Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENCEGAHAN DAN

PENANGGULANGAN KEBAKARAN INFRARED THERMAL

NAMA Naufal Nail

KELAS K3-4C

NRP 0520040092

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA POLITEKNIK


PERKAPALAN NEGERI SURABAYA TAHUN 2021-2022

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana dan bahaya membawa dampak negatif dalam kehidupan,
karena kehadiran suatu bencana dapat mengganggu kegiatan
manusia selama periode waktu tertentu. Di tempat kerja, definisi
bencana telah bergeser menjadi keadaan darurat. Hal tersebut
dikarenakan definisi bencana lebih mengarahkan persepsi orang ke
arah bencana alam, sedangkan di tempat kerja bencana sangat
beragam tidak hanya bencana alam saja (Septiadi, 2008). Di segala
hal dengan salah satu contohnya diarea rumah penduduk, api sangat
berguna bagi masyarakat dalam berbagai kegiatan. Namun terkadang
api juga dapat menimbulkan kebakaran jika penggunaannya
menyalahi aturan atau terdapat kegagalan fungsi pada alat rumah
tangga.
Kebakaran dapat ditimbulkan akibat kesalahan atau perilaku tidak
aman dari manusia (unsafe action) dan kondisi dari rumah, bahan
maupun peralatannya (unsafe condition). Kebakaran dapat
menimbulkan kerugian yang sangat besar, seperti cidera, kematian,
dan kerusakan asset atau material. Untuk melakukan upaya
menanggulangi hal tersebut salah satunya sebelum hal itu terjadi
dapat diantisipasi denga cara mengukur suhu mesin atau alat yang
sedang bekerja tersebut. Alat untuk mengukur suhu salah satunya
adalah infrared thermal. Sehingga kami melakukan sebuah praktikum
untuk mengetahui bagaimana cara kerja serta mengetahui berapa
celcius dari sumber panas yang tengah diukur.

1.2 Tujuan Praktikum


Mahasiswa mampu mengetahui cara pengaplikasian teori
pemadaman kebakaran serta mampu mengaplikasikan prosedur
penggunaan infrared thermal dengan baik dan benar
BAB II DASAR TEORI

2.1 Teori Api


2.1.1 Definisi Api
Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau reaksi
kimia yang diikuti oleh pengeluaran asap, panas, nyala dan
gas lainnya. Api juga dapat diartikan sebagai hasil dari reaksi
pembakaran yang cepat (Pusdiklatkar, 2006). Untuk bisa
terjadi api diperlukan 3 (tiga) unsur yaitu bahan bakar (fuel),
udara (oksigen) dan sumber panas. Bilamana ketiga unsur
tersebut berada dalam suatu konsentrasi yang memenuhi
syarat, maka timbullah reaksi oksidasi atau dikenal sebagai
proses pembakaran (Siswoyo, 2007; IFSTA, 1993).
Nyala api adalah suatu kejadian yang dapat diamati
gejalanya yaitu denganmelihat adanya cahaya dan
mengukur suhu panas dari suatu bahan yang
sedangterbakar. Gejala lainnya yang dapat kita amati adalah
bila suatu bahan telahterbakar maka akan mengalami
perubahan baik bentuk fisiknya maupun sifatkimianya.
Keadaan fisik bahan yang telah terbakar akan berubah pula
menjadizat baru. Gejala perubahan tersebut menurut teori
perubahan zat dan energiadalah perubahan secara kimia.

2.1.2 Teori Segitiga Api (Triangle of Fire)


Terbentuknya api tidak bisa sembarangan. Api hanya
bisa muncul juga elemen-elemennya terpenuhi. Elemen
pembentuk api disebut dengan teori segitiga api. Segitiga api
digambarkan dengan segitiga sama sisi yang menunjukkan
bahwa ada tiga unsur yang harus ada untuk terbentuknya
api. Ketiga unsur dalam teori segitiga api itu adalah bahan
bakar (fuel), sumber panas atau api (heat), dan oksigen. Api
tidak akan muncul jika tidak ada salah satu unsur ketiganya.

1. Bahan bakar (fuel)


Bahan bakar adalah semua benda yang dapat
mendukung terjadinya pembakaran. Bahan bakar
memiliki tiga wujud, yakni padat, cair, dan gas. Untuk
bahan berwujud padat dan cair membutuhkan panas
pendahuluan untuk mengubah sebagian atau seluruh
wujudnya ke bentuk gas agar terjadi peristiwa
pembakaran. Contoh :
a. Benda padat : kayu, batu bara, plastik, gula,

lemak, kertas, kulit, dan sebagainya


b. Benda cair : bensin, cat, minyak tanah, pernis,
turpentine, lacquer, alkohol, olive oil, dan
sebagainya
c. Benda gas : gas alam, asetilen, propan, karbon

monoksida, butan, dan sebagainya

2. Sumber panas (heat)


Sumber panas diperlukan untuk mencapai suhu
penyalaan sehingga dapat mendukung terjadinya
kebakaran. Sumber panas antara lain: panas matahari,
permukaan yang panas, nyala terbuka, gesekan, reaksi
kimia eksotermis, energi listrik, percikan api listrik, api las
/ potong, gas yang dikompresi

3. Oksigen (oxygen)
Sumber oksigen adalah dari udara, dimana
dibutuhkan paling sedikit sekitar 15% volume oksigen
dalam udara agar terjadi pembakaran. Udara normal di
dalam atmosfir kita mengandung 21% volume oksigen.
Ada beberapa bahan bakar yang mempunyai cukup
banyak kandungan oksigen yang dapat mendukung
terjadinya pembakaran

2.1.3 Teori Piramida Api (Tetrahedron of Fire)


Segitiga api adalah elemen-elemen pendukung terjadinya
kebakaran dimana elemen tersebut adalah panas, bahan bakar
dan oksigen. Namun dengan adanya ketiga elemen tersebut,
kebakaran belum terjadi dan hanya menghasilkan pijar. Untuk
berlangsungnya suatu pembakaran, diperlukan komponen
keempat, yaitu rantai reaksi kimia (chemical chain reaction).
Teori ini dikenal sebagai Piramida Api atau Tetrahedron.
Rantai reaksi kimia adalah peristiwa dimana ketiga elemen yang
ada saling bereaksi secara kimiawi, sehingga yang dihasilkan
bukan hanya pijar tetapi berupa nyala api atau peristiwa
pembakaran.
CH4 + O2 + (x)panas —-> H2O + CO2 + (Y)panas

2.2 Kebakaran
2.2.1 Definisi Kebakaran
Kebakaran merupakan suatu bencana dimana api yang
semula bersahabat (api kecil) menjadi tidak terkendali dan mulai
membakar segala sesuatu yang ada didekatnya (api besar).
Kebakaran dapat terjadi karena hubungan arus pendek listrik,
kompor yang meledak, dan lain-lain. Bencanan kebakaran ini
akan dapat mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit, baik itu
kerugian yang bersifat material maupun kerugian immaterial.

2.2.2 Klasifikasi Kebakaran


Kebakaran dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas
bergantung pada penyebab dan cara penanganannya, yakni :

a. Kebakaran kelas A
Kebakaran kelas ini disebabkan oleh benda padat yang
mudah terbakar seperti kayu, kain, kertas, dan plastik.

b. Kebakaran kelas B
Kebakaran kelas ini disebabkan oleh benda cair atau gas
yang mudah terbakar seperti bensin, cat, thinner, gas
LPG, dan gas LNG.

c. Kebakaran kelas C
Kebakaran kelas ini disebabkan oleh penggunaan
komponen elektrik (listrik) seperti televisi, kulkas, instalasi
listrik, dan sebagainya.
d. Kebakaran kelas D
Kebakaran kelas ini disebabkan oleh benda metal yang
mudah terbakar seperti potassium, sodium, aluminium,
dan magnesium.

2.4.3 Penyebab Terjadinya Kebaran


a. Bahan yang mudah menguap dan meledak
Bahan – bahan kimia seperti kalium klorat, natrium
nitrat, campuran belerang, karbon, dan kalium klorat
apabila tidak disimpan dengan baik dan benar maka
dapat menyebabkan bahan – bahan tersebut menguap
dan terbakar
b. Instalasi dan peralatan listrik
Hal ini dikarenakan perlengkapan listrik yang
digunakan tidak sesuai dengan prosedur yang benar
serta standar yang telah ditetapkan oleh Lembaga
Masalah Kelistrikan (LMK) dan PLN, seperti : rendahnya
kualitas listrikserta instalasi kabel yang tidak sesuai
prosedur yang ditetapkan oleh LMK dan PLN
c. Merokok
Merokok sembarangan tanpa memperhatikan tempat
yang menyimpan bahan – bahan mudah terbakar,
secara tidak langsung juga memiliki potensi
menyebabkan kebakaran.
d. Peralatan yang memancarkan api
Peralatan pemancar api seperti alat las, memiliki
potensi terjadinya kebakaran jika dalam penggunaannya
tidak menerapkan sistem isolasi terhadap bahan –
bahan yang dapat mudah terbakar.

2.3 Teknik Pemadaman Api


Prinsip dari pemadaman kebakaran adalah memutus mata
rantai dari segitiga api. Hal itu dapat dilakukan dengan beberapa
teknik, antara lain :
a. Mendinginkan api (cooling)
Memadamkan api menggunakan teknik ini dilakukan dengan
cara mendinginkan atau menurunkan suhu uap atau gas yang
terbakar hingga ke bawah temperatur nyalanya. Cara yang
paling sering digunakan oleh petugas pemadam kebakaran
ialah dengan menggunakan pemancar air ke lokasi atau titik
api sehingga secara perlahan akan mati.

b. Pembatasan oksigen
Kebakaran dapat dihentikan dengan cara mengurangi suplai
oksigen, sehingga api dapat padam. Teknik ini biasa disebut
dengan smothering. Contohnya adalah ketika memadamkan
minyak yang terbakar di penggorengan dengan cara menutup
penggorengan tersebut dengan bahan pemisah. Cara ini
merupakan yang paling mudah untuk memadamkan api

c. Menghilangkan bahan bakar


Cara ini dinilai lebih efektif namun tidak selalu dapat
dilakukan karena mungkin sulit dalam praktiknya. Contoh saat
memindahkan bahan bakar yaitu dengan membuka atau
menutup katup aliran bahan bakar, memompa minyak ke
tempat lain, serta memindahkan bahan – bahan yang mudah
terbakar. Selain itu, bisa juga dengan menyemprot bahan yang
terbakar dengan busa, sehingga api dapat mudah padam.

d. Memutus reaksi berantai


Teknik ini dilakukan dengan mencegah terjadinya reaksi
rantai di dalam proses pembakaran. Para ahli menyatakan
bahwa reaksi rantai bisa menghasilkan nyala api. Beberapa zat
kimia mempunyai sifat memecah, sehingga terjadi reaksi –
reaksi atom yang dibutuhkan oleh nyala api untuk tetap
terbakar.
2.4 Infrared Thermal
Inframerah adalah spektrum gelombang elektromagnetik pada
panjang gelombang antara 700 nm sampai 1 mm. Dengan
frekuensi yaitu 430 THz sampai dengan 300 GHz dan energi foton
sebesar 1,24 meV sampai dengan 1,7 eV. Adapun panjang
gelombang dengan frekuensi disini semakin berbanding terbalik.
Frekuensi semakin rendah nilainya pada range panjang gelombang
yang lebih panjang. Infrared dari bahasa latin “infra” artinya
dibawah dan red “merah” maka infrared berada dibawah range
spektrum cahaya tampak warna merah dimana memiliki panjang
gelombang lebih panjang dibanding spektrum cahaya tampak,
namun memiliki frekuensi lebih rendah (Budiarti, 2016).
Termografi inframerah adalah pencitraan yang memanfaatkan
radiasi termal sebagai sumbernya. Sama halnya dengan fotografi
yang mana fotografi memanfaatkan visible light sebagai
sumbernya. Radiasi termal adalah radiasi inframerah pada range
inframerah Long Wave Infrared. Dalam termografi, citra yang
dihasilkan berupa distribusi temperatur dari total energi yang
dihasilkan. Selain energi, emisivitas setiap benda juga berpengaruh
terhadap nilai temperatur yang dihasilkan. Termografi memiliki dua
jenis berdasarkan kemampuan sensornya, aktif dan pasif.
1. Aktif, membutuhkan illuminator atau sumber yang dapat
meradiasikan energinya kemudian radiasi energi tersebut diterima
oleh sensor kamera aktif termografi.
2. Pasif, tidak membutuhkan sumber energi radiasi karena
sensor kamera mampu optimal menerima energi radiasi langsung
dari objek, biasanya contoh untuk pasif adaah kamera thermal
dengan focal plane array sensor mampu mendeteksi radiasi range
panjang gelombang SWIR maupun LWIR.
Pencitraan inframerah digunakan untuk mendeteksi kehilangan
panas dalam bangunan, untuk menguji stres dan kesalahan dalam
sistem mekanik dan listrik, serta untuk memantau polusi. Satelit
inframerah secara rutin digunakan untuk mengukur suhu laut,
memberikan peringatan dini untuk acara El Nino yang biasanya
berdampak iklim di seluruh dunia. Secara umum, aplikasinya
disebut sebagai infrared thermal imaging camera.
Perambatan gelombang ini dijelaskan oleh formulasi rumus radiasi
Max Planck. Dengan meneruskan gelombang infrared melalui lensa
yang terbuat dari germanium, gelombang infrared ditangkap oleh
detektor.
Fungsi detektor adalah untuk mengubah gelombang-gelombang
infrared dengan tingkat kekuatan yang berbeda menjadi sinyal atau
semacam kode untuk kemudian diterjemahkan menjadi gambar.
Dalam aplikasinya, gambar ini dapat menunjukkan perkiraan
temperatur pada benda dan benda mana saja yang menghasilkan
panas. Dalam aplikasi tertentu, gambar tersebut diberi pewarnaan
agar mudah untuk diamati dan terkadang hanya hitam putih, karena
target yang ingin dilihat adalah makhluk hidup.

Gambar 1. Pemanfaatan infrared thermal pada komponen


listrik

Gambar 2. Pemanfaatan infrared thermal pada bidang


keamanan.
Beberapa pemakaian dalam dunia industri :
1. Mengukur suhu mutlak disuatu tempat. Jenis pengukuran ini
berguna untuk menjadi tolak ukur suhu suatu objek atau
membandingkan pengukuran untuk spesifikasi.
2. Membandingkan diferensial suhu dalam dua tempat.
misalnya, membandingkan komponen yang sama pada dua motor
yang berbeda.
Memindai objek dan mendeteksi perubahan dalam area
terus menerus diatasnya. Hal ini memungkinkan untuk menemukan
tempat yang panas atau dingin pada perumahan, panel dan
struktur. Sebagai contoh, alat ini dapat memeriksa heat sink
transformator berpendingin udara untuk tabung dingin yang
menunjukkan aliran terbatas atau kurangnya aliran. Sebuah
thermometer inframerah genggam dapat menentukan pipa
terhambat, katup otomatis rusak, pendingin dan pemanas malfungsi
dan sejumlah masalah potensial lainnya

BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


1. Infrared thermal imaging
2. Panel MDP Bengkel Sheet Metal
3. Panel MDP Direktorat Lantai 1
4. APD (safety helmet, safety shoes, masker, wearpack)

3.2 Langkah Kerja


(1) Dengan memberikan gelombang infared pada benda yang
akan diukur maka benda tersebut memantulkan gelombang infrared
yang berbeda sesuai dengan suhu benda tersebut.
(2) Suhu suatu benda yang akan diukur dipengaruhi bebrapa
faktor :
• Jarak pengukuran
• Emisivity
• Ambient (suhu ruangan)
• Suhu benda lain didekat didekat benda yang diukur
• Pantulan/tembusan yang timbul karena perbedaaan jenis
material
• Material benda yang diukur
(3) Pada pemakaian alat ini maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:
• Field of View
• Distance to spot
• Background temperature
• Wind speed
• Emisivity of UUT (Unit Under Load)

Gambar 3. Prinsip Kerja Infrared Thermal


Pada prinsipnya secara matematis di rumuskan dengan:

E (emitted), gelombang infrared dari benda yang diukur


R (reflected), gelombang infrared yang terpantul dari benda lain T
(transmitted, gelombang infrared dari benda lain yang tertembus
dari permukaan bidang pengukuran suhu dengan thermal infrared.

Prosedur penggunaan infrared thermal:

(1) Pastikan peralatan sudah dapat difungsikan dengan layak.

(2) Perhatikan jarak dalam pengambilan data

(3) Arahkan laser/infrared ke material/peralatan/sumber yang


akan di ukur misal AC, panel listrik, dll

(4) Capture gambar/video yang dihasilkan

(5) Perhatikan dan catat faktor-faktor lain yang mempengaruhi


selama pengambilan data seperti angin, suhu ruangan
(ambient), emisivity material yang diukur, dll.

(6) Olah data yang didapat dalam laporan.


BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data


Alat ukur suhu yang digunakan adalah Infrared Thermal.
Pengambilan data telah dilakukan di beberapa objek yang
berada di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Objek atau
mesin yang dilakukan pengukuran yaitu Panel MDP pada
Bengkel Sheet Metal dan Panel MDP Direktorat Lantai 1
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Dalam praktikum yang telah dilakukan, objek yang diukur
adalah objek yang menimbulkan atau meciptakan panas.
Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui suhu panas dan
menentukan potensi bahaya yang dapat terjadi. Berikut
merupakan data yang telah diambil dalam praktikum:
No Nama S H C Catat Faktor
Alat/Komponen lain

1 Panel MDP pada 43.5 53.4 37 -


Bengkel Sheet
Metal
2 Panel MDP 37.8 47 30.4 -
Direktorat Lantai
1

4.2 Pembahasan
Praktikum Infrared Thermal di Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya menggunakan alat thermoinfrared dengan Panel
MDP pada Bengkel Sheet Metal dan Panel MDP Direktorat
Lantai 1 sebagai objek praktikumnya.
1. Sebelum melakukan pengukuran suhu, maka diperlukan
objek untuk di teliti. Dalam praktikum ini, objek yang
digunakan adalah Panel MDP pada Bengkel Sheet Metal
PPNS.

Gambar 4. Panel MDP pada Bengkel Sheet Metal

2. Setelah menentukan objek, dilakukan pengukuran pada


kabel listrik yang berwarna kuning (yang berada di tengah).
Thermo imager dinyalakan dan diarahkan ke arah kabel.

Gambar 5. Hasil Pengukuran Suhu Panel MDP pada


Bengkel Sheet Metal

3. Selanjutnya dilakukan pengukuran pada Panel MDP


Direktorat Lantai 1 dengan tata cara pengukuran yang sama
seperti pengukuran pada panel listrik.

Gambar 6. Panel MDP Direktorat Lantai 1

4. Didapatkan hasil pengukuran suhu pada Panel MDP


Direktorat Lantai 1 seperti berikut:
Gambar 7. Pengukuran Suhu Panel MDP Direktorat Lantai 1

Setelah dilakukan pengukuran suhu menggunakan infrared


thermal pada taip objeknya, didapatkan hasil yang menyatakan
bahwa panel MD pada bengkel sheet metal dan Gedung
direktorat lantai 1 mengalami peningkatan suhu dikarenakan
panel MD sedang digunakan. Melihat dari besarnya angka yang
tercatat dalam infrared thermal maka terdapat banyak potensi
bahaya yang dapat terjadi akibat suhu panas yang ditimbulkan
oleh objek yang diteliti.
Potensi bahaya yang dapat terjadi antara lain dapat
menimbulkan kerusakan pada panel listrik akibat mengalami
overheat. Kerusakan mesin yang terjadi dapat menimbulkan
percikan api yang kemudian dapat menimbulkan kebakaran.
Kebakaran yang terjadi akibat dari panel listrik akan menjadi
besar apabila terdapat bahan bakar.
BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan terdapat beberapa


kesimpulan yaitu:
1. Cara melakukan pengukuran suhu menggunakan infrared thermal:
Kamera inframerah berisi sistem optik yang memfokuskan energi
inframerah ke chip detektor khusus (sensor array) yang berisi
ribuan piksel detektor yang diatur dalam sebuah kisi. Setiap piksel
dalam susunan sensor bereaksi terhadap energi inframerah yang
difokuskan padanya dan menghasilkan sinyal elektronik. Prosesor
kamera mengambil sinyal dari setiap piksel dan menerapkan
perhitungan matematis untuknya untuk membuat peta warna dari
suhu yang tampak dari objek. Setiap nilai suhu diberi warna
berbeda. Matriks warna yang dihasilkan dikirim ke memori serta ke
tampilan kamera sebagai gambar suhu (gambar termal) dari objek
tersebut.
2. Potensi bahaya yang dapat terjadi adalah dapat terjadinya
kerusakan pada mesin/panel yang mengakibatkan pekerjaan tidak
dapat dilakukan. Dan jika sudah mengalami kerusakan pada
komponen internal mesin tentu saja harus melakukan perbaikan
yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Penyebab panas berlebih
dapat terjadi karena beberapa hal, di antaranya beban berlebih
pada rangkaian listrik, kualitas perlengkapan listrik (kabel, steker,
stop kontak, dll.) yang buruk.
3. Rekomendasi yang dapat diberikan:
a. Predective Maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan
dengan cara mempredeksi kondisi suatu peralatan listrik.
b. Preventive Maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya peralatan secara tiba-tiba dan
untuk memepertahankan untuk kerja peralatan yang optmum
sesuai umur teknis peralatannya.
c. Corrective Maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan
secara berencana pada waktu-waktu tertentu
d. Breakdown Maintenance adalah pemeliharaan yang
dilaksanakan setelah terjadi kerusakan mendadak yang
waktunya tidak tertentu dan sifatnya darurat.
e. Dilakukannya pemeliharaan secara rutin
f. Dilakukannya inspeksi pada mesin/panel secara rutin dan
berkala

Anda mungkin juga menyukai