Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.I DENGAN P0101 POST SC + a.i PEB + IMPENDING

EKLAMSIA + HIPOALBUMIN DI RUANG DRUPADI 2 RSUD

JOMBANG

Disusun Oleh:

Brian Handika Rama Pangesti (7318040)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas

petunjuk dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan “LAPORAN

PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.I DENGAN P0101

POST SC + a.i PEB + IMPENDING EKLAMSIA + HIPOALBUMIN DI RUANG

DRUPADI 2 RSUD JOMBANG” dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini

disusun guna memenuhi tugas Praktik Keperawatan Maternitas, Program Studi

Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan UNIPDU Jombang.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar

pada laporan ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan

saran serta kritik yang dapat memberikan wawasan bagi penyusun. Kritik yang

baik dari pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan laporan

selanjutnya.

Semoga dengan membaca laporan ini dapat memberi manfaat bagi kita

semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai “ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN P0101 POST SC + a.i PEB +

IMPENDING EKLAMSIA + HIPOALBUMIN DI RUANG DRUPADI 2 RSUD

JOMBANG”.

Jombang, 17 November 2022

Brian Handika Rama Pangesti


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.I dengan P0101 Post SC

+ a.i PEB + Impending Eklamsia + Hipoalbumin Di Ruang Drupadi 2 RSUD

Jombang

Nama Mahasiswa : Brian Handika Rama Pangesti (7422025)

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini telah disetujui dan disahkan

pada

Hari :

Tanggal :

Disetujui Oleh:

Pembimbing Ruangan Drupadi 2 Pembimbing Akademik


RSUD Jombang

_______________________________ _______________________________

Mengetahui,
Kepala Ruangan Drupadi 2 RSUD Jombang

_______________________________
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP SECTIO CAESAREA


1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Ragil, 2014).
2. Etiologi Sectio Caesarea
Indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan anterpartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea di atas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
caesarea sebagai berikut : CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), PEB (Pre
Eklamsi Berat), Ketuban Pecah Dini, Bayi Kembar, Kelainan Letak Janin
(Ragil, 2014).
3. Tanda dan Gejala
Menurut Nanda (2015) manifestasi klinis Sectio Caesarea antara lain:
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Ketuban pecah dini
d. Rupture uteri
e. Partus lama
f. Letak lintang
g. Letak bokong
h. Pre eklampsia
i. Plasenta previa
j. Gameli
4. Patofisiologi
Patofisiologi dilakukan Sectio Caesarea yaitu adanya beberapa
kelainan/ hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal/ spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
laterallis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre eklampsi berat, distorsia
serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu sectiocaesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembulu darah, dan saraf-saraf disekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulakn rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka
post op, yang tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko
infeksi (Sudarti, 2014).
5. Pemeriksaan Penunjang
Sarwono (2008) mengatakan, ada beberapa pemeriksaan penunjang:
a. Elektroensefalogram (EEG)
Untuk membantu menentukan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak
yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang memebandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam
otak.
6. Komplikasi
Menurut Achmad Feryanto (2011), komplikasi yang sering terjadi pada ibu
Sectio Caesarea adalah:
a. Infeksi Puerperial
Kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas.
b. Pendarahan
Pendarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Kompliksi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kemih,
embolisme paru yang jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
7. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea
Penatalaksanaan dan perawatan setelah dilakukan Sectio Caesarea:
a. Perawatan Awal
1) Letakkan pasien dalam posisi pemulihan.
2) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi 4) Transfusi jika
diperlukan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus,
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler).
d. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendidri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
e. Pemberian cairan
Karena selama 24 jam pertama klien diharuskan untuk puasa pasca
operasi (PPO), maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit yang diperlukan, agar jangan terjadi hipertermi,
dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya. Cairan yang
diberikan biasanya dektrosa 5-10 gram fisiologi dan ringer laktat secara
bergantian jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan.
Biasanya kira-kira 20 tetes permenit. Bila kadar hemoglobin darah
rendah, berikan transfusi darah atau packed-cell sesuai dengan
kebutuhan.
f. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik, kemotrapi dan anti inflamasi
2) Obat-obatan pencegah perut kembung
Untuk mencegah perut kembung dan untuk memperlancar kerja
saluran pencernaan dapa diberikan obat-obatan secara suntikan dan
peroral, diantaranya : plasil, primperan, prostigmin dan sebagainya.
Apabila terjadi distensi abdomen yang ditandai dengan perut
kembung dan meteorismus, dllakukan dekompresi dengan
pemasangan pipa rectal dan pipa nasal. Boleh juga diberikan
supositoria.
8. Dampak Masalah
Dampak jika tidak dilakukan sectio caesarea adalah dapat
menimbulkan infeksi, dapat menimbulkan perdarahan, kurang kuatnya
uterus (Ragil, 2014).

B. KONSEP PRE EKLAMSIA BERAT


1. Pengertian Pre Eklamsia Berat
Pre eklampsi berat adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. PEB (Pre Elampsia
Berat) adalah suatu komplikasi yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan edema pada kehamilan
20 minggu atau lebih (Sukarni, 2017).
Impending Eklamsia
Pada penderita preeklampsia dapat memberikan gejala atau tanda khas
sebelum terjadinya kejang disebut tanda prodromal. Preeklampsia yang
disertai tanda prodomal ini disebut sebagai impending eclampsia atau
imminent eclampsia. Tanda-tanda tersebut antara lain nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan progresif
tekanan darah (Prawirohardjo, 2016).
2. Etiologi Pre Eklamsia Berat
Pre eklampsia berat umumnya terjadi pada kehamilan pertama,
kehamilan pada usia remaja, dan kehamilan diatas umur 40 tahun. Namun
ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan terjadinya preeklampsia
berat yaitu:
a. Riwayat kencing manis, kelainan pada ginjal (oliguria), lupus, atau
rematoid atritis.
b. Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan.
c. Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
d. Pada otak (sakit kepala, kejang).
e. Pada plasenta (solusio plasenta, plasenta previa)
f. Pada hati (ikterius)
g. Hipertensi
h. Kegemukan
3. Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi
dalam kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 MmHg atau
lebih dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk
maupun telentang. Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada
ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan berat badan > 1 Kg/per
minggu.
b. Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 MmHg atau
lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( Jumlah urine
kuran dari 500 cc per 2 jam) serta adanya edema pada paru serta
cyanosis. Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri
pada epigastrium.
4. Manifestasi Klinik
Bothamley (2011) menerangkan bahwa kemungkinan tanda dan gejala
sebagai berikut:
a. Penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali.
b. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan
dan muka.
c. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit).
d. Proteinuria
1) Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau
pemeriksaan kualitatif +1 / +2
2) Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter
atau urine porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.
5. Patofisiologi
Menurut Sofian, 2011. Pada preeklampsi terjadi spasme pembuluh
darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan
spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola
sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan
perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria
dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerolus.
Perubahan pada organ-organ ibu hamil dengan preeklampsi berat
(PEB) adalah sebagai berikut:
a. Otak
Pada preeklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam
batas-batas normal. Pada eklampsia, retensi pembuluh darah meninggi,
ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada
otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan
pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
b. Plasenta dan Rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dank arena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsi - eklampsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap
rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
c. Ginjal
Filtrasi glomerolus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal
ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun, sebagai
akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerolus dapat
turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat
terjadi oliguria dan anuria.
d. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsi - eklampsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.
e. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila
terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsi
berat. Pada preeklampsi dapat terjadi ablasio retina yang diisebabkan
edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan
terminasi kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukan tanda
preeklampsi berat yang mengarah pada eklampsi adalah adanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau di dalam retina.
f. Keseimbangan Air dan Elektrolit
Pada preeklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata
pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid, dan protein serum. Jadi
tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit, gula darah, kadar
natrium bikarbonat, dan pH darah berada pada batas normal. Pada
preeklampsi berat dan eklampsi, kadar gula darah naik sementara, asam
laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan alkali akan
turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah
konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang
lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih normal.
6. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan
janin, namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu
maupun janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017):
a. Bagi Ibu
1) Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), adalah sindrom rusaknya sel darah merah,
meningkatnya enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
2) Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang
ditandai dengan kejang-kejang.
3) Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan
dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika
mempunyai riwayat preeklamsia.
4) Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi
beberapa organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
5) Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa
perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan untuk
pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang
menyebar karena protein tersebut terlalu aktif.
6) Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum
kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan
plasenta, yang akan membahayakan keselamatan wanita hamil dan
janin.
7) Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut.
Ketika seseorang mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan
mengalami kerusakan karena adanya penekanan dari gumpalan
darah, dan juga karena tidak mendapatkan pasokan oksigen akibat
terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang menyebabkan
kerusakan otak atau bahkan kematian.
b. Bagi Janin
1) Prematuritas.
2) Kematian Janin.
3) Terhambatnya Pertumbuhan Janin.
4) Asfiksia Neonatorum.
7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut (Abiee, 2012):
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr %)
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol %).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3).
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan fungsi hati
a) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
d) Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT ) meningkat (N=
15-45 u/ml).
e) Serum Glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat
(N= <31 u/l).
f) Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl).
4) Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
b. Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
2) Kardiografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
8. Pencegahan
Untuk pencegahannya dengan dilakukan pemeriksaan antenatal yang
teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin
(preeklampsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya
penyakit tidak menjadi lebih berat. Harus selalu waspada terhadap
kemungkinan terjadinya preeklampsi kalau ada faktor-faktor predisposisi.
Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan
tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan
(Manuaba, 2010).
9. Penatalaksanaan
Manuaba (2010) menerangkan, dapat ditangani secara aktif atau
konservatif, aktif berarti kehamilan di akhiri/diterminasi dengan
pengobatan medis. Konservatif berarti kehamilan dipertahankan bersama
dengan pengobatan medis. Tetap pemantauan janin dengan klinis, USG,
kardiografi.
a. Penanganan Aktif
1) Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruangan
khusus di kamar bersalin. Penderita di tangani aktif apabila:
a) Ada tanda-tanda inpending eklampsia
b) Ada hellp syndrom
c) Ada kegagalan penanganan konservatif
d) Ada tanda-tanda gawat janin atau usia kehamilan lebih 35 tahun
atau lebih
2) Pengobatan medis
a) Diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose 5%
sebanyak 500cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal
2 gram intravena diberikan dalam 10 menit dilanjutkan dengan
dosisi pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80
ml/jam atau 15-20 tetes/menit).
b) Obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih
dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg.
c) Obat nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2
jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi.
b. Penanganan Konservatif
1) Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsi dengan keadaan janin baik, dikakukan
penanganan konservatif. Sama dengan pengobatan medis MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsi ringan.
Selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada
perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan segera dilakukan terminasi. Jangan lupa : oksigen
dengan nasal kanul 4-6 lpm, obstetrik : pemantauan ketat keadaan
ibu dan janin. Bila ada indikasi langsung terminasi.
2) Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berbaring di tempat tidur namun
pekerjaan sehari-hari perlu di kurangi dan dianjurkan lebih banyak
duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat, garam, dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan.
10. Dampak Masalah
Dampak Preeklamsia Berat yaitu:
a. Dampak dari preeklampsia berat pada ibu
1) Otak
Dapat terjadi pembengkakan pada otak sehingga timbul kejang
dengan penurunan kesadaran yang biasa disebut eklampsia. Dapat
juga terjadi pecahnya pembuluh dara di otak akibat hipertensi.
2) Paru-Paru
Bengkak yang terjadi di paru paru dapat menyebabkan sesak nafas
hebat dan bisa berakibat fatal.
3) Jantung
Terdapat payah jantung, penurunan curah jantung.
4) Ginjal
Ditemukan gagal ginjal.
5) Mata
Bisa terjadi kebutaan akibat penekanan syaraf mata yang
disebabkan bengkak maupun lepasnya selaput retina mata.
Kebanyakan bersifat sementara dan pemulihannya membutuhkan
waktu yang lama.
6) Sistem darah
Terjadi pecahnya sel darah merah dengan penurunan kadar zat
pembekuan darah.
b. Akibat pada janin
Janin yang dikandung ibu hamil mengidap preeklampsia berat akan
hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal.
Keadaan ini bisa terjadi karena pembulu darah uang menyalurkan
darah ke plasenta menyempit. Karena buruknya nutrisi perkembangan
janin akan terhambat.

C. KONSEP ALBUMIN
1. Pengertian Albumin
Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia (3,5-5,0
g/dl), dan membentuk sekitar 60% protein plasma total. Sekitar 40%
albumin terdapat dalam plasma, dan 60% sisanya di ruang ekstrasel.
Albumin berperan dalam membantu mempertahankan tekanan osmotik
koloid darah, sebagai transpor dari beberapa macam substansi antara lain
metal, bilirubin, enzim, hormon, obat-obatan 3,5 g/dl (Rusli, 2011).
2. Fungsi Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang berfungsi sebagai berikut:
a) Mempertahankan tekanan osmotik plasma agar tidak terjadi edema.
Dalam fungsinya sebagai pemelihara tekanan osmotik, albumin
menahan air plasma terutama pada kapiler arteri dengan
mempertahankan tekanan filtrasi. Sebaliknya pada kapiler vena tekanan
hidrostatiknya lebih rendah dari arteri. Bila karena suatu hal albumin
menurun maka tekanan osmotik akan menurun, dan menyebabnya
aliran akan lebih berat ke arah ekstravaskulardan albuminnya sendiri
akan lebih banyak berdifusi ke luar sirkulasi, sehingga menambah berat
keadaan.
b) Membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan
senyawa endogen dalam tubuh terutama substansi lipofilik (fungsi
metabolit, pengikatan zat dan transport carrier).
c) Anti-inflamasi.
d) Antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal bebas eksogen
oleh leukosit polimorfonuklear.
e) Mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga dapat mencegah
masuknya kuman-kuman usus kedalam pembuluh darah, agar tidak
terjadi peritonitis bakterialis spontan.
3. Metabolisme Albumin
Albumin di produksi oleh hati dalam bentuk prealbumin
didistribusikan secara vaskuler dalam plasma dan secara ekstravaskuler
dalam kulit, otot, dan beberapa jaringan lain. Sintesa albumin dipengaruhi
beberapa faktor yaitu nutrisi terutama asam amino, hormon, dan adanya
suatu penyakit. Asam amino yang dapat merangsang terjadinya sintesa
albumin adalah triptofan, arginin, ornitin, lisin, fenilalanin, treonin, dan
prolin. Sedangkan hormon yang merangsang sintesa albumin adalah tiroid,
hormon pertumbuhan, insulin, adrenokortikotropik, testesteron, dan
korteks adrenal.
Adapun yang dapat yang hambat sintesa albumin adalah alkohol serta
adanya suatu penyakit yang mengakibatkan gangguan sintesa albumin
seperti pada seseorang penderita penyakit hati kronis, ginjal dan
kekurangan gizi. darah mengandung albumin di proses di ginjal. Difiltrasi
di glomerulus, peningkatan permeabilitas di tingkat glomerulus yang
menyebabkan albumin lolos ke dalam filtrat glomerulus.
Albumin yang digunakan kembali diabsorbsi tubulus kontortus
proksimal, dan lengkuk henle, oleh sel sel epitel dan di sebar melalui
pembuluh darah dan bahan bahan yang tidak digunakan lagi diekskresi
melalui saluran kemih (Rusli, 2011).
4. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia merupakan keadaan kadar albumin dalam darah
turun dibawah kadar normal. Kadar albumin normal dalam darah adalah
3,5-5 g/dl. Beberapa hal yang dapat menyebabkan penurunan jumlah
albumin dalam darah adalah penurunan sintesa protein, peningkatan
katabolisme, meningkatkan kehilangan albumin, misalnya pada penyakit
sindroma nefrotik, luka bakar atau pendarahan. Hipoalbuminemia juga
didapatkan pada keadaan malnutrisi, penyakit sistematik, keganasan dan
hipermetabolisme akibat infeksi. Makanan tinggi protein dapat
meningkatkan dan mempertahankan kadar albumin serta meminimalkan
penurunan kadar albumin (Suprayitno, 2012).
5. Kadar Albumin dalam Kehamilan
Kadar albumin mengalami penurunan yang dimulai trimester satu
sampai ketiga pada ibu hamil, namun penurunan albumin tertinggi terjadi
pada trimester ketiga. Penurunan ini juga dapat disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan protein dan penggunaannya oleh janin.
Selama kehamilan, aliran darah ginjal dan kecepatan filtrasi
glomerulus meningkat bila dibandingkan dengan keadaan tidak hamil.
Dengan timbulnya hipertensi dalam kehamilan, perfusi darah pada ginjal
dan kecepatan filtrasi glomerulus menurun secara bervariasi, seperti halnya
pada glomerulopati, dimana terdapat peningkatan permeabilitas terhadap
protein dengan berat molekul yang besar (Zannat, 2016).
6. Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kadar Albumin pada Ibu
Hamil
a) Tekanan darah
Menurut WHO tekanan darah normal bagi orang dewasa adalah
120/80 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan sistolik yaitu tekanan
saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Sementara angka 80
menunjukkan tekanan diastolik, yaitu tekanan saat otot jantung
relaksasi dan menerima darah yang kembali dari seluruh tubuh.
Tekanan darah tinggi dalam istilah kedokteran disebut hipertensi.
Tekanan darah diukur berdasarkan pengukuran kekuatan aliran darah
melawan dinding pembuluh darah arteri pada saat darah di pompa ke
seluruh tubuh dari jantung. Tekanan darah yang tinggi berarti darah
didalam pembuluh darah kita pompa diatas kekuatan normal.
Ada 2 jenis pengukuran yang biasanya dilakukan dan dicatat
sebagai 2 nomor indikator. Sebagai contoh 120/80 mmHg. Nomor
pertama (120) disebut tekanan darah sistolik dan nomor kedua (80)
disebut tekanan darah diastolik. Normal tekanan darah adalah 120/80
mmHg (Ayustawati, 2013).
b) Umur Ibu
Usia ibu yang lebih dari 35 tahun berkaitan erat dengan berbagai
komplikasi yang terjaadi selama kehamilan, persalinan, nifas dan juga
kesehatan bayi ketika dalam kandungan maupun setelah lahir. Usian 20-
35 tahun ternyata mampu mengurangi resiko kematian ibu karna
pleeklampsia di bandingkan pada ibu yang berusia > 35 tahun (Ekasari
dan Natalia, 2019).
Usia 20-35 tahun merupakan usia yang dianggap aman untuk
menjalani kehamilan dan persalinan. Karan pada usia < 20 tahun
kondisi fisik terutama organ reproduksi dan fisikologi belum 100% siap
menjalani masa kehamilan dan persalinan. Sedangkan kehamilann pada
usia > 35 tahun merupakan keadaan yang dikategorikan resiko tinggi
terhadap kelainan bawaan serta adanya penyulit selama masa kehamilan
dan persalinan (Sulistyawati, 2011).
c) Usia Kehamilan
Ditinjau dari umur kehamilan, maka kehamilan terbagi menjadi
kehamilan trimester I,trimester II dan trimester III dengan rincian
trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15
minggu (minggu ke-13 hingga ke-27) dan trimester ketiga 13 minggu
(minggu ke-28 hingga ke-40) (Pratiwi,2019).
Kadar albumin serum mengalami penurunan yang dimulai trimester
satu sampai trimester ketiga pada ibu hamil, namun penurunan albumin
tertinggi terjadi pada trimester ketiga. Penurunan ini juga dapat
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan protein dan penggunaannya
oleh janin (Zannat, Nessa, Ferdousi, 2016).
d) Edema
Edema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh penimbunan
cairan di dalam cairan tubuh. Setengah dari wanita hamil mengalami
bengkak pada kaki selam kehamilan, edema disebabkan oleh volume
darah ekstra yang lebih selama hamil. Senam hamil adalah latihan gerak
mempersiapkan ibu hamil secara fisik atau mental pada persalinan
cepat, aman, spontan, dan mengurangi keluhan selama kehamilan,
dengan melakukan senam hamil dapat melancarakan sirkulasi darah dan
mengurangi bengkak kaki (Geri Morgan, 2011).
Semakin besar usia kehamilan ibu, semakin besar edema yang
dialami namun edema yang terjadi adalah edema yang fisiologis yang
diakibatkan terus membesarnya rahim, Bila edema semakin besar akan
mengurangi aktifitas ibu, karena beban tubuh akan bertambah. Edema
dapat terjadi semakin parah bila kadar natrium tinggi dalam tubuh
karena sifat natrium (garam) menarik air lebih banyak kedalam aliran
darah. Bila air terus tertarik dan pembuluh darah menjadi melebar,
pembuluh darah dapat pecah dan akibat dari pembuluh darah pecah
akan menghambat suplai nutrisi ke janin, bila nutrisi kurang akan
menghambat pertumbuhan janin (Vivin, 2011).
e) Asupan Protein
Untuk presentase ibu hamil yang mengkonsumsi protein di bawah
kebutuhan minimal sebesar 49,5 %. Permasalahan gizi yang sering
dialami oleh ibu hamil adalah kurang energi kronik ( KEK) dan anemia
gizi. Salah satu parameter untuk menentukan KEK pada ibu hamil yaitu
dengan melakukan pemeriksaan albumin.
Rendahnya asupan zat gizi terutama protein yang dikonsumsi
selama kehamilan sebagai penyebab terjadinya gangguan gizi dapat
dilihat dari kadar albumin dari darah ibu hamil. Selama kehamilan
albumin berfungsi membawa sari sari makanan melalui plasenta untuk
perkembangan janin serta bermanfaat dalam pembentukan jaringan sel
baru. Pembentukan jaringan sel baru dibutuhkan pada saat pertumbuhan
janin selama dalam kandungan (Pratiwi,2019).

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada
tahap ini.
a) Pengumpulan data
1) Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, no.
regristrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan
kesehatan.
2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang harus ditanyakan dengan
singkat dengan menggunakan bahasa yang dipakai pemberi
keterangan. Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan
klien datang. Menggunakan keterangan PQRST untuk pendekatan
perawat, biasanya pada kasus post sc dengan preeklampsia berat
klien merasakan beberapa keluhan seperti nyeri bekas luka post sc.
3) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanaya keluhan lain yaitu nafas setelah operasi yang
berupa gangguan kerja otot nafas yang tertutup dan gangguan nyeri
pada perut bagian bawah nyeri seperti di iris-isris, dan nyeri terasa
saat digerakkan. Pada kasus preeklampsia berat ibu merasa sakit
kepala berat, terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium, mual
muntah, edema ekstremitas, proteinuria normal, kenaikan berat
badan mencapai 1 kg seminggu.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian untuk menurunkan resiko pembedahan seperti
pengkajian adanya penyakit DM, tuberkolosis, kelainan
hematologi. Ibu yang menderita hipertensi sebelum kehamilan,
mempunyai riwayat preeklampsia pada riwayat kehamilan
terdahulu, ibu dengan obesitas, dan pernah menderita penyakit
ginjal kronis kemungkinan akan menigkatkan resiko terjadinya
preeklampsia.
5) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang preeklamsi berat, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
menjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya.
6) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Ibu biasanya setelah melahirkan diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan ringan dan setelah benar-benar pulih dari
efek analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa
sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari
jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang
sering-sering ditemukan.
7) Pola aktifitas
Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini
menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum,
terutama mpenurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis
rektus abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek
dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur
akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat
berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien
post partum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan
regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang
disebabkan oleh peregangan otot.
8) Pola eleminasi
Pada klien Post SC, pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan
dan biasanya dipasang folley kateter selama pembedahan sampai 2
hari post operasi. Dengan demikian kemungkinan dapat terjadi
gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan
bladder training. Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan
baunya.
9) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri pada luka post SC.
10) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
11) Pola penagulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
12) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada abdomen akibat luka
jahitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya.
13) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri.
14) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
b) Pemeriksaan Fisik
Tahap pemeriksaan fisik Sectio Caesarea dengan indikasi pre
eklampsia berat antara lain:
1) Wajah: terdapat oedema pada kelopak mata dan wajah.
2) Dada: krepitasi merupakan adanya oedema pada paru.
3) Payudara: Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum
sama dengan keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan
keempat buah dada membesar, keras dan nyeri ditandai dengan
sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi.
4) Abdomen/uterus: terdapat jahitan sectio caesarea, involusi uterus
pada persalinan dengan SC lembih lambat dari pada persalinan
normal (Medforth, 2011).
5) Ekstermitas : oedema jari tangan dan tungkai merupakan gejala dari
PEB (Manuaba, 2010).
6) Genitalia : terdapat pengeluaran lokhea rubra (berwaritna merah)
yang menetap selama 3 hari.
7) Pengeluaran urine : jumlah produksi urine ≤ 500 cc/24 jam
merupakan tanda PEB (Manuaba, 2010).
8) Tekanan darah : tekanan darah tinggi (hipertensi), yaitu tekanan
darah 140/90 mmHg atau lebih.
c) Data Penunjang
1) Urine : protein urune pada PEB bersifat (+), kadarprotein urine >5
gr/ jam atau +2 pada pemeriksaan kualitatif. Oliguria (≤500cc/
24jam) merupakan tanda PEB (Manuaba, 2010).
2) Darah : trombositopeni berat : <100.000 sel/mm3 merupakan tanda
sindroma HELLP. Terjadi peningkatan hematokrit.
2. Analisa Data
Analisa data adalah data yang telah dikumpulkan dikelompokkan dan
di analisis untuk menentukan masalah kesehatan pasien. Untuk
mengelompokkan dibagi menjadi dua data yaitu data objektif dan subjektif
dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul (Yeni, 2008).
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda, (2015) masalah keperawatan sectio caesarea dengan
indikasi pre eklampsia berat antara lain:
a) Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
b) Resiko infeksi berhubungan dengan laserasi jalan lahir.
c) Konstipasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun.
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan asuhan keperawatan Observasi
agen pencedera fisik selama 1x2 jam, - Identifikasi lokasi,
ditandai dengan Tingkat Nyeri karakteristik,
mengeluh nyeri menurun dengan durasi, frekuensi,
(D.0077) kriteria hasil : kualitas, intensitas
- Keluhan nyeri nyeri
(menurun, 5) - Identifikasi skala
- Meringis nyeri
(menurun, 5) - Identifikasi respon
- Gelisah (menurun, nyeri non verbal
5) - Identifikasi
- Kesulitan tidur pengaruh nyeri
(menurun, 5) terhadap kualitas
- Pola tidur hidup
(membaik, 5) Terapeutik
- Berikan terapi non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(misal relaksasi
napas dalam)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (relaksasi
napas dalam)
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian analgetik
Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan asuhan keperawatan Observasi
laserasi jalan lahir selama 1x24 jam, - Monitor tanda dan
Tingkat Infeksi gejala infeksi lokal
menurun dengan dan sistemik
kriteria hasil : Terapeutik
- Kebersihan badan - Berikan perawatan
(meningkat, 5) kulit pada area
- Demam (menurun, edema
5) - Cuci tangan
- Kemerahan sebelum dan setelah
(menurun, 5) kontak dengan
- Nyeri (menurun, 5) pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan Fekal
peristaltik usus selama 1x24 jam, Observasi
menurun. Eliminasi Fekal - Identifikasi
membaik dengan pengobatan yang
kriteria hasil : berefek pada
- Keluhan defekasi kondisi
lama dan sulit gastrointestinal
(menurun, 5) - Monitor buang air
- Nyeri abdomen besar (misal warna,
(menurun, 5) frekuensi,
- Konsistensi feses konsistensi,
(membaik, 5) volume)
- Frekuensi defekasi - Monitor tanda dan
(membaik, 5) gejala diare,
- Peristaltik usus konstipasi, atau
(membaik, 5) impaksi
Terapeutik
- Berikan air hangat
setelah makan
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian kalsium,
jika perlu

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Ukuran intervensi yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien - keluarga atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis
untuk mencapai objektif, efisien, dan efektif serta untuk mengetahui
dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu pengambilan keputusan
untuk perbaikan satu atau beberapa aspek program perencanaan yang akan
datang (Putri, 2013).
Pathway Sectio Caesarea Indikasi PEB

Anda mungkin juga menyukai