Disusun Oleh:
Dwi Lusi Wahyuningsih, S.Kep
A31801117
BAB I
PENDAHULUAN
B. TujuanPenulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisanKarya Ilmiah Akhir Ners ini untuk
memaparkan hasilasuhan keperawatan penerapan mobilisasi untuk
mengatasi konstipasipada pasien postsectiocaesareadi Ruang
Bougenville RSUD dr. Soedirman Kebumen.
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Bagi Ilmu Keperawatan, hasil penulisan ini dapat memberikan
informasi yang dapat digunakan sebagai masukan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan keperawatan, khususnya keperawatan maternitas.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk Profesi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat baik praktisi
maupun akademisi dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
post operasi sectiocaesarea, sehingga akan semakin meningkatkan ilmu
keperawatan dan manajemen asuhan keperawatan, khususnya
pengkajian, pencegahan dan penatalaksanaan pasienpostsectio caesarea
dengan konstipasi.
b. Bagi manajemen RSUD dr. Soedirman Kebumen.
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien post sectio
caesareaagar dapat mempercepat pemulihan kesehatan pasienpostsectio
caesareadengan konstipasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin caedere yang berarti
memotong atau menyayat. Dalam ilmu obstetrik, istilah tersebut mengacu
pada tindakan pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan
membuka dinding perut dan rahim ibu (Lia et al, 2010).
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin
dengan insisi melalui abdomen dan uterus (Liu, 2009). Sectio Caesarea
adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding
abdomen dan uterus (Oxorn & Forte, 2010).
Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan
anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus
abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih (Yusmiati, 2009).
2. Etiologi
EtiologiSectio Caesarea bisa absolut atau relatif. Setiap keadaan
yang membuat kelahiran lewat jalan tidak mungkin terlaksana merupakan
indikasi absolut untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah kesempitan
panggul yang sangat berat dan neoplasma yang menyumbat jalan lahir.
Pada indikasi relatif, kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan
adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat Sectio Caesarea akan
lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya (Oxorn & Forte, 2010).
3. Manifestasi Klinis
Persalinan melalui sectio caesarea memiliki beberapa bahaya yang
cukup umum dalam dunia kedokteran. Hal ini, tidak terlepas dari
penggunaan anestesi ketika operasi yang bisa terjadi pada ibu dan bayi
6
6
yang dilahirkan. Secara umum resiko ini meliputi hipoksia akibat sindroma
hipotensi terlentang, depresi pernafasan akibat anastesi, dan sindroma
gawat pernafasan, lazimnya pada bayi dilahirkan dengan sectio
caecarea (Yusmiati, 2009).
Resiko ibu akibat sectio caecarea haruslah dianggap lebih serius,
karena mereka berhubungan langsung dengan tindakan operasi. Menurut
Yusmiati (2009), komplikasi diantaranya:
a. Infeksi yang didapat di rumah sakit, terutama setelah dilakukan sectio
caecarea.
b. Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering sering karena dasar
obstruksi.
c. Pembiusan ketika operasi atau yang lebih dikenal dngan anestesi,
dianggap sebagai alternatif untuk menghilangkan rasa sakit ketika
operasi tapi perlu pula diperhatikan bahwa penggunaan anestesi
tertentu dapat menimbulkan efek pada ibu dan bayi seperti syok,
trauma dan mual-mual serta hilang nafsu makan. Pada bayi yang barua
dilahirkan akan terlihat lemah akibat pengaruh anestesi.
Menurut Yusmiati (2009), secara spesifik resiko sectio caesarea
adalah sebagai berikut:
a. Resiko Jangka Pendek
1) Infeksi pada Bekas Jahitan
Infeksi luka akibat persalinan cesar beda dengan luka
persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah
terlihat, sedangkan luka operasi cesar lebih besar dan berlapis-
lapis. Bila penyembuhan tak sempurna, kuman lebih mudah
menginfeksi sehingga luka jadi lebih parah. Bukan tak mungkin
dilakukan jahitan ulang.
2) Infeksi Rahim
Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah kena infeksi sebelumnya,
misal mengalami pecah ketuban. Saat dilakukan operasi, rahim
3) Keloid
Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu
karena pertumbuhan berlebihan sel-sel pembentuk organ tersebut.
Ukuran sel meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut.
Perempuan yang punya kecenderungan keloid tiap mengalami luka
niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas operasinya.
4) Cedera Pembuluh Darah
Pisau atau gunting yang dipakai dalam operasi berisiko
mencederai pembuluh darah. Misalnya tersayat. Kadang cedera
terjadi pada penguraian pembuluh darah yang melengket. Ini
adalah salah satu sebab mengapa darah yang keluar pada
persalinan cesar lebih banyak dibandingkan persalinan normal.
5) Cedera pada Kandung Kemih
Kandung kemih melekat pada dinding rahim. Saat operasi
cesar dilakukan, organ ini bisa saja terpotong. Perlu dilakukan
operasi lanjutan untuk memperbaiki kandung kemih yang cedera
tersebut.
6) Perdarahan
Perdarahan tak bisa dihindari dalam proses persalinan.
Namun, darah yang hilang lewat operasi cesar dua kali lipat
dibanding lewat persalinan normal.
7) Air Ketuban Masuk ke Pembuluh Darah
Selama operasi cesar berlangsung pembuluh darah terbuka.
Ini memungkinkan komplikasi berupa masuknya air ketuban ke
dalam pembuluh darah (embolus). Bila embolus mencapai paru-
paru, terjadilah apa yang disebut pulmonary embolism. Jantung
dan pernapasan ibu bisa terhenti secara tiba-tiba. Terjadilah
kematian mendadak.
8) Pembekuan Darah
Pembekuan darah bisa terjadi pada urat darah halus di bagian
kaki atau organ panggul. Jika bekuan ini mengalir ke paru-paru,
terjadilah embolus.
9) Kematian Saat Persalinan
Beberapa penelitian menunjukkan, angka kematian ibu pada
operasi cesar lebih tinggi dibanding persalinan normal. Kematian
umumnya disebabkan kesalahan pembiusan, atau perdarahan yang
tak ditangani dengan cepat.
10) Kelumpuhan Kandung Kemih
Usai operasi cesar, ada kemungkinan ibu tak bisa buang air
kecil karena kandung kemihnya kehilangan daya gerak (lumpuh).
Ini terjadi karena saat proses pembedahan berlangsung, kandung
kemih terpotong.
11) Hematoma
Hematoma adalah perdarahan dalam rongga tertentu. Jika ini
terjadi, selaput di samping rahim akan membesar membentuk
kantung akibat pengumpulan darah terus-menerus. Akibatnya
fatal, yaitu kematian ibu. Sebenarnya, kasus ini juga bisa terjadi
pada persalinan normal. Tapi mengingat risiko perdarahan pada
operasi cesar lebih tinggi, risiko hematoma pun lebih besar.
12) Usus Terpilin
Operasi cesar mengakibatkan gerak peristaltik usus tak
bagus. Kemungkinan karena penanganan yang salah akibat
manipulasi usus, atau perlengketan usus saat mengembalikannya ke
posisi semula. Akibatnya ibu sulit buang air besar dan buang angin
karena ususnya seperti terpilin. Rasanya sakit sekali dan harus
dilakukan operasi ulang.
ibu memang boleh melahirkan lebih dari itu (bahkan sampai lima
kali). Tapi risiko dan komplikasinya makin berat.
dijahit, daerah ayatan tersebutlah yang embuat rasa nyeri dan tidak nyaman
sehingga pasien terganggu (Hall, 2008).
5. Penatalaksanaan
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012), perawatan post
operasi Sectio Caesarea meliputi:
a. Mobilisasi
Setelah periode istirahat pertama berakhir (biasanya sekitar 2 jam
atau 8 jam). Dorong ibu untuk sering melakukan ambulasi (Bobak,
2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2012) sesudah 8 jam ibu
boleh miring ke kiri atau ke kanan.
b. Diet
Diet yang diberikan harus bermutu tinggi dengan cukup kalori,
mengandung cukup protein, cairan, serta banyak buah-buahan karena
wanita tersebut mengalami hemokonsentrasi (Wiknjosastro, 2012).
c. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata – rata dapat disuntik 75 mg
meperidin (IM) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi
rasa sakit atau dapat disuntikkan dengan cara serupa 10 mg morfin.
1) Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis meperidin yang diberikan
50 mg
2) Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg
meperidin
3) Obat obat antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan
bersama sama dengan pemberian preparat narkotik
d. Tanda tanda vital
Tanda tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan
darah, nadi, jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan
funfus harus diperiksa.
e. Terapi cairan dan diet
B. Konsep DasarKonstipasi
1. Pengertian
Konstipasi merupakan penurunan frekuensi normal defekasi yang
disertai kesulitan atau pengeluaran feses tidak tuntas dan/ atau feses yang
keras, kering dan banyak (Herdman, 2018).
2. Batasan Karakteristik Masalah Konstipasi
Batasan karakteristikmasalah konstipasi menurut Herdman (2018)
adalah nyeri abdomen, nyeri tekanan abdomen dengan teraba resisten otot,
nyeri tekan abdomen tanpa teraba resisten otot, anoreksia, penampilan
tidak khas pada lansia, borborigmi, darah merah pada feses, perubahan
pada pola defekasi, penurunan frekuensi defekasi, penurunan volume
feses, distensi abdomen, keletihan, feses keras dan berbentuk, sakit kepala,
bising usus hiperaktif, bising usus hipoaktif, tidak dapat defeksi,
peningkatan tekanan intraabdomen, tidak dapat makan, feses cair, nyeri
pada saat defekasi, massa abdomen yang dapat diraba, massa rektal yang
dapat diraba, perkusi abdomen pekak, rasa penuh rektal, rasa tekanan
rektal, sering flatus, adanya feses lunak seperti pasta di dalam rektum,
mengejan pada saat defekasi, dan muntah.
3. Faktor yang Berhubungan dengan Masalah Konstipasi
Faktor yang berhubungan dengan masalah konstipasi herdman
(2018) adalah kelemahan otot abdomen, rata-rata aktifitas fisik harian
kurang dari yang dianjurkan menurut gender dan usia, konfusi, penurunan
motilitastraktus gastrointestinal, dehidrasi, depresi, perubahan kebiasaan
makan, gangguan emosi, kebiasaan menekan dorongan defekasi, kebiasaan
makan buruk, higiene oral tidak adekuat, kebiasaan toileting tidak adekuat,
asupan serat kurang, asupan cairan kurang, kebiasaan defekasi tidak
teratur, penyalahgunaan laksatif, obesitas, perubahan lingkungan baru.
C. Mobilisasi
1. Pengertian
Mobilisasi merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang
diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan
aktivitas (Perry & Porter, 2010)
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatanya (Alimul, 2009).
2. Fungsi Mobilisasi
Kemampuan untuk tetap aktif dan bergerak secara aktif penting dalam
memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Menurut Smith (2010),
mobilisasi ditunjukan untukmempercepat penyembuhan luka,
memperbaiki sirkulasi, mencegah statis vena, menunjang fungsi
pernafasan normal, meningkatkan fungsi pencernaan, mengurangi
komplikasi pasca bedah, mengembalikan fungsi pasien semaksimal
mungkin seperti sebelum operasi, dan mempertahankan konsep diri
pasien dan mempersiapkan pasien pulang.
Menurut Ernawati (2017), mekanisme statik kontraksi untuk
mempercepat pengembalian peristaltik usus adalah melancarkan aliran
darah dan pernafasan kembali normal sehingga sehingga seluruh organ
tubuh akan teroksigenasi dengan baik dan pemulihan otot perut akan cepat
kembali, gerakan statis akan merangsang otot polos pada colon sehingga
timbul flatus dan perut kembung berkurang sehingga tidak terjadi
konstipasi.
3. Kerugian Tidak Melakukan Mobilisasi
Imobilisasi atau tirah baring dapat menyebabkan penurunan sungsi
sensorik, perubahan respon emosional dan perilaku, seperti: permusuhan,
perasaan pusing, takut, dan perasaan tidak berdaya sampai ansietas ringan
sampai psikosis; depresi karena perubahan peran dan konsep diri,
gangguan pola tidur karena perubahan rutinitas atau lingkungan, dan
perubahan koping. Imobilisasi yang lama durasinya juga akan
mengakibatkan bahay psikologis yang semakin besar pada pasien pasca
laparatomi (Smith, 2010)
Masalah yang sering terjadi dengan mobilisasi pasca operasi adalah
ketika pasien merasakan terlalu sakit atau nyeri maka pasien tidak mau
melakukan mobilisasi dan memilih untuk istirahat di tempat tidur.
Smeltzer (2012) menyatakan bahwa tingkat dan keparahan myeri pasca
operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi individu,
toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi,sifat prosedur,
kedalaman trauma bedan dan jenis agen anesthesia. Selain itu, pasien yang
tidak mengetahui manfaat mobilisasi dan tidak mendapatkan informasi
dari perawat cenderung tidak melakukan mobilisasi. Dengan demikian,
kebanyakan dari pasien post operasi mempunyai kekhawatiran kalau tubuh
digerakan pada posisi tertentu pasca pembedahan akan mempengaruhi luka
operasi yang masih belum sembuh. Kekhawatiran (ansietas) ini dapat
meningkatkan ketidakmampuan untuk melakukan mobilisasi (Oswari,
2010)
4. Anjuran Melakukan Mobilisasi
Pasien dianjurkan untuk segara melakukan mobilisasi setelah 24-48
jam pertama pasca bedah. Pergerakan pasca pembedahan akan
mempercepat pencapaian level kondisi seperti pra pembedahan. Perawat
mempunyai peran sebagai educator dan motivator sehingga pasien pasca
operasi mampu melakuakn mobilisasi secara mandiri. Perawat hendaknya
mampu berespon terhadap kebutuhan pasien dengan melakukan tindakan
keperawatan : promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative. Dalam hal,
ini perawat harus mampu mengkaji secara teliti tingkat kebutuhan pasien
akan mobilisasi, membuat perencanaan tindakan keperawatn mobilisasi
sanggaan pada kai untuk mencegah klien merosot di tempat tidur dan
membuat klien lebih aman. Pertahankan posisi klien sampai 1 jam. Bila
tidak ada keluhan, ibah posisi klien sampai posisi duduk.
g. Latihan duduk di tempat tidur dengan kai menjuntai ke bawah temapt
tidur (pada hari ke III). Dengan bantuan perawat, bantu klien untuk
duduk dipinggir tempat dengan kaki di bawah. Saat perubahan posisi
ini, klien dianjurkan untuk meletakan tangan kiri pada area insisi untuk
membelat (menyangga area insisi untuk meminimalkan penarikan
jahitan). Sedangkan tangan kanan pegangang pada pagar tempat tidur.
h. Latihan turun dari tempat tidur dan berjalan sekitar tempat tidur dengan
bantuan atau melakuak sendiri (pada hari ke III). Latihan ini dapat
dilakukan setelah klien cukup merasa kuat untuk berdiri. Lakukanlah
dengan bantuan perawat. Sediakan kursi di sisi tempat tidur untuk
membantu klien bile merasa lelah.
i. Latihan jallan berdiri (pada hari ke IV). Latihan jalan sendiri dapat
dilakukan di sekitar tempat tidur atau sampai ke kamar mandi. Hal ini
melatih klien untuk mandiri untuk dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri sesuai dengan kemampuannya dalam beraktivitas. Prinsip
ambulansi pada klien post Sectio Caesar dilakukan secar bertahap dan
teratur diikuti dan disesuaikan dengan kondisi fisik klien.
Mobilisasi bertujuan untuk mencegah terjadinya thrombosis dan
emboli. Miring kekanan dan kekiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 ajm
setelah pasien sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil
tidur terlentang mungkin setelah sadar. Pada hari kedua, klien dapat
didudukan selam 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam-dalam lau
menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk
melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan pada pasien bahwa
ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang di ubah menjadi setengah
duduk/semi fowler. Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari
dianjurkan belajar sendiri pada hari ke-3 sampai 5 pasca bedah. Jadi
mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahta adalah
yang paling dianjurkan (Mochtar, 2008).
f. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal
epidural
g. Nyeri / Ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber
misalnya trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung
kemih/abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
h. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
i. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh, jalur
parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan
nyeri tekan
j. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea
sedang dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.
k. Pemeriksaandiagnostik
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan. Urinalisis
: kultur urine, darah vagina dan lochea, pemeriksaan tambahan
didasarkan pada kebutuhan individual
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2017), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien post SC adalah
a. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Konstipasi berhubungan dengan fungsi : aktivitas fisik tidak
mencukupi.
3. Fokus Intervensi dan Rasional
Activity tolerance
Self Care: ADLs
Kriteria Hasil:
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
3) Tanda-tanda vital normal
4) Energy psikomotor
5) Level kelemahan
6) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat
7) Status kardiopulmonari adekuat
8) Sirkulasi status baik
9) Statur respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat.
NIC
Activity Therapy
1) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat
2) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
3) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial.
4) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5) Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
6) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
8) Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktifitas
9) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
10) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
E. Kerangka Konsep
Tidak konstipasi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah akhir Ners ini
yaitu menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus, dimana
metode ini bersifat mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik
kesimpulan data (Notoatmodjo, 2010). Pada studi kasus ini menggambarkan
asuhan keperawatan penerapan mobilisasi pada pasien
postsectiocaesareauntuk mengatasi konstipasi di Ruang Bougenville RSUD
dr. Soedirman Kebumen.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian pada 3
pasien post operasi sectio caesarea dengan kriteria inklusi dan eksklusi
sebagai berikut :
1. Inklusi
Kriteria inklusi yaitu kriteria dimana subjek mewakili sampel yang
memenuhi syarat sebagai sampel (Hidayat, 2009).
a. Pasien post operasi sectio caesarea
b. Bersedia menjadi responden
2. Ekslusi
Kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab
(Nursalam, 2008).
a. Pasien post operasi sectio caesarea dengan komplikasi.
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada asuhan keperawatan penerapan mobilisasi
pada pasien postsectiocaesareauntuk mengatasi konstipasi.
D. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Asuhan 28
Serangkaian tindakan Format asuhan Asuhan
keperawatan mulai dari keperawatan keperawatan
pasien pengkajian,analisa
postSectio data,merumuskan
Cesarea diagnosa keperawatan,
intervensi,implementasi
dan evaluasi pada
pasien post sectio
cesarea
E. Instrumen Penelitian
Instrument merupakan alat atau fasilitas yang digunakan untuk
mendapatkan data. Alat-alat dan bahan merupakan penjelasan tentang alat-
alat yang dibutuhkan selama pelaksanaan studi kasus (Budiarto, 2009). Alat
dan instrumen yang digunakan dalam pengambilan kasus ini yaitu format
pendokumentasian keperawatan yaitu meliputi pengkajian, analisa data,
G. Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bougenville RSUD dr.
Soedirman Kebumen pada bulan Oktober- November 2018.
I. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari institusi
tempat penelitian. Penelitian menggunakan etika sebagai berikut Palestin
(2007).
1. Justice
Peneliti melakukan penelitian kepada tiga pasien dengan melakukan
tindakan keperawatan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP)
yang sama dan tanpa membeda-bedakan dalam melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan keluhan masing-masing pasien.
2. Anonymity
3. Confidentialy
Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan.
4. Beneficience
Peneliti melakukan penelitian tidak hanya demi kepentingan
sendiri tetapi untuk melakukan modifikasi tindakan keperawatan agar
keluhan yang pasien rasakan lebih cepat teratasi, selain itukeuntungan
pasien dalam melakukan kegiatan ini adalah terhindar dari masalah
konstipasi.
Partisipasi subyek studi kasus harus dihindarkan dari keadaan yang
tidak menguntungkan. Subyek harus diyakinkan bahwa partisipasinya
dalam studi kasus tidak akan digunakan dalam hal-hal yang dapat
merugikan subyek dalam bentuk apapun.
5. Right for human dignity
Peneliti mempertimbangkan hak-hak pasien untuk mendapatkan
informasi terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian untuk mencegah
dari kesalahan dan peningkatan kebaikan serta memiliki kebebasan
menentukan pemilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan penelitian. Subyek harus mendapatkan informasi secara lengkap
tentang tujuan studi kasus yang akan dilakukan, mempunyai hak untuk
bebas berpartisipasi atau menolak menjadi subyek subyek studi kasus.
Pada inform consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh
hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
oleh seorang Kepala Ruang dibantu oleh 2 orang Ketua Tim keperawatan
yang membawahi 19 perawat pelaksana dan 1 orang tenaga administrasi.
3. Jumlah Kasus
Diagnosa medis yang masuk sepuluh besar di ruang Bougenville
akan dijelaskan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1:10 Diagnosa Medis Terbesar di Ruang Bougenville RSUD
Dr.Soedirman Kebumen Pada Tahun 2018
No. Nama Penyakit Jumlah
1. KPD< 24 Jam 379
2. PEB 189
3. AB Incomplet 189
4. Fetal Distress 161
5. Kala I Lama 144
6. Presentasi Bokong 131
7. HT Gestasional 120
8. Post Date 41-42 Minggu 119
9. H aterm post partus spontan 118
10. Placenta Previa 92
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi tindakan keperawatan pada Ny.K setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam menunjukkan hasil
bahwa pasien mengatakan sudah bisa BAB, perut terasa nyaman.
Setelah dilakukan mobilisasi sesuai anjuran petugas,pasien tampak
relaks, peristaltik usus 12, palpasi tidak teraba fecal di abdomen
kiri bawah, dalam kasus ini masalah konstipasi teratasi planing
selanjutnyapertahankan kondisi pasien.
Tabel 4.2 Konstipasi setelah dilakukan mobilisasi pada K1
No Evaluasi Hari I Hari II Hari III
1 Pola BAB dalam batas normal Belum BAB 1 x BAB 1 x
BAB
2. Klien II
a. Pengkajian
Klien bernama Ny.L, umur 28 tahun, jenis
kelaminperempuan, alamat: Blater 2/4 PoncowarnoKebumen,
status menikah, agamaIslam, suku Jawa, pendidikan S1, pekerjaan
Guru, No RM: 394 250. Diagnosa Medik: G2P1A0 Post Op SC
dengan fetal distress dan kala 2 lama.Klien datang dengan keluhan
kenceng-kenceng sejak 2 hari yang lalu, pemeriksaan VT
didapatkan pembukaan 8, portio lunak, ketuban rembes. Pasien
mengatakan sudah pembukaan dari 24 jam yang lalu, kenceng2, his
aktif, DJJ 170 kemudian setelah dilakukan anamnesa lebih lanjut di
rencanakan untuk terminasi pengeluaran bayi secara sectio
saecaria pada tanggal 31Oktober 2018. SC dimulai jam 05.00
selesai jam 06.30, kondisi saat ini pasien masih tirah baring di
tempat tidur, lemes, kaki sudah bisa digerakkan , belum bisa miring
kanan kiri , masih lemes, terdapat luka post operasi di bawah
umbilical kurang lebih 15 cm horizontal tertutup kasa hipafik,
tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat. Pasien mengeluh nyeri di
perut bawah (luka jahitan), rasanya pegel dan bertambah sakit saat
ibu menggerakkan kakinya, nyeri berkurang saat berbaring
istirahat. Pasien tampak meringis saat bergerak dan memegangi
perut daerah luka post operasi. Pasien tampak kusam dan belum
mandi, hanya diseka oleh suaminya sejak selesai operasi. Klien
mengatakan baru bisa miring dengan bantuan keluarga dan
petugas, itupun pada saat diseka, perut kembung, baru bisa flatus 1
x tadi pagi saat diseka, belum bisa BAB 3 hari, makan dan minum
selalu habis.
Keadaan umum: Baik, kesadaran : composmentis, BB / TB
:68 kg /160 cm, IMT : 35,15, katagori sedang, tanda vital (Tekanan
darah : 105/65 mm Hg, Nadi :84 x / menit, Suhu : 37o C, penafasan
: 20x/ menit. Kepalanormal/mesocepalus. Mata sklera tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis, tidakmengalami gangguan
penglihatan/visus baik. Hidungtidak mengalami kelainan, tidak
terdapat polip, tidak adaperdarahan. Mulutmukosa mulut tidak
kering, bibir tidak lembab, lidah tidak kotor. Telinga: Bersih, tidak
ada penumpukan serumen. Lehertidak ada benjolan. Jantungictus
cordis tidak tampak, bunyi pekak, tidak ada suaratambahan. Paru:
Tampak simetris, bunyi sonor, suara vesikuler. Payudara: tampak
simetris, tidak ada benjolan, tidak ada kelainan. Puting
susu:berwarna kecoklatan, menonjol, saat dipencet ASI belum
keluar. Involusi Uterus : uterus berada di tengah, uterus teraba
keras, tinggi fundusuteri 2 jari di bawah pusat, nyeri tekan bagian
perut bawah. Terdapat luka bekas operasi tertutup perban,
horisontal, panjang kuranglebih 15 cm, kondisi kering, tidak
c. Intervensi Keperawatan
Penulisan intervensi tindakan disusun berdasarkan Nursing
Outcomes Classifications (NOC) dan Nursing Interventions
Classifications (NIC),yaitu sebagai berikut:
Konstipasi berhubungan dengan fungsi : aktifitas fisik tidak
mencukupi.
Tujuan :setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi
teratasi dengan kriteria hasil:pola BAB dalam batas normal, feces
lunak, cairan dan serat adekuat, aktivitas adekuat, hidrasi adekuat
Intervensi NICConstipation/impaction management: yaitu
monitor defekasi, identifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi,
monitor tanda-tanda ruptur bowl/peritonitis, jelaskan penyebab dan
rasionalisasi tindakan pada pasien, konsultasikan dengan dokter
tentang peningkatan dan penurunan bising usus, kolaborasi jika ada
tanda dan gejala konstipasi yang menetap, jelaskan pada pasien
manfaat diet (cairan dan tinggi serat) terhadap eliminasi, jelaskan
pada pasien konsekwensi penggunaan laksatif, dorong peningkatan
aktivitas yang optimal, kolaborasi dengan ahli gizi tentang diit tinggi
serat dan cairan.
d. Implementasikeperawatan
Konstipasi berhubungan dengan fungsi : aktifitas fisik tidak
mencukupi
Implementasi petama yang dilakukan yaitu mengkaji defekasi,
klien belum bisa bab sejak masuk RS. Mengidentifikasi faktor yang
menyebabkan konstipasi, klien takut bergerak. Jelaskan penyebab
dan rasionalisasi tindakan pada pasien, pasien kooperatif.Mendorong
peningkatan aktivitas yang optimal dan menjelaskan tentang
mobilisasi progresif pasca pembedahan dan menganjurkan kepada
keluarga dan membantu klien miring kanan dan kiri setelah 24 jam
pasca operasi, hari kedua duduk, hari ketiga latihan aktifitas ke
kamar mandipasien kooperatif. Monitor peristaltik usus, bising usus
3. Klien III
a. Pengkajian
Klien bernama Ny. B, umur : 32 tahun, jenis
kelaminperempuan, alamatMuktisari RT 03 RW 05 Kebumen,
statusmenikah, agama Islam, Suku Jawa, Pendidikan SD, IRT.
No. RM: 338456, Diagnosa Medik: G2P1A0Post Sc Atas Indikasi
DKP. Keluhan Utama konstipasi.
Klien datang ke RS pada hari Senin tanggal 22 Oktober 2018
RSUD dr.Soedirman dengan G2 P1 A0 dengan riwayat persalinan
Sectio Sesarea atas indikasi DKP dan dianjurkan langsung rawat
frekwensi 2x perhari yaitu pagi dan sore, waktu pelaksanaan 10-15 menit
dengan respon klien mengatakan sudah tidak takut bergerak, sudah bisa BAB,
feces lunak dan banyak, perut terasa nyaman sejak dilakukan mobilisasi
sesuai anjuran petugas, klien tampak rileks, peristaltik usus 12, palpasi tidak
teraba fecal di abdomen kiri bawah. Tindakan mendorong pasien untuk
meningkatkan aktivitas yang optimal yaitu mobilisasi pada K2, pelaksanaan 3
hari dengan frekwensi 2x perhari yaitu pagi dan sore, waktu pelaksanaan 10-
15 menit pada hari ke 3 peneliti berkunjung ke rumahnya untuk melakukan
evaluasi respon klien mobilisasi aktif, sudah bisa BAB dengan lancar, tidak
keras, kembung hilang, flatus sudah seperti biasa, peristaltik usus 12 x/mnt.
Tindakan mendorong pasien untuk meningkatkan aktivitas yang optimal yaitu
mobilisasi pada K3, pelaksanaan 3 hari dengan frekwensi 2x perhari yaitu
pagi dan sore, waktu pelaksanaan 10-15 menit dengan respon klien pasien
sudah bisa berjalan ke kamar mandi, pasien sudah bisa BAB banyak dan
lembek, kembung sudah tidak ada dan peristaltik usus 14 x/menit.
Tabel 4.4 Tabel Observasi Setelah dilakukan mobilisasi pada K1, K2, K3
Pasien Hari 1 Hari 2 Hari 3
K1 BAB – BAB1x BAB 1x
Tidak keluar Feces keras Feces lunak dan
feces dan sedikit banyak
K2 BAB 1x BAB1x BAB 1x
Feces sedikit Feces keras Feces lunak dan
dan sedikit banyak
K3 BAB – BAB1x BAB 1x
Tidak keluar Feces keras Feces lunak dan
feces dan sedikit banyak
D. Pembahasan
1. Analisis Karakteristik Klien/ Pasien
a. Usia
dilakukan tindakan mobilisasi 2x sehari pagi dan sore dalam waktu 10-15
menit, dalam hari pertama gejala konstipasi mulai menurun dan sesuai
target waktu 3 x 24 jam konstipasi teratasi, masing-masing pasien bisa
BAB dengan konsistensi feses lembek dan tidak kembung. Setelah operasi
pada 6 jam pertama pasca operasi harus tirah baring. Mobilisasi yang bisa
dilakukan adalah menggerakan lengan, tangan, menggerakan ujung jari
kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot
betis, serta menekuk dan menggeser kaki. Setelah 6-10 jam, diharuskan
untuk dapat miring kanan dan miring kiri untuk mencegah trombosis dan
trombo emboli.Setelah 24 jam dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk
duduk.Setelah duduk dianjurkan untuk belajar berjalan.
Hasil evaluasi menunjukkan masalah keperawatan konstipasi
teratasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Feki (2015) tentang gambaran
pelaksanaan mobilisasi dengan pola eliminasi fecal pasien paska
laparatomi yang menunjukan 92% responden mengalami eliminasi fecal
normal setelah melakukan mobilisasi. Ada penurunan tanda gejala
konstipasi sesudah inovasi tindakan mobilisasi. Tindakan operasi akan
mengakibatkan penurunan gangguan terhadapmobilisasi pasien, oleh
karena itu mobilisasi merupakan kegiatan yangpenting pada periode post
operasi SC untuk mencegahkomplikasi. Kemampuan pasien untuk
bergerak dan berjalan pada postoperasi akan menentukan kegiatan yang
harus dilaksanakan untuk memberikesempatan pada pergerakan yang
maksimal. Bergerak dan beraktifitas diatastempat tidur membantu
mencegah komplikasi pada sistem pernafasan,kardiovaskuler, mencegah
dekubitus, merangsang peritaltik usus danmengurangi rasa nyeri
(Cuningham, 2009).Mobilisasi pasca SCdapat dilakukan setelah 24 – 48
jampertama pasca bedah.Mobilisasi diantaranya bertujuan untuk
mempercepat penyembuhanluka, dan meningkatkan fungsi pencernaan
(Jitowiyono, 2012).
Ibu pasca SC disarankan untuk melakukan mobilisasi, tetapipada ibu
yang mengalami SCrasanya sulit untuk melaksanakanmobilisasi karena
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian menunjukkan ketiga pasien baik KI, K II maupun K III
didapatkan data subyektif klien mengatakan belum bisa BAB, perut
distensi, sulit flatus,dan takut bergerak.
2. Diagnosa keperawatan prioritas pada K I, K II dan K III adalahkonstipasi
berhubungan dengan fungsi : aktivitas fisik tidak mencukupi.
3. Intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu constipation/impaction
managemen dan mobilisasi.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan yaitu menerapkan mobilisasi
pada pasien post sectio cesarea, dilakukan 3x24 jam durasi 10-15 menit
dalam 2x sehari pagi dan sore dengan SOP dari Kasdu.
5. Hasil evaluasi keperawatan pada K I, K II dan K III, menunjukkan
masalahkonstipasi berhubungan dengan fungsi : aktivitas fisik tidak
mencukupi teratasi. Pada K I, K II, KIII setelah dilakukan mobilisasi
berhasil untuk mengatasi konstipasi, bisa BAB, feces lunak, tidak ada
distensi abdomen dan flatus lancar.
6. Ada penurunan tanda gejala konstripasisebelum dan sesudah inovasi
tindakan mobilisasi dinipada pada klien persalinan SC yang mengalami
konstipasi.
B. Saran
1. Tenaga Keperawatan
Diharapkan dapat mengaplikasikan tindakan ini untuk menangani
masalah konstipasi sehingga penggunaan obat analgesik dapat
diminimalkan.
2. Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipublikasikan secara luas
kepada pihak akademis, sehingga dapat dijadikan sumber referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan maternitas pada pasien post SC
3. Rumah Sakit
Diharapkanmobilisasi dinipost SCdapat dijadikan SOP dalam asuhan
keperawatan maternitas secara komprehensif pada ibu bersalin khususnya
untuk menurunkan tanda gejala konstipasi.
.
DAFTAR PUSTAKA
Oxorn dan Forte. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sujata et al. (2014).Review article Pain Control After Cesarean Birth-What are
the Option.