Anda di halaman 1dari 61

0

ASUHAN KEPERAWATAN PENERAPAN MOBILISASI UNTUK MENGATASI


KONSTIPASI PADA PASIEN POST SECTIO CAESAREA
DI RUANG BOUGENVILLE RSUD DR. SOEDIRMAN
KEBUMEN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Disusun Oleh:
Dwi Lusi Wahyuningsih, S.Kep
A31801117

PEMINATAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
2019

STIKES Muhammadiyah Gombong


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sectiocaesarea(SC) merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk
membantu persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal akibat masalah
kesehatan ibu atau kondisi janin. Tindakan ini diartikan sebagai pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus
untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Elizabeth, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO), rata-rata SC 5-15% per
1000 kelahiran di dunia, angka kejadian di rumah sakit pemerintah rata-rata
11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30%. Permintaan SC di
sejumlah negara berkembang melonjak pesat setiap tahunnya (Sriyanti,
2016). Selain itu, menurut WHO prevalensi SC meningkat 46% di Cina dan
25% di Asia, Eropa, dan Amerika Latin (Sujata & Vijay, 2014). Hal ini
didukung oleh Corso, et al (2017) yang menyatakan bahwa SC menjadi salah
satu kejadian dengan prevalensi yang meningkat di dunia. Jumlah persalinan
SC di Indonesia mencapai sekitar 30-80% dari total persalinan. Angka
kejadian SC di Indonesia menurut data survey nasional tahun 2017 adalah
927.000 dari 4.039.000 persalinan (Kemenkes RI, 2017). Di Jawa Tengah
persalinan yang ditangani oleh tenaga yang kompeten sebesar 87,1% (Dinas
Kesehatan Jawa Tengah, 2017). Jumlah persalinan SC yangterjadi di RSUD
dr. Soedirman Kebumen pada tahun2017 sebanyak 547 persalinan.
Selain itu dampak yang dihadapioleh pasien post operasi SC yaitu
nyeri, trombosis, danpenurunan gastrointestinal pada colon (Chesnut, 2008).
Mekanisme terjadinya penurunan sistem gastrointestinal pada pasienSC
disebabkan karena anestesi mempengaruhi susunan saraftepi yang kemudian
diteruskan ke saraf tidak sadar (otonom) dimana aktivitassarafotonom
dipengaruhi oleh hipotalamus. Rangsangan terhadap bagian lateraldan
posterior pada hipotalamusakan menurunkan kerja otot polos pada

1 STIKES Muhammadiyah Gombong


2

saluranpencernaan, sehingga peristaltik usus menjadi lambat dan


menyebabkan perut kembung dan sulit flatus (Ernawati, 2014).
Tindakan operasi akan mengakibatkan penurunan gangguan
terhadapmobilisasi pasien, oleh karena itu mobilisasi merupakan kegiatan
yangpenting pada periode post operasi SC untuk mencegahkomplikasi.
Kemampuan pasien untuk bergerak dan berjalan pada postoperasi akan
menentukan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memberikesempatan
pada pergerakan yang maksimal. Bergerak dan beraktifitas diatastempat tidur
membantu mencegah komplikasi pada sistem pernafasan,kardiovaskuler,
mencegah dekubitus, merangsang peritaltik usus danmengurangi rasa nyeri
(Cuningham, 2009).Mobilisasi pasca SCdapat dilakukan setelah 24 – 48
jampertama pasca bedah.Mobilisasi diantaranya bertujuan untuk
mempercepat penyembuhanluka, dan meningkatkan fungsi pencernaan
(Jitowiyono, 2012).
Ibu pasca SC disarankan untuk melakukan mobilisasi, tetapipada ibu
yang mengalami SCrasanya sulit untuk melaksanakanmobilisasi karena ibu
merasa letih dan sakit.Salah satu penyebabnya adalahketidaktahuan pasien
mengenai mobilisasi, untuk itu diperlukan pendidikankesehatan tentang
mobilisasi lebih maksimal dilakukan. Ibu yang mengalami SCterkadang
mengerti dalam pelaksanaan mobilisasi, namun ibutidak mengerti apa
manfaat dilakukan mobilisasi (Suririnah, 2009).Pasien yang tidak mengetahui
manfaat mobilisasi dan tidak mendapatkan informasi dari perawat cenderung
tidak melakukan mobilisasi.Kebanyakandari pasien pasca SCmempunyai
kekhawatiran kalautubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca pembedahan
akan mempengaruhiluka operasi yang masih belum sembuh (Smeltzer, 2012).
Selain itu apabila tidak melakukan mobilisasi beresiko mengalami konstipasi
akibat dari perbaikan peristaltik usus yang lambat (Cuningham, 2009).
Konstipasi itu sendiri jika tidak diatasi dapat menimbulkan situasi yang lebih
serius seperti impaksi (feces menjadi keras dan kering), obstruksi pada usus,
kanker kolon dan terjadinya hemorroid (Yulianik, 2014).

STIKES Muhammadiyah Gombong


3

Perawat mempunyai peran sebagai edukator dan motivator


sehinggapasien pasca SCmampu melakukan mobilisasi secara
mandiri.Perawat hendaknya mampu berespon terhadap kebutuhan pasien
denganmelakukan tindakan keperawatan :promotif, preventif, kuratif
danrehabilitatif. Dalam hal ini, perawat harus mampu mengkaji secara
telititingkat kebutuhan pasien akan mobilisasi, membuat perencanaan
tindakankeperawatan mobilisasi dini sehingga didapatkan pelayanan
kesehatan yangberkualitas dan komprehensif (Kozier, 2008).
Hasil obervasi dan wawancara pada dua orang pasien di ruang
Bougenville RSUD dr. Soedirman Kebumen yang mengalami konstipasi post
SC keduanya hanya terlentang di tempat tidur, terkadang mengubah posisi
miring kanan dan kiri dengan wajah tampak meringis dan takut untuk
melakukan pergerakan. Salah seorang pasien mengetahui bahwa pergerakan
pasca operasi sangat penting untuk mempercepat proses penyembuhan
sehingga tidak memperpanjang lamanya hari rawat, akan tetapi karena pasien
merasa kondisinya lemah dan khawatir jahitan pada luka operasinya terlepas,
pasien enggan untuk melakukan mobilisasi meskipun keluarga pasien telah
membantu untuk mobilisasi. Selain itu kurangnya informasi dari petugas
kesehatan mengenai mobilisasi dini juga membuat pasien tersebut tidak
melakukan mobilisasi. Berdasarkan kasus tersebut maka diperlukan asuhan
keperawatan penerapan mobilisasi pada pasien postsectiocaesareauntuk
mengatasi konstipasi di Ruang Bougenville RSUD dr. Soedirman Kebumen

B. TujuanPenulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisanKarya Ilmiah Akhir Ners ini untuk
memaparkan hasilasuhan keperawatan penerapan mobilisasi untuk
mengatasi konstipasipada pasien postsectiocaesareadi Ruang
Bougenville RSUD dr. Soedirman Kebumen.
2. Tujuan Khusus

STIKES Muhammadiyah Gombong


4

a. Memaparkan hasil pengkajian pada pasien post operasi sectio


caesareadengan konstipasi.
b. Memaparkan hasil analisa data pada pasien post operasi sectio caesarea
dengan konstipasi.
c. Memaparkan intervensi keperawatan pada pasien post operasi sectio
caesareadengan konstipasi.
d. Memaparkan implementasi keperawatan pada pasien post operasi sectio
caesareadengan konstipasi.
e. Memaparkan evaluasi keperawatan pada pasien post operasi sectio
caesareadengan konstipasi.
f. Memaparkan hasil inovasi tindakan mobilisasi dini pada pasien post
operasi sectio caesarea

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Bagi Ilmu Keperawatan, hasil penulisan ini dapat memberikan
informasi yang dapat digunakan sebagai masukan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan keperawatan, khususnya keperawatan maternitas.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat baik praktisi
maupun akademisi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
post operasi sectiocaesarea, sehingga akan semakin meningkatkan ilmu
keperawatan dan manajemen asuhan keperawatan, khususnya
pengkajian, pencegahan dan penatalaksanaan pasienpostsectio caesarea
dengan konstipasi.
b. Bagi manajemen RSUD dr. Soedirman Kebumen.
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien post sectio
caesareaagar dapat mempercepat pemulihan kesehatan pasienpostsectio
caesareadengan konstipasi.

STIKES Muhammadiyah Gombong


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin caedere yang berarti
memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetrik, istilah tersebut mengacu
pada tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan
membuka dinding perut dan rahim ibu (Lia et al, 2010).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin
dengan insisi melalui abdomen dan uterus (Liu, 2009). Sectio Caesarea
adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding
abdomen dan uterus (Oxorn & Forte, 2010).
Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan
anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus
abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih (Yusmiati, 2009).
2. Etiologi
EtiologiSectio Caesarea bisa absolut atau relatif. Setiap keadaan
yang membuat kelahiran lewat jalan tidak mungkin terlaksana merupakan
indikasi absolut untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah kesempitan
panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir.
Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan
adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat Sectio Caesarea akan
lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya (Oxorn & Forte, 2010).
3. Manifestasi Klinis
Persalinan melalui sectio caesarea memiliki beberapa bahaya yang
cukup umum dalam dunia kedokteran. Hal ini, tidak terlepas dari
penggunaan anestesi ketika operasi yang bisa terjadi pada ibu dan bayi

STIKES Muhammadiyah Gombong

6
6

yang dilahirkan. Secara umum resiko ini meliputi hipoksia akibat sindroma
hipotensi terlentang, depresi pernafasan akibat anastesi, dan sindroma
gawat pernafasan, lazimnya pada bayi dilahirkan dengan sectio
caecarea (Yusmiati, 2009).
Resiko ibu akibat sectio caecarea haruslah dianggap lebih serius,
karena mereka berhubungan langsung dengan tindakan operasi. Menurut
Yusmiati (2009), komplikasi diantaranya:
a. Infeksi yang didapat di rumah sakit, terutama setelah dilakukan sectio
caecarea.
b. Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering sering karena dasar
obstruksi.
c. Pembiusan ketika operasi atau yang lebih dikenal dngan anestesi,
dianggap sebagai alternatif untuk menghilangkan rasa sakit ketika
operasi tapi perlu pula diperhatikan bahwa penggunaan anestesi
tertentu dapat menimbulkan efek pada ibu dan bayi seperti syok,
trauma dan mual-mual serta hilang nafsu makan. Pada bayi yang barua
dilahirkan akan terlihat lemah akibat pengaruh anestesi.
Menurut Yusmiati (2009), secara spesifik resiko sectio caesarea
adalah sebagai berikut:
a. Resiko Jangka Pendek
1) Infeksi pada Bekas Jahitan
Infeksi luka akibat persalinan cesar beda dengan luka
persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah
terlihat, sedangkan luka operasi cesar lebih besar dan berlapis-
lapis. Bila penyembuhan tak sempurna, kuman lebih mudah
menginfeksi sehingga luka jadi lebih parah. Bukan tak mungkin
dilakukan jahitan ulang.
2) Infeksi Rahim
Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah kena infeksi sebelumnya,
misal mengalami pecah ketuban. Saat dilakukan operasi, rahim

STIKES Muhammadiyah Gombong


7

pun terinfeksi. Apalagi jika antibiotik yang digunakan dalam


operasi tak cukup kuat.

3) Keloid
Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu
karena pertumbuhan berlebihan sel-sel pembentuk organ tersebut.
Ukuran sel meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut.
Perempuan yang punya kecenderungan keloid tiap mengalami luka
niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas operasinya.
4) Cedera Pembuluh Darah
Pisau atau gunting yang dipakai dalam operasi berisiko
mencederai pembuluh darah. Misalnya tersayat. Kadang cedera
terjadi pada penguraian pembuluh darah yang melengket. Ini
adalah salah satu sebab mengapa darah yang keluar pada
persalinan cesar lebih banyak dibandingkan persalinan normal.
5) Cedera pada Kandung Kemih
Kandung kemih melekat pada dinding rahim. Saat operasi
cesar dilakukan, organ ini bisa saja terpotong. Perlu dilakukan
operasi lanjutan untuk memperbaiki kandung kemih yang cedera
tersebut.
6) Perdarahan
Perdarahan tak bisa dihindari dalam proses persalinan.
Namun, darah yang hilang lewat operasi cesar dua kali lipat
dibanding lewat persalinan normal.
7) Air Ketuban Masuk ke Pembuluh Darah
Selama operasi cesar berlangsung pembuluh darah terbuka.
Ini memungkinkan komplikasi berupa masuknya air ketuban ke
dalam pembuluh darah (embolus). Bila embolus mencapai paru-
paru, terjadilah apa yang disebut pulmonary embolism. Jantung
dan pernapasan ibu bisa terhenti secara tiba-tiba. Terjadilah
kematian mendadak.

STIKES Muhammadiyah Gombong


8

8) Pembekuan Darah
Pembekuan darah bisa terjadi pada urat darah halus di bagian
kaki atau organ panggul. Jika bekuan ini mengalir ke paru-paru,
terjadilah embolus.
9) Kematian Saat Persalinan
Beberapa penelitian menunjukkan, angka kematian ibu pada
operasi cesar lebih tinggi dibanding persalinan normal. Kematian
umumnya disebabkan kesalahan pembiusan, atau perdarahan yang
tak ditangani dengan cepat.
10) Kelumpuhan Kandung Kemih
Usai operasi cesar, ada kemungkinan ibu tak bisa buang air
kecil karena kandung kemihnya kehilangan daya gerak (lumpuh).
Ini terjadi karena saat proses pembedahan berlangsung, kandung
kemih terpotong.
11) Hematoma
Hematoma adalah perdarahan dalam rongga tertentu. Jika ini
terjadi, selaput di samping rahim akan membesar membentuk
kantung akibat pengumpulan darah terus-menerus. Akibatnya
fatal, yaitu kematian ibu. Sebenarnya, kasus ini juga bisa terjadi
pada persalinan normal. Tapi mengingat risiko perdarahan pada
operasi cesar lebih tinggi, risiko hematoma pun lebih besar.
12) Usus Terpilin
Operasi cesar mengakibatkan gerak peristaltik usus tak
bagus. Kemungkinan karena penanganan yang salah akibat
manipulasi usus, atau perlengketan usus saat mengembalikannya ke
posisi semula. Akibatnya ibu sulit buang air besar dan buang angin
karena ususnya seperti terpilin. Rasanya sakit sekali dan harus
dilakukan operasi ulang.

STIKES Muhammadiyah Gombong


9

13) Keracunan Darah


Keracunan darah pada operasi cesar dapat terjadi karena
sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi. Ibu yang di awal
kehamilan mengalami infeksi rahim bagian bawah, berarti air
ketubannya sudah mengandung kuman. Jika ketuban pecah dan
didiamkan, kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk karena
bernanah. Selanjutnya, kuman masuk ke pembuluh darah ketika
operasi berlangsung, dan menyebar ke seluruh tubuh. Keracunan
darah yang berat menyebabkan kematian ibu.
b. Risiko Jangka Panjang
1) Masalah Psikologis
Berdasarkan penelitian, perempuan yang mengalami operasi
cesar punya perasaan negatif usai menjalaninya (tanpa
memperhatikan kepuasan atas hasil operasi). Depresi
pascapersalinan juga merupakan masalah yang sering muncul.
Beberapa mengalami reaksi stres pasca trauma berupa mimpi
buruk, kilas balik, atau ketakutan luar biasa terhadap kehamilan.
Masalah psilokogis ini lama-lama akan mengganggu kehidupan
rumah tangga atau menyulitkan pendekatan terhadap bayi. Hal ini
bisa muncul jika ibu tak siap menghadapi operasi.
2) Pelekatan Organ Bagian Dalam
Penyebab pelekatan organ bagian dalam pascaoperasi cesar
adalah tak bersihnya lapisan permukaan dari noda darah.
Terjadilah pelengketan yang menyebabkan rasa sakit pada
panggul, masalah pada usus besar, serta nyeri saat melakukan
hubungan seksual. Jika kelak dilakukan operasi cesar lagi,
pelekatan bisa menimbulkan kesulitan teknis sehingga melukai
organ lain, seperti kandung kemih atau usus.
3) Pembatasan Kehamilan Dulu
Perempuan yang pernah menjalani operasi cesar hanya boleh
melahirkan tiga kali. Kini, dengan teknik operasi yang lebih baik,

STIKES Muhammadiyah Gombong


10

ibu memang boleh melahirkan lebih dari itu (bahkan sampai lima
kali). Tapi risiko dan komplikasinya makin berat.

c. Risiko Persalinan Berikutnya


1) Sobeknya Jahitan Rahim
Ada tujuh lapis jahitan yang dibuat saat operasi cesar yaitu
jahitan pada kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan
dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Jahitan rahim ini bisa
sobek pada persalinan berikutnya. Makin sering menjalani operasi
cesar, makin tinggi risiko terjadinya sobekan.
2) Pengerasan Plasenta
Jika setelah operasi cesar ibu hamil lagi, plasenta bisa
tumbuh ke dalam melewati dinding rahim, sehingga sulit
dilepaskan. Bila plasenta sampai menempel pada selaput lendir
rahim (endometrium), harus dilakukan pengangkatan rahim karena
plasenta mengeras.
4. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan
yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi
janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC) (Oxorn & Forte, 2010).
Pada proses operasi digunakan anastesi agar pasien tidak merasa
nyeri pada saat dibedah. Namun setelah selesai operasi, pasien mulai sadar
dan efek anastesi habis bereaksi, pasien akan merasa nyeri pada bagian
yang mengalami pembedahan. Banyak ibu yang mengeluhkan rasa nyeri di
bekas jahitan. Keluhan ini sebenarnya wajar karena adanya luka ditubuh
dan penyembuhan tidak bisa langsung sempurna, apalagi juka luka tersebut
tergolong panjang dan dalam. Pada operasi SC ada 7 lapisan perut yang
harus disayat, sementara saat proses penutupan luka 7 lapisan tersebut

STIKES Muhammadiyah Gombong


11

dijahit, daerah ayatan tersebutlah yang embuat rasa nyeri dan tidak nyaman
sehingga pasien terganggu (Hall, 2008).

5. Penatalaksanaan
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012), perawatan post
operasi Sectio Caesarea meliputi:
a. Mobilisasi
Setelah periode istirahat pertama berakhir (biasanya sekitar 2 jam
atau 8 jam). Dorong ibu untuk sering melakukan ambulasi (Bobak,
2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2012) sesudah 8 jam ibu
boleh miring ke kiri atau ke kanan.
b. Diet
Diet yang diberikan harus bermutu tinggi dengan cukup kalori,
mengandung cukup protein, cairan, serta banyak buah-buahan karena
wanita tersebut mengalami hemokonsentrasi (Wiknjosastro, 2012).
c. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntik 75 mg
meperidin (IM) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi
rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morfin.
1) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis meperidin yang diberikan
50 mg
2) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
meperidin
3) Obat obat antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan
bersama sama dengan pemberian preparat narkotik
d. Tanda tanda vital
Tanda tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan
darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan
funfus harus diperiksa.
e. Terapi cairan dan diet

STIKES Muhammadiyah Gombong


12

Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti


sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama
berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh dibawah 30
ml/jam, pasien harus segera dievaluasi kembali paling lambat pada hari
kedua
f. Vesica urinaria dan usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam post operasi atau pada
keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum
terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua
bising usus masih lemah dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga
g. Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan
dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang kurangnya 2x pada
hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
h. Perawatan luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang
alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara
normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari keempat setelah
pembedahan. Paling lambat hari ketiga post partum, klien dapat mandi
tanpa membahayakan luka insisi.
i. Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi
hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat
kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan
hipovolemia.
j. Perawatan payudara
Pemberian ASI bisa langsung diberikan setelah operasi pada bayi
dengan IMD terlebih dahulu.
k. Memulangkan pasien dari RS
Memulangkan pasien mungkin lebih aman bila diperbolehkan
pulang dari RS pada hari ke empat dan kelima post operasi, aktivitas

STIKES Muhammadiyah Gombong


13

ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan


bantuan orang lain.

B. Konsep DasarKonstipasi
1. Pengertian
Konstipasi merupakan penurunan frekuensi normal defekasi yang
disertai kesulitan atau pengeluaran feses tidak tuntas dan/ atau feses yang
keras, kering dan banyak (Herdman, 2018).
2. Batasan Karakteristik Masalah Konstipasi
Batasan karakteristikmasalah konstipasi menurut Herdman (2018)
adalah nyeri abdomen, nyeri tekanan abdomen dengan teraba resisten otot,
nyeri tekan abdomen tanpa teraba resisten otot, anoreksia, penampilan
tidak khas pada lansia, borborigmi, darah merah pada feses, perubahan
pada pola defekasi, penurunan frekuensi defekasi, penurunan volume
feses, distensi abdomen, keletihan, feses keras dan berbentuk, sakit kepala,
bising usus hiperaktif, bising usus hipoaktif, tidak dapat defeksi,
peningkatan tekanan intraabdomen, tidak dapat makan, feses cair, nyeri
pada saat defekasi, massa abdomen yang dapat diraba, massa rektal yang
dapat diraba, perkusi abdomen pekak, rasa penuh rektal, rasa tekanan
rektal, sering flatus, adanya feses lunak seperti pasta di dalam rektum,
mengejan pada saat defekasi, dan muntah.
3. Faktor yang Berhubungan dengan Masalah Konstipasi
Faktor yang berhubungan dengan masalah konstipasi herdman
(2018) adalah kelemahan otot abdomen, rata-rata aktifitas fisik harian
kurang dari yang dianjurkan menurut gender dan usia, konfusi, penurunan
motilitastraktus gastrointestinal, dehidrasi, depresi, perubahan kebiasaan
makan, gangguan emosi, kebiasaan menekan dorongan defekasi, kebiasaan
makan buruk, higiene oral tidak adekuat, kebiasaan toileting tidak adekuat,
asupan serat kurang, asupan cairan kurang, kebiasaan defekasi tidak
teratur, penyalahgunaan laksatif, obesitas, perubahan lingkungan baru.

STIKES Muhammadiyah Gombong


14

C. Mobilisasi
1. Pengertian
Mobilisasi merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang
diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan
aktivitas (Perry & Porter, 2010)
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatanya (Alimul, 2009).
2. Fungsi Mobilisasi
Kemampuan untuk tetap aktif dan bergerak secara aktif penting dalam
memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Menurut Smith (2010),
mobilisasi ditunjukan untukmempercepat penyembuhan luka,
memperbaiki sirkulasi, mencegah statis vena, menunjang fungsi
pernafasan normal, meningkatkan fungsi pencernaan, mengurangi
komplikasi pasca bedah, mengembalikan fungsi pasien semaksimal
mungkin seperti sebelum operasi, dan mempertahankan konsep diri
pasien dan mempersiapkan pasien pulang.
Menurut Ernawati (2017), mekanisme statik kontraksi untuk
mempercepat pengembalian peristaltik usus adalah melancarkan aliran
darah dan pernafasan kembali normal sehingga sehingga seluruh organ
tubuh akan teroksigenasi dengan baik dan pemulihan otot perut akan cepat
kembali, gerakan statis akan merangsang otot polos pada colon sehingga
timbul flatus dan perut kembung berkurang sehingga tidak terjadi
konstipasi.
3. Kerugian Tidak Melakukan Mobilisasi
Imobilisasi atau tirah baring dapat menyebabkan penurunan sungsi
sensorik, perubahan respon emosional dan perilaku, seperti: permusuhan,

STIKES Muhammadiyah Gombong


15

perasaan pusing, takut, dan perasaan tidak berdaya sampai ansietas ringan
sampai psikosis; depresi karena perubahan peran dan konsep diri,
gangguan pola tidur karena perubahan rutinitas atau lingkungan, dan
perubahan koping. Imobilisasi yang lama durasinya juga akan
mengakibatkan bahay psikologis yang semakin besar pada pasien pasca
laparatomi (Smith, 2010)
Masalah yang sering terjadi dengan mobilisasi pasca operasi adalah
ketika pasien merasakan terlalu sakit atau nyeri maka pasien tidak mau
melakukan mobilisasi dan memilih untuk istirahat di tempat tidur.
Smeltzer (2012) menyatakan bahwa tingkat dan keparahan myeri pasca
operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi individu,
toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi,sifat prosedur,
kedalaman trauma bedan dan jenis agen anesthesia. Selain itu, pasien yang
tidak mengetahui manfaat mobilisasi dan tidak mendapatkan informasi
dari perawat cenderung tidak melakukan mobilisasi. Dengan demikian,
kebanyakan dari pasien post operasi mempunyai kekhawatiran kalau tubuh
digerakan pada posisi tertentu pasca pembedahan akan mempengaruhi luka
operasi yang masih belum sembuh. Kekhawatiran (ansietas) ini dapat
meningkatkan ketidakmampuan untuk melakukan mobilisasi (Oswari,
2010)
4. Anjuran Melakukan Mobilisasi
Pasien dianjurkan untuk segara melakukan mobilisasi setelah 24-48
jam pertama pasca bedah. Pergerakan pasca pembedahan akan
mempercepat pencapaian level kondisi seperti pra pembedahan. Perawat
mempunyai peran sebagai educator dan motivator sehingga pasien pasca
operasi mampu melakuakn mobilisasi secara mandiri. Perawat hendaknya
mampu berespon terhadap kebutuhan pasien dengan melakukan tindakan
keperawatan : promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative. Dalam hal,
ini perawat harus mampu mengkaji secara teliti tingkat kebutuhan pasien
akan mobilisasi, membuat perencanaan tindakan keperawatn mobilisasi

STIKES Muhammadiyah Gombong


16

sehingga didapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan


komprehensif (Perry & Potter, 2010)
5. Rentang Gerak Dalam Mobilisasi
Menurut Carpenito (2010) dalam mobilisasi terdapat 3 rentang gerak :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif berguna untuk menjaga kelnturan oto dan
persendian dengan menggerakan otot orang lain secara pasif. Misalnya :
perawat mengangkat dan menggerakan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Rentang gerak aktif untukmelatih kelenturan dan kekuatan otot
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Misalnya :
berbaring, pasien menggerakan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Rentang gerak fungsional untuk memperkuat otot-otot dan sendi
dengan melakukan aktivitas yang diperlukan.
6. Jenis Mobilisasi
Menurut Alimul (2009) jenis mobilisasi meliputi :
a. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan sesorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi
social dengan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini
merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol penuh seluruh area tubuh sesorang.
b. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian merupak kemampuan seseorang u8tnuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas
karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada
area tubuhnya. Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
c. Mobiltas sebagian temporer
Mobilitas temporer merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat

STIKES Muhammadiyah Gombong


17

disebabkan oelh trauma reversible pada sistem muculokeletal,


contohnya : dislokasi sendi dan tulang.

d. Mobilisasi sebagian permainan


Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan
individu untuk bergerka dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusknya sistem saraf reversible, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang
belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensorik (Alimul, 2009).
7. Tindakan Mobilisasi
Menurut Kasdu (2011) mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi
berikut akan dijelaskan tahap mobilisasi pada post operasi :
a. Setelah operasi pada 6 jam pertama pasca operasi harus tirah baring.
Mobilisasi yang bisa dilakukan adalah menggerakan lengan, tangan,
menggerakan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan
menggeser kaki.
b. Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kanan dan miring kiri
untuk mencegah trombosis dan trombo emboli.
c. Setelah 24 jam dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.
d. Setelah duduk dianjurkan untuk belajar berjalan.
Menurut Farrer (2011), latihan ditempat tidur dengan posisi
terlentang.
Langkah-langkah dalam mobilisasi antar lain :
a. Latihan nafas dalam ± setengah menit ( untuk menyempurnakan
ekspansi paru dan mengurangi statis sekresi lendir bronchial paru)
Caranya : Berbaring pada punggung, kedua lutut ditekuk. Letakan
kedua belah tangan pada perut dibawah bagian iga. Tarik nafas
perlahan-lahan dan dalam lewat hidung, kemudian keluarkan lewat

STIKES Muhammadiyah Gombong


18

mulut sambil mengencangkan dinding perut untuk membantu


mengosongkan paru-paru.
b. Latihan lengan, caranya : Berbaring pada punggung, kedua lengan
diluruskan diatas kepala dengan telapak tangan menghadap keatas.
Kendurkan sedikit lengan kiri dan kencangkan lengan kanan. Pada saat
yang sama, lemaskan tungkai kiri dan kencangkan tungkai kanan
sehingga seluruh sisi tubuh yang kiri menjadi kencang sepenuhnya.
Ulangi hal yang sama pada sisi tubuh yang berlawanan.
c. Latihan jari dengangerkana abduksi dan aduksi selama setengah
menit.Caranya :Lakukan gerkan tangan dengan gerakan membuka dan
mengenggam lalu gerakan jari tangan dengan gerakan menjauh dan
merapat selama setengah menit.
d. Latihan jari kaki, caranya :Lakukan gerakan telapak kaki kiri dan kana
ke atas dank e bawah seperti gerakan menggergaji, kemudian gerakan
abduksi dan aduksi selama setengah menit.
e. Latihan miring kanan dan kiri. Caranya :lakukan miring ke salah satu
sisi dengan lengan atas ke depan. Bagian dasar tungkai agak fleksi,
sementara tingkai fleksi pada paha dan lutut. Kepala klien di sangga
dengan bantal dan bantal kedua diletakan memanjang atara tungkai.
Posisi ini digunakan ketika diinginkansering berubah posisi klien
(setiap 2 jam sekali). Posisi ini untuk membantu drainase kavitas
badomen dan untuk mencegah komplikasi pernafasan post
pembedahan.
f. Latihan posisi semi fowler (hari ke II), caranya :Badan klien
ditinggikan pada sudut 60-70º. Ini merupaka posisi duduk nyaman.
Tetapi posisi ini harus dilakukan dengan perlahan untuk mengurangi
perasaan ringan kepala. Umumnya klien merasa pening setelah bagian
kepala tempat tidur dinaikan. Karena itu frekuensi nadi dan warna kulit
harus dikaji dengan sering. Jika klien mengeluuh pusing, tempat tidur
harus diturunkan dengan perlahan. Jika mulai hilang, bagian kepala
tempat tidur dapat dinaikan lagi dalam 1 atau 2 jam. Tempatkan

STIKES Muhammadiyah Gombong


19

sanggaan pada kai untuk mencegah klien merosot di tempat tidur dan
membuat klien lebih aman. Pertahankan posisi klien sampai 1 jam. Bila
tidak ada keluhan, ibah posisi klien sampai posisi duduk.
g. Latihan duduk di tempat tidur dengan kai menjuntai ke bawah temapt
tidur (pada hari ke III). Dengan bantuan perawat, bantu klien untuk
duduk dipinggir tempat dengan kaki di bawah. Saat perubahan posisi
ini, klien dianjurkan untuk meletakan tangan kiri pada area insisi untuk
membelat (menyangga area insisi untuk meminimalkan penarikan
jahitan). Sedangkan tangan kanan pegangang pada pagar tempat tidur.
h. Latihan turun dari tempat tidur dan berjalan sekitar tempat tidur dengan
bantuan atau melakuak sendiri (pada hari ke III). Latihan ini dapat
dilakukan setelah klien cukup merasa kuat untuk berdiri. Lakukanlah
dengan bantuan perawat. Sediakan kursi di sisi tempat tidur untuk
membantu klien bile merasa lelah.
i. Latihan jallan berdiri (pada hari ke IV). Latihan jalan sendiri dapat
dilakukan di sekitar tempat tidur atau sampai ke kamar mandi. Hal ini
melatih klien untuk mandiri untuk dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri sesuai dengan kemampuannya dalam beraktivitas. Prinsip
ambulansi pada klien post Sectio Caesar dilakukan secar bertahap dan
teratur diikuti dan disesuaikan dengan kondisi fisik klien.
Mobilisasi bertujuan untuk mencegah terjadinya thrombosis dan
emboli. Miring kekanan dan kekiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 ajm
setelah pasien sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil
tidur terlentang mungkin setelah sadar. Pada hari kedua, klien dapat
didudukan selam 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam-dalam lau
menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk
melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan pada pasien bahwa
ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang di ubah menjadi setengah
duduk/semi fowler. Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari
dianjurkan belajar sendiri pada hari ke-3 sampai 5 pasca bedah. Jadi

STIKES Muhammadiyah Gombong


20

mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahta adalah
yang paling dianjurkan (Mochtar, 2008).

D. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori


1. Pengkajian Fokus Post SC
Data pengkajian yang ditemukan pada pasien Post SC Menurut
Muttaqin (2010) yaitu:
a. Pengkajian dasar data klien
Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya
indikasi untuk kelahiran caesarea.
b. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800ml.
c. Integritas ego
Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran
mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi
baru.
d. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas
amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas, darah merah pada feses,
perubahan pada pola defekasi, penurunan frekuensi defekasi, penurunan
volume feses,feses keras dan berbentuk, bising usus hiperaktif, bising
usus hipoaktif, tidak dapat defeksi, nyeri pada saat defekasi, massa
rektal yang dapat diraba, rasa penuh rektal, rasa tekanan rektal, sering
flatus, adanya feses lunak seperti pasta di dalam rektum, mengejan pada
saat defekasi.
e. Makanan / Cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.

STIKES Muhammadiyah Gombong


21

f. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal
epidural

g. Nyeri / Ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber
misalnya trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih/abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
h. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
i. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh, jalur
parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan
nyeri tekan
j. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea
sedang dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.
k. Pemeriksaandiagnostik
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan. Urinalisis
: kultur urine, darah vagina dan lochea, pemeriksaan tambahan
didasarkan pada kebutuhan individual
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2017), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien post SC adalah
a. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Konstipasi berhubungan dengan fungsi : aktivitas fisik tidak
mencukupi.
3. Fokus Intervensi dan Rasional

STIKES Muhammadiyah Gombong


22

Menurut Muttaqin (2010), fokus rencana keperawatan untuk


diagnosa yang muncul pada pasien post SC adalah :
a. Konstipasi berhubungan dengan fungsi : aktivitas fisik tidak
mencukupi.
NOC
Bowel Elimination
Hydration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam konstipasi
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Pola BAB dalam batas normal.
2) Feces lunak.
3) Cairan dan serat adekuat
4) Aktivitas adekuat
5) Hidrasi adekuat
NIC
Constipation/impaction management
1) Monitor defekasi
2) Identifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi.
3) Monitor tanda-tanda ruptur bowl/peritonitis.
4) Jelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien.
5) Konsultasikan dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan
bising usus.
6) Kolaborasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap.
7) Jelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan tinggi serat) terhadap
eliminasi.
8) Jelaskan pada pasien konsekwensi penggunaan laksatif.
9) Dorong peningkatan aktivitas yang optimal ( mobilisasi).
10) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diit tinggi serat dan cairan.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
NOC
Energi conservation

STIKES Muhammadiyah Gombong


23

Activity tolerance
Self Care: ADLs
Kriteria Hasil:
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
3) Tanda-tanda vital normal
4) Energy psikomotor
5) Level kelemahan
6) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat
7) Status kardiopulmonari adekuat
8) Sirkulasi status baik
9) Statur respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat.
NIC
Activity Therapy
1) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat
2) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
3) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
4) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5) Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
6) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
8) Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktifitas
9) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
10) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

STIKES Muhammadiyah Gombong


24

11) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual


c. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
NOC
Pain Level
Pain Control
Comfort Level
Kriteria Hasil:
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri).
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC
Pain Management
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan
terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara
efektif
3) Gunakan strategi komunikasi terapeutik
4) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
5) Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
6) Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
7) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri

STIKES Muhammadiyah Gombong


25

8) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi (terapi relaksasi)


9) Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrol nyeri yang dipakai
selama pengkajian nyeri dilakukan
10) Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan
nyeri
Analgesic Administration
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat
4) Pilih analgesik atau kombinasi analgesik yang sesuai ketika lebih
dari satu diberikan
5) Tentukan pilihan obat analgesik (narkotik, non narkotik atau
NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
6) Kolaborasi dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian atau
perubahan interval dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip analgesik
7) Monitor tanda vital sebelum dan setelah memberikan analgesik
narkotik pada pemberian dosis pertama kali atau jika ditemukan
tanda-tanda yang tidak biasanya
8) Berikan analgesik tambahan dan atau pengobatan jika diperlukan
untuk meningkatkan efek pengurangan nyeri
9) Lakukan tindakan-tindakan untuk menurunkan efek samping
analgesik (misalnya: konstipasi dan iritasi lambung)
10) Evaluasi keefektifan analgesik dengan interval yang teratur pada
setiap setelah pemberian khususnya setelah pemberian pertama
kali, juga observasi adanya tanda dan gejala efek samping
(misalnya: depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering dan
konstipasi)
4. Implementasi

STIKES Muhammadiyah Gombong


26

Menurut Nursalam (2008), perawat mengimplementasikan tindakan


yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria
proses, meliputi :
a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien
d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan.
e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara implementasi
dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
tercapainya keberhasilan (Nursalam, 2008).

E. Kerangka Konsep

Post Sectio Caesarea Mobilisasi Konstipasi

Tidak konstipasi

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

STIKES Muhammadiyah Gombong


27

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah akhir Ners ini
yaitu menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus, dimana
metode ini bersifat mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik
kesimpulan data (Notoatmodjo, 2010). Pada studi kasus ini menggambarkan
asuhan keperawatan penerapan mobilisasi pada pasien
postsectiocaesareauntuk mengatasi konstipasi di Ruang Bougenville RSUD
dr. Soedirman Kebumen.

B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian pada 3
pasien post operasi sectio caesarea dengan kriteria inklusi dan eksklusi
sebagai berikut :
1. Inklusi
Kriteria inklusi yaitu kriteria dimana subjek mewakili sampel yang
memenuhi syarat sebagai sampel (Hidayat, 2009).
a. Pasien post operasi sectio caesarea
b. Bersedia menjadi responden
2. Ekslusi
Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab
(Nursalam, 2008).
a. Pasien post operasi sectio caesarea dengan komplikasi.

STIKES Muhammadiyah Gombong


28

C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada asuhan keperawatan penerapan mobilisasi
pada pasien postsectiocaesareauntuk mengatasi konstipasi.

D. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Asuhan 28
Serangkaian tindakan Format asuhan Asuhan
keperawatan mulai dari keperawatan keperawatan
pasien pengkajian,analisa
postSectio data,merumuskan
Cesarea diagnosa keperawatan,
intervensi,implementasi
dan evaluasi pada
pasien post sectio
cesarea

Konstipasi Proses defekasi yang Menggunakan Data konstipasi


disertai dengan batasan
pengerasan feces dan karakteristik
sulit untuk keluar. yang sudah
penulis buat

Mobilisasi Rangkaian kegiatan Menggunakan Kemampuan pasien


yang diawali dengan rentang gerak mobilisasi
suatu pergerakan mobilisasi
terkoordinasi pada 6
jam post operasi sectio
cesarea.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

E. Instrumen Penelitian
Instrument merupakan alat atau fasilitas yang digunakan untuk
mendapatkan data. Alat-alat dan bahan merupakan penjelasan tentang alat-
alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan studi kasus (Budiarto, 2009). Alat
dan instrumen yang digunakan dalam pengambilan kasus ini yaitu format
pendokumentasian keperawatan yaitu meliputi pengkajian, analisa data,

STIKES Muhammadiyah Gombong


29

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi, form asuhan


keperawatan post SC, dan SOP mobilisasi, dan lembar observasi tanda gejala
konstipasi menurut Herdman (2018).
Batasan karakteristik masalah konstipasi menurut Herdman (2018)
adalah nyeri abdomen, nyeri tekanan abdomen dengan teraba resisten otot,
nyeri tekan abdomen tanpa teraba resisten otot, anoreksia, penampilan tidak
khas pada lansia, borborigmi, darah merah pada feses, perubahan pada pola
defekasi, penurunan frekuensi defekasi, penurunan volume feses, distensi
abdomen, keletihan, feses keras dan berbentuk, sakit kepala, bising usus
hiperaktif, bising usus hipoaktif, tidak dapat defeksi, peningkatan tekanan
intraabdomen, tidak dapat makan, feses cair, nyeri pada saat defekasi, massa
abdomen yang dapat diraba, massa rektal yang dapat diraba, perkusi abdomen
pekak, rasa penuh rektal, rasa tekanan rektal, sering flatus, adanya feses lunak
seperti pasta di dalam rektum, mengejan pada saat defekasi, dan muntah.

F. Metode Pengumpulan Data


Tahap pertama pengumpulan data untuk penulisan studi kasus ini
memilih pasien post operasi sectiocaesarea dan masalah keperawatan
konstipasi, dalam proses pengumpulan data menggunakan berbagai cara yaitu
dengan menggunakan proses wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan
dokumentasi. Tujuan dari proses pengumpulan data ini untuk mendukung
diagnosa keperawatan apa yang dialami oleh pasien sehingga dapat dilakukan
tindakan keperawatan.
Tahap kedua yaitu melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik
menggunakan format asuhan keperawatan untuk mendapatkan data yang
relevan. Dalam melakukan pengkajian menggunakan dua cara yaitu dengan
alloanamesa dan autoanamesa. Alloanamesa yaitu kegiatan tanya jawab
anatara pasien dengan perawat dengan saudara atau keluarga dekat pasien
yang dianggap mengetahui banyak tentang keadaan pasien. Sedangkan
Autoanamesa yaitu tanya jawab antara pasien dengan perawat secara
langsung karena keadaan pasien dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

STIKES Muhammadiyah Gombong


30

dilakukan perawat. Pemeriksaan fisik dilakukan tidak hanya secara umum


tetapi secara khusus untuk pasien sectio caesarea untuk lebih mengetahui
permasalahan dan memperkuat diagnosa yang akan ditegakkan. Pemeriksaan
fisik dilakukan dari ujung rambut hingga kaki. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan meliputi inspeksi yaitu pemeriksaan perawat terhadap pasien yang
dilakukan dengan cara melihat atau memperhatikan keseluruhan tubuh pasien
secara rinci, palpasi yaitu pemeriksaan fisik pasien dengan cara meraba atau
memegang pada tubuh pasien yang terlihat abnormal, perkusi yaitu
pemeriksaan fisik pasien dengan mengetuk daerah tertentu dari tubuh pasien
dengan jari atau alat dan kemudian mendengarkan suara yang dihasilkan, dan
auskultasi yaitu pemeriksaan fisik pasien dengan mendengarkan bunyi-bunyi
yang terjadi karena proses fisiologi atau pathologi di dalam tubuh.
Tahap ketiga menegakkan diagnosa keperawatan untuk
mempermudah dalam merumuskan perencanaan. Dalam menegakkan
diagnosa keperawatan perlu di dukung oleh data subjektif yang diperoleh
dari hasil pengkajian pada pasien atau keluarga terdekat, dan data objektif
diperoleh dari hasil observasi, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan
penunjang. Sumber data lain melalui kolaborasi dengan tenaga medis lain,
rekam medis pasien, dan terapi medis yang diberikan pada pasien.
Tahap keempat membuat perencanaan sesuai dengan Nursing
Intervention Classification (NIC) Nursing Outcome Classification(NOC)
berdasarkan diagnosa yang sudah ditegakan. Fungsi dari Nursing Outcome
Classification (NOC) sebagai patokan untuk mengetahui tindakan yang sudah
dilakukan sudah tercapai atau tidak. Sedangkan Nursing Intervention
Classification (NIC) untuk mencari tindakan yang sesuai untuk
menyelesaikan masalah keperawatan tersebut dengan melihat dari kriteria
hasil.
Tahap kelima melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan
perencanaan yang sudah disusun. Tahap keenam melakukan evaluasi dan
mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai tindakan yang dilakukan
selama 10 menit menggunakan format asuhan keperawatan yaitu pengkajian,

STIKES Muhammadiyah Gombong


31

analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.


Serta melakukan tanda tangan dan nama terang untuk mengerungi adanya
salah paham antara teman sejawat.

G. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bougenville RSUD dr.
Soedirman Kebumen pada bulan Oktober- November 2018.

H. Analisa Data dan Penyaji Data


Menurut Nursalam (2008), analisa data dan penyaji data diantaranya
yaitu:
1. Analisa Data
Analisa data dalam penulisan hasil penelitian ini di lakukan secara
deskriptif asuhan keperawatan dengan masalah konstipasi post SC.
2. Penyaji Data
Penyajian data yang dilakukan dalam penulisan
penelitianmenggunakan penyajian dalam bentuk narasi dan tabel.
Pendokumentasian disajikan dalam bentuk asuhan keperawatan untuk
menarik kesimpulan berdasarkan data subjektif dan objektif.

I. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari institusi
tempat penelitian. Penelitian menggunakan etika sebagai berikut Palestin
(2007).
1. Justice
Peneliti melakukan penelitian kepada tiga pasien dengan melakukan
tindakan keperawatan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP)
yang sama dan tanpa membeda-bedakan dalam melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan keluhan masing-masing pasien.
2. Anonymity

STIKES Muhammadiyah Gombong


32

Bentuk penulisan tidak perlu mencantumkan nama pada lembar


pengumpulan data, tetapi hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data.

3. Confidentialy
Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan.
4. Beneficience
Peneliti melakukan penelitian tidak hanya demi kepentingan
sendiri tetapi untuk melakukan modifikasi tindakan keperawatan agar
keluhan yang pasien rasakan lebih cepat teratasi, selain itukeuntungan
pasien dalam melakukan kegiatan ini adalah terhindar dari masalah
konstipasi.
Partisipasi subyek studi kasus harus dihindarkan dari keadaan yang
tidak menguntungkan. Subyek harus diyakinkan bahwa partisipasinya
dalam studi kasus tidak akan digunakan dalam hal-hal yang dapat
merugikan subyek dalam bentuk apapun.
5. Right for human dignity
Peneliti mempertimbangkan hak-hak pasien untuk mendapatkan
informasi terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian untuk mencegah
dari kesalahan dan peningkatan kebaikan serta memiliki kebebasan
menentukan pemilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan penelitian. Subyek harus mendapatkan informasi secara lengkap
tentang tujuan studi kasus yang akan dilakukan, mempunyai hak untuk
bebas berpartisipasi atau menolak menjadi subyek subyek studi kasus.
Pada inform consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh
hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu

STIKES Muhammadiyah Gombong


33

BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Lahan Praktek


1. Profil RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kebumen berdiri
sejak tahun 1917 yang dikelola oleh misi Zending Belanda. Sejak tahun
1953, RSUD Kabupaten Kebumen resmi menjadi milik Pemerintah
Daerah Kabupaten Kebumen. RSUD Kebumen beroperasi di Dusun
Bojong Kelurahan Panjer Kecamatan Kebumen, tepatnya di selatan jalan
kereta api disebelah barat Stasiun Kebumen. Gedung di Lokasi ini
merupakan peninggalan Belanda, dan strategis pada zaman dahulu karena
dekat dengan stasiun, rel kereta api, dan sungai besar. Namun kondisi ini
sudah tidak strategis lagi dimasa sekarang, dan efektif sejak 1 maret 2015
Operasional RSUD Kebumen pindah secara keseluruhan ke gedung baru
yang beralamat di Jalan Lingkar Selatan Desa Muktisari Kecamatan
Kebumen.
RSUD Dr. Soedirman Kebumen yang memiliki VISI ”Menjadi RS
Modern, Profesional, Pusat Rujukan Kegawatan Medik dan Spesialistik”.
MISI RSUD Dr. Soedirman Kebumen adalah :
a. Menyelenggarakan pelayanan kegawatan medik dan pelayanan
kesehatan tingkat spesialistik yang bermutu untuk seluruh masyarakat;
b. Modernisasi sistem, sarana dan prasarana pelayanan yang sesuai
standar nasional kelas B;
c. Menyelenggarakan pendidikan SDM yang mendukung
profesionalisme dan daya saing;

STIKES Muhammadiyah Gombong


34

d. Meningkatkan kemampuan keuangan untuk mendukung kemandirian


dan pengembangan layanan.
MOTTO RSUD Dr. Soedirman Kebumen adalah SENYUM :
S : Sigap
E : Empati
N : Nyaman
Y : Yakin
U : Unggul
M : Memuaskan
2. Gambaran Lahan Praktik Ruang Bougenville
Ruang Bugenville merupakan salah satu bagian dari instalasi rawat
inap khususnya pelayanan kasus obstetri dan ginekologi. Ruang
Bugenville memiliki 37 kapasitas tempat tidur dengan rincians sebagai
berikut : 2 TT VIP, 4 TT kelas 1, 10 TT kelas 2 dan 21 TT kelas 3. Ruang
Bugenville berada di lantai 1 diantara ruang rawat inap yang lain, masing-
masing kamar dilengkapi dengan kamar mandi dalam. Nurse stationberada
di dekat pintu masuk ruang Bougenvilledan berhadapan dengan ruang
observasi untuk memudahkan akses penjangkauan pasien yang
memerlukan pengawasan.
Dari segi pencahayaan ruang Bugenville di masing-masing kamar
sudah baik karena sudah terdapat jendela yang berfungsi untuk sirkulasi
udara.Di kamar pasien juga tersedia box bayi yang disediakan untuk rawat
gabung. Selain itu juga memiliki ruang khusus untuk penderita infeksi
airbone. Fasilitas lain ada ruang konsultasi dan terdapat ruang obat. Untuk
pembuangan sampah sudah dibedakan menjadi 3 jenis yaitu infeksius, non
infeksius dan resycel. Terdapat juga ruang tunggu pasien yang berada di
depan ruang Bougenville yang biasanya digunakan untuk penyelenggaraan
pendidikan kesehatan kepada penunggu dan pengunjung.
Sebagai bagian dari pelayanan PONEK, ruang Bougenville harus
siap menerima kasus rujukan dari PONED. Ruang Bugenville dipimpin

STIKES Muhammadiyah Gombong


35

oleh seorang Kepala Ruang dibantu oleh 2 orang Ketua Tim keperawatan
yang membawahi 19 perawat pelaksana dan 1 orang tenaga administrasi.
3. Jumlah Kasus
Diagnosa medis yang masuk sepuluh besar di ruang Bougenville
akan dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1:10 Diagnosa Medis Terbesar di Ruang Bougenville RSUD
Dr.Soedirman Kebumen Pada Tahun 2018
No. Nama Penyakit Jumlah
1. KPD< 24 Jam 379
2. PEB 189
3. AB Incomplet 189
4. Fetal Distress 161
5. Kala I Lama 144
6. Presentasi Bokong 131
7. HT Gestasional 120
8. Post Date 41-42 Minggu 119
9. H aterm post partus spontan 118
10. Placenta Previa 92

Sumber: Laporan kinerja bulanan Ruang Bougenville RSUD Dr.


Soedirman Kebumen

B. Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan ( 3 pasien )


1. Klien I
a. Pengkajian
Klien bernama Ny. K, umur 45 tahun, jenis
kelaminperempuan, alamat Bojong RT 01 RW 04 Panjer, status
janda, agama Islam, sukuJawa, pendidikan SMA, pekerjaanIRT,
No. RM 392715, Diagnosa Medik: G2P2A0Post Sectio Cesarea
Elektif. Klien datang ke klinik obsgyn dengan G2P1A0 hamil 38
minggu merasakan kenceng-kenceng, setelah dilakukan
pemeriksaan dokter didapatkan hasil tampak janin tunggal,
preskep, DJJ (+) BDP: 9,18 EFW :3374 gram HC : 39,21 AC
:35,65 FL : 6,74 Air ketuban cukup, plasenta di fundus grade II,
keadaan janin baik, dokter mengadviskan untuk program SC tgl 25-

STIKES Muhammadiyah Gombong


36

10-2018. Klien masuk ke ruang Bougenvile dan tgl 25-10-2018


dilakukan tindakan SC.Klien selesai operasi sectio cesarea jam
11.45 WIB. Klien mengatakan nyeri di daerah jahitan operasinya
dengan skala nyeri 3 (dari skala 1-5), nyeri dirasakan hilang
timbul, klien mengatakan nyeri bertambah saat klien bergerak atau
berubah posisi dan berkurang dengan berbaring. Klien tampak
meringis saat bergerak/berubah posisi. Nyeri dirasakan menjalar ke
seluruh bagian perutnya, nyeri dirasakan perih seperti di sayat-
sayat. Klien mengatakan nyeri mengganggu aktifitasnya.Pada
tanggal 29-10-2019 jam 14.00 klien mengatakan perutnya terasa
penuh,sulit flatus,belum bisa BAB sejak masuk RS,makan dan
minum selalu habis.
Klien pernah melahirkan spontan tahun 1998 ditolong
bidan dengan bayi laki-laki dalam keadaan sehat dan tidak
mengalami masalah kehamilan. Klien menyusui anaknya selama 2
tahun.
Pola aktivitas dan latihan, selama sakit klien mengatakan
belum bisa melakukan pekerjaan rumah sendiri,klien hanya bisa
menggerakan kaki dan tangan,semua aktivitas dibantu anak dan
ibunya.
Dari pemeriksaan fisik status obstertikG2P2A0, keadaan
umum composmetis, kesadaran baik, BB/TB 70/150 kg/cm, Tanda
Vital TD112/95 mmHg, Nadi 93 x/menit, Suhu 36 °C, RR 22
x/menit. Kepala meshocepal, rambut hitam, tidak kotor.
Mata:konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, respon pupil
mengecil saat terkena cahaya. Hidung tidak ada polip, bersih.
Mulut bersih,tidak ada sariawan,ada carries gigi.Telinga simetris,
serumen tidak ada. Lehertidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
limpe, tidak ada tanda-tanda benjolan.Paru (Inspeksi:dadasama rata
antara kiri dan kanan, Palpasi: simetris, Perkusi: sonor, Auskultasi:
vesikuler). Jantung (Inspeksi : inktuskordis tidak tampak, Palpasi :

STIKES Muhammadiyah Gombong


37

inktuskordis terdapat di intercostal ke-5 midklafikula sebelah kiri,


Perkusi :pekak, Auskultasi : S1/S2 reguler lubdug). Payudara:
aerole mamae hiperpigmentasi. Puting susu: menonjol,
Pengeluaran ASIbelum keluar. Masalah khusus: tidak ada.
Abdomen (Involusi Uterus : uterus berada di tengah, uterus teraba
keras, tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, nyeri tekan bagian
perut bawah, terdapat luka bekas operasi tertutup perban,
horisontal, panjang kurang lebih 15 cm, kondisi kering, tidak
merah, tidak bau, teraba fecal di perut kiri bawah, peristaltik usus 8
x/menit. Perineum dan genitalpada vulva tidak ada edema dan
varises, terdapat pengeluaran lochea, bau amis,jenis rubra
bercampur darah ±50 cc da nada sedikit bekuan darah hitam,
periuneum utuh. Tanda REEDA (R: Kemerahan tidak, E: bengkak
tidak, E : echimosis tidak, D: discharge tidak ada, A: aproximate,
ada jahitan luka sc), Kebersihan: bersih, Lokhea: Rubra, Jumlah:
±40cc, Jenis/warna: merah segar, konsistensi: cair, baukhas,
hemorrhoid: tidak ada, Derajat (-), Lokasi (-), berapa lama (-),
nyeri:tidak, anusbersih, tidak ada haemoroid atau fistula ani.
Ekstemitas atas: terpasang infus RL 28 tts/mnt di tangan kanan,
Edema (-), Varises (-), ekstremitas bawah: dapat di gerakkan
dengan baik, edema (-), Varises (-), Reflek patela (+).
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hemoglobin
11,2 L g/dl, Leukosit 11,2 10ˆ3/ul ,Hematokrit L 20 %, MCV 36
fL, Diff count L 0.10 %, Basofil H 81.50 %, Netrofil L 12.20 %
Klien mendapatkan Infus RL 28 tts/mnt. Injeksi Ceftriaxon
2 gr/24 jam. Injeksi ketorolac 30 mg/8 jam. Etabion 1 tab/24 jam.
Diit Pertama/sore jam 18.00 cair, kedua/pagi jam 06.00 BS,
ketiga/siang jam 12.00 BK, keempat/sore jam 18.00 Nasi, diit
untuk selanjutnya nasi. Mobilisasi bertahap mika/miki dimulai 6
jam post operasi,24 jam post operasi boleh duduk.
b. Analisa Data

STIKES Muhammadiyah Gombong


38

Data subyektifsaat dikaji klien mengatakan perut terasa


penuh, sulit flatus, belum bisa BAB sejak masuk RS,makan dan
minum selalu habis, takut bergerak, belum bisa duduk. Data
obyektif saat dikaji klien tampak teraba fecal di abdomen bagian
kiri bawah, bising usus 8 x/menit, tampak berbaring di TT, ADL
dibantu keluarga.
Berdasarkan data diatas prioritas diagnosa keperawatan
yang muncul adalahkonstipasi berhubungan dengan fungsi :
aktifitas fisik tidak mencukupi. Adapun diagnosa keperawatan lai
yang penulis ambil yaitu yeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (incisi pembedahan), resti infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif, incisi post pembedahan dan kurang pengetahuan
tentang perawatan diri berhubungan dengan kurangnya informasi.
c. Intervensi Keperawatan
Penulisan intervensi tindakan disusun berdasarkan Nursing
Outcomes Classifications (NOC) dan Nursing Interventions
Classifications (NIC),yaitu sebagai berikut:
Konstipasi berhubungan dengan fungsi : aktifitas fisik tidak
mencukupi.
Tujuansetelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi
teratasi dengan kriteria hasil:pola BAB dalam batas normal, feces
lunak, cairan dan serat adekuat, aktivitas adekuat, hidrasi adekuat
Intervensi NICConstipation/impaction management:
identifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi, monito defekasi,
monitor tanda-tanda ruptur bowl/peritonitis, jelaskan penyebab dan
rasionalisasi tindakan pada pasien, konsultasikan dengan dokter
tentang peningkatan dan penurunan bising usus, kolaborasi jika ada
tanda dan gejala konstipasi yang menetap, jelaskan pada pasien
manfaat diet (cairan dan tinggi serat) terhadap eliminasi, jelaskan
pada pasien konsekwensi penggunaan laksatif, dorong peningkatan

STIKES Muhammadiyah Gombong


39

aktivitas yang optimal (mobilisasi), kolaborasi dengan ahli gizi


tentang diit tinggi serat dan cairan.
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi pertama yang dilakukan yaitu monitor
defekasi, mengidentifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi,
melaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada pasien,
mendorong peningkatan aktivitas yang optimal (mobilisasi) dan ,
monitor peristaltik usus menjelaskan tentang mobilisasi progresif
pasca pembedahan dan menganjurkan kepada keluarga dan
membantu klien miring kanan dan kiri setelah 24 jam pasca
operasi, hari kedua duduk, hari ketiga latihan aktifitas ke kamar
mandi
Respon klien pada implementasi hari pertama yaitu klien
mengatakan sulit flatus,belum bisa BAB sejak masuk RS,perut
terasa penuh,makan minum habis porsi RS,takut bergerak. klien
tampak meringis saat bergerak, TD: 110/80 mmHg, N :90 x/menit,
S : 36 ºC, RR : 20x/menit, klien tampak mau mengikuti anjuran
dari perawat, peristaltik usus 8, pasien mengerti penyebab sulit
BAB.
Respon klien pada implementasi hari ke dua mengatakan
nyeri agak berkurang dengan skala 2 , flatus sudah mulai sering,
rasa penuh pada perut sudah berkurang, bisa BAB sedikit dan keras
,makan dan minum habis porsi RS, Klien tampak bergerak walau
perlahan, tidak ragu dalam bergerak, tanda-tanda vital dalam batas
normal TD: 110/80 mmHg, N: 84x/menit, S: 36,5 ºC, RR:
20x/menit, peristaltik usus 10.
Respon klien pada implementasi hari ke tiga yaitu klien
mengatakan sudah tidak takut bergerak,sudah bisa BAB, feces
lunak dan banyak, perut terasa nyaman, klien tampak rileks,
peristaltik usus 12, palpasi tidak teraba fecal di abdomen kiri
bawah

STIKES Muhammadiyah Gombong


40

e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi tindakan keperawatan pada Ny.K setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam menunjukkan hasil
bahwa pasien mengatakan sudah bisa BAB, perut terasa nyaman.
Setelah dilakukan mobilisasi sesuai anjuran petugas,pasien tampak
relaks, peristaltik usus 12, palpasi tidak teraba fecal di abdomen
kiri bawah, dalam kasus ini masalah konstipasi teratasi planing
selanjutnyapertahankan kondisi pasien.
Tabel 4.2 Konstipasi setelah dilakukan mobilisasi pada K1
No Evaluasi Hari I Hari II Hari III
1 Pola BAB dalam batas normal Belum BAB 1 x BAB 1 x
BAB

2 Feses lunak Tidak Keras Lunak


keluar dan dan
feces sedikit banyak
3 Cairan dan serat adequat Adequat Adequat Adequat
4 Aktivitas adequat Tidak Aktivitas Aktivitas
aktivitas
tidak adequat
adequat
5 Hidrasi adequat Adequat Adequat Adequat

2. Klien II
a. Pengkajian
Klien bernama Ny.L, umur 28 tahun, jenis
kelaminperempuan, alamat: Blater 2/4 PoncowarnoKebumen,
status menikah, agamaIslam, suku Jawa, pendidikan S1, pekerjaan
Guru, No RM: 394 250. Diagnosa Medik: G2P1A0 Post Op SC
dengan fetal distress dan kala 2 lama.Klien datang dengan keluhan
kenceng-kenceng sejak 2 hari yang lalu, pemeriksaan VT
didapatkan pembukaan 8, portio lunak, ketuban rembes. Pasien
mengatakan sudah pembukaan dari 24 jam yang lalu, kenceng2, his
aktif, DJJ 170 kemudian setelah dilakukan anamnesa lebih lanjut di
rencanakan untuk terminasi pengeluaran bayi secara sectio
saecaria pada tanggal 31Oktober 2018. SC dimulai jam 05.00

STIKES Muhammadiyah Gombong


41

selesai jam 06.30, kondisi saat ini pasien masih tirah baring di
tempat tidur, lemes, kaki sudah bisa digerakkan , belum bisa miring
kanan kiri , masih lemes, terdapat luka post operasi di bawah
umbilical kurang lebih 15 cm horizontal tertutup kasa hipafik,
tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat. Pasien mengeluh nyeri di
perut bawah (luka jahitan), rasanya pegel dan bertambah sakit saat
ibu menggerakkan kakinya, nyeri berkurang saat berbaring
istirahat. Pasien tampak meringis saat bergerak dan memegangi
perut daerah luka post operasi. Pasien tampak kusam dan belum
mandi, hanya diseka oleh suaminya sejak selesai operasi. Klien
mengatakan baru bisa miring dengan bantuan keluarga dan
petugas, itupun pada saat diseka, perut kembung, baru bisa flatus 1
x tadi pagi saat diseka, belum bisa BAB 3 hari, makan dan minum
selalu habis.
Keadaan umum: Baik, kesadaran : composmentis, BB / TB
:68 kg /160 cm, IMT : 35,15, katagori sedang, tanda vital (Tekanan
darah : 105/65 mm Hg, Nadi :84 x / menit, Suhu : 37o C, penafasan
: 20x/ menit. Kepalanormal/mesocepalus. Mata sklera tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis, tidakmengalami gangguan
penglihatan/visus baik. Hidungtidak mengalami kelainan, tidak
terdapat polip, tidak adaperdarahan. Mulutmukosa mulut tidak
kering, bibir tidak lembab, lidah tidak kotor. Telinga: Bersih, tidak
ada penumpukan serumen. Lehertidak ada benjolan. Jantungictus
cordis tidak tampak, bunyi pekak, tidak ada suaratambahan. Paru:
Tampak simetris, bunyi sonor, suara vesikuler. Payudara: tampak
simetris, tidak ada benjolan, tidak ada kelainan. Puting
susu:berwarna kecoklatan, menonjol, saat dipencet ASI belum
keluar. Involusi Uterus : uterus berada di tengah, uterus teraba
keras, tinggi fundusuteri 2 jari di bawah pusat, nyeri tekan bagian
perut bawah. Terdapat luka bekas operasi tertutup perban,
horisontal, panjang kuranglebih 15 cm, kondisi kering, tidak

STIKES Muhammadiyah Gombong


42

merah, tidak bau. Perut distensi,bising usus 6 x/mnt.Vagina


normal, tidak kemerahan, agak kotor, tidak bengkak, terdapat
selang kateter urin, keluar darah/flek. Perinium utuh, tidak
bengkak, kondisi bersih. Lokia: jumlahkurang lebih 75 ml, warna
merah segar, konsistensi cair, bau anyir tidak bau busuk,
Hemorroid: Tidak ada hemorroid. Ekstremitas atas : Tidak edema,
gerak lemah, terdapat selang infus di tangan kanan, tertutup perban,
kering,tidak kotor. Ekstremitas bawah: edema, kedalaman 0,25 cm,
kembali normal dalam 3 detik, tidak ada varises, tanda homan
negatif.
Hasil Lab Darah menunjukkan Hb: 13,2 gr/dl,AL : 8,1 10 n
3/ul, AT : 267 10 n 3/ul,AE : 3,9, HT : 37, GDS : 69 mg/dlUreum :
9 mg/dl Kreatinin : 0,44 mg/dl .
Klien mendapatkan terapi Infus RL 20 tpmInfus Asering/RL
20 tpm, Injeksi Ceftriaxon 2 gram/24 jam, Injeksi Keteorolak 1
ampul/30 mg/8 jam, Mecobion/Soho 1 ampul/3 ml /24 jam, motivasi
mobilisasi jika kaki sudah bisa digerakan secara aktif, Diit :
Pertama/sore jam 18.00 cair, kedua/pagi jam 06.00 BS, ketiga/siang
jam 12.00 BK, keempat/sore jam 18.00 Nasi, diit untuk selanjutnya
nasi
b. Analisa Data
Data subyektif:saat dikaji klien mengatakan baru bisa miring
dengan bantuan keluarga dan petugas, itupun pada saat diseka, baru
bisa flatus 1 x tadi pagi saat diseka, belum bisa BAB 3 hari, makan
dan minum selalu habis.Data obyektif: saat dikaji klien tampak
memegangi perutnya, distensi perut, bising usus 6
x/mnt.Berdasarkan data diatas prioritas diagnosa keperawatan yang
muncul adalahkonstipasi berhubungan dengan fungsi : aktifitas fisik
tidak mencukupi. Adapun diagnosa keperawatan lai yang penulis
ambil yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik dan
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik

STIKES Muhammadiyah Gombong


43

c. Intervensi Keperawatan
Penulisan intervensi tindakan disusun berdasarkan Nursing
Outcomes Classifications (NOC) dan Nursing Interventions
Classifications (NIC),yaitu sebagai berikut:
Konstipasi berhubungan dengan fungsi : aktifitas fisik tidak
mencukupi.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi
teratasi dengan kriteria hasil:pola BAB dalam batas normal, feces
lunak, cairan dan serat adekuat, aktivitas adekuat, hidrasi adekuat
Intervensi NICConstipation/impaction management: yaitu
monitor defekasi, identifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi,
monitor tanda-tanda ruptur bowl/peritonitis, jelaskan penyebab dan
rasionalisasi tindakan pada pasien, konsultasikan dengan dokter
tentang peningkatan dan penurunan bising usus, kolaborasi jika ada
tanda dan gejala konstipasi yang menetap, jelaskan pada pasien
manfaat diet (cairan dan tinggi serat) terhadap eliminasi, jelaskan
pada pasien konsekwensi penggunaan laksatif, dorong peningkatan
aktivitas yang optimal, kolaborasi dengan ahli gizi tentang diit tinggi
serat dan cairan.
d. Implementasikeperawatan
Konstipasi berhubungan dengan fungsi : aktifitas fisik tidak
mencukupi
Implementasi petama yang dilakukan yaitu mengkaji defekasi,
klien belum bisa bab sejak masuk RS. Mengidentifikasi faktor yang
menyebabkan konstipasi, klien takut bergerak. Jelaskan penyebab
dan rasionalisasi tindakan pada pasien, pasien kooperatif.Mendorong
peningkatan aktivitas yang optimal dan menjelaskan tentang
mobilisasi progresif pasca pembedahan dan menganjurkan kepada
keluarga dan membantu klien miring kanan dan kiri setelah 24 jam
pasca operasi, hari kedua duduk, hari ketiga latihan aktifitas ke
kamar mandipasien kooperatif. Monitor peristaltik usus, bising usus

STIKES Muhammadiyah Gombong


44

8. Implementasi pada hari kedua yang dilakukan yaitu mengkaji


defekasi, klien sudah bisa BAB tetapi feces masih keras, Perisaltik
usus 12 x/mnt. Implementasi hari ke 3 peneliti berkunjung ke rumah
klien respon pasien mobilisasi aktif, sudah bisa BAB dengan lancar,
tidak keras, kembung hilang, flatus sudah seperti biasa, peristaltik
usus 12 x/mnt.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi pada Ny. L setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam menunjukkan pasien mengatakan
perut sudah nyaman, mobilisasi aktif,mengatakan sudah bisa BAB
dan feces tidak keras, perisaltik usus 12 x/mnt, pasien tampak
relak, tidak ada distensi abdomen.
Tabel 4.3 Konstipasi setelah dilakukan mobilisasi pada K2
No Evaluasi Hari I Hari II Hari III
1 Pola BAB dalam batas normal BAB 1x BAB 1 x BAB 1 x

2 Feses lunak Feces Keras Lunak


sedikit dan
banyak
3 Cairan dan serat adequat Adequat Adequat Adequat
4 Aktivitas adequat Tidak Aktivitas Aktivitas
aktivitas tidak adequat
adequat
5 Hidrasi adequat Adequat Adequat Adequat

3. Klien III
a. Pengkajian
Klien bernama Ny. B, umur : 32 tahun, jenis
kelaminperempuan, alamatMuktisari RT 03 RW 05 Kebumen,
statusmenikah, agama Islam, Suku Jawa, Pendidikan SD, IRT.
No. RM: 338456, Diagnosa Medik: G2P1A0Post Sc Atas Indikasi
DKP. Keluhan Utama konstipasi.
Klien datang ke RS pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2018
RSUD dr.Soedirman dengan G2 P1 A0 dengan riwayat persalinan
Sectio Sesarea atas indikasi DKP dan dianjurkan langsung rawat

STIKES Muhammadiyah Gombong


45

inap di ruang Bougenvil,dan telah dilakukan tindakan operasi SC


pada tanggal 23 Oktober 2018, kondisi saat ini pasien masih tirah
baring ditempet tidur, lemes, kaki sudah bisa digerakan (ditekuk) tp
masih lemes, belum bisa/boleh miring kanan/kiri, terdapat luka post
operasi. Pasien mengeluh nyeri luka operasi, rasanya senut-senut,
tambah nyeri bila melakukan mobilisasi atau aktifitas, pasien
meringis sambil memegangi perutnya, dan berkurang saat diam.
Ketika diukur dengan skala numerik NRS klien mengatakan pada
skala 7, keadaan umum baik, composmentis, post SC DPH 1, infus
RL 12 tmp, DC (+), TD : 110/70 mmHg, terapi ketorolac 3x30 mg,
ceftriaxone 1x2gram ASI belum keluar saat dipencet aerolanya, saat
ini pasien belum bisa menyusui bayinya karena masih sakit dan
lemes dan bayi masih dirawat diruang peristi.Pada tanggal 24
Oktober 2018 dilakukan pengkajian klien masih berbaring di tempat
tidur,takut untuk bergerak,ADL dibantu total suaminya,pasien
mengatakan perutnya bertambah besar dan sakit,belum bisa flatus
sejak dioperasi,makan dan minum habis, belum BAB sejak masuk
RS.
Klien pernah melahirkan secara SC tahun 2009 atas indikasi
panggul sempit dengan bayi perempuan 2800 gr dalam keadaan
sehat. Klien menyusui anaknya selama 12 bulan.
Klien HPHT: 18 Januari 2017, Taksiran partus: 23 Oktober
2018, BB sebelum hamil: 40 kg, TD sebelum hamil: 100/73 mmHg.
Pemeriksaan Fisik yang penulis temukan diantaranya status
obstertik: G2 P1 A0, Keadaan umum: composmetis, Kesadaran :
baik, BB/TB: 52 kg/143cm, Tanda Vital TD: 110/80mmHg, Nadi:
100 x/menit, Suhu: 37 °C, RR: 22 x/menit, Kepala: meshocepal,
rambut hitam, tidak kotor. Mata: normal. Hidung: normal. Telinga:
simetris, normal. Leher: benjolan (-). Masalah keperawatan: tidak
ada. Jantung (Inspeksi : inktuskordis tidak tampak, Auskultasi :
inktuskordis terdapat di intercostal ke-5 midklafikula sebelah kiri,

STIKES Muhammadiyah Gombong


46

Palpasi: pekak, Perkusi: S1/S2 reguler lubdud. Paru (Inspeksi : dada


sama antara kiri dan kanan, Auskultasi : simetris, Palpasi: sonor,
Perkusi: vesikuler. Payudara: normal. Puting susu: normal. Abdomen
(Inspeksi : Terlihat simetris (tidak kembung), Auskultasi : Peristaltik
lemah 6 x/menit, Palpasi: Terdapat nyeri tekan, Perkusi: Timpani,
Masalah khusus : Nyeri. Pigmentasi linea nigra: tampak, striae:
tampak. Perineum dan genital vagina: tidak ada bau, varises: tidak
ada, keputihan (-), jenis/warna (ketuban) ( -), konsistensi (-), bau ( -),
hemorrhoid: (-) drajat : - , lokasi : -, nyeri: -,. Ekstemitas atas
:terpasang infus RL, edema ( -), varises (-), ekstremitas bawah:
dapat di gerakkan dengan baik, udema ( -), varises (-).
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hemoglobin
11,6g/dlEritrosit 3.710ˆ6/ulNetrofil 73.30%, Limfosit 15.60% (22-
40), Monosit 8.7%, GDS 71 mg/dL, SGPT 3.2mg/dL. Pemeriksaan
USG: Bpd 8,4 cm, Placenta di corpus garde 1 atauu 2, Air ketuban
cukup. Klien diberikan IFVD RL 20 tpm, Inj. Ceftriacon 1 X 2 gram,
Inj. Ketorolak 3x1 amp
b. Analisa Data
Data subyektif: saat dikaji klien mengatakan takut untuk
bergerak, Perutnya bertambah besar dan sakit, belum bisa flatus
sejak dioperasi, makan dan minum habis, belum BAB sejak masuk
RS. Data obyektif: saat dikaji klien tampak berbaring di tempat tidur,
ADL dibantu total suaminya, Bising usus 6 x/mnt. Konstipasi
berhubungan dengan fungsi : aktifitas fisik tidak mencukupi.
Masalah keperawatan lain yang penulis temukan adalah yeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik , hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan fisik, ketidakefektifan pemberian
ASI berhubungan dengan suplai ASI yang tidak ada.
c. Intervensi Keperawatan

STIKES Muhammadiyah Gombong


47

Penulisan intervensi tindakan disusun berdasarkan Nursing


Outcomes Classifications (NOC) dan Nursing Interventions
Classifications (NIC),yaitu sebagai berikut.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi
berhubungan dengan fungsi : aktifitas fisik tidak mencukupi teratasi
dengan kriteria hasil: pola BAB dalam batas normal, feces lunak,
cairan dan serat adekuat, dan aktivitas adekuat.
Intervensi yang dilakukan yaitu NIC Constipation/impaction
management: identifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi,
monitor tanda-tanda ruptur bowl/peritonitis, jelaskan penyebab dan
rasionalisasi tindakan pada pasien, konsultasikan dengan dokter
tentang peningkatan dan penurunan bising usus, kolaborasi jika ada
tanda dan gejala konstipasi yang menetap, jelaskan pada pasien
manfaat diet (cairan dan tinggi serat) terhadap eliminasi, jelaskan
pada pasien konsekwensi penggunaan laksatif, dorong peningkatan
aktivitas yang optimal, kolaborasi dengan ahli gizi tentang diit tinggi
serat dan cairan
d. ImplementasiKeperawatan
Implementasi yang dilakukan adalah mengkaji defekasi,
klien belum BAB. Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan
konstipasi, klien takut bergerak. Jelaskan penyebab dan
rasionalisasi tindakan pada pasien, pasien kooperatif. Mendorong
peningkatan aktivitas yang optimal (mobilisasi)dan menjelaskan
tentang mobilisasi progresif pasca pembedahan dan menganjurkan
kepada keluarga dan membantu klien miring kanan dan kiri setelah
24 jam pasca operasi, hari kedua duduk, hari ketiga latihan aktifitas
ke kamar mandi, klien respon dan memperhatikan saat di jelaskan
tentang cara melakukan mobilisasi dan sesuai SOP, klien mau
mobilisasi sesuai anjuran petugas. Monitor peristaltik usus, bising
usus 6 x/mnt.

STIKES Muhammadiyah Gombong


48

Implementasi kedua yang dilakukan, klien respon dan


memperhatikan saat di jelaskan tentang cara melakukan mobilisasi,
monitor defekasi, klien sudah bisa BAB sedikit, monitor bising
usus, bising usus 8 x/mnt,kembung berkurang. Implementasi hari
ketiga menganjurkan pasien untuk mobilisasi, pasien sudah bisa
berjalan ke kamar mandi, monitor defekasi respon pasien sudah
bisa BAB banyak dan lembek, kembung sudah tidak ada dan
peristaltik usus 14 x/menit.
e. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi pada Ny. B setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam menunjukkanKlien mengatakan
sudah bisa BAB banyak dan lembek, setelah mobilisasi aktiv sudah
tidak kembung lagi ,bising usus 14 x/mnt, distensi abdomen sudah
tidak teraba, masalah konstipasi teratasi. Planingnya pertahankan
kondisi pasien.
Tabel 4.4 Konstipasi setelah dilakukan mobilisasi pada K3
No Evaluasi Hari I Hari II Hari III
1 Pola BAB dalam batas normal Belum BAB 1 x BAB 1 x
BAB

2 Feses lunak Tidak Sedikit Lunak


keluar dan dan
feces keras banyak
3 Cairan dan serat adequat Adequat Adequat Adequat
4 Aktivitas adequat Tidak Aktivitas Aktivitas
aktivitas
tidak adequat
adequat
5 Hidrasi adequat Adequat Adequat Adequat

C. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan


Setelah dilakukan tindakan keperawatan mobilisasi pada ketiga
pasien post op sectio cesarea hari pertama dengan masalah konstipasi
menunjukan bahwa konstipasi teratasi setelah klien melakukan mobilisasi
sesuai dengan SPO. Tindakan mendorong pasien untuk meningkatkan
aktivitas yang optimal yaitu mobilisasi pada K1, pelaksanaan 3 hari dengan

STIKES Muhammadiyah Gombong


49

frekwensi 2x perhari yaitu pagi dan sore, waktu pelaksanaan 10-15 menit
dengan respon klien mengatakan sudah tidak takut bergerak, sudah bisa BAB,
feces lunak dan banyak, perut terasa nyaman sejak dilakukan mobilisasi
sesuai anjuran petugas, klien tampak rileks, peristaltik usus 12, palpasi tidak
teraba fecal di abdomen kiri bawah. Tindakan mendorong pasien untuk
meningkatkan aktivitas yang optimal yaitu mobilisasi pada K2, pelaksanaan 3
hari dengan frekwensi 2x perhari yaitu pagi dan sore, waktu pelaksanaan 10-
15 menit pada hari ke 3 peneliti berkunjung ke rumahnya untuk melakukan
evaluasi respon klien mobilisasi aktif, sudah bisa BAB dengan lancar, tidak
keras, kembung hilang, flatus sudah seperti biasa, peristaltik usus 12 x/mnt.
Tindakan mendorong pasien untuk meningkatkan aktivitas yang optimal yaitu
mobilisasi pada K3, pelaksanaan 3 hari dengan frekwensi 2x perhari yaitu
pagi dan sore, waktu pelaksanaan 10-15 menit dengan respon klien pasien
sudah bisa berjalan ke kamar mandi, pasien sudah bisa BAB banyak dan
lembek, kembung sudah tidak ada dan peristaltik usus 14 x/menit.
Tabel 4.4 Tabel Observasi Setelah dilakukan mobilisasi pada K1, K2, K3
Pasien Hari 1 Hari 2 Hari 3
K1 BAB – BAB1x BAB 1x
Tidak keluar Feces keras Feces lunak dan
feces dan sedikit banyak
K2 BAB 1x BAB1x BAB 1x
Feces sedikit Feces keras Feces lunak dan
dan sedikit banyak
K3 BAB – BAB1x BAB 1x
Tidak keluar Feces keras Feces lunak dan
feces dan sedikit banyak

Berdasar tabel diatas setelah dilaksanakan tindakan mobilisasi dari tidak


keluar feces menjadi keluar feces dan dari konsistensi keras menjadi
konsistensi lunak, selain itu jumlanya yang tadinya sedikit menjadi banyak.

D. Pembahasan
1. Analisis Karakteristik Klien/ Pasien
a. Usia

STIKES Muhammadiyah Gombong


50

Usia pada ketiga kasus kelolaan dengan pasien post op sectio


cesarea mempunyai perbedaan usia yaitu pada K1 45 tahun. Pda K2 28
tahun dan K3 32 tahun. Berdasarkan observasi penulis pada konstipasi
mudah diatasi pada K2 karena usia tersebut adalah usia reproduksi
sehat. Menurut Pinantoan dkk (2015) menyatakan bahwa usia
reproduksi sehat wanita menjalankan kehamilan yaitu usia 20 – 35
tahun. Usia tersebut dianggap batasan relatif paling aman dan sehat dari
segi reproduksi ibu serta dapat memelihara secara baik dalam masa
kehamilan sehingga dapat tercapai well health mother for well born
baby. Usia 35 tahun atau lebih akan menghadapi risiko seperti kelainan
bawaan dan penyulit pada waktu persalinan yang disebabkan oleh
karena jaringan otot rahim kurang baik untuk menerima kehamilan.
Proses reproduksi sebaiknya berlangsung pada ibu berumur antara 20
hingga 34 tahun karena jarang terjadi penyulit kehamilan dan juga
persalinan (Prawirohardjo, 2010)
b. Pendidikan
Pendidikan pada ketiga kasus berbeda-beda pada K1 pendidikan
SMA, ibu dengan P2A2 yang berarti sudah memiliki satu anak hidup
sehingga sudah pernah memiliki pengalaman melahirkan, tetapi belum
berpengalaman operasi, pada K 2 pendidikan S1 ibu dengan P1A0 yang
berarti ibu dengan kelahiran pertama dan belum memiliki pengalaman
maupun pengetahuan dalam melahirkan, tetapi pasien sering terpapar
pendidikan tentang proses melahirkan maupun operasi lewat you tube
dan searching internet, sehingga pasien sudah mempunyai banyak
pengetahuan, lebih mudah menerima arahan dan pendidikan kesehatan
dari petugas. Sedangkan pada K 3 dengan pendidikan SD P2A0dan
sudah mempunyai pengalaman operasi sectio cesarea, tetapi klien
masih percaya dengan aturan dari orang tua, tidak boleh banyak gerak
kawatir jahitanya lepas, sehingga pasien tidak mau melakukan
mobilisasi, dan sangat sulit menerima arahan dan informasi.

STIKES Muhammadiyah Gombong


51

Pendidikan merupakan suatu proses belajar yang berarti didalam


pendidikan itu terjadi proses pertu,buhan, perkembangan, atau
perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada
diri individu, kelompok atau masyarakat. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah
menyesuaikan hal-hal baru. Tingkat pendidikan yang lebih baik akan
lebih menyerap informasi. Pengetahuan merupakan hal yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Meningkatnya
pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan
seseorang. Pengetahuan juga merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu
(Notoadmodjo, 2010).
c. Paritas
Menurut penulis paritas mempengaruhi keberhasilan dalam
mobilisasi untuk mengatasi konstipasi pada klien, karena dengan
pengalaman masa lalu klien akan lebih siap untuk menjalani kejadian
keduanya. Ibu yang melahirkan pertama kali dan operasi pertama kali
akan mengalami beberapa masalah yang diakibatkan karena tidak
mengetahui cara-cara yang sebenarnya sangat sederhana seperti
mobilisasi, takut bergerak karena rasa sakit, karena kurang pengetahuan
tentang penatalaksanaanya.Hal ini dihubungkan dengan pengaruh
pengalaman sendiri maupun orang lain (Notoatmodjo, 2010).
2. Analisis Masalah Keperawatan
Setelah penulis mndapatkan data-data dari pengkajian Pasien I,
Pasien II dan Pasien III penulis dapat merumuskan diagnosakeperawatan.
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh penulis
dapatditegakkan prioritas diagnosa keperawatan utama adalah konstipasi.
Konstipasi merupakan penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai
kesulitan atau pengeluaran feses tidak tuntas dan/ atau feses yang keras,
kering dan banyak (Herdman, 2018).

STIKES Muhammadiyah Gombong


52

Batasan karakteristikmasalah konstipasi menurut Herdman (2018)


adalah nyeri abdomen, nyeri tekanan abdomen dengan teraba resisten otot,
nyeri tekan abdomen tanpa teraba resisten otot, anoreksia, penampilan
tidak khas pada lansia, borborigmi, darah merah pada feses, perubahan
pada pola defekasi, penurunan frekuensi defekasi, penurunan volume
feses, distensi abdomen, keletihan, feses keras dan berbentuk, sakit kepala,
bising usus hiperaktif, bising usus hipoaktif, tidak dapat defeksi,
peningkatan tekanan intraabdomen, tidak dapat makan, feses cair, nyeri
pada saat defekasi, massa abdomen yang dapat diraba, massa rektal yang
dapat diraba, perkusi abdomen pekak, rasa penuh rektal, rasa tekanan
rektal, sering flatus, adanya feses lunak seperti pasta di dalam rektum,
mengejan pada saat defekasi, dan muntah.

3. Analisis Tindakan Keperawatan Pada Diagnosa Keperawatan Utama


Intervensi yang telah dilakukan pada K1, K2, K3 untuk mengatasi
konstipasi antara lain monitor defekasidiharapkan bisa diketahui
bagaimana defekasi pasien yang di dalamnya mencakup pola, konsistensi,
warna, ataupun masalah yang dialami dalam defekasi ( Carpenitto 2010) ,
mengidentifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi dengan tujuan
mengetahui pencetus terjadinya konstipasi sehingga bisa mengatasi
masalah konstipasi tersebut, monitor tanda-tanda ruptur bowl/peritonitis
untuk mengetahui faktor predisposisi konstipasi apakah ada efek dari
ruptur tersebut, menjelaskan penyebab dan rasionalisasi tindakan pada
pasien agar pasien mengetahui tujuan dilakukan tindakan untuk ikut
berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah yang dialami , konsultasikan
dengan dokter tentang peningkatan dan penurunan bising usus dengan
maksud mendapat penanganan segera apabila ada perubahan kondisi yang
lebih serius, kolaborasi jika ada tanda dan gejala konstipasi yang menetap,
menjelaskan pada pasien manfaat diet (cairan dan tinggi serat) terhadap
eliminasi seperti penelitian yang dilakukan Sen (2015) minum air dan
makan tinggi serat dapat meningkatkan kerja usus sehingga membantu

STIKES Muhammadiyah Gombong


53

terjadinya eliminasi fekal, menjelaskan pada pasien konsekwensi


penggunaan laksatif agar klien mengetahui efek dari pemakaian obat
diantaranya melemahkan kemampuanalami tubuh untuk buangai besar dan
menyebabkan ketergantungan (Lemone, 2011), dorong peningkatan
aktivitas yang optimal (mobilisasi) karena pasien setelah operasi perlu
diperhatikan sistem gastro intestinalnya dimana akibat dari pembiusan
peristaltik usus berhenti untuk sementara waktu maka pasien dianjurkan
melakukan mobilisasi untuk merangsang kembali gerakan peristaltik usus
seperti yang di tuliskan oleh Feki (2015), kolaborasi dengan ahli gizi
tentang diit tinggi serat dan cairan dengan tujuan menentukan diit dan
membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien seperti pernyataan
Carpenitto (2010).Dari beberapa tindakan keperawatan yang diberikan
kepada K1, K2, K3 untuk mengatasi masalah konstipasi menurut penulis
tindakan mendorong peningkatan aktivitas ( mobilisasi) sangat efektif,
mobilisasi dilakukan setelah operasi pada 6 jam pertama pasca operasi
harus tirah baring. Mobilisasi yang bisa dilakukan adalah menggerakan
lengan, tangan, menggerakan ujung jari kaki dan memutar pergelangan
kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis, serta menekuk dan
menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kanan
dan miring kiri untuk mencegah trombosis dan trombo emboli.Setelah 24
jam dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.Setelah duduk
dianjurkan untuk belajar berjalan.
Masalah yang sering terjadi dengan mobilisasi pasca operasi adalah
ketika pasien merasakan terlalu sakit atau nyeri maka pasien tidak mau
melakukan mobilisasi dan memilih untuk istirahat di tempat tidur.
Smeltzer (2012)
4. Analisis Tindakan Keperawatan Sesuai Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis tindakan keperawatan terhadap ketiga pasien
dengan diagnosa keperawatan konstipasi berhubungan dengan fungsi
aktifitas tidak mencukupi, setelah dilakukan tindakan keperawatan
mobilisasi ketiga pasien mengalami penurunan gejala konstipasi setelah

STIKES Muhammadiyah Gombong


54

dilakukan tindakan mobilisasi 2x sehari pagi dan sore dalam waktu 10-15
menit, dalam hari pertama gejala konstipasi mulai menurun dan sesuai
target waktu 3 x 24 jam konstipasi teratasi, masing-masing pasien bisa
BAB dengan konsistensi feses lembek dan tidak kembung. Setelah operasi
pada 6 jam pertama pasca operasi harus tirah baring. Mobilisasi yang bisa
dilakukan adalah menggerakan lengan, tangan, menggerakan ujung jari
kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot
betis, serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, diharuskan
untuk dapat miring kanan dan miring kiri untuk mencegah trombosis dan
trombo emboli.Setelah 24 jam dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk
duduk.Setelah duduk dianjurkan untuk belajar berjalan.
Hasil evaluasi menunjukkan masalah keperawatan konstipasi
teratasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Feki (2015) tentang gambaran
pelaksanaan mobilisasi dengan pola eliminasi fecal pasien paska
laparatomi yang menunjukan 92% responden mengalami eliminasi fecal
normal setelah melakukan mobilisasi. Ada penurunan tanda gejala
konstipasi sesudah inovasi tindakan mobilisasi. Tindakan operasi akan
mengakibatkan penurunan gangguan terhadapmobilisasi pasien, oleh
karena itu mobilisasi merupakan kegiatan yangpenting pada periode post
operasi SC untuk mencegahkomplikasi. Kemampuan pasien untuk
bergerak dan berjalan pada postoperasi akan menentukan kegiatan yang
harus dilaksanakan untuk memberikesempatan pada pergerakan yang
maksimal. Bergerak dan beraktifitas diatastempat tidur membantu
mencegah komplikasi pada sistem pernafasan,kardiovaskuler, mencegah
dekubitus, merangsang peritaltik usus danmengurangi rasa nyeri
(Cuningham, 2009).Mobilisasi pasca SCdapat dilakukan setelah 24 – 48
jampertama pasca bedah.Mobilisasi diantaranya bertujuan untuk
mempercepat penyembuhanluka, dan meningkatkan fungsi pencernaan
(Jitowiyono, 2012).
Ibu pasca SC disarankan untuk melakukan mobilisasi, tetapipada ibu
yang mengalami SCrasanya sulit untuk melaksanakanmobilisasi karena

STIKES Muhammadiyah Gombong


55

ibu merasa letih dan sakit.Salah satu penyebabnya adalahketidaktahuan


pasien mengenai mobilisasi, untuk itu diperlukan pendidikankesehatan
tentang mobilisasi lebih maksimal dilakukan. Ibu yang mengalami
SCterkadang mengerti dalam pelaksanaan mobilisasi, namun ibutidak
mengerti apa manfaat dilakukan mobilisasi (Suririnah, 2009).Pasien yang
tidak mengetahui manfaat mobilisasi dan tidak mendapatkan informasi
dari perawat cenderung tidak melakukan mobilisasi.Kebanyakandari
pasien pasca SCmempunyai kekhawatiran kalautubuh digerakkan pada
posisi tertentu pasca pembedahan akan mempengaruhiluka operasi yang
masih belum sembuh (Smeltzer, 2012). Selain itu apabila tidak melakukan
mobilisasi beresiko mengalami konstipasi akibat dari perbaikan peristaltik
usus yang lambat (Cuningham, 2009). Konstipasi itu sendiri jika tidak
diatasi dapat menimbulkan situasi yang lebih serius seperti impaksi (feces
menjadi keras dan kering), obstruksi pada usus, kanker kolon dan
terjadinya hemorroid (Yulianik, 2014).

STIKES Muhammadiyah Gombong


56

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian menunjukkan ketiga pasien baik KI, K II maupun K III
didapatkan data subyektif klien mengatakan belum bisa BAB, perut
distensi, sulit flatus,dan takut bergerak.
2. Diagnosa keperawatan prioritas pada K I, K II dan K III adalahkonstipasi
berhubungan dengan fungsi : aktivitas fisik tidak mencukupi.
3. Intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu constipation/impaction
managemen dan mobilisasi.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan yaitu menerapkan mobilisasi
pada pasien post sectio cesarea, dilakukan 3x24 jam durasi 10-15 menit
dalam 2x sehari pagi dan sore dengan SOP dari Kasdu.
5. Hasil evaluasi keperawatan pada K I, K II dan K III, menunjukkan
masalahkonstipasi berhubungan dengan fungsi : aktivitas fisik tidak
mencukupi teratasi. Pada K I, K II, KIII setelah dilakukan mobilisasi
berhasil untuk mengatasi konstipasi, bisa BAB, feces lunak, tidak ada
distensi abdomen dan flatus lancar.
6. Ada penurunan tanda gejala konstripasisebelum dan sesudah inovasi
tindakan mobilisasi dinipada pada klien persalinan SC yang mengalami
konstipasi.
B. Saran
1. Tenaga Keperawatan
Diharapkan dapat mengaplikasikan tindakan ini untuk menangani
masalah konstipasi sehingga penggunaan obat analgesik dapat
diminimalkan.
2. Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan secara luas
kepada pihak akademis, sehingga dapat dijadikan sumber referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan maternitas pada pasien post SC

STIKES Muhammadiyah Gombong


57

3. Rumah Sakit
Diharapkanmobilisasi dinipost SCdapat dijadikan SOP dalam asuhan
keperawatan maternitas secara komprehensif pada ibu bersalin khususnya
untuk menurunkan tanda gejala konstipasi.
.

STIKES Muhammadiyah Gombong


58

DAFTAR PUSTAKA

Dinkes, Jateng. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang:


Dinkes Jateng

Elizabeth & Jason Waugh.(2015). Patologi Pada Kehamilan Manajemen dan


asuhan kebidanan.Jakarta : EGC.

Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Herdman.(2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Jitowiyono dan Weni Kristiyanasari. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta: Nuha Medika

Kemenkes RI. (2017). Riset Kesehatan.Jakarta : Kemenkes RI.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka. Cipta

Oxorn dan Forte. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Potter & Perry.(2010). Fundamental Keperawatan.Buku 3.Edisi 7. Jakarta.


Salemba medika.

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2012).Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth.Volume 2. Jakarta. EGC.

Sujata et al. (2014).Review article Pain Control After Cesarean Birth-What are
the Option.

Wiknjosastro H. (2012). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayaan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Yusmiati. (2009). Manajemen Stres, Cemas: Pengantar Dari A Sampai Z. Jakarta:


Edsa Mahkota

STIKES Muhammadiyah Gombong


59

MEMBANTU MOBILISASI PASIEN

Pengertian Tindakan keperawatan melatih pasien berjalan dengan


atautanpa bantuan didalam upaya memulihkan
kembaliaktivitas yang biasa mereka lakukan
Tujuan 1. Untuk meningkatkan stamina fisik pasien dalam persiapan
dan post operasi/ pengobatan.
2. Hiburan/ pengalihan perhatian dari rutinitas rumah sakit
3. Untuk mempercepat proses penyembuhan luka
danmengembalikan homeostasis.
4. Untuk mencegah komplikasi seperti pneumonia
dankontraktur.
Indikasi Ibu bersalin post SC
Kebijakan Pasien dalam tahap pemulihan aktivitas dapat dibantuuntuk
mobilisasi. Dilakukan oleh perawatan, petugasfisioterapi/
keluarga.
PersiapanPasien 1. Sebelum memulai proses mobilisasi, pasien
harusmendapat penjelasan dengan tepat apa yang
akandilakukan.
2. Berikan posisi pasien senyaman mungkin.
Pelaksanaan 1. Setelah operasi, pada 6 jam pertama paska operasi harus
tirah baring dulu. Mobilisasi yang bisa dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari
kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser
kaki
2. Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kekiri
dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli

STIKES Muhammadiyah Gombong


60

3. Setelah 24 jam dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk


duduk
4. Setelah dapat duduk, dianjurkan belajar berjalan.
5. Latihan posisi semi fowler (hari ke II)
6. Badan klien ditinggikan pada sudut 60-700.
7. Tempatkan sanggaan pada kaki untuk mencegah klien
merosot di tempat tidur dan membuat klien lebih aman.
8. Pertahankan posisi klien sampai 1 jam.
9. Bila tidak ada keluhan, ubah posisi klien sampai posisi
duduk.
10. Latihan duduk ditempat tidur dengan kaki menjuntai
kebawah tempat tidur (pada hari ke III)
11. Latihan turun dari tempat tidur dan berjalan disekitar
tempat tidur dengan bantuan atau melakukan sendiri (
pada hari ke III)
12. Latihan berjalan sendiri (pada hari ke IV). Latihanberjalan
sendiri dapat dilakukan di sekitar tempat tiduratau sampai
ke kamar mandi

STIKES Muhammadiyah Gombong

Anda mungkin juga menyukai