Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PHYMOSIS
DI RUANG IBS RSUD Dr. H. SOWWONDO KENDAL

Disusun Oleh :

MAYRA MARLYN
NIM P1337420616031

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN PHYMOSIS
DI RUANG IBS RSUD Dr. H. SOWWONDO KENDAL

A. Definisi
Phimosis atau Phimores adalah penyempitan pada prepusium. Phimosis
adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) keproksimal sampai
kekoronaglandis. Fimosis merupakan suatu keadaan normal yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir atau anak kecil, karena terdapat adesi alamiah
antara prepusium dengan glans penis. Dan biasanya pada masa pubertas akan
menghilang dengan sendirinya. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat
iritasi menahun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas
seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi).
(Ngastiyah, 2005).
Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang
dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan
perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi
secara berkala membuat prepusium terdi latasi perlahan-lahan sehingga prepusium
menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90%
prepusium sudah dapat diretraksi.

B. Etiologi
1. Konginetal (fimosis fisiologis)
Fimosis kongenital (fimosis fisiologis) timbul sejak lahir sebenarnya
merupakan kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit
preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke
belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya
hormon dan faktor pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan
deskuamasi antara glans penis dan lapis glan dalam preputium sehingga
akhirnya kulit preputium terpisah dari glan penis. Suatu penelitian mendapatkan
bahwa hanya 4% bayi seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang
penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya
1% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital.
Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dan 200 anak
laki-laki berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke
belakang penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)
timbul kemudian setelah. Hal ini berkaitan dengan kebersihan hygiene alat
kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium
(balanoposthitis kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful
retraction) pada timosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan
jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.

C. Manifestasi Klinis
1. Prepusium tidak bisa ditarik ke belakang
2. Balloning
3. Sakit saat berkemih
4. Sulit kencing
5. Pancaran kencing sedikit

D. Patofisiologi
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi
alamiah antara preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis
tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel preputium
(smegma) mengumpul didalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan
preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat
preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan
dapat ditarik ke proksimal.
Pada bayi, preputium normalnya melekat pada glans tapi sekresi materi
subaseum kental secara bertahap melonggarkannya. Menjelang umur 5 tahun,
preputium dapat ditarik ke atas glans penis tanpa kesulitan atau paksaan. Tapi
karena adanya komplikasi sirkumsisi, dimana terlalu banyak prepusium
tertinggal, atau bisa sekunder terhadap infeksi yang timbul di bawah prepusium
yang berlebihan. Sehingga pada akhirnya, prepusium menjadi melekat dan
fibrotik kronis di bawah prepusium dan mencegah retraksi

E. Pathway

F. Komplikasi
1. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena
infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
2. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
3. Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri
dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis
4. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
5. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.
6. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan, karena dapat
menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sehingga
akan terbentuk fimosis sekunder.
b. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep
dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3/4 kali, dan diharapkan setelah 6
minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan.
c. Fimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada
saat miksi atau infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan
sirkumsisi, dimana pada fimosis disertai balanitis/postitis harus diberikan
antibiotika terlebih dahulu.
2. Prinsip Terapi Dan Manajemen Keperawatan
a. Perawatan rutin pra bedah.
1) Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah adanya kuman
atau bakteri dengan air hangat dan sabn mandi.
2) Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak boleh
ditinggalkan sendiri berbaring seperti popok yang basah dalam waktu
yang lama.
b. Perawatan pasca bedah
1) Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan komplikasi salah
satunya perdarahan. Untuk mengatasinya, dengan mengganti balutan
apabila basah dan dibersihkan dengan kain/lap yang berguna untuk
mendorong terjadinya penyembuhan.
2) Mengganti popok apabila basah terkena air kencing.
3) Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang baik bagi anak.
4) Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air serta
menerapkan prinsip protektif.

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a.  Fisik
1) Pemeriksaan genetalia
2) Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
3) Kaji fungsi perkemihan
4) Adanya lekukan pada ujung penis
5) Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
6) Terbukanya uretra pada ventral
7) Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan,
dysuria, drinage.
b.  Mental
1) Sikap pasien sewaktu diperiksa
2) Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
3) Tingkat kecemasan
4) Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pre operasi
1) Nyeri berhubungan dengan adanya tahanan saat berkemih
2) Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan retensi urin dalam
ureter
3) Cemas berhubungan dengan tindakan pembedahan yang akan
dilakukan
b. Diagnosa keparawatan post operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma
pembedahan
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi

3.      Rencana Keperawatan


a. Pre Operasi
No Dx. kep Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
1 Nyeri NOC NIC:
berhubungan Pain level Pain management
dengan Pain contol 1. Kaji skala nyeri
adanya Comfort level 2. Ajarkan teknik
tahanan saat Setelah dilakukan tindakan distraksi kepada orang
berkemih keperawatan diharapkan nyeri tuanya
dapat berkurang atau hilang dengan 3. Atur posisi anak
Kriteria Hasil : senyaman mungkin
- Pasien terlihat tenang 4. Berikan lingkungan
- Skala nyeri berkurang yang nyaman
5. Kaloborasi dengan
pemberian analgesik

2 Gangguan NOC NIC


pola Urinary elimination Urinary retention care
eliminasi Urinary contiunence 1. Pantau eliminasi urine
urin Setelah dilakukan tindakan meliputi frekuensi,
berhubungan keperawatan diharapkan gangguan konsistensi, bau,
dengan pola eliminasi urin dapat di atasi volume dan warna
infeksi pada dengan yang tepat
saluran Kriteria Hasil : 2. Anjurkan kepada
perkemihan - Pasien dapat berkemih > 50 – keluarga untuk
100 cc setiap kali mencatat keluaran
- Tidak adanya hematuria urine
3. Kaloborasi dengan
dokter untuk segera
dilakukan sirkumsisi
atau sunat.

3 Cemas NOC NIC


berhubungan Anxity Anxiety reduction
dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau TTV
tindakan keperawatan diharapkan cemas 2. Berikan penjelasan
pembedahan dapat di atasi dengan kriteria hasil : tentang kondisi pasien
yang akan - TTV normal 3. Berikan dukungan
dilakukan - Wajah pasien tidak cemas dan motivasi
4. Lakukan pendekatan
pada pasien dan
keluarga

b. Diagnosa keparawatan post operasi


No Dx. Kep. Tujuan dan criteria asil Intervensi
.
1 Nyeri NOC NIC
berhubungan Pain management
Pain level
dengan 1. Kaji skala nyeri
trauma Pain contol 2. Ajarkan teknik
pembedahan Comfort level distrksi kepada orang
Setelah dilakukan tindakan tuanya
keperawatan diharapkan nyeri 3. Atur posisi anak
dapat berkurang atau hilang dengan senyaman mungkin
Kriteria Hasil : 4. Berikan lingkungan
- pasien terlihat tenang yang nyaman
- Skala nyeri berkurang 5. Kaloborasi dengan
pemberian analgesik

2 Resiko tinggi NOC NIC


infeksi Risk control Infection control
berhubungan Immune status 1. Kaji adanya tanda –
dengan Setelah dilakukan tindakan tanda infeksi di
adanya luka keperawatan diharapkan infeksi sekitar alat kelamin
insisi tidak terjadi dengan 2. Kaji faktor yang
Kriteria Hasil : meningkatkan
- Tidak adanya tanda – tanda serangan infeksi
infeksi 3. Anjurkan kepada ibu
- Menunjukan hygiene pribadi pasien untuk
yang adekuat meningkatkan
- Jumlah leukosit dalam batas hygiene pribadi
normal pasien
4. Ajarkan teknik
pencucian tangan
yang benar kepada
keluarga
5. Anjurkan keluarga
untuk mencuci tangan
sebelum berkontak
dengan pasien
6. Kaloborasi dengan
pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC


Haws., Paulette S..2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Kusuma.H, Amin.H.N. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai