat, ketersediaan alat-alat


safety fire seperti smoke detected, Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
Banyak lagi hal yang harus diperhatikan berdasarkan bencana yang bisa
kapan saja terjadi.
Gempa bumi merupakan fenomena alam yang tidak mungkin dihindari
kedatangannya. Fenomena alam ini terjadi karena pergeseran lempeng
tektonik secara tiba-tiba dengan kekuatan ber skala kecil sampai skala yang
besar. Salah satu dampak dari bencana gempa bumi adalah kerusakan pada
sebuah bangunan karena gelombang pada gempa bumi menyebabkan lapisan
tanah bergerak dan menggoyangkan bangunan yang berada di atas tanah dan
menghasilkan keruntuhan pada bangunan tersebut. Adapun cara
penanggulangan untuk berlindung ketika terjadi gempa yaitu bisa
bersembunyi di bawah meja ketika seseorang terjebak di dalam bangunan
ketika terjadi gempa. Namun bersembunyi bawah meja sangatlah tidak efektif
ketika gempa yang terjadi berskala besar yang membahayakan orang yang
berada di dalam bangunan. Salah satu cara berlindung ketika terjadi gempa
berskala besar ketika seseorang berada di dalam bangunan adalah segera
keluar dari bangunan tersebut.
Proses evakuasi keluar bangunan tidaklah mudah karena ketika terjadi
gempa orang-orang yang berada di dalam bangunan akan mengalami
kepanikan yang membuat orang-orang kesulitan untuk mencari pintu
evakuasi. Karena itu berdasarkan masalah tersebut dibuat sebuah sistem yang
dapat mendeteksi sebuah bencana alam. Harapan adanya sistem pendeteksi
bencana alam ini adalah dapat mengurangi pengaruh bencana alam yang
terjadi dan dapat memberikan jalur evakuasi ketika bencana itu terjadi.
Kejadian kebakaran dapat terjadi di mana dan kapan saja, salah satunya
di bangunan gedung di suatu daerah. Sebuah data resmi dari United States
National Fire protection Association (US NFPA) tahun 2008 menjelaskan
tentang kejadian bencana kebakaran di Amerika, di mana angka kejadian
tersebut mencapai 5 juta kali kebakaran terhitung dari tahun 1999 sampai
2008 dengan menelan kerugian sampai $93.426. Di Indonesia sendiri,
menurut kantor Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana
3

(DPK-PB) ditemukan sebanyak 8.243 kasus kebakaran di Jakarta Indonesia


dalam terhitung dari tahun 1998 sampai 2008 dengan menelan kerugian
sampai Rp. 1.255.091.940.080. Sedangkan data dari BPBD Jawa Tengah
pada tahun 2012, angka kejadian kebakaran di Jawa Tengah mencapai angka
412 kasus dengan kerugian 33.230.213.000. Maka dari itu pihak atau
pengembang bangunan harus menyediakan suatu sistem proteksi kebakaran.
Seperti dijelaskan di PERMEN PU no.20 tahun 2009 tentang pedoman teknis
manajemen proteksi kebakaran di gedung “bahwa setiap pemilik/pengguna
bangunan gedung harus memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan
fungsi yang ditetapkan dalam izin mendirikan bangunan gedung termasuk
pengelolaan risiko kebakaran mulai kegiatan pemeliharaan, perawatan dan
pemeriksaan secara berkala sistem proteksi kebakaran serta penyiapan
personil terlatih dalam pengendalian kebakaran”. Selain petugas, semua pihak
yang terkait dalam setiap pemanfaatan bangunan harus terlibat dalam upaya
penanggulangan kebakaran. Semua pihak, baik karyawan maupun mitra kerja
harus turut aktif berusaha agar peristiwa kebakaran yang tidak dikehendaki
dan merugikan tersebut tidak terjadi.
Bangunan bertingkat merupakan salah satu gedung yang memiliki resiko
tinggi terjadi kebakaran, hal ini berdasarkan hasil identifikasi didapatkan
fakta terdapat sumber utama penyebab kebakaran, yakni penggunaan
peralatan listrik, sambungan pendek arus listrik, menggunakan tabung gas
bertekanan, menggunakan berbagai macam bahan kimia baik cair maupun
padat yang bersifat mudah terbakar (Yervi et al, 2009). Tercatat, kebakaran di
lingkungan kampus pernah terjadi di kota Padang, yaitu pada 17 November
2011. Kebakaran terjadi di kampus Universitas Negeri Padang, tepatnya di
gedung Fakultas Ilmu Pendidikan yang berada di kawasan Air Tawar Jalan
Hamka. Api melumat ruangan perpustakaan, tata usaha, ruangan dosen dan
lokal mahasiswa.Selain mengpalami kerugian mencapai Rp. 1 Miliar, amat
disayangkan komputer di dalam labor komputer yang menyimpan banyak
dokumen bahkan penelitian dosen yang belum sempat didokumentasikan juga
ikut terbakar. Beruntung, kejadian terjadi pada malam hari, sekitar pukul
22.30 WIB saat kampus tidak ada aktivitas. Sempat dicemaskan api akan
4

menjalarkan ke bangunan yang bersebelahan seperti gedung Rektorat dan


gedung Laboratorium Ilmu Pendidikan.
Hasil survey analisis bencana dan jalur evakuasi di gedung akademik
dua Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran di Jatinangor.
Berdasarkan hasil survey didapatkan data bahwa gedung akademik dua
memiliki tiga lantai yang di dalamnya terdapat fasilitas proses pembelajaran
yang beresiko untuk terjadi kebakaran karena menggunakan instalasi listrik.
Berdasarkan survey gedung akademik dua belum memliki APAR, jalur
evakuasi, smoke detector tidak terpasang di sebagian ruangan, tidak terdapat
Hydrant, pintu emergency terkunci, terdapat banyak barang di tangga darurat,
dan pemasangan instalasi listrik AC yang belum selesai dan kabelnya masih
terbuka.Letak gedung akademik dua berada di wilayah Jatinangor Kabupaten
Sumedang yang memiliki daerah kerentanan untuk terjadi gempa bumi dan
gedung akademik 2 terletak di tanah dengan topografi yang tidak rata.
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa gedung tersebut belum
memiliki kesiapan dalam menghadapi bencana, sehingga harus dilakukan
analisis resiko bencana, pembuatan jalur evakuasi, dan penyediaan fasilitas
untuk mengahadapi bencana.

1.2 Tujuan Penulisan


1) Melakukan analisis resiko bencana di gedung akademik dua Fakultas
Keperawatan Universitas Padjajaran kampus Jatinangor
2) Membuat jalur evakuasi bencana berdasarkan hasil analisis resiko
bencana di gedung akademik dua Fakultas Keperawatan Universitas
Padjajaran kampus Jatinangor

1.3 Manfaat Penulisan


Tersedianya jalur evakuasi bencana di gedung akademik dua Fakultas
Keperawatan Universitas Padjajaran kampus Jatinangor
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengenalan dan Pengkajian Ancaman Bencana/Bahaya dan Kerentanan


2.1.1 Pengenalan Bahaya (hazard)
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan Negara dengan
potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa
bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa
potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api,
banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan, kebakaran
perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan teknologi
dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan
potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard
potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia
yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa
yang rawan, peta kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana
letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir,
dan lain-lain (BNPB, 2008).
Bahaya yang beresiko tinggi terjadi bencana penilaiannya didasarkan pada
dua penilaian ancaman yaitu (BNPB, 2008):
1) Probabilitas atau kemungkinan terjadinya bencana
Skala Probabilitas:
5 : Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%)
4 : Kemungkinan Besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10
tahun mendatang)
3 : Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100
tahun)
2 : Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)
1 : Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)

5
6

2) Intensitas (dampak kerugian atau kerusakan yang ditimbulkan)


Perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang terjadi dengan
pertimbangan faktor dampak antara lain (BNPB, 2008):
(1) Jumlah korban
(2) Kerugian harta benda
(3) Kerusakan prasarana dan sarana
(4) Cakupan luas wilayah yang terkena bencana
(5) Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan
Skala Kerugian yang ditimbulkan:
5 : Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)
4 : Parah (60 – 80% wilayah hancur)
3 : Cukup Parah (40 - 60 % wilayah terkena rusak)
2 : Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak)
1 : Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak)
Hasil penilaian kemudian di plot kedalam matriks pemilihan resiko.

Gambar 2.1 Matriks Skala Tingkat Bahaya


Keterangan:
: Bahaya/ancaman tinggi
: Bahaya/ancaman sedang
: Bahaya/ancaman rendah
7

2.1.2 Pemahaman Tentang Kerentanan


Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman (BNPB, 2008). Kerentanan ini dapat berupa (BNPB, 2008):
1) Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi
masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir
bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2) Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan
tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau
daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena
tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya
pencegahan atau mitigasi bencana.
3) Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko
bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat
kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi
bahaya.
4) Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam
bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau pegunungan
rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

2.1.3 Kemampuan (capability)


Kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga dan
masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-siaga,
menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana
(BNPB, 2008).
8

2.1.4 Resiko (risk)


Besarnya kerugian atau kemungkinan hilangnya (jiwa, korban, kerusakan
dan kerugian ekonomi) yang disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu daerah pada
suatu waktu tertentu. Resiko dapat dinilai secara kuantitatif, dan merupakan
probabilitas dari dampak atau konsekwesi suatu bahaya. Dengan menggunakan
perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi
oleh daerah yang bersangkutan (BNPB, 2008). Rumus resiko bencana:
Bahaya x Kerentanan
Rumus Resiko Bencana=
Kemampuan
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko
daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan
masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil
risiko yang dihadapinya (BNPB, 2008).
Penilaian Resiko bencana dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
(BNPB, 2008):
1) Setiap jenis ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala tertentu (3-1)
(1) Bahaya/ancaman tinggi nilai 3
(2) Bahaya/ancaman sedang nilai 2
(3) Bahaya/ancaman rendah nilai 1
2) Setiap kerentanan dinilai tingkat kerentanan dengan skala yang sama (3-1)
(1) Kerentanan tinggi nilai 3
(2) Kerentanan sedang nilai 2
(3) Kerentanan rendah nilai 1
3) Sedangkan untuk kemampuan/ manajemen dinilai dengan skala yang
berbalikan (1-3)
(1) Kemampuan tinggi nilai 1
(2) Kemampuan sedang nilai 2
(3) Kemampuan rendah nilai 3

Pemetaan tingkat resiko bencana (BNPB, 2008):


Skor 7-9 : Tingkat resiko tinggi
Skor 4-6 : Tingkat resiko sedang
9

Skor 1-3 : Tingkat resiko rendah


Semakin tinggi skor/nilai resiko, maka semakin tinggi prioritas
penanganannya

2.2 Kesiapsiagaan Penanganan Kebakaran Pada Bangunan Gedung


2.2.1 Pengertian
Menurut Peraturan Pemerintah Negara Pekerjaan Umum Nomor
26/PRT/M/2008, bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau
diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di
dalam tanah dan/atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya. Salah satu resiko bencana yang sering terjadi pada
bangunan gedung adalah kebakaran gedung. Berdasarkan sebaran zona risiko
tinggi yang dispasialkan dalam indeks risiko bencana kebakaran gedung di
Indonesia, perlunya rencana penanggulangan bencana kebakaran gedung salah
satunya diarahkan pada wilayah Jawa Barat yaitu: daerah Bandung, Bekasi,
Bogor, Cianjur, Garut, Karawang, Kota Bandung, Purwakarta, Sukabumi,
Sumedang, Tasikmalaya (BNPB, 2010). Untuk itu, perlunya dilakukan upaya
pencegahan kebakaran pada bangunan gedung (mencegah terjadinya kebakaran
pada bangunan gedung atau ruang kerja). Bila kondisi-kondisi yang berpotensi
terjadinya kebakaran dapat dikenali dan dieliminasi akan dapat mengurangi secara
substansial terjadinya kebakaran (Permen PU, 2008).
Berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000
tentang Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan menyebutkan bahwa bahaya yang diakibatkan
oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal
terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap, dan gas yang ditimbulkan.
Ancaman ini akan menimbulkan kerugian yang semakin besar ketika terjadi pada
keadaan yang lebih rentan. Kebakaran dengan proporsi yang tinggi dapat
merugikan lingkungan sekitar oleh karena adanya pembakaran secara besar-
besaran serta adanya gas dan asap pembakaran (Masellis, Annals of Burns and
Fire Disasters vol. XII – No. 2 – June 1999).
10

Gambar 2.2 Segitiga Api

Api adalah reaksi kimia. Api dapat menyala jika hadir tiga unsur yang
dikenal dengan istilah segitiga api, yaitu bahan bakar, udara, dan panas. Api akan
padam bila satu dari tiga unsur tersebut dihilangkan; udara dengan pengisolasian,
panas dengan pendinginan, dan bahan bakar dengan penyingkiran atau
penguraian. Kompor minyak yang terbakar, ditutup dengan karung atau handuk
basah adalah contoh pengisolasian udara. Api kebakaran yang disiram air atau
bahan pemadam lainnya adalah contoh pendinginan panas. Dan kayu api unggun
yang disingkirkan adalah contoh penyingkiran bahan bakar (Gunawan, 2010).

2.2.2 Jenis-jenis Kebakaran di Gedung


Klasifikasi jenis kebakaran teriri atas (Andyas, 2016):
1) Kebakaran Kelas A
Kebakaran dari bahan biasa yang mudah terbakar seperti kayu, kertas,
pakaian dan sejenisnya. Jenis alat pemadam: yang menggunakan air, uap air,
11

pasir, busa,CO2, serbuk kimia kering, cairan kimia harus digunakan sebagai alat
pemadam pokok.
2) Kebakaran Kelas B
Kebakaran akibat bahan cairan yang mudah terbakar seperti minyak bumi,
gas, lemak dan sejenisnya (Metana, Amoniak, Solar). Jenis alat pemadam: yang
digunakan adalah jenis busa, CO2, serbuk kimia kering, sebagai alat pemadam
pokok.
3) Kebakaran Klas C
Kebakaran listrik (seperti kebocoran listrik, korsleting) termasuk kebakaran
pada alat-alat listrik. Jenis alat pemadam: yang digunakan adalah jenis kimia dan
gas (CO2, serbuk kimiakering, uap air) sebagai alat pemadam pokok.
4) Kebakaran Kelas D
Kebakaran akibat logam seperti Zeng, Magnesium, serbuk Aluminium,
Sodium, Titanium dan lain-lain. Jenis alat pemadam: yang harus digunakan adalah
jenis khusus yang berupa bubuk kimia kering seperti serbuk kimia sodium klorida,
grafit.
5) Kebakaran Kelas E
Kebakaran akibat bahan-bahan radioaktif. Jenis alat pemadam: belum
diketahui secara spesifik.
6) Kebakaran Kelas K
Kebakaran akibat lemak dan minyak masakan. Jenis alat pemadam: yang
harus digunakan adalah cairan kimia dan CO2.

2.2.3 Potensi Terjadinya Kebakaran


Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana
bahwa faktor penyebab terjadinya kebakaran berdasarkan urutan tertinggi adalah;
listrik, kelalaian, kompor, rokok dan lampu minyak. Untuk gedung bertingkat,
faktor yang paling potensial menjadi penyebab terjadinya kebakaran adalah listrik
dan rokok, serta benda-benda cair mudah terbakar seperti; bensin, solar, cat,
alkohol dan lain-lain (Gunawan, 2010).
12

Gambar 2.3 Penyebab kebakaran

Untuk mencegah terjadinya kebakaran, upaya yang dapat dilakukan antara


lain; merokok ditempat yang telah ditentukan, dan jangan tinggalkan puntung
rokok dalam keadaan menyala. Pergunakan listrik dan peralatan listrik secara
bijaksana, kabel roll yang bersifat sementara jangan dipergunakan secara
permanen, jangan pergunakan mesin atau peralatan listrik (terutama yang berdaya
besar) secara berlebihan, matikan (turn off) apabila tidak dipergunakan dan bila
meninggalkan kantor/ruangan. Jangan pergunakan power strips atau extension
cord secara berlebihan. Kabel yang melintas harus diberi proteksi. Untuk benda-
benda cair mudah terbakar, tempatkan pada tempat yang tertutup rapat dan diberi
label. Letakkan jauh dari sumber panas dan sumber listrik (Gunawan, 2010).
13

2.2.4 Sarana Proteksi Kebakaran


Untuk penanggulangan darurat kebakaran gedung, diperlukan management
darurat kebakaran, sarana proteksi kebakaran, serta perlu disusun rencana
penanggulangan, rencana evakuasi, dan rencana pelatihan. Sebuah gedung harus
memiliki sarana proteksi kebakaran, antara lain (Gunawan, 2010):
1) Instalasi Alarm Kebakaran
2) Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
3) Instalasi Hydrant Kebakaran
4) Instalasi Pemercik Otomatis (Sprinkler)
5) Sarana Jalan Keluar:
(1) Tangga Darurat
(2) Lampu Penerangan Darurat
(3) Tanda Petunjuk Arah
6) Sistem Ventilasi & Pengendali Asap
14

Gambar 2.4 Sarana proteksi kebakaran


2.2.5 Prosedur Penanggulangan Kebakaran di Dalam Jam Kerja/Jam Kuliah
Menurut Kementerian Perhubungan
1) Penanggulangan kebakaran kecil/awal
Pada umumnya kebakaran besar dimulai dari kebakaran kecil, untuk
mencegah agar kebakaran tidak menjadi besar, maka:
(1) Individu yang mengetahui lebih dahulu
a) Memadamkan kebakaran kecil awal tersebut dengan menggunakan
alat pemadam api pertama/ringan yang tersedia di lantai tersebut.
b) Melaporkan terjadinya kebakaran tersebut kepada komandan lantai.
(2) Komandan lantai
a) Bila kebakaran tersebut dapat dipadamkan oleh individu dan
peralatan seperti tersebut pada butir b.1 diatas, maka komandan
lantai segera melaporkan kejadian tersebut ke Operator dan
SATGASPAM.
b) Bila kebakaran tersebut belum dapat dipadamkan oleh individu
seperti tersebut pada butir 1.1 diatas, maka setelah melaporkan
kejadian tersebut ke teknisi, bagian rumah tangga, SATGASPAM
dan langkah selanjutnya adalah :
(a) Mengarahkan/memimpin Regu Pemadam Kebakaran dilantainya
untuk berusaha memadamkan kebakaran tersebut baik dengan
menggunakan alat pemadam api pertama/ringan maupun sistem
jaringan air kebakaran yang terpasang di lantai tersebut.
(b) Melalui kepala Regu Evakuasi dan kepala Regu Penyelamat
Lantai menyiapkan kemungkinan evakuasi dan penyelamatan
jiwa/dokumen/alat.
(c) Setelah Regu dari teknisi I tiba ditempat, maka komandan
Lantai memimpin pemadaman agar kemungkinan meluasnya
kebakaran serta bahaya – bahaya lain yang mengkin timbul
dapat dicegah.
15

2) Penanggulangan Kebakaran Besar


(1) Komandan Lantai
Bila kebakaran tersebut tidak dapat dikuasai oleh Regu Pemadam
Lantai selanjutnya adalah :
a) Memecahkan kaca pelapor kebakaran (break glass) yang terpasang
dilantainya sebagai tanda/isyarat bahwa di lantainya terjadi
kebakaran besar.
b) Melaporkan terjadinya kebakaran kepada dan gedung Kabag Rumah
Tangga telepon .........)
c) Mengkoordinasi pelaksanaan evakuasi individu di lantainya serta
menyelamatkan dokumen/jiwa.

(2) Komandan Gedung (Dan Gedung)


Setelah Dan Gedung menerima berita kebakaran baik melalui
laporan Komandan Lantai maupun dari tanda alarm, maka tindakan Dan
Gedung selanjutnya adalah:
a) Memerintah semua penghuni gedung supaya tetap tenang dan
mengumumkan bahwa ada kejadian kebakaran di
lantai.........Gedung...........
b) Mengkoordinir evaluasi individu melalui komandan-komandan
lantai yang bersangkutan, mulai dari atas lantai yang terbakar sampai
dengan lantai yang teratas, disusul dengan evakuasi individu mulai
dari bawah lantai yang terbakar sampai dengan lantai yang terbawah.
c) Bekerjasama dengan Ketua Pasukan Pemadam inti, guna pengarahan
personil serta peralatan kebakaran dan pengamanan yang diperlukan
dalam usaha penanggulangan kebakaran (memadamkan, melokalisir
untuk mencegah meluasnya kebakaran serta bahaya-bahaya lain
yang mungkin dapat ditimbulkan, evakuasi individu dan
penyelamatan jiwa/harta benda.
d) Mengkoordinir regu/regu pemadam kebakaran lantai lainnya yang
dapat diperbantukan dalam usaha penanggulangan kebakaran
16

tersebut.
e) Melaporkan/memberi informasi tentang terjadinya kebakaran
tersebut serta tindakan yang telah diambil dalam rangka
penanggulangannya, kepada Kabag Rumah Tangga.

(3) Teknisi
Setelah teknisi menerima berita kebakaran baik melalui laporan dan
Gedung maupun melalui tanda alarm, maka selanjutnya teknisi
mengadakan koordinasi antara lain :
a) Memberi instruksi/saran – saran kepada Dan Gedung dan Ka.
Pasukan Pemadam Inti mengenai kemungkinan pengarahan personil
dan peralatan yang diperlukan dalam rangka penanggulangan
tersebut.
b) Memberi instruksi/saran-saran kepada fungsi-fungsi penunjang
(keamanan, teknisi, medis, dan logistik) dalam rangka membantu
kelancaran penaggulangan kebakaran tersebut.
c) Menghubungi Dinas Kebakaran, SAR guna mendapatkan bantuan
bila diperlukan.
d) Melaporkan terjadinya kebakaran tersebut kepada kepala komando.

2.2.6 Prosedur Evakuasi Menurut Kementerian Perhubungan


Seperti pada prosedur penanggulangan kebakaran besar, pelaksanaan
evakuasi individu penghuni lantai-lantai di koordinir oleh Dan Gedung melalui
Komandan-komandan Lantai yang bersangkutan. Pelaksanaan evakuasi dimulai
dari lantai yang terbakar kemudian diikuti oleh lantai diatasnya sampai dengan
lantai teratas, selajutnya disusul dengan evakuasi dibawah lantai yang terbakar
sampai dengan lantai yang terbawah. Evakuasi individu dilaksanakan melalui
”Tangga Darurat” atau sarana lain yang tersedia: Hal-hal yang perlu diperhatikan
sewaktu evakuasi adalah :
1) Berjalan dengan cepat jangan lari.
2) Jangan membawa atau memakai barang – barang yang dapat menyulitkan
pelaksanaan evakuasi.
17

3) Berikan prioritas kepada individu lain yang lemah fisiknya/kelompok rentan.


4) Apabila hendak membuka pintu, rabalah dan rasakan lebih dahulu pintunya
untuk meyakinkan apakah dibalik pintu tersebut ada api atau tidak.
5) Menuruni tangga dengan cara berjajar berturut-turut sesuai lebar kapasitas
tangga.
6) Bila mungkin keadaan mengijinkan, tutuplah semua pintu dan jendela untuk
membantu memperlambat rambatan api.
7) Apabila terperangkat dalam asap, bernafaslah dengan pendek-pendek melalui
hidung, bergeraklah dengan cara merangkak karena udara dibawah lebih
dingin/sejuk. Apabila terpaksa harus menerobos asap, tahanlah nafas anda,
kalau perlu pakailah masker asap/escape hood.

2.2.7 Prosedur Penyelamatan Menurut Kementerian Perhubungan


Seperti pada prosedur evakuasi, pelaksanaan penyelamatan pada lantai yang
bersangkutan di koordinir pada Komandan Lantai masing-masing. Untuk
penyelamatan ini, baik penyelamatan dokumen maupun jiwa pelaksanaanya
bersamaan dengan pelaksanaan evakuasi.
1) Hal – hal yang perlu dilakukan pada penyelamatan dokumen.
(1) Seleksi/memilih dokumen-dokumen yang penting untuk diselamatkan,
dokumen tidak penting tidak perlu dibawa oleh karena menyulitkan
dalam melaksanakan penyelamatan dokumen.
(2) Membawa dokumen yang perlu diselamatkan dengan sebatas
kemampuan (jangan membawa dokumen melebihi batas kemampuan).
(3) Berjalan dengan cepat tetapi tidak lari, melalui jalur evakuasi yang
(koridor, tangga darurat).
(4) Himpunan semua dokumen yang berhasil diselamatkan pada tempat
berkumpul.
2) Hal-hal yang perlu dilakukan pada penyelamatan jiwa :
(1) Bila memungkinkan, kepada korban berikan pertolongan pertama.
(2) Korban segera dibawa ke tempat yang aman dengan melalui jalur
evakuasi untuk selanjutnya diserahkan kepada tim medis.
18

2.2.8 Prosedur Penanggulangan Kebakaran di Luar Jam Kerja Menurut


Kementerian Perhubungan
Untuk penanggulangan kebakaran di luar jam kerja, diatur sebagai berikut :
1) Posko (SATGASPAM)
(1) Komandan/Pengawas Posko yang bertindak sebagai Kepala Pemadam
Kebakaran.
(2) Bila kebakaran besar, Posko harus menghubungi semua petugas yang
tercantum dalam organisasi penanggulangan keadaan darurat kebakaran
dan pejabat yang ditunjuk serta melaksanakan tugas :
a) Petugas jaga bertindak sebagai Pasukan Pemadam Inti dan segera
melakukan pemadaman api dengan fasilitas yang ada (Hydrant,
tabung air dan lain sebagainya).
b) Segera melapor kejadian tersebut kepada pejabat yang ditunjuk atau
pejabat lainnya.
c) Apabila kebakaran kecil tersebut telah dapat diatasi segera dibuatkan
Berita Acara.
d) Apabila terjadi kebakaran besar segera menghubungi Dinas
Kebakaran dengan nomor telepon 113 untuk meminta bantuan.
2) Petugas-petugas jaga lain
Petugas-petugas jaga lainnya seperti petugas jaga keamanan, teknisi dan
individu-individu yang sedang melaksanakan kerja lembur, diharapkan membantu
kelancaran pelaksanaan usaha penanggulangan kebakaran.

Gambar 2.5 Sistem komunikasi saat terjadi kebakaran


19

Gambar 2.6 Algoritma saat evakuasi kebakaran

2.2.9 Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

APAR adalah alat yang ringan sertamudah dilayani untuk satu orang
untukmemadamkan api pada mula terjadi kebakaran (berdasarkan
Permenakertrans RI No.4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan).
20

Gambar 2.7 Bagian-bagian APAR

Gambar 2.8 Jenis-jenis APAR

Pemadaman api yang sesuai denga jenis pemadam yang tepat, akan menjadi
efektif, sebaliknya penggunaan jenis pemadam yang tidak tepat, akan
memperburuk keadaan, misalkan kebakaran pada jenis minyak apabila disiram air,
maka api tidak akan padam tetapi akan menjadi bertambah besar.
21

1) Pemasangan APAR
(1) Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus ditempatkan
pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil
serta dilengkapi denganpemberian tanda pemasangan.
(2) Pemberian tanda pemasangan tersebut harus sesuai dengan tanda untuk
menyatakan tempat alat pemadam api ringan yang dipasang didinding.
(3) Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut adalah 125 cm dari dasar
lantai tepat diatas satu atau kelompok alat pemadam api ringan
bersangkutan.
(4) Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai
dengan jenis dan penggolongan kebakaran.
(5) Penempatan tersebut antara alat pemadam api yang satu dengan lainnya
atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter,
kecuali ditetapkan lain oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan
Kerja.
(6) Semua tabung alat pemadam api ringan sebaiknya berwarna merah.
(7) Dilarang memasang dan menggunakan alat pemadam api ringan yang
didapati sudah berlubang-lubang atau cacat karena karat.
(8) Setiap alat pemadam api ringan harus dipasang (ditempatkan)
menggantung pada dinding dengan penguatan sengkang atau dengan
konstruksi penguat lainnya atau ditempatkan dalam lemari atau peti (box)
yang tidak dikunci. Lemari atau peti (box) seperti tersebut dapat dikunci
dengan syarat bagian depannya harus diberi kaca aman (safety glass)
dengan tebal maximum 2 mm.
(9) Sengkang atau konstruksi penguat lainnya tidak boleh dikunci atau
digembok atau diikat mati
(10) Ukuran panjang dan lebar bingkai kaca aman (safety glass) tersebut harus
disesuaikan dengan besarya alat pemadam api ringan yang ada dalam
lemariatau peti (box) sehingga mudah dikeluarkan.
(11) Pemasangan alat pemadam api ringan harus sedemikian rupa sehingga
bagian paling atas (puncaknya) berada pada ketinggian 1,2 m dari
permukaan lantai kecuali jenis CO2 dantepung kering (dry chemical)
22

dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara dasar alat
pemadam api ringan tidak kurang 15 cm dan permukaan lantai.
(12) Alat pemadam api ringan tidak boleh dipasang dalam ruangan atau
tempat dimana suhu melebihi 49°C atau turun sampai minus 44°C
kecuali apabila alat pemadam api ringan tersebut dibuat khusus untuk
suhu diluar batas tersebut diatas. Alat pemadam api ringan yang
ditempatkan di alam terbuka harus dilindungi dengan tutup pengaman.

2) Tata cara (Prosedur) penggunaan APAR / Tabung Pemadam Kebakaran


(Schottke, 2014):
(1)Pull the safety pin (Tarik/Lepas Pin pengunci tuas APAR / Tabung
Pemadam).
(2)Aim the nozzle at the base of the flames (Arahkan selang ke titik pusat
api).
(3)Squeeze the trigger to discharge the agent (Tekan tuas untuk
mengeluarkan isi APAR / Tabung Pemadam).
(4)Sweep the nozzle across the base of the flames (Sapukan secara merata
sampai api padam).

Gambar 2.9 Penggunaan APAR


23

2.3 Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa Bumi


Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana merupakan hal yang penting
karena mampu meminimalisir dampak gempa. Hal ini dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Department of Psychiatry Turkey (2014) tentang
Earthquake experience andpreparedness in Turkey. Penelitian dilakukan dengan
cara membandingkan 3 wilayah di turki. 2 wilayah mempunyai pengalaman
mengalami gempa besar dan 1 wilayah tidak mempunyai pengalaman mengalami
gempa besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2 wilayah yang
berpengalaman mengalami gempa memiliki kesiapsiagaan yang baik
dibandingkan wilayah yang tidak mengalami gempa sehingga mampu
meminimalisir dampak dari gempa.
Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk
mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan: (1) pra
bencana, (2) saat bencana, (3) pasca bencana (Ramli, 2010). Pedoman
Kesiapsiagaan Penanggulangan Gempa Bumi menurut Widyawati (2010) adalah
sebagai berikut:

2.3.1 Tahap Pra Gempa : Rencana Siaga


1) Tahap pertama dari kesiapsiagaan adalah edukasi mengenai alam di
sekitar kita, baik dari sisi keunggulannya maupun tantangannya.
2) Tahap kedua membangun gedung sesuai dengan potensi ancaman.
Belajar dari pengalaman Negara maju, selain terdapat standar minimum
konstruksi bangunan tahan gempa, juga ada syarat-syarat lain saat
membangun rumah dan bangunan, seperti: bunker perlindungan dan
tempat persediaan makanan. Di Jepang, setiap kamar mandi sekaligus
berfungsi sebagai bunker perlindungan gempa; desain dan konstruksinya
dirancang khusus dan mudah dipasang saat membangun rumah. Selain
itu, untuk gedung-gedung publik seperti sekolah dan hotel, harus tersedia
meja tahan gempa yang dapat dipergunakan sebagai tempat berlindung.
3) Tahap ketiga adalah edukasi tentang potensi ancaman, serta persiapan
dan latihan menyelamatkan diri (survival) dalam keadaan darurat.
Edukasi pada tahap ini meliputi hal-hal berikut:
24

(1) Identifikasi Ancaman dalam gedung


a) Perbaiki retakan di dinding maupun di lantai. Jangan anggap
sepele retakan kecil.
b) Benda seperti lukisan harus jauh dari tempat tidur, tempat
duduk, atau dimana pun tempat orang duduk. Berilah ekstra-
pengaman pada benda ringan yang tergantung di dinding atau di
atas kepala (misalkan lampu gantung).
c) Jangan tidurkan bayi di dekat barang-barang yang mudah runtuh
atau terjatuh. Pindahkan ke tempat yang aman.
d) Periksa kabel-kabel listrik dan selang gas, perbaiki atau ganti
bagian yang rusak. Kerusakan alat-alat ini merupakan potensi
kebakaran.
e) Pastikan rak-rak berdiri aman, dan bila memungkinkan maka
tempelkan ke dinding dengan kuat (dengan paku).
f) Barang-barang yang besar dan berat, jangan disimpan di atas
rak. Bila mau dimasukkan rak, maka simpanlah di bagian
bawah. Demikian halnya barang pecah belah.
g) Obat pemusnah serangga, pestisida, dan obyek yang mudah
terbakar harus tertutup dengan erat. Lalu simpanlah di tempat
aman.
h) Pada gedung bertingkat, tangga dan lift serta sisi terluar tembok
merupakan area paling berbahaya saat terjadi gempa. Tangga
memiliki konstruksi paling rapuh dan dapat rubuh dengan cepat.

(2) Identifikasi Tempat Aman


Saat gempa terjadi, umumnya orang memilih lari keluar
ruangan.Tetapi hal tersebut belum tentu merupakan pilihan yang
bijaksana, karena gempa berlangsung sangat cepat (rata-rata kurang
dari satu menit), sehingga setiap langkah kaki Anda sangat berharga.
Karena itu penting untuk selalu memperhatikan sejenak situasi
dimana pun Anda berada, dan buat rencana menyelamatkan diri yang
paling aman.
25

a) Dalam ruangan
Adakah sarana yang dapat dijadikan tempat perlindungan?
Perabotan berat, meubeul dari jati dan ranjang yang kuat dapat
digunakan sebagai tempat berlindung. Pojok-pojok ruangan
(dekat pondasi) juga dapat menjadi tempat menyelamatkan diri.
Namun perlu diingat bahwa tempat berlindung harus jauh dari
jendela kaca, perapian
b) Gedung Bertingkat
Tidak ada waktu untuk lari keluar ruangan.Tetap di ruangan, dan
usahakan merapat ke dinding/pondasi bagian dalam. Konstruksi
terkuat gedung bertingkat adalah pondasi dekat lift, dan Anda
dapat berlindung disana (tetapi jangan berada di dalam lift atau
di area tangga).
(3) Titik Pertemuan
Seandainya gempa datang saat anggota keluarga beraktivitas diluar,
dan dampaknya cukup hebat sehingga mematikan listrik dan sarana
komunikasi, maka dirasa penting untuk menentukan “titik-titik
pertemuan” yang mudah dijangkau oleh semua anggota keluarga.
Misalkan, untuk anak sekolah, kita dapat menentukan titik
pertemuan di alun-alun kota, sebelum kemudian pulang ke rumah
atau pergi ke tempat pengungsian.
(4) Tas Siaga dan Bunker Persediaan
Penting untuk selalu menyiapkan diri atas kemungkinan terburuk
dari suatu bencana.Tas siaga adalah ‘teman’ yang akan meringankan
beban pasca bencana. Selain itu, mencontoh penduduk Jepang,
mereka selalu menyiapkan pasokan air dan makanan (cepat saji)
untuk keadaan darurat.Checklist perlengkapan yang harus disiapkan
dalam “tas siaga” dan“bunker persediaan” dapat dilihat pada
lampiran.
26

(5) Edukasi Keluarga


a) Setiap anggota keluarga harus mengetahui rencana
kesiapsiagaan bencana, mengetahui tempat paling aman saat
gempa terjadi, dan mengingat titik pertemuan darurat.
b) Bila kompor gas atau pemanas air tidak digunakan, cabutlah
regulator dari tabung gas. Dan ajari semua keluarga cara
memasang dan mencabut regulator gas.
c) Rencanakan “pintu utama” untuk menyelamatkan diri. Pintu ini
harus mudah dibuka dalam situasi darurat, dan kuncinya harus
selalu tergantung atau mudah ditemukan.
d) Siapkan senter, pluit dan tas siaga, dan simpan dekat tempat
Anda tidur. Bilamana gempa menyerang saat tidur, Anda sudah
siap.
e) Perlengkapi diri Anda dengan pengetahuan pertolongan pertama
pada kecelakaan (P3K).
f) Latihlah anak-anak untuk menyelamatkan diri, misalkan berlatih
berlindung di kolong meja atau kolong tempat tidur (gunakan
meubel yang kuat untuk berlindung). Latihan dapat
meningkatkan reflex saat situasi darurat.

Gambar 2.10 Cara berlindung saat terjadi gempa


27

2.3.2 Saat Gempa : Penyelamatan Diri


1) Di Dalam Rumah atau Gedung
(1) Lindungi kepala dan segera cari tempat berlindung. Bila Anda berlindung
di pojok ruangan (dekat pondasi), cari benda untuk dipergunakan sebagai
tameng untuk melindungi kepala Anda.
(2) Anda dapat lari keluar bila sudah merencanakan bahwa hal tersebut
paling aman. Namun, bila tidak cukup waktu, tetap di dalam ruangan dan
cari tempat berlindung.
(3) Jika dalam posisi tidur, segera lindungi kepala dengan bantal dan
kemudian masuklah ke kolong tempat tidur.
(4) Jika rumah Anda berada di tebing atau lembah suatu bukit, waspadalah
terhadap bahaya longsor yang mungkin terjadi.
(5) Jika rumah Anda berada di tepi pantai, Anda harus menyiapkan rute
melarikan diri ke daerah yang lebih tinggi. Hal tersebut untuk
menghindar dari bahaya tsunami. Bila memungkinkan, matikan listrik
atau kompor yang menyala, tapi bagaimanapun langkah menyelamatkan
diri harus diutamakan. Anda dapat melakukannya setelah gempa reda
atau sebelum keluar ruangan.
(6) Bila Anda berada di gedung bertingkat, tetaplah di ruangan dan cari
tempat berlindung yang aman. Jauhi dinding luar, tangga dan lift. Setelah
gempa berhenti, sebaiknya Anda turun menggunakan tangga darurat
(hindari lift dan eskalator).

2) Di Luar Ruangan
(1) Jika Anda berada diluar, carilah tanah yang lapang, yang jauh dari
gedung-gedung, pohon yang tinggi, dan kabel listrik., terowongan dan
jembatan.
(2) Jauhi retakan tanah akibat gempa, karena dapat membahayakan.
(3) Jauhi tempat-tempat yang mungkin longsor atau terkena longsoran,
seperti tebing yang curam.
28

ALGORITMA EVAKUASI SAAT GEMPA BUMI

GEMPA BUMI

MEMUNGKINKAN CARI TEMPAT


UNTUK KELUAR TIDAK
BERLINDUNG
RUANGAN
YA

BEREVAKUASI
- GUNAKAN TANGGA DARURAT GEMPA
- JANGAN GUNAKAN LIFT BERHENTI

BERKUMPUL DI TEMPAT
TERBUKA/LAPANG JAUHI
BANGUNAN, TIANG DAN
POHON BESAR

KEMBALI KE GEDUNG
ADA TIDAK
SETELAH DI UMUMKAN TIDAK BANGUNAN
KORBAN SITUASI AMAN RUSAK
YA YA

BERI PERTOLONGAN IKUTI PETUNJUK


P3K DAN HUBUNGI SELANJUTNYA
PETUGAS MEDIS
TERDEKAT

END
29

2.3.3 Pasca Gempa: Pemulihan dan Waspada


Pasca gempa, segera periksa kondisi kesehatan Anda, keluarga dan orang-
orang di sekitar Anda. Bila kondisi Anda selamat, beri bantuan kepada korban,
serta waspada terhadap ancaman lain, seperti kebakaran,sengatan listrik dan juga
adanya gempa susulan. Berikut panduannya:
1) Periksa keadaan Anda dan keluarga. Bila Anda terluka, pastikan mendapatkan
pertolongan P3K.
2) Bila kondisi bangunan mengkhawatirkan, segera keluarlah dari ruangan dan
carilah tempat aman. Bawa serta tas siaga yang sudah Anda siapkan. Bila
memungkinkan, matikan listrik atau kompor yang menyala sebelum Anda
pergi ke tempat aman.
3) Perhatikan keamanan di sekitar Anda. Waspada terhadap hal-hal berikut:
kebakaran atau kondisi yang rentan mengalami kebakaran, gas bocor,
kerusakan pada sirkuit listrik, dan lain-lain.
4) Lindungi diri sendiri dari bahaya-bahaya tidak langsung diatas. Dan
tinggalkan area bila anda mencium bau gas atau bau zat kimia lain.
5) Upayakan agar jalan umum lancar, sehingga memudahkan kendaraan darurat
dan regu penolong.
6) Pantau berita melalui radio yang dioperasikan dengan baterai untuk
mengetahui keadaan darurat terakhir. Dan gunakan handphone untuk
emergency call saja. (menghemat baterai).
7) Jangan kembali ke dalam rumah sebelum dinyatakan aman oleh petugas. Dan
saat kembali ke rumah, berhati-hatilah saat membuka laci, dan juga awasi
kepala jangan sampai dijatuhi barang dari rak. Bilamana Anda terjebak dalam
reruntuhan, maka hal-hal berikut harus diperhatikan:
(1) Bila tidak dapat melepaskan diri, maka pukullah tembok atau pipa,atau
tiuplah peluit jika ada.
(2) Teriakan hanya dapat dilakukan sesekali sebab debu dapat terhirup dan
membuat sesak nafas. Tidak perlu mengibas-ngibaskan debu, karena hal
itu justru akan menggangu pernapasan Anda.
(3) Jangan menyalakan api, untuk menghindari bahaya yang tidak
diinginkan. Dan jangan memindahkan reruntuhan, kecuali Anda yakin
30

bahwa hal tersebut aman dilakukan dan tidak akan menimbulkan


reruntuhan lebih parah.

2.4 Ukuran Daun Rambu, Papan Informasi, Serta Ukuran Dan Jenis Huruf,
Angka Dan Simbol, Rambu Dan Papan Informasi Bencana Menurut
Peraturan Badan Penanggulangan Bencana Nomor 07 Tahun 2015
2.4.1 Ukuran Daun Rambu Petunjuk
1) Ukuran daun rambu petunjuk ukuran standar
31

2) Ukuran daun rambu petunjuk arah

3) Ukuran daun rambu petunjuk dengan kata


32

2.4.2 Ukuran Daun Rambu Peringatan


1) Ukuran daun rambu peringatan standar

2) Ukuran daun rambu peringatan dengan kata


33

2.4.3 Ukuran Daun Rambu Larangan


1) Ukuran daun rambu larangan ukuran standar

2) Ukuran daun rambu larangan dengan kata


34

2.4.4 Ukuran Daun Papan Tambahan

2.4.5 Ukuran Daun Papan Informasi


35

2.4.6 Jenis Huruf, Angka dan Simbol


Huruf, angka dan simbol menggunakan rupa huruf, angka dan simbol jenis
Clearview Highway. Singkatan satuan panjang dan satuan berat ditulis dengan
huruf kecil. Penulisan angka pada rambu menggunakan angka Arab dan angka
Romawi.

2.4.7 Bentuk, Lambang, Warna, Dan Arti Rambu


1) Bentuk, Lambang, Warna, Dan Arti Rambu Petunjuk
(1) Bentuk, lambang, warna, dan arti rambu petunjuk dengan simbol

Petunjuk tempat kumpul


sementara
36

Petunjuk tempat
pengungsian

Petunjuk lokasi
Posko

Petunjuk tempat untuk


membuat api, perhatikan:
segera padamkan api jika
selesai dipergunakan

(2) Bentuk, warna, dan arti rambu petunjuk dengan kata

Petunjuk arah jalur


evakuasi

Petunjuk tempat
pengungsian
37

2) Bentuk, Lambang, Warna, Dan Arti Rambu Peringatan


(1) Bentuk, lambang, warna, dan arti rambu peringatan dengan simbol

Peringatan telah berada


pada kawasan rawan
bencana gununga api

Peringatan telah berada


pada kawasan rencana
gempa bumi

Peringatan telah berada


pada kawasan rawan
bencana gerakan tanah

Peringatan telah berada


pada kawasan rawan
tsunami
38

Peringatan telah berada


pada kawasan rawan
bencana banjir

Peringatan telah berada


pada kawasan rawan
bencana kebakaran

(2) Bentuk, lambang, warna, dan arti rambu peringatan dengan kata

3) Bentuk, Lambang, Warna, Dan Arti Rambu Larangan


(1) Bentuk, Lambang, Warna, Dan Arti Rambu Larangan

Larangan berenang
disekitar area rambu
39

Larangan berkemah
disekitar area rambu

Larangan membuang
korek api dan puntung
rokok yang menyala
kedalam kawasan hutan

Larangan membuat api


disekitar hutan

Larangan memasuki
kawasan kebakaran hutan
dengan merokok
40

(2) Bentuk, Lambang, Warna, Dan Arti Rambu Larangan dengan Kata

2.4.8 Bentuk, Lambang, Warna Dan Arti Papan Tambahan


1) Papan Tambahan yang menambahkan penjelasan nilai tertentu ke dalam arti
rambu

Nilai jarak lokasi yang


dimaksud dalam rambu
dimulai dari 500 meter
dari lokasi rambu

2) Papan Tambahan yang menambahkan penjelasan arah tertentu ke dalam arti


rambu
Contoh:

Menambahk
arah

Menambahkan penjelasan :
arah ke kanan

3) Papan tambahan yang menambahkan penjelasan arah dan nilai tertentu


kedalam arti rambu

Menam
500
41

Menam
4) Papan tambahan yang menambahkan 50
yang menjelaskan hal tertentu dengan
kata

Menambahkan penjelasan :
kawasan rawan bencana III

5) Papan tambahan yang menambahkan penjelasan hal tertentu dengan kata dan
nilai

Menambahkan penjelasan :
jalur evakuasi berada di 500
meter dari rambu

Menambahkan penjelasan :
pengungsian berada di 500
meter dari rambu
42
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisis Situasi


Denah Gedung Akademik 2-Lantai 1
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
44

Ruangan Analisis
Ruangan konseling Terdapat meja dan kursi seperti sebuah ruangan kantor. Lokasi dekat dengan tangga darurat sebelah kiri. Tidak
jiwa ada detector asap.

Lab keperawatan Terdapat gudang lab. Terdapat asap detector. Di luar ruangan tidak ada APAR. Luar ruangan di sebelah kiri dari
jiwa pintu masuk kurang lebih 10 meter,tidak terdapat APAR dan alarm sama sekali.
Gas center Terdapat saluran gas yang akan menyambungkan seluruh outlet-outlet gas yang ada di lantai 2 khususnya di lab
klinik.
Musola Terletak dekat dengan gas center, terdapat karpet dan alat sholat yang jika terjadi kebakaran atau konsletin di
ruangan gas center akan merambat ke ruangan musola.
Ruang gerontik Terdapat banyak kayu-kayu penyekat, ada timbangan kain untuk bayi, dan beberapa barang yang belum tertata.
Asap detector 2. Luas gerontik 64.8 meter persegi.
Ruang konseling Terdapat kertas kertas, meja, papan tulis. Tidak terdapat asap detector di tiap ruangan.
jiwa, ruang
manager, ruang
admin lab
keperawatan, ruang
darmawanita
Lorong kiri pintu Tidak terdapat apar, terdapa kursi dan meja tamu, pintu-pintu terbuat dari besi yang menghantar panas ketika
masuk terjadi kebakaran.
Tangga darurat kiri Terdapat banyak barang-barang yang masih berserakan di bawah tangga, terdapat kursi tepat di bawah tangga
dekat pintu emergency. Terdapat saluran-saluran pipa yan di tempatkan pada tembok yang berlubang mengarah
ke atap. Lubang tidak ditutup dan pipa tersambung hingga lante 3. Pintu emergency terkunci.
Lab keperawatan Luasnya 129,6 meter persegi. Terdapat kasur, karpet, mainan anak. Terdapat asap detector 2. Terdapat autoclap
anak dengan NCB dekat dengan sumber air di autoclap.
Lab keperawatan Dipisahkan oleh sekat kaca. Terletak di dekat pintu emergency. Ventilasi ditutupi kertas sehingga cahaya tidak
anak di belakang masuk
45

Ruangan Analisis
Lab maternitas Pintu ditutupi oleh kertas, terdapat 2 asap detector, terdapat gudang lab penyimpanan bahan-bahan untuk
praktikum lab. Terdapat manekin.
Pintu emergency Terletak di belakang lab anak dan lab maternitas. Pintu terkunci. Tidak terdapat tulisan emergency hanya exit
lorong kanan saja.
Lorong kanan Terdapat loker dan tempat sepatu. Tidak terdapat apar.
Toilet Toilet terdapat di depan lorong kanan dan kiri.

Gedung Akademik 2 -Lantai 2


Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
46

RUANGAN ANALISIS
Koridor Ruang Exit Terdapat banyak barang dan benda-benda kayu yang mudah terbakar, tidak ada keterangan emrgency Exit hanya
antara 2 Lab (KMB tertulis exit.
& Kritis)
Terdapat NCB listrik dekat pintu exit
2
LR. 28,8 M + 21,6 Ruangan disiapkan menggunakan AC dimana instalasi kabel masih terbuka dan berisiko konsleting/ arus pendek.
m2= 50,4 m2
LAB KRITIS Terdapat gudang Laboratorium , terdapat banyak barang dan benda-benda kayu yang mudah terbakar, terdapat alat-
LR.166,8 m2 alat laboratorium yang mudah terbakar seperti alkohol, kasa-kasa dll.Terdapat tempat cuci tangan yang berintegrasi
dengan autoclap terbuat dari almunium yang harus diperhatikan karena beresiko terjadi arus pendek dan bahaya
strum. Ruangan disiapkan menggunakan AC dimana instalasi kabel masih terbuka dan berisiko konsleting/ arus
pendek.
Lab KMB Memiliki 3 detektor asap, tidak memiliki APAR, terdapat banyak barang dan benda-benda kayu yang mudah
LR. 151,2 m2 terbakar, terdapat alat-alat laboratorium yang mudah terbakar seperti alkohol, kasa-kasa dll. Sekat pembatas oleh
bed antara LAB KMB dan Kritis. Ruangan disiapkan menggunakan AC dimana instalasi kabel masih terbuka dan
berisiko konsleting/ arus pendek.
Gudang Lab. Dasar, Lap kep dasar digabung dengan keperawatan gerontik yang belum disekat, Memiliki 3 detektor asap, tidak memiliki
Lab. Dasar, Lab APAR, terdapat banyak barang dan benda-benda kayu yang mudah terbakar, terdapat alat-alat laboratorium yang
Gerontik mudah terbakar seperti alkohol, kasa-kasa dll. Ruangan disiapkan menggunakan AC dimana instalasi kabel masih
terbuka dan berisiko konsleting/ arus pendek.
Koridor Ruang pintu Terdapat banyak barang dan benda-benda kayu yang mudah terbakar, tidak ada keterangan emrgency Exit hanya
Exit antara 2 Lab tertulis exit.
(Dasar&Gerontik)
Terdapat NCB listrik dekat pintu exit
LR. 28,8 M2+ 21,6 Ruangan disiapkan menggunakan AC dimana instalasi kabel masih terbuka dan berisiko konsleting/ arus pendek.
m2= 50,4 m2
3)
47

Gedung Akademik 2 -Lantai 3


Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
48

Ruangan Analisis
Tangga utama Tangga dari lantai 2 ke lantai 3 terdiri dari 2 bagian, bagian pertama lebar 1.5 m, bagian ke 2 terdapat arah kiri kanan
masing masing 1 meter.
Koridor penghubung Terdapat alarm kebakaran manual lantai 3, terdapat detector asap
R. SimFor. Terdapat banyak barang elektronik, sambungan listrik berupa terminal mobil, terdapat perangkat kertas dan fasilitas
kantor terbuat dari kayu, tidak memiliki detector asap
R. Server Terdapat perangkat elektronik, tersambung listrik, tidak terdapat detector asap
Lab. Komputer Terdapat banyak perangkat computer dan sambungan listrik, terdapat detector asap, dekat dengan tangga darurat
R. Multimedia Terdapat banyak perangkat computer dan sambungan listrik, terdapat detector asap
R. Jurnal Terdapat banyak buku
Perpustakaan Banyak buku, 2 perangkat computer, rak buku terbuat darii kayu, terdapat 2 detektor asap
R. pert. mahasiswa Banyak alat musik dari bahan mudah terbakar, kursi, papan, terdapat detector 1 asap, dekat dengan tangga darurat
R. Alumni Terdapat perangkat computer, sambungan listrik, terdapat detector 1 asap
R. BSO / BEM Terdapat perangkat computer, lemari dan sambungan listrik, terdapat detector 1 asap
R. BEM / Rohis Terdapat 2 printer, sambungan listrik dan kulkas, terdapat detector 1 asap
R. BPM Terdapat sambungan listrik, terdapat detector 1 asap
Tangga darurat Lebar kurang dari 1 m,
Jalan menuju atap Tangga kurang dari 1 m, terdapat meja yang tertopang di bagian atas tangga, tower air 2000L di puncak tangga.
Gedung Terdapat penangkar petir, tidak ada hidran, pintu menuju tangga darurat tidak dikunci, namun pintu exit luar lantai 1
dikunci dan kuncinya disimpan oleh CS, pintu exit sebelah kiri tidak memiliki jalan yang cukup lebar, tanah
disamping gedung licin dan tidak rata.
49
50
51

3.2 Analisis Resiko


3.2.1 Bahaya (hazard)
Jatinangor merupakan kawasan pendidikan dan pemukiman yang terus mengalami pertumbuhan. Walaupun demikian, ternyata
Jatinangor menyimpan potensi bencana yang bisa saja terjadi sewaktu waktu. Tentu bencana yang terjadi dapat menimbulkan dampak yang
sangat serius seperti, kerugian ekonomi dan korban jiwa. Hal ini perlu dilakukan mitigasi bencana sejak dini. Ancaman bencana yang
terjadi di wilayah jatinangor antara lain, Gempa Bumi, Tanah longsor dan kemungkinan kembali aktifnya Gunung Manglayang. Potensi
bencana di wilayah Jatinangor sudah melalui penelitian, dari hasil penelitian tersebut terdapat beberapa daerah yang rawan longsor dan
gempa bumi. Beban pemukiman yang terus meningkat di kawasan Jatinangor bukan tidak mungkin saat hujan deras bisa memicu terjadinya
tanah longsor di kawasan tersebut (Muslim, 2016).
Jika di lihat secara Geologi, Jatinangor berada di sebelah timur kawasan Cekungan Bandung yang merupakan kawasan rawan gempa.
Hal tersebut bisa terlihat juga dari adanya Sesar atau patahan yang terdapat di wilayah Lembang, menurut penelitian, Kawasan Cekungan
Bandung pernah mengalami gtempa dahsyat yang kekuatannya mencapai 6.5 skala richter. Oleh sebab itu, wilayah Bandung termasuk
Jatinangor memiliki ancaman bencana yang cukup besar terutama gempa bumi dan juga tanah longsor (Muslim, 2016).
Selain itu terdapat juga bencana yang mengancam seperti Aktifnya kembali Gunung Manglayang. Hal ini bisa terjadi sama dengan
Erupsi gunung Sinabung. Gunung Sinabung mengalami Proses Tidur selama 700 tahun dan bahkan sudah dianggap mati. Tapi ternyata
meletus kembali. Hal ini juga bisa berlaku terhadap Gunung Manglayang, oleh sebab itu diadakan penelitian untuk meneliti Gunung
Manglayang sehingga mengurangi resiko bencana jika sewaktu waktu mengalami erupsi (Muslim, 2016).
Bencana lain yang sangat mengancam adalah kebakaran gedung di Universitas Padjajaran terutama gedung di Fakultas Keperawatan.
Hal ini terjadi karena gedung Fakultas Keperawatan merupakan gedung yang baru selesai di bangun dan ditempati akantetapi belum
52

mempunyai sistem penanggulangan atau manajemen kebakaran yang baik, sarana dan prasarana masih minim. Gedung baru Fakultas
Keperawatan Universitas Padjadjaran sudah diresmikan sejak 21 Juli 2016 dan telah digunakan secara penuh, gedung ini memiliki resiko
terjadi kebakaran karena isntalasi listrik pada gedung ini belum tertata rapi dan terdapat laboratorium komputer yang berisiko tinggi terjadi
korsleting listrik yang dapat menyebabkan kebakaran.
Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah di Provinsi Jawa Barat
53

Peta Resiko Gempa Bumi di Provinsi Jawa Barat


54

Peta Daerah Jatinangor


55

Denah Universitas Padjadjaran


56

Tabel Ancaman/Bahaya Bencana di Gedung Fakultas Keperawatan


Universitas Padjadjaan

No Jenis Ancaman atau Bahaya Probabilitas Dampak

1 Kebakaran 4 4

2 Gempa Bumi 3 5

3 Tanah Longsor 2 3

4 Gunung Meletus 1 3
57

Matriks Ancaman/Bahaya Bencana di Gedung Fakultas Keperawatan


Universitas Padjadjaan

1 2 3 4 5
Probabilitas

Kebakaran 4

Gempa Bumi 3

Tanah Longsor 2

Gunung Meletus 1

Dampak

Berdasarkan matriks diatas, dapat disimpulkan bahwa skor/nilai ancaman/bahaya bencana di gedung Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjajaran antara lain:
Gunung meletus memiliki bahaya/ancaman yang rendah dengan nilai 1
Tanah longsor memiliki bahaya/ancaman yang sedang dengan nilai 2
58

Gempa bumi memiliki bahaya/ancaman yang tinggi dengan nilai 3


Kebakaran memiliki bahaya/ancaman yang tinggi dengan nilai 3

3.2.2 Penilaian resiko bencana


Penilaian resiko bencana di gedung Akademik 2 (Laboratorium) Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran:

Tingkat Indeks
Jenis Ancaman
Ancaman Kerentanan Kemampuan Tingkat Resiko

Kebakaran 3 3 1 9 (Tinggi)

Gempa Bumi 3 3 1 9 (Tinggi)

Tanah Longsor 2 2 1 4 (Sedang)

Gunung Meletus 1 1 1 1 (Rendah)

Berdasarkan penilaian resiko bencana diatas, gedung Akademik 2 (Laboratorium) Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
mempunyai resiko tinggi terjadinya bencana kebakaran dan gempa bumi. Hal tersebut perlu penanganan yang proritas dan perlu upaya
pencegahan terjadinya bencana.
59

3.3 Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan akademik di Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran. Upaya kesiapsiagaan
dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2) Pelatihan siaga/simulasi bencana/gladi/teknis bagi setiap sektor
3) Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
4) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
5) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
6) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.
7) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
8) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
9) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

3.4 Sistem Peringatan Dini


3.4.1 Fire detector
Sistem yang menjadi ujung tombak proteksi kebakaran sesuai dengan namanya, fungsi alat ini adalah untuk mendeteksi
terjadinya api sedini mungkin. Yang dapat digolongkan beberapa jenis yaitu:
60

1) Detector asap, system deteksi yang mendeteksi adanya asap. Menurut sifat fisiknya asap merupakan partikel-partikel karbon hasil
pembakaran yang tidak sempurna. Keberadaan ini digunakan untuk membuat suatu alat deteksi asap. Salah satu alat deteksi asap
bekerja dengan prinsip ionisasi dengan menggunakan bahan radio aktif yang akan mengionisasi udara di suatu ruangan dalam
komponen detector. Detector asap sangat tepat digunakan didalam bangunan dimana banyak terdapat kebakaran kelas A.
2) Detector panas, peralatan detector kebakaran yang dilengkapi dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatic yang secara otomatis akan
mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya.
3) Detector nyala, api juga akan mengeluarkan nyala yang nyebar ke sekitarnya. Api mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultra
violet.
Keberadaan sinar ini dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam detector, sesuai fungsinya detector ini ada beberapa jenis:
(1) Detector infra merah
(2) Detector UV
(3) Detector foto elektris
Pemasangan dan penempatan setektor memerlukan berbagai pertimbangan, misalnya sifat resiko kebakaran, jenis api dan kepadatan
penghuninya. Salah satu pertimbangan adalah jenis api dan kepadatan penghuninya. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah jenis bahan
atau kelas kebakaran yang mungkin terjadi.
61

3.4.2 Sprinkler
Sistem sprinkler terdiri dari rangkaian pipa yag dilengkapi dengan ujung penyemprot yang kecil dan ditempatkan dalam suatu
bangunan. Jika terjadi kebakaran maka panas dari api akan melelehkan sambungan solder atau memecahkan bulb, kemudia kepala sprinkler
dan mengeluarkan air. Jenis sprinkler dapat digolongkan menjadi.
1) Sistem sprinkler pipa basah, merupakan jaringan pipa yang berisi air dengan tekanan tertentu. Jika terjadi kebakaran, maka sprinkler
akan meleleh dan terbuka sehingga air langsung memancar. Dengan demikian sistem ini hanya bekerja di area yang terbakar dan tidak
di ruangan lainnya selama ujung sprinkler masih tertutup. Kepala sprinkler dilengkapi dengan gelas kaca berisi cairan yang akan
memuai dan memecahkan kaca pada suhu tertentu. Tingkat suhu disesuaikan dengan warna cairan sebagai berikut :
Jingga : 530 C
Merah : 680 C
Kuning : 790 C
Hijau : 930 C
Biru : 1410 C
Ungu : 1820 C
Hitam : 201-2060 C
2) Sistem sprinkler pipa kering, sprinkler ini pada jalur pipa tidak berisi air, air akan mengalir dengan membuka katup pengalir yang
terpasang di pipa induk atau pipa jariganya. Dengan demikian, jika terjadi kebakaran, maka seluruh sprinkler yang ada dalam satu
jaringan akan langsung menyembur.
62

3.4.3 Fire Alarm


Fire alarm sistem merupakan perangkat yang berfungsi untuk mendeteksi atau memperingatkan orang-orang yang ada disekitarnya
melalui suara ketika terdeteksi asap, api, karbon monoksida, dan keadaan darurat lainnya. Fire alarm sistem dapat berbentuk lonceng,
lampu atau pemuncul suara lainnya yang dapat mendeteksi asap serta panas. Ada yang berbunyi seperti sirine kebakaran. Tinggi rendahnya
suara juga dapat diatur sesuai dengan luas area yang dapat dijangkau suara peringatan.
Selain fire detector yang terpasang, sistem peringatan dini masih dilengkapi dengan ”Break Glass” fire alarm call point. Peralatan
sistem peringatan dini ini dapat dipergunakan apabila terdapat kebakaran (asap/panas/keadaan darurat lain). Akan tetapi apabila fire
detector tidak berfungsi, maka dapat memecahkan ”Break Glass” fire alarm call point guna mengaktifkan sistem peringatan dini secara
manual.
63

3.5 Alur Evakuasi


64
65

: Fire Detector

: Hydrant

: Red Code System

: Fire Alarm

: Sprinkler

: APAR

: Jalur Evakuasi

: Assembly Point
66

Penghitungan Kebutuhan Rambu Jalur Evakuasi:


Perkiraan Kebutuhan
No Rambu Total
Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3
1 Tanda panah petunjuk arah 16 buah 21 buah 22 buah 59 buah
2 Sprinkler 66 buah 48 buah 25 buah 139 buah
3 Hydrant 4 buah 1 buah 3 buah 8 buah
4 Fire Detektor 29 buah 20 buah 24 buah 73 buah
5 Break Glass fire alarm call point 1 buah 1 buah 1 buah 3 buah
6 Alarm 1 buah 1 buah 1 buah 3 buah
7 APAR 9 buah 7 buah 4 buah 20 buah
8 Helm/Red code System 1 buah 1 buah 1 buah 3 buah
9 Assembly Point 1 buah - - 1 buah

3.6 Tenaga Terlatih


Perlu dibentuk Satuan Tugas Pemadam Kebakaran di Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran yang terdiri dari:
1) Komandan lantai
2) Komandan gedung
3) Petugas teknisi
4) Petugas Keamanan (security)
67

Petugas inilah yang mempunyai peranan penting saat terjadi bencana kebakaran di gedung Fakultas Keperawatan Universitas
Padjadjaran. Selain itu, perlu diadakannya kerjasama dengan Dinas Pemadam Kebakaran untuk memberikan materi terkait pelatihan
tentang dasar ketentuan teknis pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan pada semua karyawan
(Dosen, TU, Teknisi, Petugas Keamanan, Petugas Laboratorium, Cleaning service, dan petugas kantin) serta mahasiswa di Fakultas
Keperawatan Universitas Padjadjaran. Materi pelatihan yang disampaikan meliputi :
1) Sistem tanda bahaya kebakaran (Fire Alarm System)
2) Instalasi hidrant kebakaran
3) Instalasi pemercik (Sprinkler)
4) Alat pemadam api ringan (APAR)
5) Penyelamatan Dokumen dan Evakuasi/penyelamatan diri
Pelatihan penanggulangan kebakaran menggharuskan semua peserta pelatihan untuk memadamkan api dengan media APAR dan
karung goni basah. Para peserta training diharapkan mampu memahami fungsi APAR, mampu menggunakan APAR yang benar dan tepat,
mampu menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan kebakaran, dan mampu mendesign perencanaan dan penanganan bahaya kebakaran.

3.7 Rekomendasi
1) Sterilkan tangga darurat (singkirkan berbagai barang yang disimpan disekitar tangga darurat yang menggangu pemanfaatannya saat
bencana terjadi)
2) Rekomendasikan pemasangan lampu penerangan darurat, optimalkan penerangan yang ada (buka penutup kaca menuju exit)
3) Pasang tanda petunjuk arah evakuasi (pasang tanda sesuai petunjuk jalur evakuasi)
68

4) Aktifkan fungsi alarm kebakaran, lakukan mengecekan dan pemeliharaan berkala


5) Rekomendasikan pemasangan hydrant luar dan dalam gedung
6) Lakukan pemasangan sprinkler, pastikan berfungsi, lakukan pemeliharaan

3.8 Rencana Tindak Lanjut


1) Pemasangan rambu jalur evakuasi pada tanggal 5 Januari 2017 di gedung akademik 2 Fakultas Keperawatan Jatinangor. Pemasangan
dilakukan oleh Mahasiswa Magister Kelas Kekinian Angkatan XI mulai dari lantai 1 sampai lantai 3. Penunjuk jalur evakuasi dipasang
sebanyak 31 simbol, penunjuk jalur evakuasi tangga sebanyak 11 simbol, penunjuk pintu darurat tangga dipasang sebanyak 4 simbol,
tulisan pintu darurat sebanyak 2 simbol, tulisan EXIT sebanyak 2 simbol, tulisan lantai 1 sebanyak 3 simbol, tulisan lantai 2 sebanyak
3 simbol dan tulisan lantai 3 sebanyak 3 simbol
2) Pemenuhan sarana dan prasarana terkait standart proteksi bencana pada sebuah gedung
3) Mewacanakan Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran sebagai Kampus Siaga Bencana
4) Pembentukan Satuan Tugas Pemadam Kebakaran dan darurat bencana Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
5) Pelatihan terkait penanganan kebakaran di gedung pada civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
6) Melakukan health education kepada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran terkait bahaya kebakaran dan gempa
bumi serta penanganannya
7) Melakukan simulasi bencana di Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
8) Pembentukan protap/SOP penanganan bencana dan gempa bumi pada tingkat Fakultas Keperawatan
9) Pembuatan sistem komunikasi terpadu apabila terjadi bencana
69

3.9 Rincian Anggaran


Rincian Anggaran Biaya Secara Keseluruhan
No Item Yang Dibutuhkan Jumlah Harga Satuan Total
1 Jalur arah evakuasi + arah tangga + pintu darurat tangga (30 x 10 cm) 46 Rp 52.500 Rp 2.415.000
2 Tulisan pintu darurat + Exit + Lantai 1,2,3 (30 x 15 cm ) 13 Rp 71.250 Rp 926.250
3 Petunjuk penggunaan APAR 20 Rp 50.000 Rp 1.000.000
4 Tulisan APAR 20 Rp 130.000 Rp 2.600.000
5 Assembly point / titik kumpul 1 Rp 1.050.000 Rp 1.050.000
6 Tabung APAR 20 Rp 1.600.000 Rp 32.000.000
7 Helm Red code sistem 12 Rp 70.000 Rp 840.000
8 Hydrant 8 Rp 2.500.000 Rp 20.000.000
9 Sprinkle Tergantung Instalasi Sprinkler
TOTAL Rp 60.831.250
70

RINCIAN HARGA YANG DIBELI

UKURAN (cm) SPESIFIKASI


JUMLAH
NO JENIS PRODUK HARGA / PCS HARGA KETERANGAN
P L STICKER MATERIAL AKSESORIS (PCS)

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
1 30 10 GLOW IN THE Rp 52.500 14 Rp 735.000
1.2mm 3M
DARK

Evakuasi Kanan

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
2 30 10 GLOW IN THE Rp 52.500 17 Rp 892.500
1.2mm 3M
DARK

Evakuasi Kiri

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
3 30 10 GLOW IN THE Rp 52.500 5 Rp 262.500
1.2mm 3M
DARK

Evakuasi Tangga Kanan

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
4 30 10 GLOW IN THE Rp 52.500 6 Rp 315.000
1.2mm 3M
DARK

Evakuasi Tangga Kiri


71

RINCIAN HARGA YANG DIBELI

UKURAN (cm) SPESIFIKASI


JUMLAH
NO JENIS PRODUK HARGA / PCS HARGA KETERANGAN
P L STICKER MATERIAL AKSESORIS (PCS)

KIWALITE SG + ALUMUNIUM DOUBLE TAPE


5 30 10 Rp 52.500 2 Rp 105.000
GLOW IN THE 1.2mm 3M
DARK

Pintu Darurat Kiri

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
6 30 10 GLOW IN THE Rp 52.500 2 Rp 105.000
1.2mm 3M
DARK

Pintu Darurat Kanan

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
7 30 15 GLOW IN THE Rp 71.250 2 Rp 142.500
1.2mm 3M
DARK

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
8 30 15 GLOW IN THE Rp 71.250 2 Rp 142.500
1.2mm 3M
DARK
72

RINCIAN HARGA YANG DIBELI

UKURAN (cm) SPESIFIKASI


JUMLAH
NO JENIS PRODUK HARGA / PCS HARGA KETERANGAN
P L STICKER MATERIAL AKSESORIS (PCS)

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
9 30 15 GLOW IN THE Rp 71.250 3 Rp 213.750
1.2mm 3M
DARK

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
10 30 15 GLOW IN THE Rp 71.250 3 Rp 213.750
1.2mm 3M
DARK

KIWALITE SG +
ALUMUNIUM DOUBLE TAPE
11 30 15 GLOW IN THE Rp 71.250 3 Rp 213.750
1.2mm 3M
DARK

TOTAL 59 Rp 3.341.250
DISC : Rp 334.125
SUB TOTAL : Rp 3.007.125
PPN : Rp 300.713

TOTAL HARGA : Rp 3.307.838


DAFTAR PUSTAKA

Andyas, D. (2016). Lima tahap bangunan gedung untuk mendapatkan SLF:


Klasifikasi jenis kebakaran from:
http://www.jakartafire.net/knowledge/list/2/pengetahuan-umum

Asiandi. Endiyono. Sodikin. (2010). Pelatihan Siaga Bencana. MEDISAINS:


Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol. VIII No. 2,: 1 – 71

BNPB. (2008). Pedoman penyusunan rencana penaggulangan bencana. Jakarta:


BNPB

. (2009). Rencana nasional penanggulangan bencana. Jakarta: BNPB

. (2010). Rencana Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta: BNPB

. 2015. Ukuran daun rambu, papan informasi, serta ukuran dan jenis huruf,
angka dan simbol, rambu dan papan informasi bencana menurut peraturan
badan penanggulangan bencana nomor 07 tahun 2015.

Department of Psychiatry Turkey (2014). Earthquake experience and


preparedness in Turkey. Emerald Disaster Prevention and Management,
Vol. 24 No. 1, 2015: 21-37

Gunawan, E. (2010). Panduan pencegahan & penanggulangan: darurat


kebakaran dan gempa bumi. Jakarta: PT. Multicentral Aryaguna

Hargiyarto, P. (2003). Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran. UNY.


Yogyakarta.

Kementerian Perhubungan. Pedoman induk penanggulangan darurat kebakaran


dan bencana alam di lingkungan kantor pusat kementerian perhubungan.

Muslim, D. (2016). Kenali tiga potensi bencana di Jatinangor.


http://www.unpad.ac.id/2016/07/kenali-tiga-potensi-bencana-di-
jatinangor/, diakses pada tanggal 17 Desember 2016

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. (2008). Persyaratan teknis sistem proteksi


kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (1980). Syarat-syarat


pemasangan dan pemeliharan alat pemadam api ringan.

Ramli, S. (2010). Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Manajemen).


Jakarta: Dian Rakyat.

Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS


18001. Jakarta : Dian Rakyat
Schottke, D. (2014). Fundamentals of fire fighters skills third edition. United
States of Amerika: National Fire Protection Association

Widyawati,Siska;Muttaqin,Zaenal.2010. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi


Gempa Bumi-Buku Saku.Bandung:Paramartha

Yervi, H., et al. (2009). Evaluasi Penerapan Sistem Keselamatan Kebakaran pada
Bangunan Gedung Rumah sakit Dr. M. Djamil Padang, Jurnal Rekayasa
Sipil Vol 5 No.2

Anda mungkin juga menyukai