Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.

N DENGAN POST
SECTIO CAESARIA DI RUANG KENARI
RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA
1. Anang Prasetya
10. Nindih Lestari
2. Choirunisa Suci R
11. Novia Purnama
3. Emla Fitriani
12. Sandrawati
4. Fira Mawaddah
13. Saripah Fatimah A
5. Firda Lestari
14. Sigit Prabowo
6. Gusti Nyoman Ardane
15. Silwa Hayati
7. Karimah
16. Siti Balqis Ilyasa
8. Kiki Setiari
17. Winarseh Puteri Tiasa
9. Nada Aulia
19. Qori Ismawati
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) Menetapkan standar rata-rata sectio caesarea disebuah Negara
adalah sekitar 5-15%per 1000 kelahiran didunia. Rumah sakit pemerintah kira-kira 11% sementara
rumah sakit swasta bisa lebih dari 30% (Gibbson L.et all, 2010). Menurut WHO peningkatan
persalinan dengan sectio caesarea diseluruh negara selama tahun 2007-2008 yaitu 110.000
perkelahiran diseluruh Asia (Sinha kounteya, 2010).
Di Indonesia angka kejadian sectio caesarea mengalami peningkatan pada tahun 2000 jumlah ibu
bersalin dengan sectio caesarea 47,22%, tahun 2001 sebesar 45, 19%, tahun 2002 sebesar 47,13%,
tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun 2005 sebesar 51,59%, dan tahun
2006 sebesar 53,68% dan tahun 2007 belum terdapat data yang signifikan (Grace,2007). Survey
nasional pada tahun 2009, 921.000 persalinan dengan sectio dari 4.039.000 persalinan atau sekitar
22,8% dari seluruh persalinan. Berdasarkan data RIKESDAS tahun 2010, tingkat persalinan sectio
caesarea di indonesia15,3 % sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir yang diwawancarai di 33 provinsi. Gambaran adanya factor resiko ibu saat melahirkan
atau di operasi caesarea adalah 13,4%.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Pengertian
 Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005).
 Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
&Wiknjosastro, 2006).
 Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk
melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena
keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang mengharuskan kelahiran
dengan cara segera sedangkan persyaratan pervaginam tidak
memungkinkan.
Etiologi
 Indikasi Ibu  Indikasi Janin
1. Panggul sempit absolute 1. Kelainan janin
2. Placenta previa 2. Gawat janin
3. Ruptura uteri mengancam 3. Janin besar
4. Partus Lama
5. Partus Tak Maju  Kontra Indikasi
6. Pre eklampsia, dan Hipertensi 1. Janin Mati
2. Syok, anemia berat.
3. Kelainan congenital Berat
Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post
op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
 Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara
lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya
kurang paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.
 Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu post sectio caesaria antara lain :
1. Infeksi Puerpuralis (nifas)
Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan disebabkan karena :
• Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
• Atonia Uteri
• Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
 Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
oerasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan belajar duduk selama sehari,
belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
 Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
 Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
 Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
 Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
 Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
 Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara
tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri
Pengkajian keperawatan
1. Identitas klien dan penanggung jawab
2. Keluhan utama
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
4. Data Riwayat penyakit
5. Keadaan klien meliputi :
6. Sirkulasi
7. Integritas ego
8. Makanan dan cairan
9. Neurosensori
10. Nyeri / ketidaknyamanan
11. Keamanan
12. Seksualitas
• Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji
perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu
pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri
(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
2. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan
sirkulasi
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post
operasi.
5. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi
dan pembedahan
Rencana Keperawatan
 Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan
dalam pembedahan (section caesarea)
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol
 Kriteria hasil :
1. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
2. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
3. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
4. Wajah tidak tampak meringis
5. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
 Intervensi :
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan
untuk berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan,
dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan
(ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
BAB III
TINJAUAN KASUS
 Identitas
Ny. N usia 24 tahun, Jenis kelamin perempuan, beragama islam, status
menikah, pendidikan SMA, suku Betawi, bahasa yang digunakan bahasa
indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Pakembangan RT 008/004,
Palmerah, Jakarta Barat. Suami klien adalah Tn.E, usia 26 tahun, suku betawi,
agama islam, pendidikan SMA, pekerjaan karyawan swasta. Lama
perkawinan klien dengan suaminya yaitu 8 bulan. Sumber biaya JKN-BPJS.
Sumber informasi dari klien dan keluarga.
 Resume
Klien masuk ruang Kenari pada tanggal 04 Nopember 2018 jam 21.00 WIB
dengan G1P0A0 usia kehamilan 38 minggu dengan keluhan rencana sectio
karena letak bayi oblique. Klien terpasang infus assering 20 tetes/menit. Pada
tanggal 05 Nopember 2018 pukul 20.00 WIB klien dibawa ke ruang operasi
untuk dilakukan tindakan sectio caesaria. Pukul 23.00 klien keluar dari ruang
operasi dan dipindahkan di ruang Kenari. TTV pasca sectio yaitu TD : 110/70
mmHg, N : 108 x/mnt, RR : 20 x/mnt, S : 37,6 oC. Klien mengatakan perutnya
nyeri karena bekas operasi dengan skala nyeri 4, masih belum bisa bergrak,
punggung masih nyeri, jumlah perdarahan kurang lebih 300 cc, TFU setinggi
pusat, kontraksi uterus kuat, konsistensi keras. Masalah keperawatan yang
muncul adalah resiko tinggi perdarahan, gangguan rasa nyaman nyeri, resiko
tinggi infeksi. Tindakan
keperawatan yang sudah dilakukan adalah mengkaji TFU, hasil : TFU setinggi
pusat, mengobservasi kontraksi uterus, hasil: kontraksi uterus kuat,
mengobservasi konsistensi uterus, hasil : konsistensi uterus keras,
mengobservasi TTV hasil : TD : 119/20, N : 108 x/menit, RR : 20x/mnt, S :37,6 oC,
mengobservasi perdarahan hasil : jumlah perdarahan kurang lebih 300 cc,
dan memberikan asam mefenamat 500mg hasil : rasa nyeri berkurang.
Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan laboratoium :  Penatalaksanaan


a. Hemoglobin ; 10,5 g/dl (12,0 –  Infus : RL 500cc/6jam
16,0)  Ranitidine (2x50 mg/ml) melalui IV
b. Leukosit : 11.900/uL (5000 – (pukul 08.00, 17.00)
10.000)  Keterolac (2x30 mg/ml) melalui IV
c. Limfosit : 15% (20 – 30) (pukul 08.00, 17.00)
d. Trombosit : 358.000/uL (150.000 –  Ceftriaxone (1x2 vial @ 1 gram) melalui
450.000) IV (pukul 08.00)
e. Eritrosit : 3,7 juta/uL (4,5 – 5,5 juta)
Data focus
 Data Subjektif
Klien mengatakan lemas, klien mengatakan nyeri pada daerah bost operasi,
punggung nyeri. Klien mengatakan kaki masih sulit digerakkan dan masih kebas
karena sc, sulit bergerak karena nyeri pada luka post op.

 Data Objektif
Kesadaran composentis, klien tampak meringis menahan sakit, skala nyeri 3
pada bagian abdomen, terdapat luka insisi pada daerah abdomen, luka masih
basah, tertutup verban dan tidak terdapat rembesan. TD: 140/90 mmHg, N:
86x/enit, Suhu: 36,8 oC, RR: 20 x/menit. Aktivitas klien masih dibantu keluarga,
klien tampak masih sulit bergerak.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan
dalam pembedahan SC
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan
anastesi
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan
Perencanaan, penataaksanaan, dan evaluasi prioritas
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dalam pembedahan SC
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan resiko tinggi perdarahan tidak
terjadi.
 Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
2. Skala nyeri 0-1
3. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0C, TD : 110-120/70-90 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
4. Wajah tidak tampak meringis
5. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
 Rencana tindakan :
1. Ukur TTV tiap 6 jam
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan
untuk berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan,
dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.)
5. Kolaborasi dalam pemberian Ketorolac 2x60 mg IV dioplos dengan NaCl 0,9% 8 cc diberikan melalui
threeway pukul 08.00 dan 17.00 dan Ranitidine 2x100 mg IV dioplos dengan NaCl 0,9% 3 cc diberikan melalui
threeway pukul 08.00 dan 17.00.
 Pelaksanaan
Rabu, 06 Nopember 2018
Pukul 19.10 Mengobservasi TTV hasilnya TD : 140/90 mmHg, N :86 x/mnt, RR : 20 x/mnt, S :
36,8oC. Pukul 19.20 mengobservasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan, hasilnya
klien tampak meringis menahan nyeri, klien mengatakan tidak bisa tidur karena
menahan nyeri. Pukul 19.40 mengajarkan menggunakan teknik relaksasi napas dalam
untuk mengurangi nyeri, hasilnya klien dapat melakukan teknik napas dalam untuk
mengurangi nyeri dan mengatakan nyerinya berkurang.
Kamis, 07 Nopember 2018
Pukul 16.00 mengukur TTV, hasilnya TD: 110/79 mmHg, N: 89 x/menit, Suhu: 36,7 0C, RR: 20
x/menit. Pukul 16.30 mengobservasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan, hasilnya
klien tampak rileks, wajah tidak tampk emringis, klien mengatakan nyeri berkurang, kala
nyeri 1. Pukul 17.00 memberikan Ketorolac 30 mg IV dioplos dengan NaCl 0,9% 8 cc
diberikan melalui threeway pukul dan Ranitidine 50 mg IV dioplos dengan NaCl 0,9% 3
cc diberikan melalui threeway, hasilnya obat masuk ke iv dengan lancar. Pukul 18.30
mengukur TTV, hasilnya TD: 120/85, N: 85 x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36,7 0C. Pukul
18.40 mengkaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup, hasilnya klien
mengatakan nyeri berkurang, sudah bisa istirahat, skala nyeri 1.
 Evaluasi Rabu 06 November 2018
S : klien mengatakan masih nyeri pada daerah abdomen bekas operasi, klien mengatan tidak bisa tidur karena
menahan nyeri
O : klien tampak meringis menahan nyeri, TD: 140/90 mmHg, RR: 20 x/menit, N: 86 x/menit, Suhu: 36,8 oC, Skala
nyeri: 3
A : tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
 Observasi TTV tiap 6 jam
 Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan,
dan hubungan sosial)
 Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik
 Kolaborasi dalam pemberian Ketorolac 2x60 mg IV dioplos dengan NaCl 0,9% 8 cc diberikan melalui threeway
pukul 08.00 dan 17.00 dan Ranitidine 2x100 mg IV dioplos dengan NaCl 0,9% 3 cc diberikan melalui threeway
pukul 08.00 dan 17.00.
Evaluasi Kamis, 07 November 2019
 S : klien nyeri berkurang dan unculnya kadang-kadang, skala nyeri 1
 O : wajah klien tampak rileks, tidak tampak meringis menahan nyeri, TD: 120/85, N: 85 x/menit, RR: 20x/menit,
Suhu: 36,7 0C, skala nyeri: 1
 A : tujuan tercapai, masalah teratasi
 P : Intervensi dihentikan (klien pulang)
BAB IV PEMBAHASAN
No Yang di tinjau Teori Kasus kesenjangan
1 Etiologi indikasi dilakukannya sectio diharuskan dilakukan Tidak ada
caesaria bisa karena indikasi tindakan sectio dan tidak kesenjangan
dari ibu ataupun indikasi dari terjadi kontraindikasi untuk
bayi. dilakukan tindakan sectio,
sehingga tindakan sectio
dapat dilaksanakan.

2 Manifestasi klinis auskultasi bising usus tidak tidak ada tanda dan gejala terdapat
terdengar atau samar pengaruh anestesi dapat kesenjangan,
menimbulkan mual dan karena klien
muntah sudah diberikan
obat antiemetik
untuk
mencegah
mual dan
muntah berupa
ranitidine 50 mg
iv.
N Yang Teori Kasus kesenjangan
o ditinjau
3 Pemeriksaa urinalisis/kultur urine. pemeriksaan Terdapat kesenjangan,
n Diagnostik Hemoglobin atau karena ketika klien
hematokrit (HB/Ht), dilakukan tindakan sectio
Leukosit (WBC), Tes caesaria, proses operasi
golongan darah, lama berjalan lancar tidak ada
perdarahan, waktu gangguan/hambatan serta
pembekuan darah, kondisi klien sebelum dan
dan pemeriksaan sesudah dilakukan tindakan
elektrolit. operasi stabil dan baik baik
saja.
4. Penatalaksa Pemberian cairan, diet, Pemberian cairan, diet, Tidak ada kesenjangan.
naan mobilisasi, kateterisasi, mobilisasi, kateterisasi,
pemberian obat-obatan, pemberian obat-
perawatan luka, perawatan obatan, perawatan
rutin dan perawatan luka, perawatan rutin
payudara. dan perawatan
payudara.
N Yang ditinjau Teori Kasus kesenjangan
o
5. Diagnosa 1. Nyeri akut berhubungan 1. Sama dengan 1. Tidak ada kesenjangan
keperawata dengan pelepasan mediator teori
n nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam
pembedahan (section caesarea)
2. Intoleransi aktivitas b/d
tindakan anestesi, kelemahan, 2. Sama dengan 2. Tidak ada kesenjangan
penurunan sirkulasi teori
3. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan trauma 3. Sama dengan 3. Tidak ada kesenjangan
jaringan / luka kering bekas teori
operasi.
4. Ansietas berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang 4. Tidak sama 4. Ada kesenjangan, karena
prosedur pembedahan, dengan teori klien tidak mengalami
penyembuhan dan perawatan ansietas setelah dilakukan
post operasi. tindakan pembedahan
5. Defisit perawatan diri b/d 5. Ada kesenjangan, karena
kelemahan fisik akibat tindakan 5. Tidak sama klien sudah bisa merawat
anestesi dan pembedahan dengan teori dirinya sendiri meskipun
luka operasi nya masih
basah.
No Yang di tinjau Teori Kasus kesenjangan
6. Perencanaan Pada tahap perencanaan Tidak ada kesenjangan Tidak ada
penulis melakukan kesenjangan
perencanaan sesuai dengan
teori akan tetapi penulis
melakukan modifikasi sesuai
dengan kebutuhan klien

7. Pelaksanaan Dalam setiap pelaksanaan Tidak ada kesenjangan tidak ada


dilakukan sesuai dengan kesenjangan
rencana keperawatan yang
telah disusun sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan klien
saat itu

8. Evaluasi Pada evaluasi keperawatan Tidak ada kesenjangan Tidak ada


berdasarkan tujuan dan kesenjangan
kriteria hasil yang diterapkan
Bab v Penutup
 Dari hasil pengkajian pada Ny. N pasca sectio caesaria dapat disimpulkan bahwa salah satu
indikasi klien dilakukan tindakan sectio caesaria yaitu karena adanya kelainan letak janin.
Tanda dan gejala nya yaitu nyeri akibat ada luka pembedahan, adanya luka insisi pada
bagian abdomen, aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak) dan biasanya terpasang kateter urinarius. Penatalaksanaan yang diberikan yaitu
pemberian cairan parenteral, diit, kateterisasi, mobilisasi, pemberian obat, perawatan luka dan
payudara. Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan yaitu pemeriksaan hemoglobin atau
hematokrit (HB/Ht), leukosit (WBC) dan pemeriksaan elektrolit.
Diagnosa keperawatan yang ditemukan yaitu nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dalam pembedahan SC, intoleransi aktivitas berhubungan dengan tindakan anastesi
dan risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Perencanaan yang dibuat berdasarkan tujuan dan kriteria hasil masing-masing diagnosa.
Semua rencana tindakan yang ada dalam kasus sesuai dengan teori.
Pelaksanaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang dibuat masing masing
diagnosa. Semua rencana tindakan yang penulis buat dalam kasus dapat
dilaksanakan semua karena klien sangat kooperatif dan pendokumentasian yang
jelas.
Evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode SOAP. Terdapat tiga
diagnosa dengan tujuan sudah tercapai dan masalah sudah teratasi.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberi saran sebagai berikut :
 Tim kesehatan di ruangan hendaknya bisa lebih meningkatkan lagi keterampilan.
 Diharapkan penulis, perawat dan tim kesehatan lain mampu meningkatkan kerja
sama yang lebih baik.
 Diharapkan penulis dan perawat mampu meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pasca Sectio Caesaria

Anda mungkin juga menyukai