Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.

M DENGAN
STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG KENANGA

RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA

Disusun Oleh:

Nama: Lila Amalia Faramadina

Nirm : 16020

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI

JAKARTA

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan RahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Asuhan Keperawatan
Pada Klien Tn.M Dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang Kenanga Rumah Sakit
PELNI Jakarta" mulai tanggal 25 Oktober 2018 sampai tanggal 27 Oktober 2018.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan pengarahan dari berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesernpatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:

1. Dr. dr. Fathema Djan Rachmat.,Sp.B.,Sp.BTKV(K).,MPH sebagai Direktur Utama


Rumah Sakit Pelni Jakarta.
2. Ahmad Samdani., SKM Ketua Yayasan Samudra APTA.
3. Buntar Handayani.,SKp.MM.MKep Direktur Akademi Keperawatan Pelni Jakarta.
4. Suhatridjas.,Dra.S.kep Pembimbing di Ruang Kenanga Rumah Sakit Pelni Jakarta.
5. Ns.Yuyun.,S.Kep Preceptor Ship di Ruang Kenanga Rumah Sakit Pelni Jakarta.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
penulisan dalam makalah berikutnya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 25 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 3
C. Ruang Lingkup ................................................................................................. 4
D. Metode Penulisan .............................................................................................. 5
E. Sistematika Penulisan....................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................................... 6
A. Pengertian .......................................................................................................... 6
B. Etiologi ............................................................................................................... 6
C. Patofisiologi ....................................................................................................... 8
D. Penatalaksanaan Medis .................................................................................. 10
E. Pengkajian Keperawatan ............................................................................... 11
F. Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 14
G. Perencanaan Keperawatan ............................................................................ 15
H. Pelaksanaan Keperawatan............................................................................. 22
I. Evaluasi............................................................................................................ 24
BAB III TINJAUAN KASUS .................................................................................. 26
A. Pengkajian Keperawatan ............................................................................... 26
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 33
C. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan ............................. 33
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................... 41
A. Pengkajian Keperawatan ............................................................................... 41
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................................. 42
C. Perencanaan Keperawatan ............................................................................ 43
D. Pelaksanaan Keperawatan............................................................................. 44
E. Evaluasi Keperawatan ................................................................................... 45
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 47

ii
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 47
B. Saran ................................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 50

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah kebagian otak.
Ada dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik, stroke iskemik
disebabkan oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu
sumbatan karena thrombosis (penggumpalan darah yang menyebabkan
sumbatan dipembuluh darah otak) atau embolik (pecahan gumpalan darah,
udara, benda asing yang berada dipembuluh darah otak). Perdarahan kedalam
jaringan otak atau ruang subarachnoid adalah penyebab dari stroke hemoragik.
Jumlah total stroke iskemik sekitar 83% dan sisanya sebesar 17% adalah stroke
hemoragik. (Black, 2014).

Stroke merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian dalam hal


pencegahan maupun tatalaksanannya. Penyakit yang sering dijumpai dirumah
sakit dan merupakan penyakit serius serta meninggalkan catatan jasmani, juga
meninggalkan catatan rohani yang cukup berat dan berakhir dengan komplikasi
jika tidak ditangani dengan segera. Komplikaasi dapat berupa gagal jantung,
distrimia, gagal nafas, dan koma. (Price,Sylvia Anderson, 2006)

Menurut American Heart Assosiation (AHA,2015) angka kejadian stroke pada


laki-laki usia 20-39 tahun sebanyak 0,2% dan perempuan sebanyak 0,7% Usia
40-59 tahun angka kejadian stroke pada perempuan sebanyak 2,2 % dan laki-
laki 1,9% . Seseorang pada usia 60-79 tahun yang menderita stroke pada
perempuan 5,2% dan laki-laki 6,1%. Prevelensi Stroke pada usia lanjut
semakin meningkat dan bertambah setiap tahunnya dapat dilihat dari usia
seseorang 80 tahun keatas dengan angka kejadian stroke pada laki-laki
2

sebanyak 15,8% dan pada perempuan sebanyak 14%. Prevelensi angka


kematian yang terjadi di Amerika disebabkan oleh stroke dengan populasi
100.000 pada perempuan sebanyak 27,9% dan pada laki-laki sebanyak 25,8%
sedangkan di negara Asia angka kematiamn yang diakibatkan oleh stroke pada
perempuan sebanyak 30% dan pada laki-laki 33,5% per 100.000 popolasi.
(AHA,2015).

Berdasarkan hasil data RISKESDAS tahun 2013 adalah 1,8 % dan prevelensi
stroke naik 7 % menjadi 10,9% ditahun 2018 ( Riskesdas 2018). pravelansi
penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya usia. kasus
stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas
(43.1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar (0.2%).
Pravelensi stroke yang berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7.1%)
dibandingkan dengan perempuan (6.8%). Berdasarkan tempat tinggal
pravelansi stroke diperkotaan lebih tinggi (8.2%) dibandingkan dengan daerah
pedesaan (5.7%). Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia
tahun 2013, pravelensi kasus di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 7.0 per mill dan 12.1 per mill untuk yang terdiagnosis
memilki gejala stroke. Pravelansi kasus stroke tertinggi terdapat di provinsi
Sulawesi utara (10.8%) dan terendah di provinsi papua (2.3%) sedangkan
provisi jawa tengah sebesar 7.7%. pravalansi stroke antara laki-laki dengan
perempuan hampir sama (kemenkes, 2013).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada bulan Maret 2017 bahwa data rekam
medis dirumah sakit Daerah (RSD) dr.Soebandi kabupaten Jember
menunjukan prevalensi kunjungan pasien stroke yang dirawat dirumah sakit
daerah dr.Soebandi meningkat selama kurun waktu 2012-2016, dengan masing
masing kunjungan pada tahun 2012 sejumlah 366 pasien dengan mortalisas
berjumlah 188 pasien, pada tahun 2013 meningkat menjadi 382 pasien dengan
mortalitas berjumlah 210 pasien, tahun 2014 terdapat 368 pasien dengan
mortalitas berjumlah 202 pasien, tahun 2015 meningkat menjadi 411 pasien
dengan mortalitas berjumlah 206 pasien, dan pada tahun 2016 jumlahnya 404
pasien dengan mortalitas berjumlah 195 pasien.
3

Berdasarkan data rekam medis Rumah Sakit PELNI Jakarta tahun 2014 jumlah
pasien yang dirawat inap berjumlah 16.453, dengan penderita Stroke Non
Hemoragik sebanyak 202 jiwa (2,10%). Sedangkan pada tahun 2015 pada
pasien jiwa 9532 jiwa dengan penderita stroke non hemoragik sebanyak 57
jiwa (0,59%)

Seiring dengan bertambahnya penderita stroke didunia dan jika tidak ditangani
segera dapat mengakibatkan komplikasi lebih lanjut, komplikasi yang paling
umum dari stroke meliputi edema serebral dan jika tidak ditangani akan
menimbulkan kecacatan bahkan kematian. Mengingat angka insiden dan
komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit stroke non hemoragik yang
cukup tinggi bahkan dapat menyebabkan kematian. Maka sebagai perawat
yang mempunyai peran untuk upaya-upaya pada aspek promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitative. Dimana upaya promotif perawat dapat memberikan
penyuluhan kesehatan tentang penyakit stroke, upaya preventative dengan cara
mengajarkan pola hidup sehat, upaya kuratif yaitu pemberian pengobatan
secara tuntas, dan upaya rehabilitative dengan cara menganjurkan kontrol
secara teratur.

Berdasarkan uraian diatas bahwa penyakit stroke memilki insiden yang cukup
tinggi dan merupakan penyakit yang jika tidak diatasi dengan baik dapat
menimbulkan kecacatan dan kematian, pentingnya peran perawat sebagai
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative, sehingga penulis tertarik untuk
menerapkan Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik dengan metode
keperawatan secara komperhensifdan holistik.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
4

Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan


asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Non Hemoragik di Ruang
Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta.

2. Tujuan Khusus
Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke
Non Hemoragik, maka penulis diharapkan mampu:
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Stroke Non Hemoragik.
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
d. Melaksanakan rencana keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
e. Melakukan Tindakan keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
f. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
g. Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktik pada klien
dengan Stroke Non Hemoragik.
h. Mengidentifikasi faktor pendukung, faktor penghambat serta mencari
solusi atau alternatif pemecahan masalah pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik.
i. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke
Non Hemoragik.

C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi dengan mengambil satu kasus
penerapan asuhan keperawatan pada Klien Tn.M dengan Stroke Non
Hemoragik di Ruang Kenanga Rumah Sakit PELNI Jakarta yang dilaksanakan
mulai tanggal 25 Oktober 2018 sampai tanggal 27 Oktober 2018.
5

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
menggambarkan asuhan keperawatan pada klien yang dilakukan dengan cara
pengumpulan data, menganalisa data dan menarik kesimpulan yang dituangkan
dalam bentuk narasi. Adapun pengumpulan data melalui wawancara, observasi
studi dokumentasi dengan mempelajari catatan medik dan keperawatan yang
terkait dengan stroke non hemoragik dan studi kepustakaan dengan
mempelajari literatur atau buku sumber dan internet yang terkait dengan judul
makalah ini. Penulis memperoleh data melalui tiga cara yaitu studi
kepustakaan, dimana penulis menggunakan buku sumber sebagai referensi
dalam penulisan yang sesuai dengan judul makalah ini. Melalui studi kasus,
dimana penulis memperoleh data dan mempelajarinya dari file (status), data-
data statistik berupa data rekam medis dan media internet sebagai informasi.

E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini terdiri dari 5 BAB yaitu BAB 1 pendahuluan
terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan
dan sistematika penulisan. BAB II tinjauan teori terdiri dari pengertian,
etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi
keperawatan. BAB III tinjauan khasus terdiri dari pengkajian keperawatan,
diagnose keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan
dan evaluasi keperawatan. BAB IV pembahasan terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnose keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan dan evaluasi keperawatan. BAB V penutup terdiri dari
kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Stroke Non Hemoragik adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah diotak yang menyebabkan terjadinya kematian
jaringan otak sehingga mengakibatkan seeorang menderita kelumpuhan atau
kematian. (Arif Muttaqin 2008).

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah diotak yang menyebabkan terjadinnya kematian jaringan otak shingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. (Fransicca B
Bathcoca,2012)

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan


neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah ke bagian otak.
Dua jenis stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik. (Joyce M.
Black,2014)

B. Etiologi
Penyebab stroke non hemoragik menurut Black, 2009 Hal:615 disebabkan
karena iskemik yang terjadi ketika suplai darah kebagian otak terganggu atau
tersumbat total. Kemampuan bertahan yanag utama pada jaringan otak yang
iskemik bergantung pada lama waktu kerusakan ditambah dengan tingkatan
gangguan dari metabolisme otak. Iskemi biasanya terjadi karena beberapa
factor, yaitu:

6
7

1. Thrombosis yaitu penggumpalan (thrombus) mulai terjadi dari adanya


kerusakan pada bagian garis endothelial dari pembuluh darah.
Arteriosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya stroke yang
menyebabkan zat lemak yang tertumpuk dan menyebabkan penyempitan
(stenosis) pada arteri.
2. Emboli yaitu sumbatan pada arteri serebral yang disebabkan oleh embolus
yang menyebabkan stroke embolik. Embolik terbentuk dibagian luar otak,
kemudian terlepas dan mengalir melalui sirkulasi serebral sampai embolus
tersebut melekat pada pembuluh darah dan menyumbat arteri.
3. Perdarahan (Hemoragik)
a. Hemoragik epidural adalah kkedaruratan neuro yang memerlukan
perawatan segera
b. Hemoragik subdural pada dasarnya sam dengan homoragik epidural,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek
c. Hemoragik subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling seering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulasi willsi dan malformssi arteri vena kongenital pada
otak.
d. Hemoragik intraserebral adalah perdarahan disubrtansi dalam otak,
paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan atreoklerosis
serebral disebebkan oleh perubahan degenerative karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptor pembuluh darah.
4. Factor resiko yaitu pada penderita hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
diabetes mellitus, konsumsi alcohol berlebihan, merokok, obesitas, stress
fisik dan mental, hipotensi, penggunaan kontrasepsi estrogen oral, dan
factor riwayat keluarga.
8

C. Patofisiologi

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertetu diotak.


Luasnya infrak bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat.suplai darah keotak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan local (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vasikuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Aterosklerosis sering atau cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak aterosklerosi, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
tubulensi.

Thrombus dapat pecah dari jantung pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dalam edema serta kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar pada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema paisen
mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasnya tidak fatal, jika
tidak terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dengan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pecah atau rupture.

Perdarahan pada otak lebih disebakan oleh rupture ateriosklerotik dan


hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
serebrovaskuler, karena perdarahan luas terjadi destruksi masa otak. Kematian
dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak skunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak pembesaran darah
ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak dinukleus
kaudatur, thalamus dan pons.
9

Jika sirkulasi serebral terlambat dapat berkembang anoksia serebral.


Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
menyebabkan peningkatan TIA dan menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak. Serta terganggunya drainase otak.
Manifestasi dari stroke non hemoragik tergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan
jumlah aliran darah kolateral. Adapun tanda dan gejala pada stroke non
hemoragik adalah:
1. Kehilangan motorik, stroke adalah penyakit neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik,
karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawanan dari otak. Difungsi neuron paling umum adalah
hemiplagia (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh).
2. Kehilangan komunikasi, fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling
umum, disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut:
a. Disatria (kesulitan berbicara) ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya).
3. Deficit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi
tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang
atau objek ditempat kehilangan penglihatan.
4. Deficit atau kehilangan sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu
kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
10

5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologi, bila kerusakan pada lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin
terganggu.
6. Difungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontensia urinarius sementara karena terjadi konfusi dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan control
motorik dan postural.

Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, karena otak yang bergantung


pada ketersediaan oksigen kejaringan, aliran darah serebral dan embolisme
serbral (Brunner&suddarth, 2001 Hal 2137), nyeri pada daerah tertekan,
infeksi pernafasan, nyeri punggung, dislokasi nyeri, epilepsy, sakit kepala,
Hidrosefalus.

D. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Farmakologi
1) Antikoagulasi, seperti natrium warfarin (caumadin), heparin,
antitrombosit, dioiridamol.
2) Antifibrolitik, seperti asam aminokaproid (amcar)
3) Anti hipertensi, seperti captropil, amlodipin.
4) Vasodilatasi perifer, seperti siklandelat (cyclospadmol),
deksametason (decadron).
5) Fentolin (dilantin)
6) Pelunak feses

b. Non Farmakoterapi
a. Ubah posisi tiap 2 jam, baringkan pasien pada posisi miring atau
terlentang.
b. Pertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat bila perlu
berikan oksigen sesuai indikasi.
c. Bedrest untuk pasien fase akut.
11

d. Berikan latihan rentang gerak sendi 4-5 kali sehari untuk


memperahankan mobilisasi dan mencegah kontraktur untuk pasien
setelah fase akut.
e. Fisioterapi/ speech terapi
f. Diit rendah garam dan kolesterol

2. Operatif
a. Endarterektomi
b. Bypass mikrovaskuler

E. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/ Istirahat
Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi/ paralisis (hemiplagia).
Gangguan tonus otot (flaksid spastik); paralitik (hemiplagia) dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.

2. Sirkulasi
Adanya penyakit jantung (MI, Reumatik/ penyakit jantung vaskuler, GJK,
endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Hipertensi arterial disritmia, perubahan EKG, desiran pada karotis dan
arteri iliaka/ aorta yang abnormal.

3. Integritas Ego
Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah sedih dan gembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.

4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih (distensi kandung kemih berlebihan), bising
usus negatif (ileus paralitik).

5. Makanan/ Cairan
12

Kehilangan nafsu makan, mual/ muntah selama fase akut (peningkatan


TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorok,
disfagia.
Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal),
obesitas (faktor resiko).

6. Neurosensori
Sinkope/ pusing (sebelum serangan CSV/ selama TIA) sakit kepala; akan
sangat berat dengan perubahan intraserebral/ subaraknoid, kesemutan/
kelemahan (biasanya terjadi selama serangan TIA yang ditemukan dalam
berbagai derajat pada stroke jenis yang lain) ; sisi yang terkena terlihat
seperti mati/ lumpuh, penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan lainnya,
sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang
berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang pada ipsilateral (yang
satu sisi) pada wajah, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Status mental/ tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis; ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika penyebab adalah
thrombosis yang bersifat alami, gangguan tingkah laku (seperti penurunan
memori), genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral, pada wajah terjadi paralisis, afasia : gangguan/ kehilangan
fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan
kata), resertif (afasia sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami kata - kata
secara bermakna atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal diatas,
kehilangan kemampuan untuk mengenali/ menghayati masuknya
rangsang visual, pendengaran taktil (adnosia) seperti gangguan kesadaran
terhadap citra rubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian tubuh yang
terkena, gangguan persepsi, kehilangan kemampuan motorik saat pasien
ingin menggerakkannya (apaksia). Ukuran pupil tidak sama, dilatasi
miosis pupil ipsilateral (pendarahan/ perniasi), kekakuan nukal (biasanya
karena pendarahan), kejang (biasanya karena pencetus pendarahan).

7. Nyeri/ Kenyamanan
13

Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri


karotis terkena).
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/ fasia.

8. Pernapasan
Merokok (faktor resiko).
Ketidakmampuan menelan/ hambatan jalan nafas, timbulnya pernapasan
sulit dan tidak teratur, suara nafas terdengar/ ronkhi (aspirasi sekresi).

9. Keamanan
Motorik/ sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan), hilang kewaspadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit, tidak mampu mengenali objek, warna,
kata dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik, gangguan berespon
terhadap panas, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/kurang
kesadaran diri (stroke kanan).

10. Interaksi Sosial


Masalah bicara ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

11. Pembelajaran/ Penyuluhan


Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor resiko),
pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol (faktor resiko).

12. Pemeriksaan Diagnostik


a. Angiografi serebral : Membantu untuk menentukan penyebab stroke
secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik
oklusi atau rupture.
b. Pungsi lumbal : Menunjukan adanya tekanan yang normal dan
biasanya adanya thrombosis, emboli serebral dan TIA. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subarachnoid atau perdarahan intra cranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.
14

c. Scan CT : Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan


infark.
d. MRI (Magnetic Resonase imaging) : Menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, malforasi arteriovena (MAV).
e. Ultrasonografi doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis (aliran darah atau muncul plak
arteriosklerotik).
f. Elektro encephalografi (EEG) : Mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
g. Sinar X tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempengan
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis serebral, klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah, gangguan oklusif, hemoragic, vasospasme serebral, edema serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuscular, kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal),
paralisis spastic, kerusakan perceptual/kognitif.
3. Kerusakan komunikasi verbal/ tulis berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot
fasial/oral, kelemahan atau kelelahan umum.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
5. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan transmisi, integrasi
(trauma neurologis atau deficsit) stres psikologis (penyempitan lapang
perceptual yang disebabkan oleh ansietas.
6. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, persepsi
kognitif.
7. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular/perceptual.
8. Resiko tinggi terjadinya komplikasi berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang pengobatan.
15

G. Perencanaan Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah ke otak, gangguan oklusif, hemoragic, vasospasme serebral, edema
serebral.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan serebral
Kriteria Hasil : Perubahan tingkat kesadaran, tanda-tanda vital stabil.
Rencana tindakan :
Mandiri
a. Tentukan faktor- faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab
penurunan perfusi serebral dan potencial terjadinya peningkatan TIK.
b. Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan yang normalnya.
c. Pantau tanda-tanda vital
d. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap
cahaya.
e. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan,
gangguan lapang pandang/kedalaman persepsi.
f. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika pasien
sadar.
g. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomi (netral)
h. Pertahankan keadaan tirah baring.
i. Cegah terjadi mengejan saat defekasi dan pernapasan yang memaksa.
j. Kaji rigiditas nukal, kegelisahan yang meningkat, peka rangsangan dan
serangan kejang.
Kolaborasi:
a. Berikan oksigen sesuai indikasi
b. Berikan obat sesuai indikasi: anti koagulan, antifibrolitik, anti
hipertensi, vasodilatasi perifer.
c. Persipakan untuk pembedahan seperti endarterektomi, bypass
mikrovaskuler.
16

d. Pantau pemeriksaan laboratrium sesuai indikasi seperti masa prtombin,


kadar dilantin.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan


neuromuscular, kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal),
paralisis spastic.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan fisik.
Kriteria hasil : Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang
dibuktikanoleh tidak adanya kontraktur, footdrop,
mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena, mempertahankan perilaku yang
memungkinkan unuk aktivitas dan mempertahankan
integritas kulit.

Rencana tindakan :
Mandiri
a. Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur.
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam.
c. Letakkan pada posisi telungkup satu atau dua kali sehari jika pasien
dapat mentoleransinya.
d. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsional.
f. Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak.
g. Evaluasi penggunaan kebutuhan alat bantú untuk pengaturan posisi.
h. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
i. Tinggikan tangan dan kepala
j. Tempatkan “hand roll” keras pada telapak tangan dengan jari-jari dan
ibu jari berhadapan.
k. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
l. Pertahankan kaki dalam posisi netral.
17

m. Bantú untuk mengembangkan keseimbangan duduk dan keseimbangan


dalam berdiri
n. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau gangguan
sirkulasi
Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara
teratur dan lakukan massage secara berhati-hati pada daerah kemerahan
dan berikan alat bantú seperti bantalan lunak kulit sesuai kebutuhan.
o. Alasi kursi duduk dengan busa atau balón air.
p. Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi dalam aktivitas atau latihan dan
mengubah posisi.
q. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Kolaborasi
a. Berikan tempat tidur dengan matras bulat, tempat tidur air atau tempat
tidur khusus sesuai indikasi.
b. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif dan
ambulasi pasien.
c. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti TENS sesuai indikasi.
d. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi seperti
baklofen dan dantrolen.

3. Kerusakan komunikasi verbal atau tulis berhubungan dengan kerusakan


sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/control otot
fasial/oral, kelemahan atau kelelahan umum.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Kriteria Hasil : Mengindikasikan pemahaman tentang masalah
komunikasi, membuat metode komunikasi dimana
kebutuhan dapat diekspresikan, menggunakan
sumber-sumber dengan tepat.

Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mengalami kesulitan berbicara.
18

b. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana(seperti “buka


mata”, “tunjuk ke pintu”)
c. Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
d. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau
“pus”.
e. Minta pasien untuk menulis nama dan kalimat pendek.
f. Berikan metode komunikasi alternatif seperti menulis, gambar atau
berikan petunjuk visual.
g. Katakan secara langsung kepada pasien, bicara perlahan dan dengan
jelas.
h. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat.
i. Anjurkan pengunjung/ orang terdekat mempertahankan usahanya
untuk berkomunikasi dengan pasien.
Kolaborasi
a. Konsultasikan kepada ahli terapi wicara.

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,


penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot.
Tujuan : Tidak terjadi kurang perawatan diri.
Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan teknik/ perubahan gaya hidup untuk
memenuhi perawatan diri.
Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Kaji kemampuan dan tingkat kesadaran.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien
sendiri.
c. Sadari perilaku/ aktivitas impulsif karena gangguan dalam mengambil
keputusan.
d. Pertahankan dukungan sikap yang tegas.
e. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan
atau keberhasilannya.
f. Buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada.
19

g. Gunakan alat bantú pribadi.


h. Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya
untuk menghindari kemampuan untuk menggunakan urinal, bed pan.
i. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada
kebiasaan pola normal tersebut.
Kolaborasi
a. Berikan obat suposturia dan pelunak feses
b. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.

5. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan transmisi, integrasi


(trauma neurologis atau deficit) stress psikologis (penyempitan lapang
perceptual yang disebabkan ansietas).
Tujuan : Tidak terjadi perubahan persepsi sensori
Kriteria Hasil : Memulai atau mempertahankan tingkat kesadaran dan
fungsi perceptual, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
tingkat kesadaran dan adanya keterlibatan residual, mendemonstrasikan
perilaku untuk mengkompersasikan terhadap defisit hasil.
Rencana Tindakan:
Mandiri
a. Evaluasi gangguan penglihatan, catat adanya penurunan lapang pandang,
perubahan ketajaman persepsi dan adanya diplopía.
b. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
c. Ciptakan lingkungan yang sederhana.
d. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul.
e. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan.
f. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adaya lingkungan yang
membahayakan.
g. Catat terhadap tidak adanya pertahanan pada bagian tubuh segmen
lingkungan.
h. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh tertentu.
i. Observasi respon perilaku pasien seperti rasa bermusuhan.
j. Hilangkan kebisingan/ stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai
kebutuhan.
20

k. Lakukan validasi terhadap persepsi pasien.

6. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, perceptual,


kognitif.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan harga diri
Kriteria Hasil : Bicara/ berkomunikasi dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri
sendiri, mengenai konsep diri dalam konsep yang akurat.

Rencana Tindakan :
a. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan, dengan derajat
ketidakmampuannya.
b. Identifikasi arti dari kehilangan/ disfungsi/ perubahan pada pasien.
c. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
d. Catat apakah pasien menunjuk daerah yang sakit ataukah pasien
mengingkari daerah dan mengatakan hal tersebut “telah mati”.
e. Akui pernyataan perasaan tentang pengingkaran terhadap tubuh.
f. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenal penyembuhan
fungsi tubuh/ kemandirian pasien.
g. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
h. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan/ partisipasi pasien dalam
kegiatan rehabilitasi.
i. Berikan dukungan terhadap perilaku/usaha seperti peningkatan
minat/partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi.
j. Berikan penguatan terhadap penggunaan alat-alat adaptif, seperti : tongkat
untuk berjalan.
k. Pantau gangguan tidur.

Kolaborasi
a. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis.

7. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan


neuromuskular/ perseptual.
Tujuan : Kerusakan menelan tidak terjadi.
21

Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi/


individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang
diinginkan.

Rencana Tindakan :
a. Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara individu.
b. Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelanyang efektif
c. Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.
d. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan.
e. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
f. Mulai untuk memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak
ketika pasien dapat menelan air.
g. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk minum.
h. Anjurkan orang terdekat untuk membawa kesukaan makanan pasien.
i. Pertahankan masukkan dan haluaran dengan akurat dan catat jumlahnya
j. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.

Kolaborasi
a. Berikan cairan melaui IV atau makanan melaui selang

8. Resiko tinggi terjadinya komplikasi berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang pengobatan.

Tujuan : Klien memahami tentang penyakitnya.


Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi atau prognosis dan aturan terapeutik, Memulai
perubahan gaya hidup yang diperlukan.

Rencana Tindakan :
a. Evaluasi tipe/ derajat dari gangguan persepsi sensori.
b. Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu.
22

c. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana kembali


aktivitas.
d. Tinjau ulang/ pertegas kembali pengobatan yang diberikan.
e. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
f. Berikan instruksi dan jadwal tertulis mengenai aktivitas.
g. Anjurkan pasien untuk merujuk pada daftar/ komunikasi tertulis atau
catatan yang ada dari pada hanya bergantung pada apa yang diingat.
h. Sarankan pasien menurunkan stimulasi lingkungan terutama kegiatan
berfikir.
i. Rekomendasikan pasien untuk meminta bantuan dalam proses pemecahan
masalah dan memvalidasi keputusan, sesuai kebutuhan.
j. Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual.
k. Identifikasi tanda/ gejala yang memerlukan kontrol secara medis.
l. Rujuk pada perencanaan pemulihan/pengawasan perawatan dirumah
dengan mengunjungi perawat.
m. Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat
n. Rujuk/ tegakkan perlunya evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi.

H. Pelaksanaan Keperawatan
1. Pengertian
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah di harapkan, yang mencakup penungkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, memfasilitasi
koping.

2. Tahap tindakan perawatan ada 3 yaitu:


a. Tahap persiapan
Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tidakan
1) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan.
23

2) Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang


diperlukan.
3) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul. Menetukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
4) Mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan.
5) Mengidentifikasi aspek hokum dan etik terhadap resiko potensian
tindakan.

b. Intervensi
Focus terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisikdan emosional. Pendekatan tindakan keperrawatan dibedakan
berdasarkan kewenangan dan tanggung jawabsecara professional
sebagaimana terhadap dalam standar praktek keperawtan meliputi
tindakan :
1. Independen
Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter
atau tenaga kesehatan lainnya. Tipe tindakan independen
keperawatan dapat dikategorikan menjadi 4 :
a) Tindakan diagnostic
Tindakan yang ditunjukkan pada pengkajian dalam
merumuskan suatu diagnose keperawatan.
b) Tindakan terapeutik
Tindakan yang ditujuan untuk mengurangi, mencegah, dan
mengatasi masalah klien.
c) Tindakan edukatif (mengajarkan)
Tipe tindakan ini ditujukan untuk merubah perilaku klien
melalui promosi kesehatan dan pendidik kesehatan kepada
klien.

d) Tindakan merujuk
24

Tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat dalam


mengambil suatu keputusan klinik tentang keadaan klien dan
kemampuan untuk melakukan kerjasama dengan tim kesehatan
lainnya.

2. Interdependen
Interdependen tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan
yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan
lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.

3. Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis. Tindakan tersebut menanadakan suatu cara dimana
tindakan medis dilaksanakan.

c. Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang
lengkap dan akurat terhadap kejadian dalam proses keperawatan. Ada
3 tipe sistem pencatatan yang digunakan pada dokumentasi yaitu :
1) Sources Oriented Records (SOR).
2) Problem Oriented Records (POR)
3) Computer Assissted Records (COR).

I. Evaluasi
1. Pengertian
Evaluasi adalah keberhasilan penatalaksanaan keperawatan terccermin
pada pencapaian hasil dan tujuan klien. Bandingkan prilaku klien dengan
hasil dan tujuan klien yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketidak
berhasilan dalam pencapaian hasil dan tujuan klien mengindikasikan
diperlukannya modifikasi dalam pendekatan yang digunakan dengan
mengkaji kembali klien, merevisi diagnosa keperawatan dan
menyesuaikan tindakan keperawatan.
25

2. Proses evaluasi terdiri dari :


a. Formatif ( Poses )
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Metode pengumpulan
data dalam evaluasi formatif terdiri dari analisa rencana tindakan
keperawatan, open chart audit, pertemuan kelompok, interview dan
observasi dengan klien dengan menggunakan formatif evaluasi.
b. Sumatif ( Hasil )
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan prilaku atau statsis kesehatan
klien pada akhir tindakan keperawatan klien. Sumatif evaluasi adalah
objektif, fleksibel dan efisien. Metode palaksanaan evaluasi sumatif
terdiri dari. Closed chart audit, interview akhir pelayanan, pertemuan
aktif dan pertemuan akhir pelayanan dangan pertanyaan kepada klien
dan keluarga.
c. Penentuan keputusan yang mengacu kepada tujuan ada 3 kemungkinan
keputusan pada tahap ini.
1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan
2) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan dalam
tujuan
3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di bentuk.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Tn.M usia 74 tahun, masuk ke Rumah Sakit Pelni Jakarta pada tanggal 24
Oktober 2018 di ruang Kenanga dengan diagnosa medis Stroke Non
Specifed as Haemorrhage or Infarction dengan nomor register 537416
Klien sudah menikah, agama Islam, suku bangsa Jawa, pendidikan terahir
SMU, pekerjaan pedagang, bahasa yang digunakan adalah Bahasa
Indonesia, beralamat Jln. Tanjung Duren Selatan Rt/Rw 12/05 no 45 kel.
Tanjung Duren selatan. Sumber informasi didapat dari klien.

2. Resume
Klien Tn.M usia 74 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Pelni Jakarta diantar
oleh keluarga pada tanggal 24 Oktober 2018 pukul 23.46 WIB dengan
keluhan badan lemas, pusing,nafsu makan kurang, dan mual. Dilakukan
pengkajian kesadaran composmentis, nilai GCS E: 4, M: 6, V: 4, dilakukan
tindakan mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD: 146/70 mmHg, N:
64 x/menit, S: 37,10C, P: 18 x/menit. Di IGD Tn.M dipasang infus
asering/12 jam, terpasang nasal kanule 3l/menit. Kemudian pada tanggal
25 Oktober 2018, jam 05.00 WIB Tn.M dipindahkan keruang perawatan
yaitu diruang kenanga menggunakan brankar kemudian pada tanggal 25
Oktober 2018 pukul 05.30 WIB dilakukan pengkajian keperawatan dengan
hasil klien mengeluh lemas, pusing,nafsu makan kurang, dan mual.
Dilakukan pengkajian kesadaran composmentis, nilai GCS E: 4, M: 6, V:
4 tindakan mengukur tanda-tanda vital dengan hasil TD: 138/73 mmHg, N:
72 x/menit, S: 36,9o C, P: 19 x/menit.

3. Riwayat Kesehatan

26
27

a. Riwayat kesehatan sekarang


Klien mengatakan kepala sering pusing, badan terasa lemas dan mual.
faktor pencetusnya klien tidak mengetahunya, timbulnya keluhan
secara mendadak sudah 3 hari yang lalu. upaya mengatasinya klien
datang ke IGD Rumah Sakit Pelni Jakarta.

b. Riwayat kesehatan masa lalu


Klien mengatakan mempunyai hipertensi dan klien sering mengeluh
sakit kepala. Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi
terhadap obat, makanan, binatang, dan lingkungan dan tidak ada
riwayat pemakaian obat-obatan.

c. Riwayat kesehatan keluarga (genogram dan keterangan tiga generasi


dari klien).

Keterangan :

= laki-laki = garis pernikahan

= perempuan = garis keturunan

= laki-laki meninggal = tinggal serumah

= perempuan meninggal = klien


28

Tn.M usia 74 tahun, klien memiliki anak sebanyak 4 orang dan memiliki
cucu dari anak pertamanya sebanyak 2 orang. Tidak ada Riwayat penyakit
yang pernah di derita oleh anggota keluarganya. Orang terdekat dengan
klien yaitu istri. Interaksi dalam keluarga, pola komunikasi klien baik,
pembuatan keputusan musyawarah dan diputskan oleh klien , kegiatan
kemasyarakatan yaituklien sering mengikuti pengjian. Dampak penyakit
klien terhadap keluarga yaitu keluarga menjadi cemas dengan keadaan
klien. Masalah yang mempengaruhi klien yaitu penyakit klien. Konsep
diri, klien menyukai semua bagian tubuhnya. Peran klien dalam keluarga
yaitu sebagai kepala keluarga, klien melaksanakan perannya dengan
menafkahi keluarganya, harapan klien terhadap penyakitnya yaitu klien
ingin segera sembuh dan pulang kerumahnya dalam keadaan sehat,dan
harapan klien terhadap dirinya yaitu klien mampu melaksanakan perannya
sebagai kepala keluarga. Hubungan klien dengan keluarga dan orang lain
baik. Hubungan sosial, orang yang paling berarti dalam kehidupan klien
yaitu istrinya,klien ikut terlibat dalam acara kemasyarakatan, dan klien
tidak mempunyai hambatan dengan masyarakat/kelompok. Mekanisme
koping terhadap stress dengan pemecahan masalah yaitu dengan tidur. Hal
yang sangat dipikirkan saat ini kesembuhan penyakitnya. Harapan setelah
menjalani perawatan yaitu bisa menjalani aktivitas seperti biasanya,
perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit yaitu klien menjadi lemas.
Tidak ada nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan. Aktivitas
agama/kepercayaan yang dilakukan yaitu sholat 5 waktu dan berdoa .
Kondisi lingkungan rumah klien, klien bertempat tinggal diperumahan
padat penduduk dan cukup bersih.

4. Pengkajian Fisik
Dari hasil pengkajian fisik tanggal 25 Oktober 2018, pukul 10.00 WIB di
dapatkan data sebagai berikut : Berat badan sebelum sakit 60 kg, berat
badan saat ini 60 kg, tinggi badan 155 cm, keadaan umum sedang, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening.

Sistem pengelihatan posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan


bola mata normal, konjungtiva merah muda, kornea normal, sklera
29

anikterik, pupil isokor, tidak ada kelainan pada otot-otot mata, fungsi
pengelihatan baik, tanda-tanda radang tidak ada. Tidak memakai kaca
mata. Reaksi terhadap cahaya baik.

Sistem pendengaran daun telinga baik, kondisi telinga normal. Fungsi


pendengaran normal, tidak ada cairan dari telinga, tidak ada perasaan penuh
pada telinga, tidak ada tinitus, fungsi pendengaran kurang. Tidak ada
gangguan keseimbangan, tidak ada pemakaian alat bantu. Sistem wicara
aga sedikit pelo.

sistem pernapasan jalan nafas bersih, pernafasan sesak, menggunakan otot


bantu pernafasan. Frekuensi 20 x/menit, irama teratur, jenis pernafasan
spontan, kedalaman dalam, batuk produktif, sputum tidak ada, suara nafas
vesikuler, tidak ada nyeri saat bernafas, menggunakan alat bantu
pernafasan yaitu nasal kanule 3l/menit.

Sistem kardiovaskuler, sirkulasi peripher, nadi 64 x/menit, irama teratur,


denyut kuat, tekanan darah 146/70 mmHg, tidak ada distensi vena
jugularis, temperatur kulit hangat suhu 37,1. 0C, pengisian kapiler 2 detik,
tidak ada edema, sirkulasi jantung kecepatan denyut apical 75 x/menit,
irama teratur, tidak ada sakit dada.
sistem hematologi, pucat tidak ada, perdarahan tidak ada.

Sistem syaraf pusat, klien mengeluh kepala terasa pusing. Tingkat


kesadaran composmentis, glasgow coma scale E : 4, M : 6, V : 4, tidak ada
tanda-tanda peningkatan TIK. Gangguan sistem syaraf bicara sedikit pelo.
Pemeriksaan reflek, reflek fisiologis normal, reflek patologis ada yaitu
klien mampu mengikuti perintah-perintah yang diberikan oleh tim medis.

Sistem pencernaan gigi tidak terdapat caries, tidak menggunakan gigi


palsu, stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, selera makan kurang karena
tidak nafsu makan,mual ada, muntah tidak ada, nyeri daerah perut tidak
ada, hepar tak teraba, abdomen lembek, lingkar abdomen 78 cm, bising
30

usus 8 x/menit, tidak ada diare, tidak ada konstipasi, tidak menggunakan
obat laxative.

Sistem endokrin tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Nafas tidak berbau
keton, tidak ada poliuri, polidipsi, polifagi, tidak ada luka ganggren.

Sistem urogenital, balance cairan intake 2200 ml, output 2400 ml,
perubahan pola kemih tidak ada, buang air kecil warna kuning jernih, tidak
terpasang kateter, tidak ada distensi/ketegangan kandung kemih, tidak ada
keluhan sakit pinggang.

Sistem integumen turgor kulit elastis, temperature kulit hangat, warna kulit
pucat, tidak ada kelainan kulit, kondisi kulit daerah pemasangan infus
phlebitis baik, keadaan rambut baik.

Sistem muskuloskeletal, kesulitan dalam pergerakan tidak ada, tidak ada


sakit pada tulang, sendi dan kulit tidak ada fraktur, tidak ada kelainan
bentuk tulang/sendi, keadaan tonus otot hipotoni, kekuatan otot

5555 5555
4444 4444

Data tambahan : keluarga klien dan klien kurang mengetahui tentang


penyakitnya.

5. Data Penunjang

Hasil MSCT Scan kepala non kontras: tampak gambaran stroke


haemoragik daerah talamus kanan, tampak pula gambaran stroke
haemoragik sun kortikal parietal – frontal atas kiri ventrikulomegaly
lateralis ringan, sisterna dan sulci normal

6. Penatalaksanaan (Therapi / Pengobatan termasuk diet)


Therapi obat oral :
31

Betahistine Mesylate 6 mg diberikan melalui oral pukul 06.00,12.00,17.00


WIB.
Amlodipine 10 mg diberikan melalui oral pukul 06.00,17.00 WIB.

Therapi obat injeksi:


Ranitidine 25 mg/ml diberikan melaui intravena pukul 06.00, 17.00 WIB

Diit : Bubur LPC DM DJ3 1500 kal+mc 2X150 cc


Infus: Asering 500 cc 12 jam/kolf (14 tetes/ menit).
7. Data Fokus
Data subjektif :
Klien mengatakan sering mengeluh sakit kepala, klien mengatakan badan
lemas sudah 3 hari yang lalu , klien mengatakan tidak nafsu makan dan
merasa mual kalo makan, dan klien memiliki riwayar hipertensi..

Data objektif :
Kesadaran klien composmentis, kapiler refill 2 detik, berbicara sedikit pelo
(tidak jelas), nilai GCS E : 4, M : 6, V : 4, kekuatan otot
5555 5555
4444 4444
Klien tampak lemas, tampak dibagian kaki klien kadang-kadang terasa
kesemutan dan lemas Resiko jatuh sedang,TTV: TD: 129/74 mmHg, N:
89 x/menit, P:20x/menit, S: 36.9 0C , aktivitas dibantu keluarga dan
perawat, makan habis ½ porsi.

8. Analisa Data
NO Data Masalah Etiologi
1. Data Subjektif: Perubahan Interupsi
Klien mengatakan nyeri kepala perfusi jaringan aliran darah
hebat, berbicara aga sedikit pelo. serebral ke otak
Dan semenjak sakit tekanan
darah kadang tinggi.
32

Data Objektif:
Kesadaran klien composmentis,
TD: 129/74 mmHg, N:
89x/menit, P:20x/menit,
S:36,90C, skala nyeri : 3, nilai
GCS E: 4, M: 6, V: 4

2. Data Subjektif : Perubahan Intake


Klien mengatakan tidak nafsu nutrisi kurang inadekuat
makan, klien merasa mual tapi dari kebutuhan
tidak muntah, klien mengatakan tubuh
tidak ada penurunan berat
badan.

Data Objektif :
Makan habis ½ porsi ,BB: 60 kg,
TB:155cm, Diit : Bubur LPC
DM DJ3 1500 kal+mc 2X150 cc

3. Data Subjektif : Kerusakan Kelemahan


Klien mengatakan badan lemas, mobilitas fisik
dan aktifitas harus sedikit
dibantu oleh keluarga

Data Objektif :
Kesadaran composmentis, klien
tampak lemas,resiko jatuh:
sedang, kaki bagian bawah
terasa lemas dan kadang
kesemutan.
kekuatan otot
5555 5555
4444 4444
33

4. Data Subjektif : Kerusakan Kerusakan


- komunikasi sirkulasi
Data Objektif : verbal serebral
Klien berbicara sedikit pelo,
tetapi suara masih terdengar
cukup jelas, nilai GCS, E:4,
M:6, V: 4

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah ke otak.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake
inadekuat
3. Kerusakaan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahaan.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral.

C. Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah ke otak.
Data subjektif : Klien mengatakan nyeri kepala hebat, berbicara aga
sedikit pelo. Dan semenjak sakit tekanan darah kadang
tinggi.

Data objektif : Kesadaran klien composmentis, TD: 129/74 mmHg, N:


89x/menit, P:20x/menit, S:36,90C, skala nyeri : 3, nilai
GCS E: 4, M: 6, V: 4.
34

Tujuan :setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3X24


jam,diharapkan perfusi jaringan adekuat.
Kreteria hasil : Tidak adanya peningkatan TIK, pusing tidak ada, TTV
dalam batas normal, kesadaran composmetis.
Rencana tindakan :
Mandiri
a. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan potensi
terjadi peningkatan TIK.
b. Pantau status neourologis setiap 4 jam sekali
c. Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali
d. Pertahankan keadaan tirah baring dengan posisi kepala 300 - 400

Kolaborasi
e. Berikan obat sesuai indikasi
Betahistine Mesylate 6 mg diberikan melalui oral pukul 06.00,17.00
WIB.
Amlodipine 10 mg diberikan melalui oral pukul 06.00,17.00 WIB.
Ranitidine 25 mg/ml diberikan melaui intravena pukul 06.00, 17.00
WIB

Pelaksanaan :

Kamis, 25 oktober 2018


Pukul 08.30 WIB mengobservasi keadaan klien hasil klien nyeri kepala
hebat, artikulasi dalam berbicara aga tidak jelas.. Pukul 10.00 WIB
mengukur tanda-tanda vital TD: 126/65 mmHg, N: 90 x/mnt, P: 20 x/mnt
suhu: 36,80 C skala nyeri: 3, Pukul 12.00 WIB memberikan obat siang
Betahistine mesylate, dengan hasil : klien meminumnya. Pukul 16.00 WIB
Mengukur tanda-tanda vital, dengan hasil : TD :116/82 mmHg, S :37,5 ºC,
N : 99 x/menit, P : 18 x/menit. Pukul 18.00 WIB memberikan obat sore
Ranitidine 25 mg/ml, Betahistine Mesylate 6 mg, dengan hasil : klien
meminumnya .Pukul 22.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital TD :129/69
mmHg, S :36,9 ºC, N :107 x/menit, P :19 x/menit.
35

Jumat, 26 oktober 2018


Pukul 05.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital dan skala nyeri, dengan hasil
: TD :115/62 mmHg, S :36,7 ºC, N :94 x/menit, P :19 x/menit, skala nyeri:2.
Pukul 07.00 WIB memberikan klien obat Betahistine Mesylate 6 mg dan
obat Amlodipine 10 mg melalui oral,dengan hasil : obat melalui oral dapat
diminum dengan benar. Pukul 10.00 WIB mengukur tanda-tanda vital dan
skala nyeri, dengan hasil : TD : 118/70 mmHg, S : 36.5ºC, N : 90 x/menit,
P :19 x/menit, skala nyeri 1. Pukul 12.30 memberikan obat siang
Betahistine Mesylate 6 mg melalui oral, dengan hasil : obat dapat diminum
dengan benar. Pukul 18.00 WIB memberikan obat sore Betahistine
Mesylate 6 mg melalui oral, dengan hasil : obat dapat diminum dengan
benar. Pukul 21.00 WIB Mengukur tanda-tanda vital dan skala nyeri,
dengan hasil : TD :110/60 mmHg, S :36,3ºC, N :80 x/menit, P :19 x/menit,
skala nyeri :0

Sabtu, 27 Oktober 2018


Pukul 08.00 WIB mengkaji keadaan umum klien, dengan hasil : keadaan
umum baik dan klien sudah boleh pulang.

Evaluasi:

Kamis , 25 oktober 2018, Pukul 21.00 WIB


S : klien mengatakan kepala masih sedikit pusing.
O : TTV: TD :129/69 mmHg, S :36,9 ºC, N : 107 x/menit, P : 19
x/menit, skala nyeri : 2,nilai GCS E : 4, M:6, V: 4.
A : Tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

Jumat, 26 oktober 2018, Pukul 14.00 WIB


S : klien mengatakan sudah tidak ada lagi pusing
O : TTV: TD : 110/69 mmHg, S : 36,3ºC, N : 80x/menit, P : 19 x/menit.
A : Tujuan tercapai, masalah sudah teratasi
P : Intervensi dihentikan.
36

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Intake


inadekuat

Data Subjektif : Klien mengatakan tidak nafsu makan, klien merasa mual tapi
tidak muntah

Data Objektif : Makan habis ½ porsi, BB: 60 kg, Diit : Bubur LPC DM DJ3
1500 kal+mc 2X150 cc.
Tujuan : setelah dilakukan asugan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
nutrisi seimbanng.

Kriteria hasil : mengatakan nafsu makan baik, mual tidak ada, makan habis 1
porsi.

Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Observasi adanya mual, muntah,tidak nafsu makan
b. Pantau porsi makan pasien
c. Bila ada mual, anjurkan makan sedikit tapi sering

Kolaborasi
a. Pemberian obat Ranitidine 25 mg/ml dioplos dengan NaCl 0,9% 5cc
diberikan melalui intravena pukul 06.00 WIB,17.00WIB

Pelaksanaan :
Kamis , 25 Oktober 2018
Pukul 12.00 WIB memantau porsi maka klien, dengan hasil: makan habis ½
porsi. Pukul 16.00 WIB memberikan obat sore Ranitidine 25mg/ml dioplos
dengan NaCl 0.9% 5cc diberikan melalui intravena, dengan hasil: obat
berjaan dengan lancar. Pukul 18.00 WIB memantau porsi makan klien,
dengan hasil: makan habis ½ porsi dan masih ada mual.

Jumat, 26 Oktober 218


Pukul 07.00 WIB memberikan obat pagi Ranitide 25 mg/ml dioplos dengan
NaCl 0,9% 5cc melalui intervena dengan hasil: obat yang diberikan melalui
Intravena berjalan dengan lancar. Pukul 11.00 WIB memantau porsi maka
klien, dengan hasil : maka habis ½ porsi dan masih ada mual. Pukul 18.00
WIB memtau porsi makan klien, dengan hasil : makan habis 1 porsi. Pukul
37

18.00 WIB memberikan obat sore ranitidine 25 mg/ml dioplos dengan NzCl
0,9% 5cc melalui intravena, dengan hasil: obat berjalan dengan lancar, dank
lien sudah tidak ada mual dan sudah nafsu makan.

Evaluasi
Kamis, 25 Oktober 2018, pukul 21.00 WIB
S : klien mengatakan masih tidak nafsu makan dan mual
O : makan habis ½ porsi, dan Klien terlihat masih mual untuk
menghabiskannya
A : Tujuan belum tercapai, masalah belu, teratasi
P : intervensi dilanjutkan

Jumat, 26 Oktober 2018,Pukul 14.00 WIB


S : klien mengatakan sudah tidak ada mual dan nafsu makan
O ; makan habis 1 porsi
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik


Data Subjektif : Klien mengatakan badan lemas, dan aktifitas harus sedikit
dibantu oleh keluarga

Data Objektif: Kesadaran composmentis, klien tampak lemas,resiko jatuh:


sedang, bagian kaki terasa lemas dan kadang kesemutan, kekuatan otot
5555 5555
4444 4444

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam kelemahan


otot tidak terjadi
Kriteria hasil : Lemas berkurang/hilang, tidak adanya kontraktur,
kekuatan otot dapat dipertahankan, TTV dalam batas normal.

Rencana tindakan :
38

Mandiri
a. Kaji kemampuan fungsional luasnya kerusakan
b. Anjurkan keluarga untuk mengubah posisi tidur klien miring kanan/kiri
setiap 2 jam
c. Mulai mengajarkan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas (ROM)
d. Tempatkan bantal dibawah axila untuk melakukan abduksi pada tangan
e. Observasi fungsi motorik klien, respon terhadap rangsangan, status
kekuatan otot klien.
f. Observasi daerah yang terkena stroke termasuk warna, edema, atau tanda
lain dari gangguan sirkulasi

Kolaborasi
a. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi

Pelaksanaan
Kamis, 25 Oktober 2018
Pukul 08.30 mengobservasi klien, ditemukan data pengkajian klien tampak
lemas dan aktifitasnya sedikit dibantu oleh keluarganya. Pukul 10.00 WIB
memposisikan klien dengan posisi miring kiri, klien tampak tenang dan
nyaman. Pukul 16.00 WIB mengkaji keadaan umum klien, dengan hasil : klien
masih lemas, resiko jatuh : sedang.

Jumat, 26 Oktober 2018


Pukul 07.00 WIB mengobservasi fungsi motorik dan respon verbal klien,
ektremitas kanan atas bawah klien masih lemah, klien bicara sedikit pelo. Pukul
12.00 WIB mengantar klien ke fisioterapi, dengan hasil : pasien dapat
melakukan latihan jalan . pukul 16.30 WIB mengkaji KU klien, dengan hasil:
klien mengatakan lemas berkurang.

Evaluasi
Kamis,25 Oktober 2018. Pukul 21.00 WIB
39

S :klien mengatakan masih lemas


O : klien tampak lemas, resiko jatuh : sedang
A : Tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

Jumat, 26 Oktober 2018. Pukul 21.00 WIB


S : klien mengatakan sudah tida lemas dan tidak pusing saat berdiri
O :klien sudah bisa jalan sedndiri, latihan fisioterapi berjaa dengan lancar,
Resiko jatuh : rendah
A : Tujuan sudah tercapai, masalah sudah teratasi
P : Intervensi dihentikan.

4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi


serebral.
Data Subjektif : -
Data Objektif : Klien berbicara sedikit pelo, tetapi suara masih terdengar cukup
jelas, nilai GCS, E:4, M:6, V: 4 .
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Kriteria Hasil : Mengindikasikan pemahaman tentang masalah
komunikasi, membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan.

Rencana Tindakan :
Mandiri
a. Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara.
b. Katakan secara langsung kepada pasien, bicara perlahan dan
dengan jelas.
c. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang
cepat.
d. Anjurkan pengunjung/ orang terdekat mempertahankan
usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien.
40

Pelaksanaan

Kamis, 25 Oktober 2018

Pukul 08.30 mengobservasi klien, ditemukan data pengkajian klien berbicara sedikit
pelo, dengan nilai GCS E :4,M : 6, V :4. Pukul 14.00 WIB Melatih pasien berbicara
dengan cara menanyakan keluhan pasien, dengan hasil : klien berbicara masih sedikit
pelo, tetapi masih terdengar cukup jelas.

Jumat, 26 Oktober 2018

Pukul 07.00 WIB mengobservasi fungsi motorik dan respon verbal klien dengan hasil
klien bicara masih sedikit pelo. pukul 16.30 WIB mengkaji KU klien, dengan hasil:
klien berbicara sudah lumayan jelas walaupun masih sedikit pelo.

Evaluasi

Kamis,25 Oktober 2018. Pukul 21.00 WIB

S :-

O : klien berbicara sedikit pelo, tetapi masih terdengar cukup jelas nilai GCS E :
4, M:6, V: 4.

A : Tujuan belum tercapai, masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

Jumat, 26 Oktober 2018. Pukul 21.00 WIB

S :-

O :klien berbicara sudah mulai begitu jelas tetapi masih sedikit pelo, nilai GCS
E:4,M:6,V:4.

A : Tujuan belumtercapai, masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan.
BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini penulis membahas mengenai kesenjangan antara teori dan kasus yang penulis
dapatkan dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien Tn.M dengan Stroke
Non Hemoragik di Ruang kenanga Rumah Sakit Pelni Jakarta selama 3 hari perawatan
di mulai dari tanggal 25 Oktober 2018 sampai tanggal 27 Oktober 2018 melalui asuhan
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap pengkajian, penyebab Stroke Non Hemoragik disebabkan karena
iskemik. Factor resiko terjadinya disebabkan karena hipertensi,
hiperkolesterolemi. Sedangkan pada kasus penyebab Stroke Non Hemoragik sama
dengan teori yaitu karna hipertensi Manifestasi klinis yang terdapat pada teori dan
kasus Sudah sesuai yaitu kehilangan motorik atau kelemahan, berbicara aga sedikit
pelo . Hasil CT Scan kepala menunjukan tampak gambaran stroke haemoragik
daerah talamus kanan, tampak pula gambaran stroke haemoragik sun kortikal
parietal – frontal atas kiri ventrikulomegaly lateralis ringan, sisterna dan sulci
normal .

Pada pemeriksaan diagnostik yang ada pada teori dan kasus yaitu CT Scan kepala.
Sedangkan pemeriksaan diagnostik yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus
yaitu Angiografi Serebral,EKG, MRI, Pungsi Lumbal, Ultrasonografi Doppler,
EEG, tidak dilakukan pada kasus karena tidak di indikasikan oleh dokter dan
pemeriksaan yang dilakukan pada kasus sudah cukup menunjang diagnosa.

Penatalaksanaan medis dengan farmakoterapi, yang ada pada teori dan kasus yaitu
diberikan obat anti hipertensi.

41
42

Sedangkan yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus adalah obat vasodilatasi
perifer, obat anti koagulasi, anti fibrotic, fenitolin, dan pelunak feses. Sedangkan
farmakoterapi yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori yaitu antihistamine
karena klien nyeri pada bagian kepala, dan anti emetic karena klien mengalami
mual. Pada Non farmakoterapi secara teori dan kasus sama yaitu dengan bedrest,
ubah posisi setiap 2 jam, baringkan pasien dalam posisi terlentang selama 15-30
menit beberapa kali sehari, latihan ROM, fisioterapi. Sedangkan non
farmakoterapi yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus yaitu dengan diit
rendah garam dan rendah kolesterol karena klien tidak mengalami hipertensi.

Adapun faktor pendukung dalam melakukan pengkajian pada klien yaitu adanya
informasi tentang klien yang cukup dari keluarga, adanya catatan keperawatan
dan hasil pemeriksaan diagnostik sehingga membantu penulis dalam memperoleh
data.

Faktor penghambatnya yaitu pemeriksaan penunjang pada klien yang minim.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada teori ada 8 diagnosa keperawatan, sedangkan pada
kasus ditemukan 4 Diagnosa Keperawatan. Diagnosa yang sesuai antara teori dan
kasus ada 3 yaitu, Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
interupsi aliran darah ke otak, Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan, Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral. . Sedangkan diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak ada pada
kasus ada 5 yaitu Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
transmisi, integritas (trauma neurologis/defisit) stress psikologi (penyempitan
lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas). Gangguan harga diri
berhubungan dengan biofisik, psikososial, persepsi kognitif. Resiko tinggi
terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular/perceptual.Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan
pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, keterbatasa kognitif,
kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat, tidak mengenal sumber-
sumberinformasi. Sedangkan diagnose yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada
43

teori ada 1, yaitu Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat.

C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan, diagnosa prioritas untuk perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ke otak. Tujuan dan kriteria
hasil antara teori dan kasus sudah sesuai. Tujuannya setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan serebral adekuat, dengan Kriteria
hasil tidak adanya peningkatan TIK, pusing/nyeri kepala tidak ada, tanda-tanda
vital tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan dalam batas normal. Perencanaan yang
ada pada teori dan kasus sudah sesuai yaitu Tentukan faktor penyebab penurunan
perfusi serebral dan potensi terjadi peningkatan TIK,Pantau status neourologis
seserinng mungkin ,Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam, Catat adanya perubahan
dalam pengelihatan, Pertahankan keadaan tirah baring dengan posisi kepala 300-
400, Berikan obat sesuai indikasi yaitu. Obat Betahistine Mesylate 6 mg diberikan
melalui oral pukul 06.00,12.00,17.00 WIB. Dan obat amlodipine 10 mg diberikan
melaui oral.

Diagnosa kedua yaitu perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat. Tujuannya setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan nutrisi seimbang dengan kriteria hasil mengatakan nafsu
makan baik, mual tidak ada, dan makan habis 1 porsi. Perencanaan yang ada teori
dan kasus sudah sesuai yaitu observasi adanya mual, muntah dan tidak nafsu
makan, pantau porsi makan klien, bila ada mual, anjurkan makan sedikit tapi
sering,pemberian obat antiematik , yaitu Ranitidine 25 mg/ml dioplos dengan
NaCl 0.9% 5 cc melalui intravena pukul 06.00,17.00 WIB dan nutrisi parenteral.

Diagnosa ketiga yaitu kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan,


tujuan dan kriteria hasil antara teori dan kasus sudah sesuai. Tujuannya setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam kelemahan otot tidak terjadi
dengan Kriteria hasil lemas berkurang/hilang, TTV dalam batas normal.
Perencanaan yang ada pada teori dan kasus sudah sesuai yaitu Pertahankan dan
ubah posisi tidur klien miring kanan/kiri setiap 2 jam, Mulai mengajarkan latihan
44

rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas (ROM), Observasi fungsi
motorik klien, respon terhadap rangsangan, status kekuatan otot klien, Bantu
aktivitas klien sehari-hari sesuai kebutuhan, Koordinasi dengan bagian fisioterapi
untuk penanganan gangguan mobilisasi.

Diagnosa keempat yaitu Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


kerusakan sirkulasi serebral. Tujuan dan kriteria hasil antara teori dan kasus sudah
sesuai . Tujuan Tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal. Kriteria Hasil
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi. Perencanaan yang ada
pada teori dan kasus sudah sesuai. Perencanaan yang ada pada teori dan kasus
sudah sesuai yaitu Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara, katakan secara langsung
kepada pasien, bicara perlahan dan dengan jelas, bicaralah dengan nada normal
dan hindari percakapan yang cepat, anjurkan pengunjung/ orang terdekat
mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan pada tahap perencanaan adalah klien dan
keluarga klien sangat kooperatif pada perawat dalam penjelasan dan keterangan
yang dibutuhkan serta data yang ada pada status klien lengkap. Faktor penghambat
tidak ditemukan oleh penulis.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Pada pelaksanaan diagnosa prioritas adalah Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah ke otak, Tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus, pelaksanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan
perencanaan yaitu menentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan
potensi terjadi peningkatan TIK, memantau tanda-tanda vital, mempertahankan
keadaan tirah baring, memberikan klien obat anti hipoertensi dan anti histamine.

Diagnosa kedua Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake inadekuat, terdapat kesenjangan antara teori dan kasus, karena pada
teori tidak terdapat diagnose tersebut, pelaksanaan yang dilakukan sudah sesuai
rencana yaitu mengobservasi adanya mual, muntah dan tidak nafsu makan,
45

memantau porsi makan pasien, menganjurkan pasien makan sedikit tapi sering bila
ada mual, dan memberikan obat antiematik yaitu Ranitidine 25 mg/ml dioplos
dengan NaCl 0.9% 5 cc diberikan melalui intravena pukul 06.00,17.00 WIB.

Diagnosa ketiga yaitu kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.


tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus, pelaksanaan yang dilakukan
sudah sesuai dengan perencanaan yaitu mempertahankan dan mengubah posisi
tidur klien miring kanan/kiri setiap 2 jam, mengajarkan latihan rentang gerak aktif
dan pasif pada semua ekstremitas (ROM), mengobservasi fungsi motorik klien, ,
membantu aktivitas klien sehari-hari sesuai kebutuhan, Koordinasi dengan bagian
fisioterapi untuk penanganan gangguan mobilisasi.

Diagnosa keempat yaitu Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


kerusakan sirkulasi serebral. tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus,
pelaksanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan perencanaan yaitu Kaji
tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami
kesulitan berbicara, katakan secara langsung kepada pasien, bicara perlahan dan
dengan jelas, bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat,
anjurkan pengunjung/ orang terdekat mempertahankan usahanya untuk
berkomunikasi dengan pasien.

Faktor pendukung pada tahap ini yang penulis temukan yaitu klien dan keluarga
kooperatif dalam setiap pelaksaan yang penulis laksanakan dan adanya kerja sama
yang baik. Faktor penghambat yang penulis temukan yaitu keterbatasan waktu
dalam memberikan asuhan keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi, penulis melakukan evaluasi setelah melakukan tindakan dan
melakukan evaluasi akhir, penulis mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang
terdapat pada perencanaan sesuai diagnose keperawatan. Dari 4 diagnosa yang
ditemukan, 3 diagnosa keperawatan sudah tercapai, dan 1 diagnosa keperawatan
yang belum tercapai. Diagnosa keperawatan yang tercapai yaitu Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ke otak
46

dibuktikan klien sudah tidak ada pusing, tekanan darah sudah dalam batas normail
yaitu TD: 110/69 mmHg,N : 80 x/menit, P: 19 x/menit, S : 36,3o Cdan skala nyeri:
0.

Diagnosa Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake inadekuat dibuktikan dengan klien sudah nafsu makan, sudah tidak ada
mual dan makan habis 1 porsi.

Diagnosa Kerusakaan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahaan dibuktikan


dengan klien sudah tidak ada lemas, klien dapat mengikuti fisioterapi berjalan, dan
aktifitas sudah tidak dibantu oleh keluarga.

Diagnosa keperawatan yang belum tercapai yaitu Kerusakan komunikasi verbal


berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, dibuktikan dengan klien
berbicara cukup jelas tetapi masih sedikit pelo, nilai GCS E :4, M:6, V:4.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah klien sangat kooperatif dengan
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga memudahkan penulis
melakukan evaluasi.

Factor penghambat yang ditemukan penulis adalah terbatasnya waktu untuk


melakukan asuhan keperawatan lebih lanjut sehingga penulis harus membuat
rencana keperawatan yang perlu dilanjutkan dengan perawat ruangan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat.
BAB V

PENUTUP

Setelah penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Klien Tn.M dengan Stroke Non
Hemoragik di Ruang Kenanga Rumah Sakit Pelni Jakarta mulai tanggal 25 Oktober
2018 sampai dengan 27 Oktober 2018 maka penulis dapat menarik kesimpulan dan
memberikan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan
Pengkajian Keperawatan yang telah penulis lakukan penyebab dari stroke non
hemoragik adalah karena adanya iskemik dan klien memiliki hipertensi.
Manifestasi klinik yang ditemukan yaitu kehilangan motorik atau kelemahan,
berbicara aga sedikit pelo, Hasil CT Scan kepala menunjukan tampak gambaran
stroke haemoragik daerah talamus kanan, tampak pula gambaran stroke
haemoragik sun kortikal parietal – frontal atas kiri ventrikulomegaly lateralis
ringan, sisterna dan sulci normal . Penatalaksanaan farmakoterapi yang diberikan
yaitu pemberian anti hipertensi. penatalaksanaan non farmakoterapi yang
diberikan yaitu bedrest, mengubah posisi setiap 2 jam, memberikan pasien dalam
posisi terlentang selama 15-30 menit, latihan ROM, fisioterapi. Pemeriksaan
diagnostic CT Scan.

Diagnosa Keperawatan ada empat diagnosa yaitu perfusi jaringan serebral


berhubungan dengan interupsi aliran darah ke otak, Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan, Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan sirkulasi serebral.

Perencanaan Keperawatan yang dilakukan berdasarkan prioritas masalah utama


yaitu tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan potensi terjadi
peningkatan TIK, pantau status neourologis seserinng mungkin ,pantau tanda-

47
48

tanda vital setiap 4 jam sekali, catat adanya perubahan dalam pengelihatan,
pertahankan keadaan tirah baring dengan posisi kepala 300-400, Berikan obat

sesuai indikasi yaitu,Betahistine Mesylate 6 mg diberikan melalui oral pukul


06.00,12.00,17.00 WIB. Obat Amlodipine 10 mg diberikan melalui oral.

Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan berdasarkan prioritas masalah utama


yaitu tentukan faktor penyebab penurunan perfusi serebral dan potensi terjadi
peningkatan TIK, pantau status neourologis seserinng mungkin ,pantau tanda-
tanda vital setiap 4 jam sekali, catat adanya perubahan dalam pengelihatan,
pertahankan keadaan tirah baring dengan posisi kepala 300-400, Berikan obat
sesuai indikasi yaitu Betahistine Mesylate 6 mg diberikan melalui oral pukul
06.00,12.00,17.00 WIB. Obat Amlodipine 10 mg diberikan melalui oral.

Evaluasi Keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode atau system SOAP


dalam mengevaluasi dari proses keperawatan dan hasil kwalitas pelayanan
keperawatan dalam 3 diagnosa keperawatan dan 3 masalah sudah teratasi yaitu
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ke
otak, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat, dan kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu klien yang kooperatif dengan
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga memudahkan penulis
dalam melakukan evaluasi keperawatan. Faktor penghambat penulis tidak
temukan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran:
1. Diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya lebih
memperhatikan kondisi klien saat itu dan memenuhi kebutuhan klien terlebih
dahulu apabila diperlukan.
2. Penulis dan perawat ruangan agar lebih memonitoring hasil laboratorium
untuk menunjang dalam menegakan diagnosa.
49

3. Penulis dan perawat dapat lebih meningkatkan kwalitas asuhan keperawatan


yang lebih baik untuk klien dan keluarga dalam memberikan pelayanan secara
komprehensif serta dapat bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
4. Perawat dan penulis dapat lebih meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
yang baik untuk klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Black, M. Joyce (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajement Klinik untuk


hasil yang diharapkan. Edisi:8 Buku:2, Jakarta: ELSEVIER.

Doenges, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa, I Made Kariasa,
Ni Made Sumawati. Edisi: 3, Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arief (2008). Buku Ajar Keperawatan klien dengan Gangguan Persarafan.
Jakarta: Salemba medika.

Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (Brahm


U. Pendit et.al, Penerjemah). Edisi 6. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzzane C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (AgungWaluyo, et.al, Penerjemah).Edisi 8. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi


NIC dan criteria hasil NOC (Widyawati et.al, Penerjemah).Edisi 7. Jakarta: EGC

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2013). Prevalensi Stroke Non


Hemoragik Di Indonesia. Diambil pada tanggal 8 Desember 2016 pukul 21:30 WIB
dari www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=414

Maranatha. (2002). Prevalensi Stroke Non Hemoragik menurut WHO 2012. Diambil
pada tanggal 20 Desember 2016 pukul 20.10 WIB dari
http://repository.maranatha.edu/2596/3/0910020_Chapter1.PDF

50

Anda mungkin juga menyukai