Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIK PROFESI NERS STASE

KEPERAWATAN MATERNITAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:
SONIA NILA MAYLANI
221030230356

Dosen Pembimbing : Ns. Tri Rahyuning Lestari, S.Kep,.


M.Biomed

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. T DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA
DENGAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI RUANG VK
RS AN-NISA TANGERANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh:
SONIA NILA MAYLANI
221030230356

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2022
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Post Partum

Post partum atau nifas merupakan masa setelah kelahiran bayi, disusul

dengan kelahiran plasenta, serta selaput yang diperlukan kembali untuk

mengembalikan organ reproduksi untuk kembali seperti semula yaitu

seperti sebelum hamil dengan waktu + 6 minggu (Walyani &

Purwoastuti, 2015).

Post partum adalah masa setelah 6 minggu persalinan yang sering disebut

dengan masa nifas atau masa memelukan pulihnya alat kandungan

(reproduksi) seperti sebelum hamil. Atau post partum adalah masa

setelah 6 minggu sejak janin telah dilahirkan sampai organ reproduksi

kembali seperti sebelum hamil (Bobak, 2010).

Post partum adalah suatu periode yang berawal sesudah plasenta lahir

hingga kembalinya alat kandungan seperti semula yaitu pada kondisi

sebelum hamil, lamanya 6 minggu (Fitri, 2017).

B. Konsep Sectio Caesarea

1. Definisi

Sectio Caesarea merupakan metode yang dilakukan untuk

mengeluarkan janin dari rahim dengan insisi pada dinding uterus

melalui dinding depan perut (Mochtar, 2011). Tindakan sectio

caesarea dilakukan dengan mencegah kemungkinan terjadinya

kematian jika dilakukan persalinan normal atau melalui vagina

(Sukowati, et al, 2010).


Sectio caesarea adalah tindakan pembedahan dengan cara membuat

sayatan pada dinding rahim guna mengeluarkan bayi dari dalam

rahim (Oxorn & William, 2010).

Menurut pengertian diatas, dapat disimpulkan persalinan dengan

sectio caesarea adalah metode pengeluaran bayi dari perut ibu yang

dilakukan dengan membuat sayatan atau insisi pada perut tepatnya

di dinding rahim.

2. Etiologi

Manuaba (2009), indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah

ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.

Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar

melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas

dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :

a) CPD (Chepalo Pelvik Disproportion).

b) PEB (Pre-Eklamsi Berat).

c) KPD (Ketuban Pecah Dini).

d) Bayi Kembar.

e) Faktor Hambatan Jalan Lahir.

f) Kelainan Letak Janin

1) Kelainan pada Letak Kepala

(a). Letak Kepala Tengadah

Pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling

rendah dan bagian terbawah adalah puncak kepala.

Faktor penyebab lainnya adalah kelainan panggul,


kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,

kerusakan dasar panggul.

(b). Presentasi Muka

Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 % yaitu seperti

letak kepala tengadah (defleksi), sehingga kepala bayi

terletak di bagian terendah seperti muka.

(c). Presentasi Dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, posisi terendah

dan tetap paling depan yaitu dahi. Pada penempatan

dagu, biasanya dengan sendirinya akan kembali

menjadi letak muka atau letak belakang kepala.

2) Letak Sungsang

3. Manifestasi Klinis

Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang

lebih koprehensif yaitu : perawatan post operatif dan perawatan post

partum.

Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara

lain :

a) Adanya nyeri akibat luka pembedahan.

b) Ditemukan adanya luka pembedahan atau operasi pada bagian

abdomen.

c) Di umbilicus terletak fundus uterus dengan kontraksi kuat.

d) Kehilangan darah kira-kira 600-800ml selama prosedur

pembedahan, menimbulkan keinginan untuk muntah akibat


pengaruh anestesi.

e) Status pulmonary bunyi paru terdengar dan vesikuler

Manifestasi Ketuban Pecah Dini :

a) Keluar sedikit atau banyak ketuban warna putih, keruh, jernih,

kuning, hijau, kecoklatan.

b) Bila sudah terjadi infeksi suhu klien akan meningkat.

c) Janin akan mudah teraba.

d) Pada saat memeriksa dalam selaput ketuban tidak ada, air

ketuban sudah kering.

e) Inspeksikula, tampak air ketuban keluar terus atau selaput

ketuban tidakada mengeluarkan air-air atau sudah kering (Arief

Mansjoer, Dkk, 2001 : 310).

4. Patofisiologis

Telah terjadi suatu kondisi yang abnormal pada ibu maupun bayi

sehingga tidak memungkinkannya proses persalinan dan

mengakibatkan dilakukannya tindakan pembedahan. Pembedahan

ini dinamakan sectio caesarea, bahkan pembedahan ini menjadi

salah satu pilihan persalinan (Sugeng, 2010).

Terdapat kelainan pada bayi yang tidak lahir pervaginam, seperti

panggul sempit, keracunan pada kehamilan yang parah, tekanan

darahtinggi hingga menyebabkan kejang pada kehamilan, bayi yang

mempunyaikondisi letak yang tidak normal seperti lintang maupun

sunsang, terdapat sebagian kasus plasenta previa (tertutupnya mulut

rahim dengan plasenta), kehamilan mola, kehamilan pada usia


lanjut, partus lama, tali pusar yang keluar terlebih dahulu, ketuban

pecah dini serta bayi dalam 24 jam belum keluar, dengan kontaksi

yang lemah, dan seterusnya. Sehingga diperlukan tindakan

pembedahan sectio caesarea untuk mengantisipasi terjadinya

bahaya yang mungkin terjadi oleh ibu maupun bayi.


5. Komplikasi

Akibat yang mungkin terjadi pada pasien sectio caesarea menurut Nurarif

& Hardhi (2015) yaitu:

a) Komplikasi yang terjadi pada ibu

1) Infeksi yang terjadi pada ibu post partum yaitu disebut infeksi

puerperalis. Dapat terjadi ketika bakteri menginfeksi rahim

dan sekitarnya setelah proses melahirkan bayi. Infeksi ini

dapat bersifat ringan yang ditandai dengan suhu yang naik

dalam kurun waktu beberapa hari setelah melahirkan. Dapat

juga menjadi berat seperti peradangan, sepsis, dan

sebagainya.

2) Infeksi pasca operatif. Infeksi ini dapat terjadi jika sebelum

dilakukan tindakan operasi telah muncul tanda-tanda

terhadap kelainan.

3) Pendarahan. Dapat terjadi pada saat pembedahan apabila

cabang arteri uterin ikut terbuka atau bisa disebabkan oleh

atonia uteri.

b) Komplikasi lain

Komplikasi ini misalnya luka pada kandung kemih, dan embolisme

paru.

c) Komplikasi baru

Kurang kokohnya pada dinding uteri, maka akan mungkin dapat

mengakibatkan ruptur pada kehamilan berikutnya.

6. Pemeriksaan Penunjang

a) Elektroensefalogram (EEG) Untuk melihat dan memastikan


adanya terjadi kejang.

b) Pemindai CT Untuk melihat adanya kelainan kerapatan

jaringan.

c) Magneti Resonance Imaging (MRI).

d) Menghasilkan sinaran dengan menggunakan bagian magnetik

dan gelombang radio, berguna untuk memperhatikan daerah-

daerah otak yang tidak bisa tampak bila menggunakan

pemindaian CT.

e) Pemindaian Pasitron Emission Tomography (PET) Untuk

mencegah terjadinya kejang yang berkelanjutan dan sebagai

pembantu untuk melihat lokasi lesi, perubahan metabolik atau

aliran darah ke otak.

f) Uji Laboraturium

1) Fungsi lumbal : Mengalisis cairan serebrovaskuler.

2) Hitung darah lengkap : Mengevaluasi trombosit dan

hematokrit.

3) Panel elektrolit.

4) Skrining toksikdari serum dan urine.

5) AGD.

6) Kadar kalsium darah.

7) Kadar natrium darah.

8) Kadar magnesium darah.

9) Pemeriksaan laboraturium pada KPD adalah Cairan yang

keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau


dan pH nya. Air-air yang keluar dari vagina ini kecuali air

ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina

ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah

warna, tetap kuning.

7. Penatalaksanaan

Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC menurut

(Prawirohardjo, 2007) diantaranya :

a) Penatalaksanaan Secara Medis

1) Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol adalah analgesik

yang diberikan setiap 3-4 jam atau bila diperlukan.

2) Bila terjadi pengeluaran darah yang hebat atau banyak

diperlukan pemberian tranfusi darah.

3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan

lain-lain. Walaupun pemberian antibiotik secar efektif

dmasih dapat dipikirkan namun pemberian masih

tetapdianjurkan.

4) Ringer Laktat dan NaCl adalah Pemberian cairan secara

parenteral.

b) Penatalaksanaan Secara Keperawatan

1) Tanda-tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan

30 menit pada 4 jam kemudian harus diperiksa dan catat.

2) Pemantauan secara ketat pada pemeriksaan perdarahan dan

urine.

3) Mobilisasi yaitu pada hari pertama klien hanya


diperbolehkan hanya untuk naik turun tempat tidur. Namun

pada hari kedua klien sudah dianjurkan untuk bisa berjalan

dengan bantuan. Pada hari ke-5 yaitu pemulangan jika tidak

terdapat komplikasi penderita setelah operasi.

C. Konsep Ketuban Pecah Dini

1. Definisi

Ketuban pecah dini atau spontaneous/early premature of the

membrane (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu atau

sebelum terdapat tanda persalinan yaitu bila pembukaan pada primi

kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Ketuban

pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum

pembukaan 5 cm. KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu

melahirkan yang terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh

sebelumnya (Nugroho, 2010).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat

tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi

inpartu. Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm

lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu

banyak (Manuaba, 2009).

2. Etiologi

Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara

pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat

dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit

diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

a) Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban


maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban

bisa menyebabkan terjadinya KPD.

b) Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu

terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat

persalinan, curetage).

c) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara

berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma. Trauma yang

didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,

maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena

biasanya disertai infeksi.

d) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian

terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat

menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.

3. Patofisiologis

Menurut Manuaba (2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai

dengan terjadi pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban

mengalami devaskularisasi. Setelah kulit ketuban mengalami

devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis

sehingga jaringan ikat yang menyangga ketuban makin berkurang.

Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi

yang mengeluarkan enzim yaitu enzim proteolotik dan kolagenase

yang diikuti oleh ketuban pecah spontan.


Pathway

4. Manifestasi Klinis

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes

melalui vagina, aroma air ketuban berbau, berwarna pucat, cairan ini

tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai


kelahiran mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin

yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau

“menyumbat” kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam,

bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin

bertambah capat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi

(Sunarti, 2017).

5. Komplikasi

a) Komplikasi pada janin Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan

Hidayat (2009) komplikasi yang sering terjadi pada janin karena

KPD adalah sindrom distres pernapasan dan prematuritas.

Sindrom distres penapasan terjadi karena pada ibu dengan KPD

mengalami oligohidramnion.

b) Komplikasi pada ibu Menurut (Achadiat, 2010) komplikasi yang

sering terjadi adalah infeksi sampai dengan sepsis. membran janin

berfungsi sebagai penghalang untuk menghalangi merambatnya

infeksi. Setelah ketuban pecah, baik ibu dan janin beresiko infeksi

hal ini terjadi karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan

masuk mikroorganisme dari luar uterus apalagi jika sering

dilakukan pemeriksaan dalam. Komplikasi yang kedua adalah

peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan

komplikasi yang ketiga adalah ruptur uteri karena air ketuban

habis, sehingga tidak ada pelindung antara janin dan uterus jika

ada kontraksi sehingga uterus mudah mengalami kerusakan.


6. Penatalaksanaan

Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini,

yaitu :

a) Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan

atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.

b) Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk

dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin

dengan posisi bersujud.

c) Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali

pusat tidak tertekan kepala janin.

d) Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang

dilapisi plastik.

e) Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan

atau KPD lebih dari 6 jam, berikan antibiotik.

f) Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat

dengan posisi berbaring miring, berikan antibiotik.

g) Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan

konservatif, yaitu tirah baring dan berikan sedatif, antibiotik dan

tokolisis.

h) Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif

selama 24 jam lalu induksi persalinan.

i) Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran

dan akselerasi bila ada inersia uteri.

j) Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila


ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5

atau ketuban pecah dini lebih dari 6 jam dan skor pelvik lebih

dari 5.

k) Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan. Mengakhiri kehamilan

dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1) Induksi Induksi adalah proses stimulasi untuk merangsang

kontraksi rahim sebelum kontraksi alami terjadi, dengan

tujuan untuk mempercepat proses persalinan. (Alodokter,

2018).

2) Persalinan secara normal/pervaginam Persalinan normal

adalah proses persalinan melalui kejadian secara alami

dengan adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan

pembukaan untuk mengeluarkan bayi (Wikipedia, 2018).

3) Sectio caesarea. Menurut (Heldayani, 2009), sectio

caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding

depan perut untuk melahirkan janin dari dalam rahim.


BAB II

TINJAUAN TEORI KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

2. Keluhan Utama

− Ibu mengeluh nyeri pada luka operasi sectio caesarea

− Ibu mengeluh takut bergerak karena nyeri bertambah saat

bergerak

− Ibu mengeluh tidak bisa tidur

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

− Adakah ibu memiliki penyakit kronis, menular maupun

menahun

− Apakah ibu pernah mengalami tindakan operasi sebelumnya.

4. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Meliputi pengkajian waktu sesudah pembedaahan, keadaan umum,

kondisi klien, serta kondisi luka pembedahan.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit kronis, menular,maupun

menahun yang mungkin dapat ditularkan.

6. Riwayat Pernikahan

Perlu dikaji awal menikah, umur ketika menikah, jumlah dalam

menikah, serta status pernikahan sekarang.

7. Riwayat Obstetrik

Meliputi riwayat mengandung, persalinan lalu, penolong dalam


persalinan, tempat persalinan, metode persalinan, jumlah anak, pernah

keguguran atau tidak, serta kondisi nifas lalu.

8. Riwayat Persalinan Sekarang

Pada pengakajian ini yaitu waktu dan tanggal persalinan, metode

persalinan, jenis kelamin bayi, hingga kondisi bayi.

9. Riwayat KB

Guna mengetahui program KB yang sudah dilakukan, jenis metode

untuk mencegah kehamilan (kontrasepsi), keluhan penggunaan

kontrasepsi.

10. Pola-pola Fingsi Kesehatan

a) Pola Nutrisi

Terjadi peningkatan nafsu makan

b) Pola Eliminasi

− Ibu nifas gerakan terbatas karena mengalami kelemahan

dannyeri pasca operasi sectio caesarea.

− Biasanya cepat lelah

c) Pola Istirahat dan Tidur

Terdapat perubahan pola isttirahat tidur karena kehadiran bayi

dan respon nyeri pasca operasi.

d) Pola Pernapasan

Pada pasien post sectio caesarea gangguan pernapasan yang

kerap muncul adalah penyumbatan jalan napas, pernapasan yang

tidak adekuat.

11. Pemeriksaan Fisik


Menurut Yuli Aspiani (2017) pemeriksaan fisik pada ibu post operasi sectio

caesarea yaitu:

a) Keadaan Umum : lemah

b) Kepala : bentuk, kondisi rambut, serta kondisi kulit kepala.

c) Wajah : biasanya terlihat pucat karena menahan nyeri

d) Mata : konjungtiva anemis

e) Hidung : adakah terdapat polip/tidak, kebersihan hidung.

f) Telinga : simetris/tidak, bersih/kotor

g) Lidah : bersih atau kotor

h) Bibir : kering atau lembab

i) Leher : terdapat benjolan atau tidak

j) Thorax : Perlu dikaji simetris atau tidak, ada tidaknya retraksi

intercostal, ada tidaknya pernapasan tertinggal, ada tidaknya

suara tambahan, serta irama dan frekuensi pernapasan.

k) Payudara : Pada ibu post sectio caesarea yang mengalami

pembendungan ASI berbentuk simetris, kedua payudara kencang,

terdapat nyeri tekan, kedua putting menonjol, areola berwarna

kehitaman, ASI belum keluar atau ASI baru keluar sedikit.

l) Abdomen : Ada tidaknya distensi VU, apakah terdapat

pendarahan pada luka pasca pembedahan, berapakah tinggi

fundus uterinya, terdapat nyeri tekan atau tidak.

m) Genetalia : Ada tidaknya oedem, bagaimana pengeluaran lokhea

serta bau lokhea.

n) Ekstremitas : Simetris atau tidak, terdapat oedem atau tidak.


B. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada ibu post sectio

caesarea sesuai PPNI (2016) yaitu:

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri (D.0054)

3. Defisit pengetahuan tentang nutrisi ibu nifas b.d kekurangan

mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi (D.0111)

4. Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI (D.0029)

5. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur (D.0055)

6. Risiko Infeksi d.d efek prosedur invasif (D. 0142)

C. Intervensi

a. Dx. 1

Kriteria Hasil (SLKI):

Luaran utama: Tingkat nyeri

Luaran tambahan:

1) Fungsi gastrointestinal

2) Kontrol nyeri

3) Mobilitas fisik

4) Penyembuhan luka

5) Perfusi miokard

6) Perfusi perifer

7) Pola tidur

8) Status kenyamanan

9) Tingkat cedera (PPNI, 2018).


Rencana Keperawatan (SIKI)

1) Identifikasi nyeri secara komprehensif

2) Identifikasi respon nyeri non verbal

3) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

4) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

5) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu (PPNI, 2018).

b. Dx. 2

Kriteria Hasil (SLKI)

Luaran utama : Mobilitas fisik

Luaran tambahan:

1) Berat badan

2) Fungsi sensori

3) Keseimbangan

4) Konsevasi energi

5) Koordinasi pergerakan

6) Motivasi

7) Pergerakan sendi

8) Status neurologis

9) Status nutrisi

10) Toleransi aktivitas (PPNI, 2018).

Intervensi Keperawatan (SIKI)

1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2) Fasilitasi melakukan pergerakan

3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan


pergerakan

4) Jelaskan dan tujuan mobilisasi

5) Anjurkan melakukan mobilisasi dini (PPNI, 2018).

c. Dx. 3

Kriteria Hasil (SLKI)

Luaran utama: Tingkat pengetahuan

Luaran tambahan:

1) Memori

2) Motivasi

3) Proses informasi

4) Tingkat agitas

5) Tingkat kepatuhan (PPNI, 2018).

Intervensi Keperawatan (SIKI)

1) Identifikasi kesiapan dan faktor menerima informasi

2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

3) Jadwalkan pendidikan sesuai kesepakatan

4) Berikan kesempatan untuk bertanya

5) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

(PPNI, 2018).

d. Dx. 4

Kriteria Hasil (SLKI)

Luaran utama: Status menyusui

Luaran tambahan:

1) Dukungan keluarga
2) Dukungan sosial

3) Kinerja pengasuhan

4) Perlekatan

5) Status koping

6) Status menelan

7) Status nutrisi bayi

8) Tingkat nyeri (PPNI, 2018)

Intervensi Keperawatan (SIKI)

1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

2) Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui

3) Berikan konseling menyusui

4) Jelaskan manfaat menyusui dan perlekatan dengan benar

5) Ajarkan perawatan payudara post partum (PPNI, 2018).

e. Dx. 5

Kriteria hasil (SLKI)

Luaran utama : Pola tidur

Luaran tambahan:

1) Penampilan peran

2) Status kenyamanan

3) Tingkat depresi

4) Tingkat keletihan (PPNI, 2018).

Intervensi Keperawatan (SIKI)

1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur

2) Modifikasi lingkungan
3) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan

4) Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu

tidur

5) Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi

lainnya(PPNI, 2018)

f. Dx. 6

Kriteria hasil (SLKI))

Luaran utama : Tingkat infeksi

Luaran tambahan :

1) Integritas kulit dan jaringan

2) Kontrol infeksi

3) Status imun

4) Status nutrisi (PPNI, 2018).

Intervensi Keperawatan (SIKI)

1) Monitor tanda-tanda infeksi

2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien

3) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

4) Ajarkan cuci tangan dengan benar

5) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi (PPNI,

2018).
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat. (2010). Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.


Alodokter. (2018). Prosedur induksi untuk mempercepat persalinan.
Retrieved from https://www.alodokter.com/proses-induksi-untuk-
mempercepat-persalinan
Bobak. (2010). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta.
Cunningham. (2009). Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta.
Heldayani. (2009). Laporan asuhan keperawatan pada ibu dengan sectio
caesarea. Banjar Baru.
Manuaba. (2009a). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:
EGC.
Manuaba. (2009b). Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan Giinekologi.
Jakarat.
Mochtar, R. (2011). Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi (Jilid 2). EGC.
Muhammad, R. (2016). Karakteristik Ibu yang Mengalami Persalinan
dengan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi
Surakarta Tahun 2014. Naskah Publikasi, 4(4).
Najah, N. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Partum Sectio
Caesarea (SC) Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas
Fisik Di Eumah Sakit Umum Daerah Pringsewu Tahun 2018. In
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pringsewu Lampung.
KTI.
Nugroho. (2010). Buku Ajar Obstetri, untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Nurarif & Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Mediaction Publishing.
Nurjanah, S. N. dkk. (2013). Asuhan Kebidanan Postpartum; Dilengkapi
dengan Asuhan Kebidanan Post Sectio Caesarea (N. F. Atif (ed.)).
Refika Aditama.
Oxorn Harry dan William R. Foste. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan
Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia Medica.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia; Definisi dan
Indikator Diagnostik (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; Definisi dan
TindakanKeperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Kperawatan Indonesia; Definisi dan
KriteriaHasil Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Penerbit PT Bina Pustaka.
Saleha. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Salemba Medika.
Soedarto. (2016). Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Sagung Seto.
Walyani & Purwoastuti. (2015). Ilmu Obstetri & Ginekologi Sosial untuk
Kebidanan. Pustaka Baru Press.
Walyani, E. S. dan T. E. P. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
Menyusui.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Waikipedia. (2018). Persalinan normal. Retrieved from
https://id.wikipedia.org/wiki/Persalinan_normal
Yuli Aspiani, R. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas
Aplikasi NANDA, NIC dan NOC. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai