Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESARIA (SC) DENGAN

PRE EKLAMPSIA BERAT (PEB)


RUANG CILAMAYA BARU RSUD KARAWANG
PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MATERNITAS

Pembimbing :

Rima Novianti, M.Kep

Disusun oleh :

Dadan Ramdani

4338114901230021Log

book

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

HORIZON UNIVERSITY INDONESIA

JL. PANGKAL PERJUANGAN BY PASS KM 1 KARAWANG 41316

TAHUN 2023
A. Judul

Laporan Pendahuluan Post Sectio Caesaria dengan Indikasi Pre Eklampsia


Berat (PEB)

B. Konsep Dasar Sectio Caesarea

Definisi Sectio Caesarea

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan


membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
vagina (Ragil, 2014).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Prawirohadjo, 2009).

2.1.2 Etiologi Sectio Caesarea

Manuaba (2010) dalam bukunya, indikasi ibu dilakukan


sectiocaesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan anterpartum,
ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan

janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea di
atas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), PEB (Pre Eklamsi Berat), Ketuban
Pecah Dini, Bayi Kembar, Kelainan Letak Janin.
2.1.3 Tanda dan Gejala

Menurut Nanda (2015) manifestasi klinis Sectio Caesarea antara lain :

2.1.3.1 Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)

2.1.3.2 Panggul sempit

2.1.3.3 Ketuban pecah dini

2.1.3.4 Rupture uteri

2.1.3.5 Partus lama

2.1.3.6 Letak lintang

2.1.3.7 Letak bokong

2.1.3.8 Pre eklampsia

2.1.3.9 Plasenta previa

2.1.3.10 Gameli

2.1.4 Patofisiologi

Dalam bukunya Prawiroharjo (2007), patofisiologi dilakukan


sectiocaesarea yaitu adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses
persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara
normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan laterallis, panggul
sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama,
partus tidak maju, pre eklampsi berat, distorsia serviks, dan malpresentasi
janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu sectiocaesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,

penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah


ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembulu darah, dan saraf-saraf
disekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulakn rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah
resiko infeksi.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Sarwono (2006) mengatakan, ada beberapa pemeriksaan penunjang :

2.1.5.1 Elektroensefalogram (EEG)

Untuk membantu menentukan jenis dan fokus dari kejang.

2.1.5.2 Pemindaian CT

Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

2.1.5.3 Magneti Resonance Imaging (MRI)


Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak
yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.

2.1.5.4 Pemindaian Positron Emission Tomography (PET)

Untuk mengevaluasi kejang yang memebandel dan membantu

menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam


otak.

2.1.6 Komplikasi

Menurut Achmad Feryanto (2011), komplikasi yang sering terjadi


pada ibu sectio caesarea adalah :

2.1.6.1 Infeksi Puerperial

Kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas

2.1.6.2 Pendarahan

Pendarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan


cabangcabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.

2.1.6.3 Kompliksi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kemih,


embolisme paru yang jarang terjadi.

2.1.6.4 Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

2.1.7 Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea

Cuningham, F Garry (2005) mengatakan bahwa penatalaksanaan


dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea.
2.1.7.1 Perawatan Awal

1) Letakkan pasien dalam posisi pemulihan

2) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.

3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

4) Transfusi jika diperlukan

2.1.7.2 Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita


flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air the.

2.1.7.3 Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur


terlentang sedini mungkin setelah sadar.

3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5menit


dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi


setengah duduk (semifowler).

2.1.7.4 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan


belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendidri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
2.1.7.5 Pemberian cairan

Karena selama 24 jam pertama klien diharuskan untuk puasa pasca


operasi (PPO), maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak
dan mengandung elektrolit yang diperlukan, agar jangan terjadi
hipertermi, dehidrasi dan komplikasi pada oergan-organ tubuh lainnya.
Cairan yang diberikan biasanya dektrosa 5-10 gram fisiologi dan ringer
laktat secara bergantian jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan
kebutuhan. Biasanya kira-kira 20 tetes permenit. Bila kadar hemoglobin
darah rendah, berikan transfusi darah atau packed-cell sesuai dengan
kebutuhan.

2.1.7.6 Pemberian obat-obatan

1) Antibiotik, kemotrapi dan anti inflamasi

2) Obat-obatan pencegah perut kembung

Untuk mencegah perut kembung dan untuk memperlancar kerja


saluran pencernaan dapa diberikan obat-obatan secara suntikan dan
peroral, diantaranya : plasil, primperan, prostigmin dan sebagainya.
Apabila terjadi distensi abdomen yang ditandai dengan perut
kembung dan meteorismus, dllakukan dekompresi dengan
pemasangan pipa rectal dan pipa nasal. Boleh juga diberikan
supositoria.
2.1.8 Dampak Masalah

Wiknjosastro (2005) mengemukakan dampak jika tidak dilakukan


sectio caesarea adalah dapat menimbulkan infeksi, dapat menimbulkan
perdarahan, kurang kuatnya uterus.

2.2 Konsep Pre Eklampsia Berat

2.2.1 Pengertian

Pre eklampsi berat adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,


edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Hanifa
Wiknjosastri, 2007).
PEB (Pre Elampsia Berat) adalah suatu komplikasi yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai
proteinuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih
(Hidayat,2009).

2.2.2 Etiologi

Menurut Bobak (2005) preeklampsia berat umumnya terjadi pada


kehamilan pertama, kehamilan pada usia remaja, dan kehamlan diatas
umur 40 tahun. Namun ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan
terjadinya preeklampsia berat yaitu :

2.2.2.1 Riwayat kencing manis, kelainan pada ginjal (oliguria), lupus, atau
rematoid atritis

2.2.2.2 Riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan

2.2.2.3 Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya

2.2.2.4 Pada otak (sakit kepala, kejang)

2.2.2.5 Pada plasenta (solusio plasenta, plasenta previa)


2.2.2.6 Pada hati (ikterius)

2.2.2.7 Hipertensi

2.2.2.8 Kegemukan

2.2.3 Klasifikasi

Menurut Mochtar (2007), dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

2.2.3.1 Pre-eklampsia ringan, disertai keadaan sebagai berikut

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur paa posisi
berbaring telentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran
sekurangkurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 1 jam,
sebaiknya 6 jam.

2) Edema umum, kaki jari tangan, dan muka, atau kenaikan berat badan
>1 kg per minggu.

3) Proteinuria kwantitatif >0,3 gr per liter, kwantitatif 1+ atau 2+ pada


urin kateter atau midstream.

2.2.3.2 Pre-eklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :

1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

2) Proteinuria >5 gr per liter.

3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.

4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di


epigastrium

5) Terdapat edema paru dan sianosis.


2.2.4 Manifestasi Klinik

Dalam bukunya, bothamley (2011) menerangkan bahwa

kemungkinan tanda dan gejala sebagai berikut :

2.2.4.1 Penambahan berat badab yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg


seminggu beberapa kali.

2.2.4.2 Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari


tangan dan muka.

2.2.4.3 Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)

2.2.4.4 Proteinuria

1) Terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam urin 24 jam atau


pemeriksaan kuwalitatif +1 / +2

2) Kadar protein > 1 g/l dalam urine yang di keluarkan dengan kateter
atau urine porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.

2.2.5 Patofisiologi

Menurut Sofian, 2011. Pada preeklampsi terjadi spasme

pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal
ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh
satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan
oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria
dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerolus.

Perubahan pada organ-organ ibu hamil dengan preeklampsi berat

(PEB) adalah sebagai berikut :

2.2.5.1 Otak

Pada preeklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam


batas-batas normal. Pada eklampsi, retensi pembuluh darah meninggi,
ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada
otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan
pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2.2.5.2 Plasenta dan rahim

Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan


plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dank arena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsi – eklampsia
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap
rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
2.2.5.3 Ginjal

Filtrasi glomerolus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun.


Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerolus menurun,
sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerolus
dapat turun sampai 50 % dari normal sehingga pada keadaan lanjut
dapat
terjadi oliguria dan anuria.
2.2.5.4 Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsi – eklampsia biasanya disebabkan oleh


edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru.

2.2.5.5 Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila
terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya preeklampsi
berat. Pada preeklampsi dapat terjadi ablasio retina yang diisebabkan
edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan
terminasi kehamilan. Gejala lain yang dapat menunjukan tanda
preeklampsi berat yang mengarah pada eklampsi adalah adanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau di dalam retina.
2.2.5.6 Keseimbangan air dan elektrolit

Pada preeklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata


pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid, dan protein serum. Jadi
tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit, gula darah, kadar
natrium bikarbonat, dan pH darah berada pada batas normal. Pada
preeklampsi berat dan eklampsi, kadar gula darah naik sementara, asam
laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga cadangan alkali akan
turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah
konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium
yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium
bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih normal.

2.2.6 Komplikasi

Sarwono (2007) menjelaskan, komplikasi yang dapat tewrjadi


antara lain : atonia uteri, sindrom HELLP, ablasio retina, KID (Koagulasi
Intravaskuler Diseminata), gagal ginjal, pendarahan otak, edema paru,
gagal jantung, hingga syok dan kematian.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Saifuddin (2006) pemeriksaan penunjang antara lain :

2.2.7.1 Pemeriksaan darah lengkap

1) Penurunan hemoglobin (nilai normal untuk wanita hamil dengan


hasil 12-14 gr %

2) Hematokrit meningkat (nilai normal 37-43 vol %)

3) Trombosit menurun (nilai normal 150-450 ribu?mm3)

2.2.7.2 Urinalis : ditemukan protein dalam urin

2.2.7.3 Pemeriksaan fungsi hati

1) Bilirubin meningkat (N=<1mg/dl)

2) LDH (Lactic Dehydrogenase) meningkat

3) SGPT meningkat (normal 15-45 u/ml)

4) SGOT meningkat (N=<31 u/l)


5) Total protein serum menurun (N=6,7-8,7g/dl)

2.2.7.4 Tes kimia darah : asam urat meningkat (N=2,4-2,7mg/dl)

2.2.7.5 Radilogi

1) Ultrasonografi

Ditemukan retardasi pertembuhan intra uterin pernafasan janin


lambat, aktifitas janin lambat, volume cairan ketuban sedikit
terlihat kehamilan kembar.

2) Kardiografi

Diketahui denyut jantung janin lemah

2.2.8 Pencegahan

Wiknjasastro (2006) menjelaskan, untuk mencegah dengan


dilakukan pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsi ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih
berat. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya
preeklampsi kalau ada faktor-faktor predisposisi. Berikan penerangan
tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya
mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein,
juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

2.2.9 Penatalaksanaan Pre Eklampsi Berat

Manuaba (2009) menerangkan, dapat ditangani secara aktif atau


konservatif, aktif berarti kehamilan di akhiri/diterminasi dengan
pengobatan medis. Konservatif berarti kehamilan dipertahankan bersama
dengan pengobatan medis. Tetap pemantauan janin dengan klinis, USG,
kardiografi.

2.2.9.1 Penanganan aktif

1) Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruangan


khusus di kamar bersalin. Penderita di tangani aktif apabila :

(1) Ada tanda-tanda inpending eklampsia

(2) Ada hellp syndrom

(3) Ada kegagalan penanganan konservatif

(4) Ada tanda-tanda gawat janin atau usia kehamilan lebih 35 tahun
atau lebih

2) Pengobatan medis

(1) Diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose 5%


sebanyak 500cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal
2 gram intravena diberikan dalam 10 menit dilanjutkan dengan
dosisi pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80
ml/jam atau 15-20 tetes/menit)

(2) Obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih


dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg

(3) Obat nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2
jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi

2.2.9.2 Penanganan konservatif

1) Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda


impending eklampsi dengan keadaan janin baik, dikakukan
penanganan konservatif. Sama dengan pengobatan medis MgSO4
dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsi ringan.
Selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada
perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan segera dilakukan terminasi. Jangan lupa : oksigen
dengan nasal kanul 4-6 lpm, obstetrik : pemantauan ketat keadaan
ibu dan janin. Bila ada indikasi langsung terminasi.

2) Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam


pencegahan. Istirahat tidak selalu berbaring di tempat tidur namun
pekerjaan sehari-hari perlu di kurangi dan dianjurkan lebih banyak
duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat, garam, dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklamapsia dan segera merawat penderita
tanpa memberikan deuretik dan obat antihipertensi dan segera merawat
penderita tanpa memeberikan deuretik dan obat antihipertensi, memang
merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

2.2.10 Dampak Masalah

Menurut Prawirohardjo (2007), dampak pre eklampsiberat yaitu :

2.2.10.1 Dampak dari preeklampsi berat pad ibu

1) Otak

Dapat terjadi pembengkakan pada otak sehingga timbul kejang


dengan penurunan kesadaran yang biasa disebut eklampsia. Dapat
juga terjadi pecahnya pembuluh dara di otak akibat hipertensi.

2) Paru-Paru
Bengkak yang terjadi di paru paru dapat menyebabkan sesak nafas
hebat dan bisa berakibat fatal.

3) Jantung

Terdapat payah jantung, penurunan curah jantung.

4) Ginjal

Ditemukan gagal ginjal

5) Mata

Bisa terjadi kebutaan akibat penekanan syaraf mata yang


disebabkan bengkak maupun lepasnya selaput retina mata.
Kebanyakan bersifat sementara dan pemulihannya membutuhkan
waktu yang lama.

6) Sistem darah

Terjadi pecahnya sel darah merah dengan penurunan kadar zat


pembekuan darah.

2.2.10.2 Akibat pada janin

Janin yang dikandung ibu hamil mengidap preeklampsia


berat akan hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah
normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembulu darah uang
menyalurkan darah ke plasenta menyempit. Karena buruknya
nutrisi perkembangan janin akan terhambat.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Pre Eklampsi Berat

2.3.1 Pengkajian

Menurut Doenges, 2000 pengkajian merupakan tahap awal dan


landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan
dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantung pada tahap ini.

Tahap pengkajian menurut Doenges, (2000) Sectio Caesarea dibagi

atas:

2.3.1.1 Pengumpulan data

1) Identitas

Di dalam identitas meliputi nama, umur, alamat, pendidikan, no.


regristrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan untuk mengetahui
kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan
kesehatan.

2) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang harus ditanyakan dengan


singkat dengan menggunakan bahasa yang dipakai pemberi
keterangana. Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan
klien datang. Menggunakan keterangan PQRST untuk pendekatan
perawat, biasanya pada kasusu post sc dengan preeklampsia berat
klien merasakan beberapa keluhan seperti nyeri bekas luka post
sc.

3) Riwayat penyakit sekarang


Didapatkan adanaya keluhan lain yaitu nafas setelah operasi yang
berupa gangguan kerja otot nafas yang tertutup dan gangguan
nyeri pada perut bagian bawah nyeri seperti di iris-isris, dan nyeri
terasa saat digerakkan. Pada kasusu preeklampsia berat ibu merasa
sakit kepala berat, terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium, mual
muntah, edema ekstremitas, proteinuria normal, kenaikan berat
badan mencapai 1 kg seminggu.

4) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian untuk menurunkan resiko pembedahan seperti


pengkajian adanya penyakit DM, tuberkolosis, kelainan
hematologi. Ibu yang menderita hipertensi sebelum kehamilan,
mempunyai riwayat preeklampsia pada riwayat kehamilan
terdahulu, ibu dengan obesitas, dan pernah menderita penyakit
ginjal kronis kemungkinan akan menigkatkan resiko terjadinya
preeklampsia.

2.3.2 Pemeriksaan Fisik

Menurut Prawirohardjo, S. (2008) tahap pemeriksaan fisik sectio


caesarea dengan indikasi pre eklampsia berat antara lain :

2.3.2.1 B1 (Breath)
Inspeksi : bentuk dada simetris, pola nafas teratur, tidak ada
retraksi dada, tidak ada alat bantu pernafasan, tidak
ada edema.

Auskultasi
: suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas
tambahan seperti wheezing atau ronchi.
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus terdapat
getaran

: resonan atau tidak


Perkusi 2.3.2.2
B2 (Blood)

Inspeksi : anemia mungkin terjadi karena perdarahan selama


proses persalinan sehingga ibu kehilangan darah
selama prosedur pembedahan, wajah pucat,
konjungtiva anemis. Trombosit pasien biasanya
akan turun, tekanan darah di ats 160/110 mmHg.
Auskultasi : S1 S2 tunggal, irama jantung reguler

Perkusi : dullnes (bunyi terdengar padat)

: nadi lemah (Bradikardi)


Palpasi
2.3.2.3 B3 (Brain)

: kesadaran, orientasi, kenyamanan pada poila tidur


pasien post operasi, nyeri adekuat karena bekas
Inspeksi 2.3.2.4
operasi yang mungkin menggangu pola istirahat.
B4 (Bladder)

Inspeksi

: pada pasien setelah sectio caesarea akan


mengalami distensi kandung kemih menyebabkan
urine tidak teratur, ada penggunaan alat bantu
kateter untuk memudahkan pasien untuk membatasi
aktifitas pasien ke toilet berhubungan untuk
mengurangi rasa nyeri setelah operasi sectio
caesarea.

Palpasi : efek anestesi nyeri tekan uterus yang mungkin ada.


2.3.2.5 B5 (Bowel)

Inspeksi
: bentuk abdomen simetris atau tidak, tampak ada
bekas luka post op sectio caesarea

Auskultasi : bising usus menurun akibat efek anestesi

Palpasi : abdomen nyeri post operasi sectio caesarea

Perkusi : tympani
2.3.2.6 B6 (Bone)

Inspeksi : terdapat luka bekas post op sectio caesarea. Kerusakan


gerakan dan tingkat anestesi spinal epidural karena
adanya rasa nyeri, intergritas kulit baik, gangguan
citra tubuh yang mungkin ada.
Terlihat mobilisasi miring kanan miring kiri.

Kekuatan otot pada ekstermitas bawah terbatas.

2.3.3 Analisa Data

Analisa data adalah data yang telah dikumpulkan dikelompokkan


dan di analisis untuk menentukan masalah kesehatan pasien. Untuk
mengelompokkan dibagi menjadi dua data yaitu data objektif dan
subjektif dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul
(Yeni, 2008).

2.3.4 Diagnosa Keperawatan

Menurut Nanda, (2015) masalah keperawatan sectio caesarea dengan


indikasi pre eklampsia berat antara lain :

2.3.4.1 Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan

2.3.4.2 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi jalan lahir.


2.3.4.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan aktivitas fisik
menurun.

2.3.4.4 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan


tubuh.

2.3.4.5 Konstipasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun.

2.3.5 Intervensi Keperawatan

Menurut Linda, 2012 intervensi keperawatan adalah tindakan yang


dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat yang
diinginkan dalam hasil yang diharapkan.

2.3.5.1 Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan nyeri dapat


berkurang.
Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu


menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan.

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan


manajemen nyeri

3) Mampu mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda


nyeri)

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Tabel 2.1

Dx Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan inkontuitas jaringan.

No Intervensi Rasional
1 Lakukan pengkajian nyeri secara Untuk mengetahui secara jelas
komperensif termasuk lokasi, tentang nyeri yang di alami
karakteristik, durasi, frekuensi, pasien dan dapat melakukan
kualitas, dan faktor presipitasi tindakan menagement nyeri
untuk mengatasi nyeri yang

timbul.

2 Observasi reaksi nonverbal dari Untuk menunjang data nyeri


ketidaknyamanan pasien (wajah sudah tidak
menyeringai, pasien sudah
mulai belajar berjalan)

3 Pilih dan lakukan penanganan Dengan tindakan kolaboratif


nyeri (farmakologi, non
ini dapat membantu
farmakologi dan interpesonal)

mengurangi rasa nyeri yang

berlebihan.
4 Ajarkan tentang Membantu pasien agar lebih
teknik non farmakologi rileks dan tidak terlalu
berfokus pada nyeri yang
dialami (nafas dalam)

5 Kolaborasi dengan dokter jika Untuk memodifikasi tindakan


ada keluhan dan tindakan nyeri lain yang dapat mengurangi
tidak berhasil nyeri
2.3.5.2 Resiko infeksi berhubungan dengan laserasi jalan lahir.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam diharapkan

tidak terjadi resiko infeksi pada luka insisi post op.


Kriteria Hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor


yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaan

3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

4) Jumlah leukosit dalam batas normal

5) Menunjukkan perilaku hidup sehat

Tabel 2.2

Dx Keperawatan Resiko tinggi berhubungan dengan laserasi jalan lahir.

No Intervensi Rasional

1 Bersihkan lingkungan setelah Untuk mencegah penularan


dipakai pasien lain infeksi yang berasal dari
lingkungan ke manusia

2 Cuci tangan setiap sebelum dan Untuk mencegah terjadinya


sesudah tindakan keperawatan penyebaran infeksi dari pasien
satu ke pasien lainnya
3 Monitor tanda dan gejala Agar mengetahui lebih dini
tanda dan gejala resiko infeksi
infeksi sistemik dan lokal
dan dapat mencegah terjadinya
infeksi

4 Inspeksi kondisi Melihat keadaan luka sudah


luka/insisi bedah kering atau masih basah dan
masih terdapat pus dan darah

5 Instruksikan pasien untuk Membantu mengurangi

minum antibiotik sesuai resep terjadinya infeksi pada luka post


insisi dan menambah antibodi

dalam tubuh pasien.

2.3.5.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan aktivitas fisik


menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam diharapkan
pasien sudah dapat duduk dan berjalan dalam jarak pendek
atau dari kamar mandi kembali ke bad.
Kriteria Hasil :

Pasien dapat melakukan aktivitas mandirinya sendiri

Tabel 2.3

Dx Keperawatan Gangguan mobilitas fifik berhubungan dengan aktivitas


fisik menurun.

No Intervensi Rasional
1 Kaji kondisi luka dan pengaruh Aktivitas yang berlebihan dapat
aktivitas terhadap kondisi umum meningkatkan vaskularisasi dan
pasien pulsasi organ reproduksi, dan
dapat juga mempengaruhi
keadaan luka post insisi SC

2 Kaji tingkat kemampuan pasien Mengetahui tingkat kemampuan


untuk beraktivitas pasien dalam melakukan
aktivitas mandirinya

3 Bantu pasien dalam aktivitas Mengistirahatkan pasien secara


sehari-hari selama hospitalisasi
optimal dan mencegah

terjadinya resiko jatuh dan


pendarahan pada luka post insisi

SC
4 Evaluasi perkembangan dan Mengetahui kondisi pasien
kemampuan pasien dalam
beraktivitas

5 Kolaborasi dengan dokter dalam Membantu mempercepat


pemberian terapi farmakologi
kesembuhan dan mobilitas fisik
dan nonfarmakologi
pasien

2.3.5.4 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan


tubuh.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan maslah perawatan diri teratasi.
Kriteria Hasil :

Pasien dpat menjaga personal hygienenya dan kekuatan tubuh pasien


kembali normal.
Tabel 2.4

Dx Keperawatan Defisit perawatan diri berhubungan dnegan penurunan


kekuatan tubuh.

No Intervensi Rasional

1 Kaji tingkat kemampuan diri Mengetahui kemempuan klien


dalam perawatan diri dalam personal hygiene

2 Motivasi klien untuk melakukan Mengajarkan klien untuk


aktivitas secara bertahap
memenuhi secara mandiri
3 Libatkan keluarga dalam Keluarga adalah orang yang
paling penting dan tepat untuk
pemenuhan kebutuhan klien
masalah ini dan membuat klien
merasa lebih diperhatikan

4 Ajarkan pasien latihan bertahap Dapat meningkatkan

kemampuan klien

2.3.5.5 Konstipasi berhubungan dengan peristaltik usus menurun.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam diharapkan

defekasi dapat kembali normal.


Kriteria hasil :

1) Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari

2) Bebas dan ketidaknyamanan dan konstipasi

3) Feses lunak dan berbentuk

Tabel 2.5 Dx Keperawatan Konstipasi berhubungan dengan peristaltik


usus menurun.

No Intervensi Rasional

1 Monitor tanda dan gejala Mengetahui perkembangan


pasien
konstipasi
2 Monitor bising usus Mengetahui normal tidaknya

peristaltik
3 Monitor feses : Mengetahui perkembangan
frekuensi, konsistensi dan pasien
volume
4 Ajarkan pasien / keluarga pasien Agar konsistensi padat
untuk diet tinggi serat

5 Kolaborasi pemberian laksatif Untuk meningkatkan frekuensi

BAB

2.3.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam Potter & Perry, 1997).
Ukuran intervensi yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk
klien – keluarga atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang
muncul dikemudian hari.

2.3.7 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis


untuk mencapai objektif, efisien, dan efektif serta untuk mengetahui
dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu pengambilan keputusan
untuk perbaikan satu atau beberapa aspek program perencanaan yang
akan datang (Putri, 2013).
2.4 Kerangka Masalah Sectio Caesarea Indikasi PEB
Gambar 2.1 Kerangka masalah pada klien dengan diagnosa medis post op Sectio Caesarea atas indikiasi Pre Eklampsi Berat
Nanda, 2015
DAFTAR PUSTAKA

Deje. (2012). Hubungan Kejadian Preeklampsi Berat.www.rizkydeje.co.id.


Diakses pada tanggal 17 Juli 2018 pada pukul 20.00 WIB

Frieska. (2010). Pre eklampsi dan eklampsi.www.frieska.wordpress.com. Diakses


pada tanggal 17 Juli 2018 pada pukul 23.30 WIB

Hardhi, Amin. 2015. Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan


Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Medication

Heldayani. (2014). Laporan Pendahuluan Pada Ibu.www.railgunn.blogspot.co.id.


Diakses pada tanggal 18 Juli 06.00 WIB

Manuaba, Ida Bagus Gede. (2010). Ilmu Penyakit Kandungan dan KB.Jakarta :
EGC Mochtar, Rustam. 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Nafiss. (2014). Laporan Pendahuluan Preeklampsi Berat.www.4-


nafiss.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 18 Juli 2018 pada pukul 15.00
WIB
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Tridasa Printer

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Perawatan Materniotas/bayi. Jakarta :


EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Rachmaan. (2011). Preeklampsi Konsep Dasar Berat.www.blogspot.co.id.


Diakses pada tanggal 20 Agustus 2008 pada pukul 20.00 WIB

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonal. Jakarta: YBP-SP

Srondeng. (2013). Askep Preeklampsi Berat.www.blogspot.co.id. Diakses pada


tanggal 22 Agustus 2018 pada pukul 15.00 WIB

Suparyanto. (2012). Pre Eklampsi Keracunan Kehamilan.www.dr-


suprayanto.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 17 September 2018 pada
pukul 21.00 WIB

Prawirohadjo, S. (2008). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP


Umara. (2012). Konsep Dasar Pre Eklampsi.www.kharisumy33.blogspot.co.id.
Diakses pada tanggal 17 September 2018 pada pukul 17.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai