Anda di halaman 1dari 27

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

PROGRAM TERAPI MODALITAS (TERAPI OKUPASI):


MEMBUAT KERAJINAN TANGAN GELANG DARI MANIK
MANIK
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA NIRWANA PUTRI

Oleh Kelompok 7

Anggota :
Ahmad Riady Ramlan
Adan Arya Mangirian
Afifah Mar’atus Sholihah
Awanag Dharma Eriscya
Bayu Putra P
Cici Susanti
Dina Triani
Dwi Sulistyaningsih
Fitri Lailatul Hasanah
Ibnu Fajar
Mellyka Riana Norjali
Nadhila Raniati
Nurmalasari Ekasaputri
Rahmadita
Khaira Nur Agustya

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR


PROGRAM STUDI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN SAMARINDA TAHUN
AJARAN 2023
A. Latar belakang

Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua
(Mubarak, 2011). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan
pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ
vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah. Lanjut usia merupakan proses
alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi
dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah, 2010).
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan daya kemampuan untuk hidup serta keseimbangan terhadap kondisi
stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk
hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009). Salah satu
kegagalan berkaitan dengan fungsi penurunan daya kemampuan pada lansia adalah
penurunan fungsi kognitif yaitu demensia. Demensia merupakan sindrom yang ditandai
oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi
kognitif antara lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan
masalah, orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi penyesuaian dan kemampuan
bersosialisasi (Arif Mansjoer, 2010). Saat ini kasus demensia telahmelonjak tajam
dengan semakin besarnya ju mlah lansia di Indonesia. Bahkan demensia diperkirakan
akan melonjak dalam beberapa dekade mendatang, menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO). Hingga kini saja terdapat 35,6 juta orang yang hidup dengan demensia
pada 2010. Angka itu berpotensi meningkat hingga dua kali lipat menjadi 65,7 juta pada
2030 (menurut WHO di Swiss). Pada tahun 2050, kasus dimensia bisa meningkat tiga
kali lipat hingga mencapai 115,4 juta (menurut WHO di Swiss). Saat ini jumlah
penyandang dimensia di Indonesia hampir satu juta orang. Sebagian besar demensia tipe
Alzheimer yang gejala dirinya berupa pelupa dan kesulitan visuopasial sering
terlewatkan sehingga sulit mengetahui waktu pasti muncul penyakit. Biasanya
penyandang dibawa ke rumah sakit (RS) atau Dokter karena penyakit lain seperti;
stroke, dieabetes, hipertensi atau kolesterol. Dan ketika diperiksa dokter baru
mengetahui bahwa itu adalah proses dimensia. Angka kejadian Dimensia di Asia Afrika
adalah 4,3 juta pertahun yang akan meningkat menjadi 19,7 juta per tahn pada tahun
2050. Artinya, laju demensia adalah 1 kasus baru setiap 7 detik menurut penelitian
Graff.
Salah satu cara untuk mengoptimalakn fungsi kognitif lansia adalah dengan
menggunakan terapi okupasi. Terapi okupasi merupakan suatu bentuk psikoterapi
suportif berupa aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual,
kreati, dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan lingkungan dan meningkatkan
derajat kesejahteraan fisik dan mental pasien. Terapi okupasi bertujuan
mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan atau mengupayakan
kompensasi / adaptasi untuk aktifitas sehari-hari, produktivitas dan luang waktu
melalui pelatihan, remediasi, stimulasi dan fasilitasi. Terapi okupasi meningkatkan
kemampuan individu untuk terlibat dalam bidang kinerja berikut; aktivitas hidup
sehari-hari (misalnya makan, mandi, minum, toileting, mobilisasi fungsional) dan
kegiatan instrumental hidup sehari- hari. Aktivitas kelompok adalah kumpulan
individu yang mempunyai relasi atau hubungan satu dengan yang lain saling terkait
dan dapat bersama-sama mengikuti norma yang sama. Therapy Aktivitas Kelompok
(TAK) merupakan kegiatan yang diberikan kelompok klien dengan maksud memberi
therapy bagi anggotanya. Salah satu TAK adalah terapi okupasi yang merupakan
usaha penyembuhan melalui kesibukan atau pekerjaan tertentu, bagian dari
rehabilitas medis sehingga pasien tidak merasa dipaksa, tetapi memahami kegiatan
ini sebagai suatu kebutuhan dan akhir suatu keahlian yang dapat dijadikan bekal
hidup. Salah satu terapi okupasi adalah membuat kerajinan tangan yang bertujuan
untuk meningkatkan minat lansia pada rekreasi atau kreativitas.

Terapi ini dipilih karena setelah melakukan pengkajian dan pengamatan


selama 3 hari di dapati di setiap wisma terutama di wisma yang berisi lansia
perempuan banyak lansiannya yang kurang mampu mengontrol emosi dalam hal
kesabaran. Selain itu terlihat pula lansia kurang memiliki kegiatan kreatif yang
menghasilkan suatu barang sehingga lebih sering terlihat tidur. Terapi okupasi ini
bertujuan agar para lansia yang sehat secara psikis dan fisik ini mampu saling
berkenalan dan mampu mengatur emosinya dalam hal kesabaran.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan kelompok lansia dapat bersosialisasi
dengan efektif.
2. Tujuan Khusus
a. Setelah mengikuti kegiatan lansia dapat
b. Dapat mengurangi kebosanan.
c. Menjadikan lansia lebih produktif.
d. Meningkatkan hubungan kekeluargaan antara penghuni wisma
cinta kasih dengan mahasiswa praktek.
B. Manfaat
1. Bagi Peserta Terapi Okupasi
Diharapkan terapi okupasi ini dapat dijadikan sebagai sebuah terapi selain
terapi medis yang bias mengurangi tingkat stress pada lansia, kejadian
dimensia pada lansia, dan alzheimer, sehingga lansia bisa lebih kooperatif,
bersemangat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, meningkatkan
kemampuan individu untuk terlibat dalam kegiatan sehari-hari.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dengan adanya pelaksanaan okupasi ini bisa menambah ilmu
pengetahuan mahasiswa tentang pentingnya terapi modalitas (terapi okupasi)
pada lansia.

Lampiran

MATERI AKTIVITAS KELOMPOK


MEMBUAT KERAJIAN TANGAN
BERUPA GELANGDARI MANIK MANIK

A. Konsep Lansia
Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis
(kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung,
sedangkan biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang
berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari
keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia merupakan proses alamiah dan
berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan
fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah, 2010).
Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktural dan fungsi
secara normal, ketahanan terhadap cedera, termaksud infeksi (Mubarak, 2010).
Menurut WHO dalam Setiabudhi (2005), usia lanjut meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun
2. Usi lanjut (elderly), kelompok usia 60-70 tahun
3. Usia lanjut tua (very old), kelompok usia diatas 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Depertemen Kesehatan RI (2006)
memberikan batasan lansia sebagai berikut:
1. Virilitas (prasenium): Masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).
2. Usia lanjut dini (senescen): Kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut
dini (usia 60-64 tahun).
3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif: usia
di atas 65 tahun (Fatmah, 2010).
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan
berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan, Mubarak (2010);
1. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari,
3. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat Akibat
perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus-menerus. Apabila
proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah
berbagai masalah. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan
bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta
terhadap kegiatan-kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit.
Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu
menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut
diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap
yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung
dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan
ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan
masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial
(Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri- ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya. Penarikan diri ke dalam dunia
fantasi Selalu mengingat kembali masa lalu Selalu khawatir karena
pengangguran, Kurang ada motivasi, Rasa kesendirian karena hubungan dengan
keluarga kurang baik, dan Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain
B. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
Kelompok merupakan individu yang mempunyai hubungan satu
dengan yang lain saling ketergantungan dan mempunyai norma yang sama
(Stuart & Sundeen, 1998) Aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang
mempunyai relasi atau hubungan satu dengan yang lain saling terkait dan
dapat bersama-sama mengikuti norma yang sama. Therapy Aktivitas
Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan kelompok klien
dengan maksud memberi therapy bagi anggotanya. Dimana berkesempatan
untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan respon social. Therapy
Aktivitas Kelompok Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi sejumlah klien
dalam membina hubungan sosial yang bertujuan untuk menolong klien dalam
berhubungan dengan orang lain seperti kegiatan mengajukan pertanyaan,
berdiskusi, bercerita tentang diri sendiri pada kelompok, menyapa teman
dalam kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK):
orientasi realita adalah upaya untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada
klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan/ tempat, dan waktu.
2. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
Tujuan dari terapi aktivitas kelompok :
a. Mengembangkan stimulasi persepsi
b. Mengembangkan stimulasi sensoris
c. Mengembangkan orientasi realitas
d. Mengembangkan sosialisasi
3. Prinsip-prinsip Memilih Peserta Terapi Aktivitas Kelompok
Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah
homogenitas, yang dijabarkan antara lain:
a. Gejala sama
Misal terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk
pasien halusinasi dan lain sebagainya. Setiap terapi aktifitas kelompok
memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk sosialisasi, kerjasama
ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut
akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama,
sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.
b. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil
kategorisasi. Pasien yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok
adalah pasien akut skor rendah sampai pasien tahap promotion. Bila dalam
satu terapi pasien memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi
akan lebih mudah tercapai.
c. Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan
gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada
perempuan. Maka lebih baik dibedakan.
d. Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar
pasien.
e. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan
terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu
sedikitpun, terapi akan terasa sepi interaksi dan tujuanya sulit tercapai.
4. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia
a. Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai
eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain
b. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain
serta merubah perilaku yang destrkutif dan maladaptive
c. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu
satu sama lain unutk menemukan cara menyelesaikan masalah
5. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia
a. Stimulasi Sensori (Musik) Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan
perhatian, baik bagi para pendengar yang mendengarkan maupun bagi
pemusik yang menggubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki andil
terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada
struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada
ketidakberesan dalam kehidupan seseorang.
Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti
menyanyi, dapat menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan
tubuh, pikiran, dan roh.
Musik memberikan pengalaman di dalam struktur
Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri
Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di
mana individu telah mengesampingkan kepentingannya demi
kepentingan kelompok.
b. Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan
ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini maka diharapkan respon
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan :
seperti baca majalah, menonton acara televisi ; stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang mal adaptif atau
destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.
c. Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat
dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan
klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu,
dan rencana ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi orang, waktu,
tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.
d. Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat
berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
6. Nilai Terapeutik Dari Terapi Aktivitas Kelompok
a. Pembinaan harapan
b. Penyebaran informasi
c. Kelompok sebagai keluarga
d. Sosialisasi
e. Belajar berhubungan dengan pribadi lain
f. Kohesivitas
g. Katarsis dan Peniruan perilaku

7. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


Memperkenalkan diri
Tujuan kegiatan
Jenis kegiatan
Contoh kegiatan
Kontrak
Aturan main
disepakati Evaluasi
Reward jangan berlebihan

8. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok


Orientasi realitas
Sosialisasi
Stimulasi persepsi
Stimulasi sensori
Pengeluran energi

9. Model Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


a. Communication model
Mengembangkan komunikasi: verbal, non verbal, terbuka
Pesan yang disampaikan dipahami orang lain
b. Model interpersonal

Terapis ekerja dengan individu dan kelompok


Anggota kelompok belajar dari interaksi antara anggota dan terapis
Melalui proses interaksi: tingkah laku dapat dikoreksi

10. Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


a. Fase pre-kelompok: membuat tujuan
b. Fase awal:
Tahap orientasi: penentu sistem konflik social
Tahap konflik: penentu siapa yang menguasai
komunikasi Tahap kohesif: kebersamaan dalam
pemecahan masalah
c. Fase kerja:
Fase yang menyenangkan bagi anggota dan
pimpinan Kelompok menjadi stabil dan realistis
d. Fase terminasi
Muncul cemas, regresi
Evaluasi dan feedback sangat
penting Follow up

C. Terapi Okupasi
1. Pengertian Terapi Okupasi
Pengertian terapi okupasi sangat banyak, antara lain sebagai berikut:
Occupation : kesibukan / pekerjaan. Terapi okupasi adalah usaha
penyembuhan melalui kesibukan atau pekerjaan tertentu. Terapi okupasi
adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan bagian dari
rehabilitas medis. Penekanan terapi ini adalah sebagai pada sensomotorik
dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan
mengnibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan
pemeliharaan kamampuan anak. Dengan memperhatikan asset (kemampuan)
dan Emitasi (keterbatasan) yang dimiliki anak, terapi ini bertujuan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Terapi okupasi adalah prilaku atau kegiatan-kegiatan individu yang
akan dilakukan pada area kerja, perawatan diri dan rekreasi. Terapi okupasi
adalah suatu aktifitas-aktifitas yang secara disadari dapat dilihat,
direncanakan dan menyenangkan.
Terapi okupasi adalah ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditentukan
dengan maksud mempermudah belajar fungsi dan keahlian yang dibutuhkan
dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan.
Prinsip : Pasien tidak merasa dipaksa, tetapi memahami kegiatan ini sebagai
suatu kebutuhan dan akhir suatu keahlian yang dapat dijadikan bekal hidup.

2. Tujuan Terapi Okupasi


a. Tujuan Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produkti
vitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah dis
ediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat sulak dari
tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (pelepah pisan
g, sedotan, botol bekas, bijibijian, dll), menjahit dari kain, merajut dari be
nang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan se
kitar, menjemur kasur, dll).Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi
dan Purwanto (2009), adalah:
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental.
 Menciptakan kondisi tertentu sehingga lansia dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan mas
yarakat sekitarnya.
 Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
 Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
 Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa dan terapi.
c. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan
gerak, sendi, otot dan koordinasi gerakan.
d. Mengajarkan aktivitas kehidupan seharihari seperti makan,
berpakaian, buang air kecil, buang air besar dan sebagainya.
e. Membantu lansia menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah dan
memberi saran penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat-
alat kebutuhan sehari-hari.
f. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan
kemampun yang dimiliki.
g. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba lansia untuk menget
ahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi,
bakat, minat dan potensi dan lain lainnya dari si pasien dalam
mengarahkannya kepekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
h. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah lansia
kembali di lingkungan masyarakat.

3. Metode Pendekatan Terapi Okupasi


Metode pendekatan terapi okupasi ini menggunakan beberapa
kerangka acuhan yang terstandarisasi oleh WFOT(Word Federation
Of Occupation Therapy) meliputi:
1) Kerangka acuan Psikososial
a. Behavior / perilaku
b. Object relation
c. Cognitif behavior
d. Occupation behavior
2) Kerangka acuan sensomotorik
a. NDT (Neoro Development Treatment)
b. Sensori integritas (Sensori Integration)
Beberapa acuan ini, secara umum terapi okupasi mencakup empat
tahan atau program :
Penilaian atau semacam diagnosis dengan serangkaian wawancara
dan uji kemampuan untuk mendaptkan gambaran kondisi anak.
Rangkaian terapi yang disesuaikan dengan hasil penelitian
Bimbingan berupa pemaparan, penelitian, konsultasi
penyelidikan kepustakaan bagi orang tua dan pengasuh untuk
membantu kemajuan yang telah didapat anak selama terapi.
Bila perlu konsultasi dan bantuan untuk program disekolah, anak
mengalami kesulitan akademi karena gangguan tumbuh
kembangnya. Antara lain mencakup kemampuan menulis (fingsi
tangan) dan sensomotorik.
4. Persiapan Terapi Okupasi
a. Penetuan materi latihan
Materi latihan dipilih dan ditentukan dengan memperhatikan karakteristik
atau cara khas masing-masing klien
b. Penetuan cara atau pendekatan
Dengan system kelompok /
individu
c. Penentuan waktu
Kapan latihan diberikan pagi, siang atau sore hari dan berapa lamanya
d. Penetuan tempat
Disesuaikan dengan keadaan klien, materi latihan dan alat yang
digunakan.

5. Proses Terapi Okupasi


Pelayanan terapi okupasi di rumah sakit jiwa cenderung berubah –
ubah, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan, akan tetapi secara umum proses
intervensi itu melalui tiga tahap yaitu :
a. Assessment
Adalah proses dimana seseorang terapi memperoleh pengertian tentang
pasien yang berguna untuk membuat keputusan dan mengkontruksikan
kerangka kerja atau model dari pasien. Proses ini harus dilakukan dengan
adekuat untuk menentukan jenis okupasi yang diberikan pada pasien.
b. Treatment
Setelah dilakukan assessment dengan detail, maka dilakukan treatment
yang terdiri dari tiga tahap yaitu :
formulasi pemberian terapi
impelementasi terapi yang telah direncanakan
review terapi yang diberikan dan selanjutnya dilakukan evaluasi
c. Evaluasi
Dari hasil evaluasi ini perawat dapat menentukan apakah pasien
dapat melanjutkan divokasional training atau pulang.
6. Jenis Aktivitas Terapi Okupasi
a. Aktifitas latihan fisik untuk meningkatkan kesehatan jiwa
b. Aktifitas dengan pendekatan kognitif
c. Aktifitas yang memacu kreativitas
d. Training ketrampilan
e. Terapi bermain

7. Peran Terapi Okupasi


a. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi pada
pasien dan meningkatkan motovasi dengan memberikan penjelasan ada
pasien tentang kondisinya, memberikan penjelasan dan menyakinkan
pada psien akan sukses.
b. Sebagi guru : terapi memberikan pengalaman learning re-rearnign
okupasi terapi harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus
dapat menciptakan dan menerapkan aktifitas mengajarnya pada pasien
c. Sebagai peran model social : seorang terapi harus dapat menampilkan
perilaku yang dapat dipelajari oleh pasien, pasien mengidentifikasikan
dan meniru terapi melalui role playing, terapi mengidentifikasikan
tingkah laku yang diinginkan (verbal – nonverbal) yang akan dicontoh
pasien.
d. Sebagi konsultan : terapis menentukan program perilaku yang dapat
menghasilkan respon terbaik dari pasien, terapis bekrja sama dengan
pasien dan keluarga dalam merencanakan rencana tersebut.
SATUAN ACARA KEGIATAN
TERAPI MEMBUAT MEMBUAT KERAJINAN TANGAN DARI MANIK
MANIK

Judul : Terapi okupasi membuat gelang


dari manik manik

Waktu : 10.00 WIB

Tempat : Di Panti Werdha Tresna Putri

A. Peserta
1. Karakteristik/criteria
a. Peserta dapat diajak bekerjasama
b. Pasien dapat berkonsentrasi.

2. Proses seleksi
a. Pengkajian oleh mahasiswa
b. Peserta tidak disorientasi
c. Kooperatif dan dapat memahami pesan yang diberikan
d. Mengadakan kontrak dengan klien

3. Pengorganisasian
a. Waktu
Hari/tanggal : selasa/ 31/1/23

Waktu : 10.00 wib

Tempat : Panti Tresna Werdha Nirwana Putri

b. Tim Terapis
Setting : Peserta dan terapis duduk bersama dan keadaan ruangan tenang
Tim terapis dan uraian tugas
Leader: Awang Dharma Eriscya
 Menyusun rencana TAK
 Mengarahkan peserta sesuai tujuan
 Memfasilitasi peserta untuk mengekpresikan perasaan,
pendapatan dan memberikan upan balik
 Role play

 Mengkaji hambatan peserta

 Mengkaji konflik interpersonal

 Mengkaji sejauh mana peserta mengerti dan


melaksanakan kegiatan

Co leader: Nadhila Raniati

 Membantu leader memimpin peserta


 Membantu mengorganisir peserta
 Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang
aktifitas peserta.
 Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
 Mengingatkan leader tentang waktu
Fasilitator:
 Ahmad Riady Ramlan
 Adan Arya Mangirian
 Afifah Mar’atus Sholihah
 Bayu Putra P
 Dina Triani
 Dwi Sulistyaningsih
 Fitri Lailatul Hasanah
 Ibnu Fajar
 Mellyka Riana Norjali
 Nurmalasari Ekasaputri
 Rahmadita
 Khaira Nur Agustya
 Membantu leader memfasilitasi anggota untuk berperan aktif
dalam mengkonsentrasikan peserta untuk ikut dan focus pada
arahan yang diarahkan oleh leader.
 Membantu memotivasi peserta agar ikut dalam kegiatan
 Berperan sebagai role model bagi peserta selama kegiatan
berlangsung
 Mempertahankan kehadiran peserta:
 Selama kegiatan TAK berlangsung kurang lebih 30 menit
 Peserta yang ingin ke belakang untuk izin dan kembali ke
kelompok awal.
Observer: Cici Susanti
 Mengobservasi respon peserta
 Mengobservasi pelaksanaan TAK
 Mengobservasi jalannya/proses TAK
 Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama
kegiatan berlangsung
c. Metode
 Dinamika kelompok

d. Alat
 Manik manik
 Nilon
 gunting
 Mp3 music

e. Setting Tempat

PK

Keterangan :

= Leader `

= Observer = Klien

= Co Leader
PA = Pembimbing Akademik PK = Pembimbing Klinik

= Fasilitator

Catatan : Setting tempat disesuaikan dengan kondisi lansia


mekanisme kegiatan

persiapan :
1. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. mengumpulkan informasi mengenai riwayat dan pengalaman
3. pekerjaan pasien, pola hidup sehari-hari, minat, dan kebutuhannya
4. analisa tampilan pekerjaan seperti kemampuan untuk
5. melaksanakan aktivitas dalam kehidupan keseharian, yang
meliputi aktivitas dasar hidup sehari-hari, pendidikan, bekerja,
6. bermain, mengisi waktu luang, dan partisipasi sosial

Orientasi :
a. Salam tarapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien
2. Terapis dan klien memakai papan nama.
b. Evaluasi / validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan terapi
2. Menjelaskan aturan main berikut
3. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
4. Lama kegiatan ± 30menit.
5. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
d. Tahap Kerja
e. Tahap terminasi.
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasan klien setelah mengikuti terapi okupasi
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien membuat keterampilan seperti yang telah diajarkan
2) Kontrak yang akan datang
3) Buat kesepakatan baru untuk kegiatan berikutnya
Tahap evaluasi dan dokumentasi

Hal-hal yang perlu di evalausi antara lain adalah sebagai berikut:


a. Kemampuan membuat keputusan
c. Tingkah laku selama bekerja
d. Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang
mempunyai kebutuhan sendiri
e. Kerjasama
f. Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas, dan lain-lain)
g. Inisiatif dan tanggung jawab
h. Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
i. Menyatakan perasaan tanpa agresi
j. Kompetisi tanpa permusuhan
k. Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja

Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab


atas pendapatnya.
a. Orientasi, tempat, waktu, situasi, orang lain
b. Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya
c. Kemampuan bekerja tanpa terus menerus diawasi
d. Kerapian bekerja
e. Lambat atau cepat
STRATEGI PELAKSANAAN

No. Waktu Kegiatan Peserta


1. 5 menit 1. Pembukaan :
2. Membuka kegiatan Memperkenalkan
3. Memperkenalkan diri : terapis,
diri
lansia, dan pembimbing
4. Menanyakan perasaan lansia

Menjelaskan
perasaannya
5. Menjelaskan tujuan dari
terapi kelompok Memperhatikan
6. Kontrak waktu dengan lansia

2. 15 menit Pelaksanaan :
1. Menjelaskan tata cara Memperhatikan
pelaksanaan terapi membuat
kerajinan tangan kepada
lansia
2. Memberikan kesempatan Bertanya
kepada lansia untuk bertanya
jika belum jelas Antusias saat
3. Membagikan benang serta menerima
manik manik ke lansia peralatan
4. Fasilitator mendampingi dan Memulai untuk
memberikan motivasi kepada melem kain
lansia
5. Menanyakan kepada lansia
apakah telah selesai membuat Menjawab
gelang pertanyaan
6. Memberitahu lansia bahwa
waktu yang diberikan telah
selesai
7. Memberikan pujian terhadap
lansia yang mampu Mendengarkan

menyelesaikan dengan baik


hasil kerajinan tangannya Memperhatikan

3. 5 menit Evaluasi :
1. Menanyakan bagaimana Menceritakan
perasaan lansia setelah
mengikuti kegiatan

4. 5 menit Terminasi:
1. Memberikan motivasi dan Memperhatikan
pujian kepada seluruh lansia Gembira
yang telah mengikuti program
terapi
kelompok Mendengarkan
2. Mengucapkan terima kasih
kepada lansia dan
pemberian hadiah berupa
konsumsi(makanan)
3. Menutup acara
Kriteria evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Diharapkan peserta duduk sesuai dengan posisi
b. Media dan alat tersedia sesuai dengan perencanaan
c. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
2. Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan
b. Leader menjelaskan aturan jalannya kegiatan dengan jelas
c. Fasilitator menempatkan diri ditengah-tengah peserta
d. Observer menempatkan diri ditempat yang memungkinkan untuk
dapat mengawasi jalannya kegiatan
e. Audiens dapat mengikuti kegiatan dengan aktif dari awal sampai selesai.
3. Evaluasi Hasil
Setelah mengikuti terapi aktivitas kelompok diharapkan : Jika semua peserta (100 %) dapat
membuat kreatifitas gelang dari manik-manik dengan benar, rapi dan menarik diberi nilai
100.
No Nama Klien Klien dapat Klien dapat Klien dapat Klien dapat
memperkenal memperhatikan/ menebak mengikuti TAK
kan diri berkonsentrasi gambar dari awal
dalam bermain sampai akhir
1.

2.

3.

4.

5.

6.
DAFTAR PUSTAKA
.
Azwar, Saifudin, Drs. 2003. Dasar-dasar psikometri. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Azwar, Saifuddin, Drs. 2004. Dasar-dasar Psikometri. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta
Budiono MA, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Depdiknas. Direktorat Pembinaan 2007. Pedoman
Pembelajaran Bidang Pengembangan kreativitas lansia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai