Disusun Oleh :
Kelompok 2
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Menurut WHO seseorang disebut lanjut usia (elderly) jika berumur 60-74 tahun.
Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Berbagai perubahan yang dialami lansia disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah
mengalami kemunduran seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar .
Hal tersebut akan menimbulkan depresi pada lansia (Gibson; Rachmaningrum, 1999 dalam
Nasution, 2011).
Depresi merupakan rasa sedih yang menetap lebih dari dua pekan dan mempengaruhi
kehidupan sehari-hari. Yang terburuk, depresi dapat memicu seseorang melakukan bunuh
diri. Sekitar satu juta orang di dunia bunuh diri setiap tahun dan separuhnya mengalami
depresi. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan
ke empat penyakit di dunia.
Pada umumnya, yang rentang terkena depresi adalah orang cacat dan lanjut usia
(lansia) dengan tingkat depresi rata-rata depresi berat. Hal ini disebabkan karena mereka
menganggap bahwa perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan¸yang disertai perasaan
sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada
meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya aktivitas (Effendi,
2009). Oleh karena itu diperlukan penanganan terhadap depresi yang lebih efektif untuk
menanggulangi depresi yang dialami lansia. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat
diberikan pada lansia untuk mengurangi depresi adalah terapi reminiscence.
Terapi Reminiscence ditemukan oleh Erik Erikson (1963), yang menekankan
pentingnya bagi individu yang sudah memasuki usia tua untuk mencapai rasa intergritas
diri dengan melihat kembali kehidupan mereka dan mengumpulkan perasaan, tujuan serta
makna hidup. Sementara itu, Nursing Interventions Classification (NIC) mendefinisikan
terapi Reminiscence sebagai intervensi yang dilakukan dengan mengingat peristiwa masa
lalu, perasaan, dan pikiran untuk memfasilitasi kesenangan, kualitas hidup, dan beradaptasi
dengan kondisi saat ini
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kelompok tertarik untuk melakukan analsis
jurnal terkait terapi reminiscance pada lansia dengan jurnal utama yang berjudul “Effect of
group reminiscence therapy on depression in older adults attending a day centre in Shiraz,
southern Islamic Republic of Iran” untuk mengetahui jenis terapi yang tepat untuk
menurunkan tingkat depresi pada lansia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana analisis jurnal
keperawatan gerontik yang berjudul “Effect of group reminiscence therapy on depression in
older adults attending a day centre in Shiraz, southern Islamic Republic of Iran”.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan pustaka Reminiscence Therapy
2. Untuk mengetahui pembahasan terkait pengaruh Reminiscence Therapy dalam
mengatasi permasalahan depresi pada lansia
3. Untuk mengetahui implikasi keperawatan dari Reminiscence Therapy
1.4 Manfaat
1. Mengetahui tinjauan pustaka dari Reminiscence Therapy
2. Mengetahui pembahasan terkait pengaruh Reminiscence Therapy dalam mengatasi
permasalahan depresi pada lansia
3. Mengetahui implikasi keperawatan dari Reminiscence Therapy
4. Meningkatkan keterampilan perawat dalam memberikan Reminiscence Therapy
pada lansia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
c. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang dapat dialami lansia yaitu perubahan status dan perannya
dalam kelompok atau masyarakat, kehilangan pasangan hidup, serta kehilangan sistem
dukungan dari keluarga, teman dan tetangga (Ebersole, 2005 dalam Syarniah, 2010).
Perubahan dalam peran sosial di masyarakat akibat berkurangnya fungsi indera
pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional
atau bahkan kecacatan pada lansia.
d. Perubahan Spiritual
Perubahan spiritual yang terjadi pada lansia (Potter & Perry, 2005), yaitu:
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan.
2) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir
dan bertindak sehari-hari.
3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), perkembangan
yang diapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan
contoh cara mencintai keadilan.
2.2 Depresi
2.2.1 Pengertian Depresi
Depresi merupakan masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi pada lansia.
Seseorang dengan depresi dan khususnya lansia yang mengalami depresi mengalami
peningkatan resiko bunuh diri. Orang tua yang mengalami depresi mungkin enggan untuk
mengakui terjadinya perubahan mood dan juga perasaan sedih (Menzel, 2008). Menurut
Nugroho (2008) depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang berhubungan dengan
suatu penderitaan, dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan
marah yang mendalam.
2.2.2 Etiologi
Etiologi depresi secara pasti belum diketahui, menurut Idrus (2007) ada beberapa hipotesis
yang berhubungan dengan faktor biologik dan psikososial yaitu :
1) Faktor Biologi
a. Biogenik Amin. Biogenik amin ini dilepaskan dalam ruang sinaps sebagai
neurotransmiter. Neurotransmiter yang banyak berperan pada depresi adalah
norepinefrin dan serotonin.
b. Hormonal
c. Tidur
d. Genetik
2) Faktor Psikososial
a. Peristiwa dalam kehidupan dan stres lingkungan. Para klinikus percaya bahwa
peristiwa kehidupan memegang peranan penting dalam terjadinya depresi.
b. Tipe kepribadian tertentu seperti kepribadian dependen, obsesi kompulsif dan
histrionik mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi depresi dibanding dengan
kepribadian anti sosial dan paranoid.
c. Faktor psiko-analitik, manifestasi penyakit depresi dicetuskan karena kehilangan
objek libidinal di mana terjadi penurunan fungsi ego.
1. Terapi Fisik
Pemberian anti-depresan pada usia lanjut, sama seperti pemberian psikotropika pada
umumnya harus hati-hati. Umumnya diperlukan dosis yang leebih kecil daripada orang
dewasa karena dikhawatirkan terjadi akumulasi akibat fungsi ginjal yang sudah kurang
baik.
2. Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan gangguan depresi, sehingga
dukungan terhadap keluarga pasien adalah sangat penting. Proses penuaan mengubah
dinamika keluarga, diantaranya ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen
pada lanjut usia. Tujuan dari terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk
meredakan perasaan frustasi dan putus asa, merubah dan memperbaiki sikap atau
struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
3. Terapi kognitif-perilaku
Bertujuan mengubah pola pikirpasien yang selalu negatif (persepsi diri yang buruk, masa
depan yang suram, dunia yang tak ramah, diri yang tak berguna lagi, tak mampu dan
sebagainya) ke arah pola piker yang netral atau positif. Ternyata pasien lanjut usia
dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara
singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas, terapi kognitif-
perilaku bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
4. Terapi Seni
Terapi seni digunakan sebagai sarana menyelesaikan konflik emosional, meningkatkan
kesadaran diri, mengembangkan keterampilan sosial, mengontrol perilaku,
menyelesaikan
permasalahan, mengurangi kecemasan, mengerahkan realitas, meningkatkan harga diri
dan berbagai gangguan psikologis lainnya (Mukhlis 2011).
yaitu:
a. Sesi 1: berbagi pengalaman masa anak-anak. Pada sesi ini pengalaman masa anak
lebih difokuskan pada pengalaman yang berkaitan dengan permainan yang paling
disenangi dan pengalaman tentang guru yang paling disenangi pada waktu sekolah
dasar atau setingkat SD pada masa tersebut.
b. Sesi 2: berbagi pengalaman masa remaja. Dalam sesi ini topik yang didiskusikan lebih
ditujukan pada hobi yang dilakukan bersama teman-teman sebaya dan pengalaman
rekreasi bersama teman pada masa remaja tersebut.
c. Sesi 3: berbagi pengalaman masa dewasa. Focus pada sesi ini adalah pengalaman
yang berkaitan dengan pekerjaan dan makanan yang disukai.
d. Sesi 4: berbagi pengalaman keluarga di rumah. Pada sesi ini topik kegiatan terapi
menakup pengalaman merayakan hari raya agama bersama anggota keluarga dan
bergaul dengan tetangga.
e. Sesi 5: evaluasi integritas diri. Pada sesi ini kegiatan yang dilakukan adalah
mengevaluasi pencapaian integritas diri lansia. Kegiatan ini meliputi berbagi
pengalaman yang di dapat setelah melakukan kegiatan sesi 1 sampai 4 untuk
mencapai peningkatan harga diri, penerimaan diri sebagai lansia dan meningkatkan
interaksi lansia dengan orang lain.
BAB III
PEMBAHASAN
Kriteria ekskluasi
1. Memiliki kegawatan saat intervensi
2. Gangguan fisik atau psikologis yang parah
3. Mendapat obat anti depressan
4. Berpartisipasi dalam kegiatan lain selama intervensi
5. Belum menikah
6. Tidak memiliki orientasi waktu, tempat atau orang
7. Memiliki depresi berat
300 orang lansia secara acak dipilih untuk mengisi skala depresi. Sampel akhir yang
digunakan adalah 50 orang, 9 laki-laki dan 40 perempuan (1 wanita dikeluarkan karena
sakit). Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah 15 item geriatric
depression scale (GDS-15). Setelah diberikan penjelasan tujuan penelitian oleh peneliti,
300 anggota menyelesaikan GDS-15 dan 50 peserta dengan semua kriteria dan GDS-15
skor ≤ 10 dari 15 dipilih sebagai sampel penelitian untuk intervensi. Semua sampel
intervensi menyelesaikan GDS-15 sebelum memulai intervensi, segera setelah sesi terakhir,
dan 1 bulan setelah sesi terakhir dari terapi reminiscence. Sampel yang buta huruf dibantu
oleh asisten peneliti. Kerahasiaan identitas sampel dalam penelitian ini sangat dijaga.
Subjek yang terpilih dibagi menjadi 5 kelompok untuk mengikuti sesi Reminiscence.
(6 sesi diadakan dua kali seminggu selama 3 minggu). Dalam penelitian ini 12 topik
digunakan sebagai dasar diskusi (2 topik persesi) dan setiap orang secara terpisah berbicara
tentang kenangan mereka sesuai dengan topik. Topik dalam penelitian ini tentang
kehidupan masa muda mereka sebelum bertemu dengan suami/istri, masa berkenalan, saat
hari pernikahan, menata rumah, berumah tangga, kehidupan berumah tangga sebelum
memiliki anak, memiliki anak, kehidupan pernikahan setelah memiliki anak, kehidupan
setelah anak meninggalkan rumah, memiliki cucu dan mengenai kehidupan yang dialami
sekarang.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa terdapat penurunan yang signifikan.
Namun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu penelitian hanya dilakukan dalam 1 wilayah
kota, ukuran sampel kecil dan tidak terdapat kelompok control.
Populasi penelitian ini direkrut melalui selebaran dengan kriteria inklusi yaitu pria atau
wanita dengan usia 60 tahun ke atas yang tinggal di lingkungan komunitas. Berdasarkan
kriteria tersebut, 300 orang tua yang aktif dipilh secara acak untuk menyelesaikan skala
depresi. Dari total tersebut terpilih 50 sampel final yang terdiri dari 9 laki-laki, 40 wanita
dan 1 orang wanita lagi masuk ke dalam kriteria eksklusi karena sakit.
Intervention :
Intervensi yang diberikan yaitu terapi kenangan berkelompok dimana responden yang
terpilih dibagi menjadi lima kelompok untuk mengikuti sesi kenangan ( enam sesi diadakan
dua kali seminggu dalam tiga minggu). Terdapat 12 topik yang digunakan untuk diskusi (2
topik per sesi) dan setiap orang secara terpisah berbicara mengenai kenangan mereka
masing-masing pada setiap topik. Topik-topik tersebut diantaranya masa dewasa muda
sebelum bertemu pasangan mereka, pertemuan pertama dengan pasangan, proses pacaran,
hari pernikahan, saat membangun rumah, membina rumah tangga, kehidupan menikah
sebelum memiliki anak, memiliki anak, kehidupan pernikahan setelah memiliki anak,
kehidupan setelah anak-anak meninggalkan rumah, memiliki cucu, hidup sebagai suami-
istri yang mengasuh cucu dan kehidupan saat ini.
Comparison :
Pada analisis artikel ini dilakukan pembandingan dengan artikel lain dengan topik serupa
untuk mendapatkan analisis yang lebih baik terhadap penggunaan reminiscene therapy pada
lansia. Artikel yang digunakan sebagai pembanding adalah The Effect of Individual
Reminiscence Therapy on Self-Esteem and Depression Among Institutionalized Elderly in
India. Dari artikel ini didapatkan perbandingan sebagai berikut:
1. Tempat penelitian
Pada artikel utama yang kami analisis, tempat penelitian adalah di Iran sedangkan pada
artikel pembanding penelitian dilakukan di India. Perbedaan lokasi penelitian ini sudah
pasti sangat berpengaruh terhadap karakteristik dan tingkat depresi lansia. Sehingga
dalam beberapa desain dan kriteria disesuaikan dengan kondisi tempat penelitian
masing-masing.
2. Desain penelitian
Pada artikel pembanding menggunakan desain kuasi eksperimental dengan penilaian
dilakukan pada sebelum, segera setelah intervensi, dan 1 bulan setelah intervensi pada.
Selain itu, jumlah sampel pada artikel utama 49 sampel yang berusia lebih dari 60
tahun. Pada artikel utama, terapi dilakukan selama tiga minggu dengan frekuensi dua
kali dalam seminggu, dengan dua topik tiap sesi. Pada artikel pembanding, desain
penelitian menggunakan pretest-posttest desain dengan menggunakan satu skala yang
berbeda yaitu skala Rosenberg yang merupakan parameter penilaian harga diri. Selain
itu, pada artikel pembanding juga dilakukan uji korelasi terhadap faktor-faktor yang
dapat memengaruhi depresi lansia yang telah dikaji selama reminiscence therapy. Pada
artikel pembanding, intervensi dilakukan selama 7 sesi dengan 1 sesi tiap minggu
dengan sampel yang digunakan adalah lansia dengan usia 65-85 tahun.
3. Hasil
Pada kedua artikel, hasil reminiscence therapy memiliki efek yang signifikan
dibuktikan dengan nilai signifikasi pada skor Geriatric Depression Scale (GDS) <0,001
pada saat segera setelah terapi dan satu bulan setelah terapi. Sehingga dapat
disimpulkan efek reminiscence therapy terhadap depresi lansia bertahan selama satu
bulan. Sedangkan pada artikel pembanding, ditemukan bahwa, selain menurunkan skor
depresi lansia secara signifikan, reminiscence therapy juga dapat meningkatkan harga
diri lansia secara signifikan pula.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa artikel pembanding mendukung hasil
pada artikel utama sehingga dari kedua artikel tersebut diketahui bahwa reminiscence
therapy sangat efektif dalam menurunkan tingkat depresi lansia serta mampu meningkatkan
harga diri lansia.
Outcome :
Time :
Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini berlangsung selama tiga minggu dengan 2
kali terapi dalam satu minggu. Serta setelah itu dilakukan pengkajian kembali setelah 1
bulan program terapi berakhir. Sehingga total waktu penelitian adalah 7 minggu. Artikel ini
diterima oleh Eastern Mediterranean Health Journal pada tangga 1 Februari 2008 dan
disetujui pada tanggal 10 Juni 2008. Artikel ini dipublikansikan di Eastern Mediterranean
Health Journal dalam volume jurnal ke 16 nomor 7.
4.1 Simpulan
Depresi merupakan rasa sedih yang menetap lebih dari dua pekan dan mempengaruhi
kehidupan sehari-hari. Pada umumnya, yang rentang terkena depresi adalah orang cacat dan
lanjut usia (lansia) dengan tingkat depresi rata-rata depresi berat. Hal ini disebabkan karena
mereka menganggap bahwa perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan¸yang disertai
perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju
kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya
aktivitas Oleh karena itu diperlukan penanganan terhadap depresi yang lebih efektif untuk
menanggulangi depresi yang dialami lansia. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat
diberikan pada lansia untuk mengurangi depresi adalah terapi reminiscence. Terapi
Reminiscence merupakan suatu terapi yang dapat diberikan pada lansia sebagai upaya
untuk mengatasi masalah psikososial dengan cara memotivasi dan memberikan perhatian
terhadap kenangan atau pengalaman masa lalu dan upaya penyelesaian masalah yang
dilakukan pada saat itu serta dapat disharingkan kepada keluarga, kelompok, ataupun staf
keperawatan. Terapi Reminiscence tidak hanya bertujuan untuk memberikan pengalaman
yang menyenangkan untuk meningkatkan kualitas hidup, tetapi juga dapat meningkatkan
sosialisasi dan hubungan dengan orang lain, memberikan stimulasi kognitif, meningkatkan
komunikasi dan dapat menjadi suatu terapi yang efektif untuk gejala depresi
4.2 Saran
Terapi reminiscence yang diberikan untuk lansia sangat bermanfaat dalam mengatasi
stress, depresi maupun harga diri rendah yang nantinya akan bermanfaat untuk
kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup lansia, untuk itu sangat direkomendasikan
untuk diaplikasikan dan ditingkatkan dalam perawatan pasien di rumah sakit umum dan
rumah sakit jiwa.
Bagi instansi pendidikan agar menjadikan terapi reminiscence ini sebagai refrensi dan
bahan pembelajaran terkait dengan pemberian terapi dalam mengatasi stress, depresi
maupun harga diri rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Arumsari. 2014. Pengaruh Remniscence Therapy Terhadap Tingkat Stress Pada Lansia di
PSTW Unit Budi Luhur, Kasongan, Bantul Yogyakarta. (Online).
www.thesis.umy.ac.id/datapublik/t34166.pdf di akses 14 april 2015
Ismail, A. dan Santoso, H. (2009). Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: Gunung Mulia
Isnaeni, D.N. (2010). Hubungan Antara Stres dengan Pola Menstruasi pada Mahasiswa D
IV Kebidanan Jalur Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Maryam, S.R. 2008. Mengenai Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Nasution, H. (2011). Gambaran Koping Stres pada Wanita Madya dalam Menghadapi
Pramenopause. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, (online),
(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24670/4/Chapter%20II.pdf diakses
tanggal 14 April 2015)
Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.