Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA KEBAKARAN

YANG TERJADI AKIBAT KORSLETING LISTRIK (KELAS C)

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Miftahul Jannah (70200120052)


Heri Sanjaya (70200120055)
Wajha Nadia (70200120020)
Nadia Fauziah Lesmana (70200120085)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat dan Rahmat-nya kita dapat
menjalankan sebuah kehidupan dengan penuh realita yang berkepanjangan. Dimana kita dapat
mebuat sebuah makalah penuh dengan kesadaran dan tidak kesadaran.
Dalam membuat sebuah penyusunan kata untuk merangkai sebuah kata hanya ini yang
aku bisa. Tidak lebih dan tidak kurang dari sebuah apa yang kita pikirkan dan hanya ini yang
aku bisa. Dimana kita dapat membuat sebuah makalah yang bertema Kebakaran. Semua isi-
nya hanya bisa di pahami dan bisa di mengerti.
Demikian atas partisapasi kami dalam membuat makalah ini dengan penuh
kesederhanaan. Jika ada kritik dan saran tolong di sempurnakan karena kesempurnaan hanya
milik Tuhan Yang Maha Esa.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…. ................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4
A. Pengertian Api dan Kebakaran ........................................................................................... 4
B. Unsur-Unsur Api dan Proses Terjadinya Api ..................................................................... 6
C. Klasifikasi Kebakaran ......................................................................................................... 7
D. Faktor Penyebab Kebakaran Kelas C ................................................................................. 9
E. Manajemen Bencana Kebakaran Kelas C .......................................................................... 11
F. Solusi yang diberikan kepada korban Kebakaran Kelas C ................................................. 17
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 19
A. KESIMPULAN ................................................................................................................... 19
B. SARAN ............................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut National Fire Protection Association (2002), kebakaran adalah
peristiwa oksidasi bertemunya tiga unsur: bahan, oksigen, dan panas. Ini dapat
menyebabkan kerugian material atau bahkan kematian manusia. Kebakaran dapat
menyebabkan banyak kerugian, seperti kerusakan alat produksi, bahan produksi, waktu
kerja yang terbuang selama proses produksi bahkan sering kali juga keselamatan
manusia. Menurut Perda DKI (1992), kebakaran umumnya dianggap sebagai peristiwa
atau kejadian ketika api tidak terkendali muncul, yang dapat mengancam keselamatan
jiwa dan harta benda.
Kebakaran adalah suatu peristiwa yang terjadi akibat tidak terkendalinya
sumber energi. Siklus ini berisi rangkaian demi rangkaian panjang peristiwa (event
dinamic) yang dimulai dari pra kejadian, kejadian dan siklusnya serta konsekuensi yang
mengiringinya. Kejadian tersebut akan tercipta apabila kondisi dan beberapa syarat
pencetusnya terpenuhi, utamanya pada saat pra kejadian.
Bahkan berdasarkan Data Informasi Bencana Indonesia, (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, 2018) Mencatat bahwa angka kejadian kebakaran menjadi
Kejadian Bencana yang paling tinggi di Indonesia tahun 2023 dengan 918 kejadian dan
wilayah sumatera Selatan sebagai provinsi dengan angka kejadian bencana kebakaran
tertinggi Di Indonesia dengan frekuensi 460 kejadian, di tiga tahun terakhir dan 54
Masyarakat luka dan menderita akibat kebakaran.
Jika persyaratan dasar tidak dipenuhi, hal-hal akan terjadi dan menjadi tidak
terkendali, sulit untuk dipadamkan. Di antara kondisi tersebut adalah adanya bahan
yang dapat terbakar, seperti gas bumi, minyak, kertas, kayu, bahkan rumput kering. Jika
bahan yang dapat terbakar bertemu dengan pencetus dalam kondisi tertentu, api akan
segera muncul. Banyak pencetus yang berbeda, seperti energi petir, api terbuka, listrik,
atau bahkan percikan bunga api. Studi terbaru menunjukkan bahwa frekuensi telepon
genggam juga dapat berperan.
Setelah munculnya api awal, peristiwa itu berlanjut menjadi kebakaran besar
dalam waktu kurang dari empat menit atau sepuluh menit. Waktu empat hingga sepuluh
menit tersebut adalah hasil dari studi dan penelitian pengalaman di mana tahapan api
belum berkembang dan menyebar. Setelah waktu yang ditetapkan, api akan
1
berkembang menjadi api pertumbuhan (growth) dan menjadi api penuh (full steady
fire). Suhunya akan meningkat hingga 600 derajat Celcius atau lebih tinggi, dan ini
akan menjadi tahap yang sulit untuk dipadamkan. Perangkat hidran dan sejenisnya
adalah satu-satunya yang dapat mengurangi dan memadamkan.
Siklus api awal menuju kondisi tidak terkendali ini disebabkan oleh beberapa
umpan balik yang mempercepat berkembangnya api pada menit-menit pertama
peristiwa kebakaran. Suhu yang meningkat atau oksidasi mempercepat penguapan
bahan cair atau sublimasi bahan yang terbakar dan menghisap udara, yang
menghasilkan siklus bersambung. Faktor yang mempengaruhi percepatan tingkat
kobaran api adalah peristiwa umpan balik dan waktu yang singkat. Jika penanganan
tidak dilakukan secara sistematis, hasilnya akan tragis dan mengakibatkan kerugian
yang signifikan. kadang-kadang menyebabkan kematian.
Kebakaran merupakan kecelakaan yang tidak diinginkan bagi setiap orang dan
dapat menyebabkan kematian. Kebakaran ini dapat menyebabkan kerugian yang sangat
besar, baik material maupun immaterial. Sebagai contoh, kehilangan harta benda,
nyawa, atau proses produksi atau aktivitas jika tidak ditangani segera akan berdampak
pada penghuninya. Jika terjadi kebakaran, orang akan sibuk menyelamatkan barang-
barang pribadi mereka daripada menghentikan sumber kebakaran. Ini sangat
menyedihkan karena situasi seperti ini akan menyebabkan kebakaran lebih sering
terjadi. Perkembangan dan kemajuan pembangunan yang semakin pesat meningkatkan
risiko kebakaran. Dengan penduduk yang semakin padat, pembangunan gedung
perkantoran, kawasan perumahan, dan industri yang berkembang, kerawanan
meningkat dan penanganan kebakaran diperlukan.

B. Rumusan Masalah
a) Menjelaskan Pengertian Api dan Kebakaran
b) Menyebutkan dan Menjelaskan tentang Unsur-Unsur Api dan Proses Terjadinya Api
c) Menyebutkan dan Menjelaskan Klasifikasi Kebakaran
d) Menyebutkan dan Menjelaskan Faktor Penyebab Kebakaran Kelas C
e) Menjelaskan Manajemen Bencana Kebakaran Kelas C
f) Menjelaskan Solusi yang diberikan kepada korban Kebakaran Kelas C

2
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Api dan Kebakaran
2. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Api an Proses terjadinya Api
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Kebakaran
4. Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Kebakaran Kelas C
5. Untuk Mengetahui Manajemen Bencana Kebakaran Kelas C
6. Untuk Mengetahui Solusi yang diberikan kepada korban Kebakaran Kelas C

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Api Dan Kebakaran


1. Api
Menurut I.F.S.T.A, api adalah suatu reaksi rantai kimia yang dikenal sebagai
pembakaran. Menurut DAVID T. GOLD, Api / pembakaran adalah suatu proses
oksidasi cepat yang umumnya menghasilkan panas dan nyala. Menurut Pusdiklatkar,
2006, api didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau reaksi kimia yang diikuti oleh
pengeluaran asap, panas, nyala dan gas lainnya. Api juga dapat diartikan sebagai hasil
dari reaksi pembakaran yang cepat . Api dapat terjadi jika ketiga unsur seperti bahan
bakar (fuel), udara (oksigen) dan sumber panas berada dalam suatu konsentrasi yang
memenuhi syarat, maka akan terjadi reaksi oksidasi atau dikenal sebagai proses
pembakaran (Siswoyo, 2007).
Menurut Sumber Lainnya, api adalah Suatu proses kimia yaitu proses oksidasi
cepat yang menghasilka panas dan cahaya. Kebakaran adalah Api yang tidak terkontrol
dan tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan kerugian baik harta benda maupun
korban jiwa. Api adalah oksidasi cepat suatu bahan (bahan bakar) dalam proses kimia
eksotermik dari pembakaran, yang mengakibatkan pelepasan panas, cahaya, dan
berbagai produk reaksi. Panas yang dihasilkan api disebabkan oleh perubahan ikatan
rangkap lemah dalam molekul oksigen, O2, menjadi ikatan yang lebih kuat,
menghasilkan karbon dioksida dan air, serta melepaskan energi (418 kJ per 32 g O2);
energi ikatan bahan bakar sebenarnya hanya memainkan peran kecil di sini. Pada titik
tertentu dalam reaksi pembakaran akan muncul nyala api, yang disebut titik pengapian.
Nyala api adalah bagian api yang terlihat. Api terutama terdiri dari karbon dioksida, uap
air, oksigen dan nitrogen. Jika cukup panas, gas bisa terionisasi untuk menghasilkan
plasma. Tergantung pada zat yang menyala, dan zat lain yang ikut tercampur, warna
nyala api dan intensitas api bisa berbeda-beda.
Nyala api yang tidak terkendali dapat mengakibatkan kebakaran besar, yang
berpotensi menyebabkan kerusakan. Kebakaran adalah proses penting yang
mempengaruhi sistem ekologi di seluruh dunia. Kebakaran memiliki efek positif seperti
merangsang pertumbuhan dan memelihara berbagai sistem ekologi. Efek negatifnya,
kebakaran berbahaya bagi kehidupan dan harta benda, menyebabkan polusi atmosfer
serta kontaminasi air. Jika kebakaran menghilangkan vegetasi pelindung, hujan deras
4
dapat menyebabkan peningkatan erosi tanah oleh air. Selain itu ketika vegetasi dibakar,
nitrogen yang dikandungnya dilepaskan ke atmosfer, tidak seperti unsur-unsur seperti
kalium dan fosfor yang tetap berada di abu dan dengan cepat didaur ulang ke dalam
tanah.
Hilangnya nitrogen yang disebabkan oleh kebakaran akan menghasilkan
pengurangan kesuburan tanah dalam jangka panjang. Namun, kesuburan tanah
mungkin tetap bisa dipulihkan, karena molekul nitrogen di atmosfer "terikat" dan
diubah menjadi amonia oleh fenomena alam seperti kilat dan tanaman polong-polongan
yang bersifat "pengikat nitrogen" seperti semanggi, kacang polong, dan kacang hijau.
Api telah digunakan oleh manusia dalam ritual, dalam pertanian untuk membuka lahan,
untuk memasak, menghasilkan panas dan cahaya, untuk memberi sinyal, tujuan
penggerak, peleburan, penempaan, pembakaran sampah, kremasi, dan sebagai senjata
atau cara pemusnahan. Kemampuan mengendalikan api adalah perubahan dramatis
dalam kebiasaan manusia purba. Membuat api untuk menghasilkan panas dan cahaya
memungkinkan manusia memasak makanan, sekaligus meningkatkan variasi dan
ketersediaan nutrisi dan mengurangi penyakit dengan membunuh organisme dalam
makanan.
2. Kebakaran
a) Definisi Kebakaran
Kebakaran adalah nyala api, baik kecil maupun besar, pada tempat yang tidak
dikehendaki, bersifat merugikan, biasanya sulit dikendalikan. Api terjadi karena
adanya persenyawaan dari 3 unsur, yaitu:
1) Sumber panas, dapat berasal dari energi elektron, sinar matahari, reaksi
kimia, dan sebagainya.
2) Benda yang mudah terbakar, misalnya bahan kimia, minyak bumi, dan
semua jenis hasil olahannya, kayu, plastik, dan lain-lain.
3) Oksigen
Apabila ketiga unsur diatas bersenyawa, maka terjadillah api, lalu api itulah
yang menyebabkan terjadinya kebakaran.
3. Kebakaran Kelas C
Kebakaran ini disebabkan oleh hubungan pendek arus listrik (konsleting). Untuk
memadamkannya, kita dapat menggunakan air, alat pemadam kebakaran, maupun
racun api tepung kimia kering. Demi keamanan, kita sebaiknya mematikan sumber
listrik terlebih dahulu sebelum memadamkan api.
5
B. Unsur-Unsur Api Dan Proses Terjadinya Api
1. Unsur-Unsur Api
Tiga unsur api adalah oksigen, sumber panas, dan bahan bakar. Saat ketiga unsur
bereaksi, maka akan terbentuk api. Sumber panas akan menyalurkan panas terhadap
bahan bakar dan menghasilkan asap. Asap yang terbentuk akan bereaksi dengan
oksigen di udara. Proses inilah yang dinamakan dengan reaksi kimia oksidasi.
Reaksi oksidasi pada tiga unsur triangle of fire akan menciptakan terbentuknya api.
Rantai reaksi oksidasi akan berlangsung selama oksigen dan bahan bakar berada dalam
jumlah cukup dan temperaturnya mendukung.
Jika salah satu elemen api habis atau hilang, maka api akan padam. Oleh karena itu,
proses memadamkan api atau kebakaran dilakukan dengan cara menghilangkan salah
satu atau lebih elemen pada triangle of fire.
2. Proses Terjadinya Api
Terjadinya kebakaran adalah merupakan suatu proses yang berkelanjutan ,dimana
proses tersebut juga merupakan peristiwa reaksi kimia , dengan unsur - unsur yang
terlibat didalamnya antara lain ;
1. Adanya bahan bakar atau benda - benda yg dapat terbakar
2. Adanya gas oksigen /O2 yang jumlah prosentasinya cukup memadai untuk proses
pembakaran
3. Adanya sumber nyala yang dapat menimbulkan kebakaran
Rantai Reaksi Kimia
Rantai reaksi kimia adalah peristiwa dimana ketiga elemen yang ada saling bereaksi
secara kimiawi, sehingga yang dihasilkan bukan hanya pijar tetapi berupa nyala api
atau peristiwa pembakaran.

CH4 + O2 + (x)panas ----> H2O + CO2 + (Y)panas

Proses kebakaran berlangsung melalui beberapa tahapan, yang masing – masing tahapan
terjadi peningkatan suhu, yaitu perkembangan dari suatu rendah kemudian meningkat hingga
mencapai puncaknya dan pada akhirnya berangsur – angsur menurun sampai saat bahan yang
terbakar tersebut habis dan api menjadi mati atau padam. Pada umumnya kebakaran melalui
dua tahapan, yaitu :

6
a. Tahap Pertumbuhan ( Growth Period )
b. Tahap Pembakaran ( Steady Combustion )

Waktu Pertumbuhan / Growth


Klasifikasi Pertumbuhan
Time ( detik )

Tumbuh Lambat ( Slow Growth ) > 300


Tumbuh Sedang ( Moderete Growth ) 150 – 300
Tumbuh Cepat ( Fast Growth ) 80 – 150

Tumbuh Sangat Cepat (Very Fast Growth ) < 80

Adapun pola cara meluasnya kebakaran itu sebagai berikut :

a. Konveksi ( Convection ) atau perpindahan panas karena pengaruh aliran, disebabkan


karena molekul tinggi mengalir ke tempat yang bertemperatur lebih rendah dan
menyerahkan panasnya pada molekul yang bertemperatur lebih rendah.

b. Konduksi ( Conduction ) atau perpindahan panas karena pengaruh sentuhan langsung dari
bagian temperatur tinggi ke temperatur rendah di dalam suatu medium.

c. Radiasi ( Radiation ) atau perpindahan panas yang bertemperatur tinggi kebenda yang
bertemperatur rendah bila benda dipisahkan dalam ruang karena pancaran sinar dan
gelombang elektromagnetik. Permukaan suatu bangunan tidak mustahil terbuat dari bahan
– bahan bangunan yang bila terkena panas akan menimbulkan api

C. Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran merupakan pembagian jenis-jeniskebakaran berdasarkan jenis
bahan yang terbakar. Pengklasifikasian kebakaran mempunyai tujuan untuk mempermudah
usaha pemadam dan digunakan untuk memilih media pemadam yang sesuai.
1. Klasifikasi kebakaran menurut NFPA
NFPA (National Fire Protection Association) adalah suatu lembaga swasta yang
menangani di bidang penanggulangan bahaya kebakaran di Amerika Serikat terdapat 4
klasifikasi menurut NFPA, yaitu:(Fattahanisa et al., 2022a)
a. Kelas A
Bahan bakar yang termaksud pada kelas ini adalah bahan mudah terbakar,
seperti: kertas, kayu, maupun plastic. Untuk memadamkan bahan bakar ini anda
dapat menggunakan air untuk menurunkan suhu di bawah titik nyala dan anda juga
dapat menggunakan bubuk kering untuk menghentikan proses pembakaran atau
menggunakan halogen untuk memecahnya reaksi api berantai kebekaran.

7
b. Kelas B
Bahan bakar yang termaksuk pada kelas ini adalah cairan combustible dengan
cairan flammable, seperti minyak tanah, bensin, dan bahan serupa lainnya. Cara
mengatasinya yaitu dengan menggunakan foam atau busa.
Pada klsifikasi kelas bm, anda tidak diperbolehkan menggunakan air. Cairan yang
terbakar akan terbawa aliran air dan menyebar.
c. Kelas C
Bahan bakar yang termaksuk pada kelas ini adalah kebakaran akibat korsleting
listrik sehingga menimbulkan percikan ai yang membakar benda-benda yang ada di
sekitarnya. Pada klsifikasi kebakaran kelas C anda tidak di perbolehkan
menggunakan air.
Air adalah konduktor (penghantar listrik) dan akan menyebabkan orang-orang
yanga berada di area tersebut tersengat listrik. Kebakaran kelas C dapat dipadamkan
dengan APAR dry chemical APAR CO2, dan APAR HCFC
d. Kelas D
Bahan bakar yang termaksud pada kelas ini adalah yaitu logam yang mudah
terbakar, sepeti aluminium, kalium, titanium, dan magnesium . Kebakaran kelas ini
sangat berbahaya dsn hanya dapat dipadamkan dengan APAR sodium chloride dry
powder. Anda sangat disarankan untuk tidak menggunakan air atau APAR berbahan
baku air pada kebakaran kelas D. kebakaran jenis logam tertentu akan menyebabkan
terjadinya reaksi ledakan(Fattahanisa et al., 2022b).
2. Klasifikasi kontruksi terhadap resiko terjadinya kebakaran (sesuai permen PU) No.
11/KPTS/2000 diklasifikasikan menjadi: (Subagyo, 2018a)
a. Resiko kebakaran konstruksi tipe I (kontruksi tahap api). Bangunan yang di buat
dengan bahan tahan api (beton, bata dan lain-lain dengan bahan logam yang
dilindungi) dengan struktur yang dibuat sedemikian, sehingga tahan terhadap
peruntukan dan perambatan apimempunyai angka klasifikasi 0,5.
b. Resiko kebakaran kontroksi tipe II dan IV (tidak mudah terbakar, kontruksi kayu
berat)/ bangunan yang seluruh bagian kontruksinya (termaksud dinding, lantai atap)
terdiri dari bahan yang tidak mudah terbakar yang tidak termaksuk sebagai bahan
tahan api, termasuk bangunan kontruksi kayu dinding bata, tiang kayu 20,3 cm,
lantai kayu 76 mm, atap kayu 51 mm, balok kayu 15,2 x 25,4 cm, ditetapkan
mempunyai angka klasifikasi kontruksi 0,8.

8
c. Resiko kontruksi tipe III (biasa). Bangunan dengan dinding luar bata atau bahan
tidak mudah terbakar lainnya terdiri dari kayu atau bahan yang mudah terbakar
dintentukan mempunyai angka klasifikasi konstruksi 1,0.
d. Resiko kebakaran konstruksi tipe IV (kerangka kayu). Bangunan (kecuali bangunan
rumah tinggal) yang strukturnya sebagian atau seluruhnya terdiri dari kayu atau
bahan mudah terbakar yang tidak tergolong dalam kontruksi biasa (tipe III)
ditentukan mempunyai angka klasifikasi kontruksi 1,0 (Subagyo, 2018b).

D. Faktor Penyebab Kebakaran Kelas C


Korsleting listrik adalah hubungan singkat dalam rangkain listrik terjadi bila antara
dua ujung hantaran yang berlawanan terhubung langsung dengan harga tahanan paling
kecil, sehingga menghasilkan arus listrik sebesarbesarnya. Penyebab korsleting listrik yang
sering terjadi didaerah pemukiman dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran
konsumen tentang listrik. Dari pihak PLN mensurvei bahwa masih banyak pelanggan atau
konsumen menggunakan peralatan instalasi listrik yang tidak standar, pemakaian alat-alat
rumah tangga yang tidak sesuai aturan.
Penggunaan dan pemakaian peralatan listrik yang dimaksud adalah penggunaan
pengaman MCB yang tidak SNI, penggunaan kabel abalabal (tidak standar SNI) untuk
menambah instalasi listrik, penyambungan kabel yang kurang benar, penggunaan stop
kontak berlebihan (penumpukan stop kontak). Selain itu pengguna biasanya tidak
melepaskan steker dari stop kontak setelah pemakaian alat-alat elektronik seperti charger
hp, televesi, VCD dan sebagainya. Hal inilah yang dapat menyebabkan kebakaran karena
listrik (Setiyo, 2014a).
Kabel instalasi listrik tidak berstandar SNI memiliki konstruksi isolasi yang berbeda
dengan kabel instalasi berstandar SNI. Sama halnya dengan peralatan instalasi listrik
lainnya yang tidak berstandar SNI. Kabel instalasi yang tidak standar, isolasinya akan
mengalami kelemahan yang menyebabkan arus listrik bocor. Arus listrik yang bocor ini
akan mengalir dipermukaan isolasi. Isolasi yang lemah akan diterpa panas hingga tidak
berfungsi sebagai isolator dan terjadi korsleting listrik. Korsleting ini akan menimbulkan
api, jika ada bahan yang mudah terbakar didekat isolasi listrik dan jika ada oksigen yang
cukup percikan api akan menjadi bola api panas yang cukup untuk menyebabkan kebakaran
(Setiyo, 2014b).

9
1. Temperature pada kabel
Secara keseluruhan pada pengujian temperatur dan kondisi kabel yang dilakukan,
pemanasan pada penghantar (konduktor) berpindah ke lapisan isolasi dari kabel, hal ini
yang membuat kabel menjadi panas dari luar. Saat terjadi panas pada kabel kondisinya
tidak terjadi pada keseluruhan isolasi tetapi awalnya terjadi pada satu titik. Hal ini
disebabkan karena intensitas medan magnet sepanjang kabel tidak sama.
Pada pengujian yang telah dilakukan apabila arus meningkat maka temperatur
dari kabel pun akan meningkat. Perubahan temperatur akan menyebabkan terjadinya
perubahan pada ukuran dan keadaan bahan dalam hal ini konduktor dan isolasi kabel.
Pada kabel NYZ dan kabel Antena dimana kadua kabel tersebut mengalami perubahan
fisik yaitu kabel menjadi lebih lembek dan lebih lentur serta mengeluarkan bau kabel
kebakar. Keadaan inilah yang membuat umur kabel lebih pendek. Mungkin belum
mencapai titik keluarnya bunga api tapi jika hal ini terjadi terus – menerus tidak lain
akan bisa menjadi penyebab kebakaran (Setiyo, 2014b).
2. Temperatur pada sambungan kabel
Pada dasarnya, tingkat pemanasan pada sambungan kabel sama dengan panas yang
mempengaruhi kabel antara lain tahanan kabel itu sendiri (resistansi, induktansi dan
kapasitansi) dan adanya rugi – rugi kabel (rugi penghantar, rugi arus eddy current, dan
rugi pada isolasi kabel). Namun faktor yang paling berpengaruh pada sambungan kabel
adalah nilai kapasitansinya. Pada sambungan kabel terutama pada kabel kecil, kabel
disambung dengan mempertemukan dua kabel dan kemudian dipuntir.
Secara teoritis memang kelihatan bahwa kabel tersebut menyambung bersatu
apabila dengan puntiran yang berkali kali, Namun secara mikroskopis tetap ada celah
udara atau kerenggangan pada kedua kabel yang tersambung. Sambungan lebih cepat
panas karena pada persambungan dua kabel ini ada celah udara yang berubah sifat
menjadi dielektrik dan sifat kapasitansi yang mengakibatkan adanya heat loss pada
sambungan kabel. Selain itu, celah udara dapat mempercepat terjadi pelapukan dan
penuaan pada kabel karena adanya oksidasi. Semakin tinggi panas yang ditimbulkan
dengan terus menerus terjadi oksidasi, konduktor akan teroksidasi semakin parah yang
mengakibatkan terjadi rangkaian terbuka (open circuit) tanpa bahaya api, atau dapat
menjadi panas yang di timbulkan untuk memercikan api ke material – material di
sekelilingnya seperti isolasi, lasdop dan sebagainya (Setiyo, 2014b).

10
3. Temperatur pada stop kontak
Temperatur dari stop kontak dan tusuk kontak mengalami kenaikan karena
pengaruh pembebanan yang berlebihan. Untuk beban dengan kapasitas lebih besar
temperatur yang ditimbulkan stop kontak juga akan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan
beban tersebut memerlukan arus yang lebih besar sesuai dengan kapasitasnya sehingga
titik pada stop kontak untuk beban tersebut akan mengalami pemanasan. Kenaikan arus
ini yang menyebabkan panas pada konduktor titik stop kontak tersebut.
Pemasangan tusuk kontak yang kurang pas terhadap stop kontak juga menjadi
faktor timbulnya panas yang berlebihan. Ini sama halnya seperti pada sambungan kabel
yaitu adanya celah udara. Celah udara ini akan berubah sifat menjadi konduktor yang
dapat menimbulkan percikan listrik dengan temeperatur yang tinggi. Percikan api inilah
yang membuat stop kontak dan tusuk kontak meleleh. Jika hal ini terjadi secara terus
menerus maka bisa memicu terjadinya kebakaran (Setiyo, 2014b).

E. Manajemen Bencana Kebakaran Kelas C


1. Pra Kebakaran (fire prevention)
Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui untuk mengatasi bencana kebakaran akibat
Konsleting Listrik, yakni:
a. Perlu memberikan Edukasi Tentang penggunaan Instalasi Listrik yang baik dan
aman
Peran Penyedia energi listrik yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam
memberikan sosialisasi atau penyuluhan tentang upaya pencegahan kebakaran akibat
Konsleting Listrik, yang saat ini masih sangat jarang bahkan hanya tersedia leaflet
atau banner dengan jumlah terbatas dan tidak merata tersebar di Masyarakat. Dalam
hal meningkatkan pemahaman Masyarakat mengenai instalasi listrik, pemilihan
peralatan listrik, juga masih sangat terbatas. Rendahnya pemahaman mengenai
persyaratan dan peraturan instalasi pemanfaatan peralatan listrik dapat diatasi dengan
meningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat melalui penyuluhan dan
workshop atau pelatihan.(Yuniarti et al., 2018)
Berikut Peraturan PUIL (Peraturan Umum Instalasi Listrik) yang perlu di patuhi
dalam penggunaan instalasi listrik PLN (Kementerian ESDM, 2020):
1) Desain Instalasi Listrik sesuai dengan peraturan seperti pemilihan kabel,
pemutus sirkuit, pengaman, dan perangkat listrik lainnya.

11
2) Instalasi listrik harus dilengkapi dengan pemutus sirkuit yang sesuai dengan daya
yang digunakan. Pemutus sirkuit ini digunakan untuk memutus aliran listrik saat
terjadi gangguan atau pemeliharaan.
3) Sistem instalasi listrik harus memiliki penyambungan tanah yang baik dan sesuai
dengan peraturan. Ini penting untuk melindungi dari lonjakan tegangan dan
kejutan listrik.
4) Pemakaian Kabel dimana mengatur jenis dan ukuran kabel yang harus digunakan
sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan kabel yang tepat penting untuk menghindari
overloading dan masalah listrik lainnya.
5) Instalasi harus dilengkapi dengan sistem perlindungan terhadap petir yang sesuai
dengan peraturan. Ini termasuk instalasi petir dan pengamanan terhadap petir.
6) Pemilik instalasi listrik wajib melakukan pemeliharaan rutin sesuai dengan
rekomendasi pabrik dan peraturan PUIL. Ini termasuk pemeriksaan berkala
terhadap peralatan listrik.
7) Selama penggunaan instalasi listrik, operator harus menggunakan alat pelindung
pribadi, seperti sarung tangan listrik dan sepatu isolasi, jika diperlukan.
8) Instalasi listrik yang lebih besar memerlukan daya yang tinggi yang harus
memerlukan izin khusus dari otoritas setempat. Operator atau perusahaan harus
memastikan bahwa instalasi tersebut memenuhi persyaratan dan sertifikasi yang
diperlukan.
9) Perlu mengetahui Tata Cara Darurat jika terjadi kejadian gangguan listrik.

b. Peran Damkar dalam memberikan Pelatihan kesiapan Bencana Kebakaran


Kesiapan pada bencana kebakaran tidak hanya berlaku pada petugas Damkar
saja, akan lebih baiknya Masyarakat juga memiliki kesiapan agar api tidak
menyebar secara luas sementara menunggu Petugas Damkar. Walaupun tidak
sembarang orang bisa ikut serta pada peran itu, akan lebih baik setiap kecamatan
berkoordinasi memilih warga-warganya yang memang mau dan mampu
membantu, baik pada kesiapan alat ataupun keahlian yang mereka punya.
Paling tidak mereka diberikan pelatihan dalam menggunakan Fire
extinguisher, dimana terdapat 4 klasifikasi utama yaitu; Kelas A, Kelas B, Kelas
C, dan Kelas D. Fire extinguisher Kelas A adalah untuk kebakaran yang melibatkan
bahan mudah terbakar biasa seperti kayu, kertas, atau kain. Fire extinguisher Kelas
B adalah untuk kebakaran yang melibatkan cairan yang mudah terbakar seperti
12
bensin atau minyak. Fire extinguisher Kelas C adalah untuk kebakaran yang
melibatkan peralatan listrik, dan fire extinguisher Kelas D adalah untuk kebakaran
yang melibatkan logam yang mudah terbakar.

c. Keberadaan Akses jalan di pemukiman Masyarakat


Salah satu faktor yang memengaruhi kenyamanan rumah adalah adanya akses
jalan yang memudahkan segala aktivitas penghuni rumah. Kemudahan untuk
mendapatkan kendaraan roda dua serta roda empat pasti mempermudah mobilitas
anggota keluarga. Akses ke Jalan juga penting untuk menggerakkan kendaraan saat
terjadi bencana, seperti mobil pemadam kebakaran jika terjadi kebakaran di
lingkungan rumah.
Seperti yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
tentang Jalan Pasal 44 Ayat 4 menyebutkan bahwa paling sedikit lebar jalan
lingkungan sekunder adalah 2 meter dari tepi badan jalan. Menurut jenis daerah,
jumlah rumah tangga dengan lebar jalan 1 (satu) meter lebih tinggi di daerah
perkotaan, 25,48 persen, berbanding 16,75 persen di perdesaan. Sebaliknya,
jumlah rumah tangga dengan lebar jalan lebih dari 2 (meter) lebih tinggi di
perdesaan, 73,25 persen, berbanding 74,52 persen di perkotaan. (Mayang Sari,
S.Si., M.K.M., M.Biomed.Sc. , Hardianto, S.S.T., S.E. , Rizqi Nafi’ Syari’ati, 2019)
Hal ini menunjukkan bahwa perhatian yang lebih besar telah diberikan pada
kondisi minimal lebar jalan lingkungan saat membangun infrastruktur di
perdesaan.

d. Peran Pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya Kebakaran


Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pencegahan dengan ikut serta dalam
tim patroli terpadu pencegahan kebakaran, Partisipasi masyarakat dalam
pencegahan kebakaran termasuk berpartisipasi dalam tim patroli terpadu
pencegahan kebakaran, mengubah kebiasaan membuka lahan dengan
menggunakan kayu dan limbahnya untuk membuat kompos, arang, atau cuka kayu
yang dapat digunakan untuk mendukung bisnis pertanian. Selain itu, dari tahun
2016 hingga 2018, 387 kelompok atau 11.619 orang berpartisipasi dalam
pencegahan kebakaran pada tingkat tapak melalui pembentukan Masyarakat Peduli
Api (MPA) di provinsi yang rawan karhutla.(Panjaitan, 2019)

13
Demikian juga terhadap partisipasi perusahaan dengan melaksanakan
kebijakan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 32 Tahun 2016
tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, antara lain pemenuhan
kewajiban penyediaan sumber daya manusia/tenaga yang terlatih, penyediaan
sarana prasana peralatan pengendalian kebakaran minimum yang dihitung satuan
luas, perencanaan yang baik dan penyediaan anggaran rutin operasionalnya serta
pemenuhan kewajiban membina desa atau masyarakat sekitar areal kerjanya
melalui Corporate Social Responsibility (CSR) akan memberikan keberhasilan
upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Disamping itu
sinergitas seluruh stakeholder dari tingkat pusat, daerah (propinsi, kabupaten,
kecamatan dan desa) menjadi salah satu kegiatan meningkatkan upaya
pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
e. Sarana Proteksi Kebakaran
Keberhasilan upaya penanggulangan kebakaran akan ditentukan oleh
keseterdiaan sarana proteksi kebakaran yang memadai. Tanpa keseterdiaan sarana
proteksi kebakaran, tentu upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran tidak
akan berhasil efektif.
Sarana proteksi kebakaran akan mencakup berbagai fasilitas baik bersifat
aktif maupun pasif sesuai dengan kondisi dan skala operasi. Untuk bangunan
gedung, diperlukan berbagai sarana mulai dari alarm kebakaran, detektor
kebakaran dan sarana pemadam. Pemasangannya tentu disesuaikan dengan
persyaratan yang berlaku, serta tingkat risiko masing-masing. Termasuk dalam
kategori sarana kebakaran adalah perlengkapan atau prasarana yang diperlukan
dalam keadaan darurat kebakaran, seperti alat penyelamat, alat pertolongan
pertama, dan sarana komunikasi yang memadai.(DECY SITUNGKIR, 2018)
f. Inspeksi Kebakaran
Tujuannya ialah untuk menditeksi secara dini kesiapan, kelengkapan,
pematuhan dan kondisi sarana, cara kerja, lingkungan dan prosedur yang berkaitan
dengan kebakaran. Misalnya, setiap enam bulan, semua sarana fisik kebakaran
seperti alat pemadam api harus diperiksa dan diinspeksi. Kondisi tempat kerja
seperti tangga darurat, lampu penerangan darurat, dan petunjuk jalan penyelamat
juga harus diperhatikan. Pompa pemadam dan fasilitas lainnya juga harus diperiksa
dan diperiksa secara menyeluruh.

14
Inspeksi ini harus direncanakan dan dilaksanakan oleh petugas yang
kompeten, misalnya petugas K3, petugas tanggap darurat atau menggunakan pihak
eksternal (fire inspector).
2. Saat Kebakaran (fire fighting)
Saat kebakaran terjadi merupakan tahap yang sangat penting untuk menangani
dan memadamkan kebakaran secepat mungkin sehingga tidak ada korban atau
kerugian dapat dihindari. Pada tahap ini, sistem tanggap darurat yang baik dan efektif,
sehingga kebakaran dapat dipadamkan dalam waktu singkat sebelum sempat
menyebar luas.
Tanggap darurat adalah tindakan segera untuk mengatasi kebakaran yang terjadi
dengan mengarahkan sumber daya yang tersedia, sebelum bantuan dari luar datang.
Untuk menghadapi kebakaran ini, perlu disusun oganisasi tanggap darurat yang
melibatkan semua unsur terkait dengan operasi atau kegiatan. Berikut hal yang
dilakukan dalam Tanggap darurat :
1) Hubungi Layanan Darurat
Segera hubungi layanan darurat, yaitu nomor 112 atau 113 untuk pemadam
kebakaran, polisi, atau ambulans, tergantung pada keadaan. Berikan informasi yang
akurat tentang alamat dan lokasi kebakaran.
2) Peringatan dini
Mengaktifkan alaram kebakaran guna memberikan tanda atau isyarat terjadinya
bencana pada kesempatan pertama dan paling awal, Orang-orang yang tinggal di
daerah yang dekat dengan terjadinya bencana Kebakaran membutuhkan peringatan
dini ini, agar mereka dapat memiliki kesempatan untuk melindungi diri dan
menyelamatkan harta benda yang masih sempat diselamatkan.
3) Penyelamatan dan pencarian
Berupaya untuk mengeluarkan semua orang dari bangunan itu lalu gunakan jalur
evakuasi yang aman jika masih memungkinkan. Jangan mengambil risiko dengan
mencoba menyelamatkan barang-barang pribadi jika itu menghambat evakuasi.
Beberapa hal yang perlu di ingat saat proses penyelamatan yakni:

a) Jangan Gunakan Lift karena Lift bisa menjadi berbahaya dan terjebak dalam
situasi darurat.
b) Jika jalur utama evakuasi tertutup oleh api atau asap, cari jalur evakuasi
alternatif jika ada. Anda harus menjauh dari api dan asap sejauh mungkin.
15
c) Jika Anda meninggalkan sebuah ruangan, tutup pintu dan jendela untuk
memperlambat penyebaran api. Ini juga membantu mengurangi pasokan
oksigen yang bisa memperparah kebakaran.
d) Jika Anda tidak dapat meninggalkan ruangan karena terhalang oleh api atau
asap, pergi ke jendela, berikan isyarat kepada penyelamat dengan membuka
jendela dan berteriak minta bantuan.
e) Jika Anda harus berada di dekat asap, gunakan kain basah atau masker untuk
menutup hidung dan mulut Anda untuk mengurangi risiko menghirup asap
beracun.
f) Setelah berhasil dievakuasi dari bangunan yang terbakar, jangan kembali ke
dalam bangunan tersebut sampai petugas pemadam kebakaran memberi izin.
g) Jika ada orang yang terluka, berikan pertolongan pertama jika Anda memiliki
pengetahuan dan pelatihan dalam pertolongan pertama. Secepatnya hubungi
ambulans.

4) Pengungsian
Kegiatan memindahkan penduduk yang sehat, luka ringan dan luka berat
ketempat pengungsian (evakuasi) yang lebih aman dan terlindung dari resiko dan
ancaman bencana.
3. Pasca kebakaran
a) Penyelidikan dan Pelaporan, dimana Setiap peristiwa kebakaran harus diselidiki
dan dilaporkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penyelidikan kebakaran
sangat penting untuk mengetahui sumber kebakaran sehingga langkah-langkah
yang diperlukan dapat diambil. tindakan pencegahan yang tepat. Tanpa mengetahui
sumber api dan jika tidak ada pencegahan dan perbaikan yang dilakukan,
kebakaran akan terjadi lagi.
Tidak peduli seberapa kecil kebakaran, pihak harus melaporkannya. berwenang
perusahaan baik di dalam maupun di luar, jadi, Perusahaan harus membuat
protokol pelaporan kebakaran dan jalur pelaporan serta pihak-pihak yang terkait.
b) Penyantunan dan pelayanan, yang berarti membantu pengungsi untuk tempat
tinggal sementara, konsumsi, pakaian dan perawatan kesehatan.
c) Konsolidasi adalah tindakan untuk menilai seluruh kegiatan yang telah dilakukan
oleh petugas dan komunitas dalam tanggap darurat, termasuk dengan melakukan

16
penyelidikan dan recovery, perhitungan ulang korban tewas, hilang, luka ringan,
luka berat, dan yang melarikan diri.(Sutanto, 2018)
d) Rekonstruksi adalah proses pemulihan berbagai yang rusak oleh bencana secara
lebih baik daripada kondisi saat ini sebelum dengan mengantisipasi variabel
kemungkinan bencana terjadi di yang akan datang. Di sana peran K 3 meningkat
untuk mendukung siklus tersebut.
e) Audit Kebakaran, bermaksud untuk melihat dan mengevaluasi apakah sistem
manajemen kebakaran memenuhi standar atau persyaratan yang berlaku. Audit
akan menunjukkan apa manfaat dan kelemahan manajemen kebakaran sehingga
dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya.Audit kebakaran dapat dibagi
menjadi tiga kategori (DECY SITUNGKIR, 2018)

F. Solusi Yang Diberikan Kepada Korban Kebakaran Kelas C


Dalam menghadapi bencana melalui trauma healing, dengan adanya pengabdian
masyarkat yang salah satu programnya berupa trauma healing yang bertujuan agara para
korban mampu memikirkan hal yang positif saat mengingat kejadian traumatis tersebut,
oleh karena itu trauma healing sangat berperan dalam mengalihkan pikiran terhadap
bencana agar waga tidak berlarut larut dalam kesedihan serta bisa mengambil himahnya
dalam prosedurnya (Jati, 2022).
Berdasarkan hasil data informasi bahwa Dinas sosial punya kewenangan
menangani kebakaran (Santi,2022). Program yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial dalam
kepedulian korban kebakaran unutk memberikan bantuan sosial unutk kebutuhan dasar
kritis:
1. Makanan: nasi, sarden, mie instan, minyak goreng, kecap manis, kecap,
pakaian, seragam sekolah, kebutuhan ibu hamil dan menyusui, peralatan masak
dan perlengkapan alat keluarga.
2. Bantuan Bahan Bangunan Perumahan (BBR) untuk jumlah rumah korban di
atas 30 rumah.
3. Bagi korban meninggal akibat kebakaran, Dinas Sosial mengusulkan kepada
Kementerian Sosial Republik Indonesia atas permintaan Dinas Sosial Provinsi
Kalimantan Selatan, untuk santunan apabila meninggal dunia.
4. Pelayanan dapur umum di lokasi Sesuaikan dengan kebutuhan dan kebutuhan
Camat dan Lurah (bertanggung jawab).

17
5. Memberikan edukasi kepada keluarga tentang pengurangan, pencegahan dan
mitigasi risiko bencana.
Strategi coping dalam diri individu dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
individu tersebut dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Individu dengan pengalaman
hidup yang baik cenderung memiliki strategi coping yang baik pula (Hidayati, D. L.,
Hasanah, M., Suryani, S. I., & Dahena, N. ,2020). Beberapa hal yang mendukung
strategi coping korbang kebakaran antara lain:
Pertama adalah Afiliasin Agama. Keyakinan spiritual, ratarata korban
kebakaran yang kami jumpai beragama Islam. Para korban meyakini segala yang terjadi
adalah ketetapan Tuhan yang maha Esa, termasuk bencana kebakaran tersebut.
Keyakinan ini menjadi salah satu fator pembangkit semangat mereka untuk
memperbaiki diri. Para korban meyakini dengan kejadian ini ada hikmah dan mereka
yakin akan diganti dengan yang lebih baik oleh Allah SWT.
Kedua adalah Bantuan Material. Pemberian bantuan material dari lembaga
Negara membantu proses strategi coping juga didukung oleh coping yang berfokus
pada masalah (problem focused coping). Proses ini ditunjukkan ketika korban
mengatasi masalah bencana ini dengan berusaha membangun kembali tempat tinggal
mereka.
Ketiga adalah Dukungan Moral. Dukungan moral datang dari keluarga dan
lingkungan sosial korban, sebelum korban memperbaiki atau mengatasi masalah akibat
bencana secara fisik seperti membangun kembali tempat tinggal.

18
BAB III
PENUTUP
• KESIMPULAN
Nyala api adalah bagian api yang terlihat. Api terutama terdiri dari karbon
dioksida, uap air, oksigen dan nitrogen. Jika cukup panas, gas bisa terionisasi untuk
menghasilkan plasma. Tergantung pada zat yang menyala, dan zat lain yang ikut
tercampur, warna nyala api dan intensitas api bisa berbeda-beda. Nyala api yang tidak
terkendali dapat mengakibatkan kebakaran besar, yang berpotensi menyebabkan
kerusakan.
Kebakaran adalah suatu peristiwa yang terjadi akibat tidak terkendalinya
sumber energi. Siklus ini berisi rangkaian demi rangkaian panjang peristiwa (event
dinamic) yang dimulai dari pra kejadian, kejadian dan siklusnya serta konsekuensi yang
mengiringinya. Kejadian tersebut akan tercipta apabila kondisi dan beberapa syarat
pencetusnya terpenuhi, utamanya pada saat pra kejadian, saat kejadian dan pasca
kebakaran.
Pada tanun 2023 di Indonesia tercatat bahwa bencana kebakaran adalah bencana
yang paling tinggi yang telah terjadi, sekitar 918 kejadian dan wilayah sumatera Selatan
sebagai provinsi dengan angka kejadian bencana kebakaran tertinggi Di Indonesia
dengan frekuensi 460 kejadian, di tiga tahun terakhir dan 54 Masyarakat luka dan
menderita akibat kebakaran.
Terdapat 3 klasifikasi yang ada di Indonesia, kelas A dimana api bersumber
daribenda benda padat seperti kertas, kayu, busa, plastik, dan sebagainya. Alat
pemadam kebakaran jenis ini dapat berupa air, karung goni yang dibasahi, dan racun
tepung kimia kering. Kelas B yang disebabkan oleh benda cair yang mudah terbakar,
seperti bensin, solar, minyak tanah, spiritus, dan alkohol. Untuk memadamkannya
digunakan alat pemadam kebakaran, pasir, semprotan busa, dan sebagainya. Dan Kelas
C yang disebabkan oleh hubungan pendek arus listrik (konsleting). Untuk
memadamkannya, kita dapat menggunakan air, alat pemadam kebakaran, maupun
racun api tepung kimia kering.
• SARAN
Sebagai Masyarakat yang cerdas perlu untuk selalu waspada terjadinya kebakaran baik
dari orang disekitar ataupun kelalaian diri kita sendri, khususnya pada pemeliharaan
listrik yang harus selalu di lakukan guna menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

19
DAFTAR PUSTAKA
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2018). Data Informasi Bencana Indonesia
(DIBI). In Nopember 2018.
DECY SITUNGKIR. (2018). Tanggap Darurat dan Manajemen Kebakaran.
Fattahanisa, A., Ristawati, A., Widiyatni, H., & Taat, T. P. (2022a). Peningkatan
KETERAMPILAN WARGA CLUSTER VENEZIA INCREASING SKILLS OF
RESIDENTS OF THE VENEZIA CLUSTER PARUNG PANJANG ON FIRE FIGHTING
AT HOME. 4(2), 112–119.
Fattahanisa, A., Ristawati, A., Widiyatni, H., & Taat, T. P. (2022b). Peningkatan
KETERAMPILAN WARGA CLUSTER VENEZIA INCREASING SKILLS OF
RESIDENTS OF THE VENEZIA CLUSTER PARUNG PANJANG ON FIRE FIGHTING
AT HOME. 4(2), 112–119.
Karunia+Santi-Perubahan+Sosial-AKBK6703+(60-70). (n.d.).
Kementerian ESDM. (2020). Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik (Grid Code). Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, 3, 417–607.
Mayang Sari, S.Si., M.K.M., M.Biomed.Sc. , Hardianto, S.S.T., S.E. , Rizqi Nafi’ Syari’ati, S.
Tr. Stat. (2019). Statistik Perumahan Dan Permukiman. Badan Pusat Statistik Indonesia,
18,2 cm x, 180–311.
Panjaitan, R. B. (2019). Pengaruh Peran Pemerintah Pusat Dan Daerah, Serta Partisipasi
Masyarakat Dan Perusahaan Terhadap Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan Di
Indonesia Dalam Perspektif Good Governance.
Setiyo, B. (2014a). Korsleting Listrik Penyebab Kebakaran Pada Rumah Tinggal Atau
Gedung. Edu Elektrika Journal, 3(2), 17–20.
Setiyo, B. (2014b). Korsleting Listrik Penyebab Kebakaran Pada Rumah Tinggal Atau
Gedung. Edu Elektrika Journal, 3(2), 17–20.
Subagyo, A. (2018a). Manajemen Resiko Kebakaran Listrik. Docplayer.Info, 12(1), 16.
Subagyo, A. (2018b). Manajemen Resiko Kebakaran Listrik. Docplayer.Info, 12(1), 16.
Sutanto. (2018). Peranan k 3 dalam manajemen bencana. 37–40.
Yuniarti, E., Setiawati, M., & Majid, D. A. (2018). Instalasi Listrik Yang Benar Dan Aman
Dalam Upaya Mencegah Bahaya Kebakaran Akibat Konsleting Listrik Di Daerah Padat
Penduduk Right And Secure Electrical Installation In Effort To Prevent Fire Hazards
Due To Electrical Consleting In The Solid Population. Prosiding Seminar Nasional
Penerapan IPTEKS, 4, 146–154.
20
Hidayati, D. L., Hasanah, M., Suryani, S. I., & Dahena, N. (2020). Konseling islam untuk
meningkatkan strategi coping korban bencana kebakaran di kota Samarinda. Taujihat, 1,
1-21.
Santi, K. (2022). Peran Dinas Sosial dalam Penyaluran Bantuan Korban Terdampak
Kebakaran dan Navigasi Bencana di Banjarmasin. Tugas Mata Kuliah Mahasiswa, 60-
70.
Jati, P., Raharjo, B., & Pratikno, Y. (2022). PENYULUHAN DAN PEMBERIAN
PERLENGKAPAN SEKOLAH UNTUK KORBAN KEBAKARAN DI SIMPRUG
JAKARTA SELATAN. Selaras: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1).

21

Anda mungkin juga menyukai