Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

H DENGAN

BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA DIRUANG

MAWAR RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA

Disusun oleh :

1. Dwi Meiyanti 16011


2. Eka Rahayu 16012
3. Gusti Nyoman Ardane 16015
4. Setyani Agustina 16039
5. Siti Balqis Ilyasa 16041

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI

JAKARTA

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. E dengan Benigna Prostat Hyperplasia
(BPH) di Ruang mawar Rumah Sakit Pelni Jakarta”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan,
tetapi berkat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ilmiah ini dapat di selesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. dr. Fathema Djan Rahmat.,Sp.B.,SpBTK(K).,MPH Direktur Utama Rumah


Sakit Pelni Jakarta
2. Ahmad Samdani.,SKM Ketua Yayasan Samudra APTA
3. Buntar Handayani M. Kep.,MM Direktur Akademi Keperawatan Pelni Jakarta
4. Ns. Kholilah, S.Kep Pembimbing Ruang Mawar RS.Pelni Jakarta
5. Ns. Weny, S.Kep Preseptorship Ruang Mawar RS. Pelni Jakara

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ilmiah ini, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki makalah
selanjutnya, atas bantuan dan bimbingan penulis ucapkan terima kasih.
Harapan kami semoga makalah ini bisa membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca khususnya bagi diri penulis sendiri.

Jakarta, Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A.Latar Belakang................................................................................................. 1
B.Tujuan ............................................................................................................... 3
1. Tujuan Umum.............................................................. .......................3
2. Tujuan Khusus.....................................................................................3
C.Ruang Lingkup ................................................................................................ 4
D.Metode Penulisan ............................................................................................ 4
E.Sistematika Penulisan ..................................................................................... 5
BAB II : TINJAUAN TEORI ...................................................................................... 7
A.Pengertian......................................................................................................... 7
B.Etiologi ............................................................................................................. 7
C.Patofisiologi ..................................................................................................... 7
D.Penatalaksanaan Medis................................................................................... 9
E.Pengkajian Keperawatan .............................................................................. 11
F.Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 13
G.Perencanaan Keperawatan ........................................................................... 13
H.Pelaksanaan Keperawatan ............................................................................ 15
I.Evaluasi Keperawatan .................................................................................... 16
BAB III : TINJAUAN KASUS ................................................................................. 18
A.Pengkajian Keperawatan .............................................................................. 18
B.Diagnose Keperawatan ................................................................................. 28
C.Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan ........................... 28
BAB IV : PEMBAHASAN ........................................................................................ 44
A.Pengkajian keperawatan ............................................................................... 44
B.Diagnosa Keperawatan ................................................................................. 45
C.Perencanaan Keperawatan ........................................................................... 46
D.Pelaksanaan Keperawatan ............................................................................ 48

ii
E.Evaluasi Keperawatan ................................................................................... 49
BAB V : PENUTUP .................................................................................................. 51
A.Kesimpulan .................................................................................................... 51
B.Saran................................................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 53

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beningn Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. Hiperplasia
Prostat Benigna adalah pembesaran progresif dan kelenjar (secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes Hal 71).
BPH merupakan penyakit yang biasa terjadi pada laki-laki usia lanjut, ditandai
dengan pertumbuhan yang sangat cepat pada epitel prostat dan daerah transisi
jaringan fibromuscular pada daerah periurethal yang bisa mengahalangi dan
mengakibatkan pengeluaran urine yang tertahan. Data prevelensi tentang BPH
secara mikroskopi dan anatomi sebesar 40% dan 90% terjadi pada rentang usia
50-60 tahun dan 80-90 tahun. (www.portalgaruda.org).
Menurut data WHO (2013), memperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif. Salah satunya adalah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak
19 %, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35 % kasus. Yang ditenukan
pada pria dengan usia lebih dari 65 tahun dan dilakukan pembedahan setiap
tahunya.
Di Amerika Serikat hampir 1/3 laki-laki berumur 40-79 tahun mempunyai gejala
traktus urinarius bagian bawah sedang sampai berat dengan penyebab utama
adalah BPH (Kidingallo dkk., 2011)
Di Indonesia BPH menjadi urutan ke dua setelah penyakit batu saluran kemih, dan
secara umum diperkirakan hampir 50% pria Indonesia menderita BPH jika dilihat
dari 200 juta lebih rakyat Indonesia maka dapat diperkirakan sekitar 2,5 juta pria
yang berumur lebih dari 60 tahun menderita BPH (Pumono,2008).

1
2

Data yang ditemukan penulis di Rumah Sakit Pelni Jakarta selama 3 bulan
terakhir ditemukan 25 pasien menderita BPH dan rata-rata berumur diatas 50
tahun. Angka kejadian Benigna Prostat Hiperplasia di Rumah Sakit Pelni
tergolong tinggi, serta penyakit ini perlu diwaspadai karena bila tidak segera
ditangani dapat menggangu sistem perkemihan, efek jangka panjang yang timbul
adalah retensi urine akut, refleks kandung kemih, hidroureter, dan urinari tract
infection. Disamping itu masih banyak orang yang belum mengetahui mengenai
seluk beluk BPH, penyebab BPH, tanda dan gejala BPH, dan cara perawatan pada
klien BPH.

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbilitas yang bermakna pada


populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang
bedah urologi. Benigna Prostat Hiperplasia merupakan salah satu masalah
kesehatan utama bagi pria diatas 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas
hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia
diantara 50 sampai 79 tahun mengalami Hiperplasia Prostat. Prefelensi yang pasti
di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan keputusan luar negri (Amerika
Serikat) diperkirakan sejak umur 50 tahun 17% penderita akan memerlukan
pengobatan untuk Hyperplasia. Yang jelas prevelensi sangat tergantung pada
golongan umur, pada usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50% dan pada usia
80 tahun sekitar 80% , 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala
dan tanda klinis. (Medinuks,2009)

Berdasarkan data diatas seiring dengan bertambahnya penderita Benigna Prostat


Hiperplasia (BPH) di dunia dan jika tidak ditangani segera daapat mengakibatkan
komplikasi lebih lanjut, komplikasi yang paling umum dari Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH) meliputi gagal ginjal dan jika tidak ditangani akan
menimbulkan kematian. Mengingat angka insiden dan komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari penyakit Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yang cukup tinggi
bahkan dapat menyebabkan kematian. Maka sebagai perawat yang mempunyai
peran untuk upaya-upaya pada aspek promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative. Dimana upaya promotif perawat dapat memberikan penyuluhan
kesehatan tentang penyakit Benigna Prostat Hiperplasia (BPH), upaya
3

preventative dengan cara mengajarkan pola hidup sehat, upaya kuratif yaitu
pemberian pengobatan secara tuntas, dan upaya rehabilitative dengan cara
menganjurkan kontrol secara teratur. Perawat hendaknya dapat menangani dan
membantu mengoptimalkan fungsi tubuh pada penderita Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan penyakit Benigna Prostat


Hiperplasia (BPH) memilki insiden yang cukup tinggi dan merupakan penyakit
yang jika tidak diatasi dengan baik dapat menimbulkan kematian. Maka penulis
tertarik untuk menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH) di Ruang Mawar Rumah Sakit Pelni Jakarta dengan
metode ilmiah secara komprehensif.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien Tn. E dengan Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH) di Ruang Mawar Dewasa Rumah Sakit PELNI Jakarta.

2. Tujuan Khusus
Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH), maka penulis diharapkan mampu:
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
Post Operasi TURP BPH.
b. Penulis mampu merumuskan prioritas diagnosa keperawatan pada klien
dengan Post Operasi TURP BPH.
c. Penulis mampu membuat intervensi keperawatan pada klien dengan Post
Operasi TURP BPH.
d. Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan pada klien dengan Post Operasi TURP BPH.
e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada pasien TURP BPH..
4

f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat pada asuhan keperawatan


pada klien TURP BPH.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusi/alternatif pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan
kasus.

C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi dengan mengambil satu kasus
yaitu “Asuhan keperawatan pada klien Tn. E dengan Benigna Prostat Hyperplasi
(BPH) di ruang Mawar Dewasa Rumah Sakit Pelni Jakarta” yang di laksanakan
dari tanggal 16 Desember 2018 sampai dengan 18 desember 2018.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostat
Hyperplasia yang dilakukan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data menganalisa data dan menarik kesimpulan yang dituangkan
dalam bentuk narasi. Adapun pengumpulan data melalui wawancara pada klien
dan keluarga, observasi, dan beberapa studi kasus dimana penulis mengambil satu
kasus untuk dikelola dengan menggunakan proses keperawatan secara langsung
melalui asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan , perencanaan keperawatan , pelaksanaan keperawatan dan evaluasi
keperawatan. Juga dengan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku
sumber yang berkaitan dengan judul makalah. Dan studi dokumentasi meliputi
mempelajari data-data dan status pasien atau hasil pemeriksaan medis serta hasil
laboratorium yang ada, data rekam medis, internet.
5

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 BAB yaitu BAB I Pendahuluan terdiri dari Latar
Belakang, Tujuan Penulisan, meliputi Tujuan Umum dan Tujuan Khusus, Ruang
Lingkup, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II Tinjauan Teori
terdiri dari Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Penatalaksanaan Medis,
Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan,
Pelaksanaan Keperawatan, dan Evaluasi Keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus
terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan. BAB IV Pembahasan terdiri dari
Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan,
Pelaksanaan Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan. Sedangkan BAB V
Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. (Nanda
NicNoc, 2015)

Benigna prostat hiperplasia (BPH) didefinisikan sebagai proliferasi dari sel


stromal pada prostat, yang menyebabkan pembesaran kelenjar tersebut.
Manifestasi BPH dapat berupa terganggunya aliran urin, sulit buang air kecil
(BAK), dan keinginan buang air kecil namun pancaran urin lemah. Filzha
Adelia dkk. 2013

Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah nama yang biasa digunakan untuk
kelainan jinak umum dari prostat, ketika meluas, mengaakibatkan berbagai
tingkat obstruksi saluran kemih, kadang-kadang membutuhkan intervensi
bedah. Istilah hyperplasia nodular, seperti yang di usulkan oleh moore dalam
studi klasiknya adalah sebutan yang lebih tepat. Penyakit ini merupakan
pembesaran nodular kelenjar yang disebabkan oleh hyperplasia dari kedua
kelenjar dan komponen stromanya (Rosai, 2014)

B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Dengan
bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron
estrogen karena produksi tesrosteron menurun dan terjadi konversi testosteron
menjadi esterogen pada jaringan adiposa Faktor usia pun mempengaruhi

6
7

terjadinya BPH dimana usia yang bertambah memacu pertumbuhan sel


stroma yang mengakibatkan prostat membesar. (Nanda nicnoc, 2015)

C. Patofisiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya benign prostatic hyperplasi
adalah hormone esterogen dan testosteron yang tidak seimbang, faktor usia
yang menyebabkan berpacunya pertumbuhan sel stroma, sel prostat umur
panjang sehingga sel yang mati berkurang, dan proliferasi abnormal sel stem
yang mengakibatkan produksi stroma dan epitel berlebihan. Itu semua
mengakibatkan sel prostat membesar yang dimana akan menimbulkan
penyempitan lumen ureter prostatika. Jika penyempitan lumen ureter
prostatika terjadi maka akan terjadi peningkatan resistensi leher vesika
urinaria dan daerah vesika urinaria, kerusakan mukosa urogenital, dan
penekanan serabut-serabut saraf sehingga pada kasus ini banyak pasien
mengeluh nyeri.

Pada peningkatan resistensi leher vesika urinaria ini mengakibatkan


peningkatan ketebalan otot destruksor (fase kompensasi) lalu terbentuknya
sakula/trabekula yang mengakibatkan kelemahan otot destruktor sehingga
terjadi penurunan kemampuan fungsi vesika urinaria dan menyebabkan residu
urin berlebih dan refluk urine sehingga terjadi hidronefrosis, dan dapat
diambil diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi ginjal.

Pada kerusakan mukosa urogenital dapat terjadi penurunan pertahanan tubuh


sehingga pertahanan tubuh menurun sehingga mengakibatkan rangsangan
syaraf diameter yang kecil dan resiko infeksi. Pada tindakan TURP
(Transurethral Prostatic Resection) dapat mengakibatkan iritasi mukosa
kandung kencing dan pemasangan folley cateter sehingga terjadi obstruksi
oleh jendolan darah post op dan mengakibatkan gangguan eliminasi urin.
8

Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala
BPH berganti-ganti dari waktu kewaktu dan mungkin dapat semakin parah,
menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan. Berbagai gejala dapat
dibagi dalam dua kategori: obstruktif (terjadi ketika faktor dinamik dan/atau
faktor statistic mengurangi pengosongan kandung kemih) dan iritatif (hasil
dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih). (Nanda
nicnoc, 2015)

Tanda dan Gejala yang sering terjadi gabungan dari hal-hal berikut dalam
derajat yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia, urgensia
(kebelet), inkontenensia, tersendat-sendat mengeluarkan tenaga untuk
mengalirkan kemih, rasa tidak lampias, inkontenensia, tersendat-sendat,
mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, inkontenensia overlow, dan
kemih yang menetes setelah berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat
teraba pada pemeriksaan abdomen, dan tekanan suprapubik pada kandung
kemih yang penuh akan menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat diraba
sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya kelenjar. (Price, Sylvia
Anderson, 2005)

Pada keparahan penyakit tingkat ringan kekhasan gejala dan tandanya ialah
asimtomatik, kecepatan urinary puncak <10 mL/s, volume urin residual >25-
50mL, peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin serum.

Komplikasi
Hiperplasi prostat dapat menyebabkan penyempitan lumen uretra posterior
yang menghambat aliran urin dan meningkatkan tekanan intra vesikal.
Produksi urin yang terus berlanjut dan buli-buli yang tidak mampu lagi
menampung urin mengakibatkan tekanan intravesika meningkat sehingga
dapt timbul hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal.
9

D. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup. Terapi
yang ditawarkan kepada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan
pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh
penyakitnya. (Ikatan Ahli Urolgi Indonesia)

1. Terapi konservatif
a. Farmakoterapi
Antagonis reseptor adrenergik-α bertujuan menghambat kontraksi otot
polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan
uretra. Sebelum pemberian antagonis adrenergik-α tidak perlu
memperhatikan ukuran prostat. (Marks, 2007)

Doksazosin dan terazosin yang pada mulanya adalah suatu obat


antihipertensi terbukti dapat memperbaiki gejala BPH dan menurunkan
tekanan darah pasien BPH dengan hipertensi. Sebanyak 5-20% pasien
mengeluh dizziness setelah pemberian doksazosin maupun terazosin,
<5% setelah pemberian tamsulosin, dan 3-10% setelah pemberian
plasebo. Hipotensi postural terjadi pada 2-8% setelah pemberian
doksazosin atau terazosin dan kurang lebih 1% setelah pemberian
tamsulosin atau plasebo (Lepor, 2007).

b. Non farmakoterapi: drainase (katerisasi) sesuai indikasi, termasuk


terapi watchful waiting. Pada observasi watchful waiting pasien tidak
mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai
sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya
jangan banyak minum dan tidak mengkonsumsi kopi atau alkohol
setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
menyebabkan iritasi buli-buli (kopi atau coklat), batasi penggunaan
obat influenza yang mengandung venilpropanolamin, kurangi makan
pedas dan asin, jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan,
pasien diminta untuk kontrol dengan ditanya dan diperiksa dengan
10

perubahan keluhan yang dirasakan, penilaian IPSS, pemeriksaan laju


pancaran urin, maupun volume residual urin. Jika keluhan mixi
bertambah jelek dari sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk
terapi yang lain. (Nanda Nicnoc, 2015)
2. Terapi operatif
a. Pembedahan: penyelesaian masalah klien hyperplasia prostat jangka
panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena
pemberian obat-obatan atau terapi non invasive lainnya membutuhkan
waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. Namun
pembedahan sendiri dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1) TURP (Transurethral Prostatic Resection): dilakukan transuretra
dengan menggunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah yang
akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
2) Elektrovaporisasi prostat: sama dengan TUR, hanya saja teknik
ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi
yang cukup kuat, sehingamampu membuat vaporisasi kelenjar
prostat.
3) Laser prostatektomi: pemakaian laser ternyata lebih sedikit
menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis,
penyembuhan lebih cepat, dan hasil yang sama.

b. Tindakan infasiv minimal


1) Termoterapi: pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi
915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antenna yang diletakkan
di dalam ureter
2) Transurethal needle ablation of the prostate teknik ini memakai
energy dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai
mencapai 100 C sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.
3) Stent: dipasangkan pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat.
11

4) High intensity focused ultrasound energy panas yang ditunjukkan


untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal dari gelombang
ultrasonografi.

E. Pengkajian Keperawatan
1. Sirkulasi: Peninggian TD (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi: Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine, keragu raguan
berkemih awal, ketiakmampuan mengosongakan kandung kemih dengan
lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih. Nokturia, Disuria, hematuria,
duduk untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batu (status urinaria).
Konstipasi. Masa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekan kandung kemih, hernia ingualis, hemoroid
(mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerluan
pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan).
3. Makanan/Cairan: Anoreksia, mual, muntah, penurunan badan
4. Nyeri/kenyamanan: Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam kuat
(pada prostatitis akut), nyeri punggung bawah.
5. Keamanan: Demam
6. Seksualitas: Masalah tentang kondisi atau terapi pada kemampuan seksual.
7. Penyuluhan/pembelajaran: Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit
ginjal. Penggunaan antihepertensi dan antidepresan, antibiotik urinaria
atau gen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/allergen obat
mengandung simpatomimetik.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : Warna kuning, cokelat gelap, merah gelap, atau terang
(berdarah) : penampilan keruh: pH 7 atau lebih besar (menunjukkan
infeksi); bakteri, SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis.
b. Kultur Urine : dapat menunjukkan stapylococus aureus, proteus,
klabsiella, pseudomonas, atau escherichia coli.
c. Sitologi Urine : untuk mengkesampingkan kanker kandung kemih.
d. BUN/kreatinin : meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi.
12

e. Asam fosfat serum/antigen khusus prostatik; peningkatan karena


pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat
(dapat mengidendikasi metastase tulang).
f. Sel darah putih : mungkin lebih besar dari 11:00 mengidendikasikan
infeksi bila pasien tidsk imunosupresi
g. Penentuan kecepatan aliran urine : mengkaji derajat obstruksi kandung
kemih. Intra venous pyelograpy (IVP) dengan film-pasca berkemih
menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih, dan adanya
pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan
abnormal otot kandung kemih.
h. Sistouretrografi berkemih: digunakan sebagai pengganti . Intra venous
pyelograpy (IVP) untuk memvisualisasikan kandung kemih dan uretra
karena ini menggunakan bahan kontras lokal.
i. Sistogram : mengukur tekanan dan volume dalam kandungan kemih
untuk mengidentifikasi disfungsi yang tak berhbungan dengan BPH.
j. Sistouretroskopi :untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat
dan perubahan dinding kandung kemih (kontraindikasi pada adanya
ISK akut sehubungan dengan resiko dan sepsis gram negatif)
k. Sistometri : Mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
l. Ultrasound transrektal : mengukur ukuran prostat jumlah residu urine;
melokalisasi lesi dengan yang tidak berhubungan dengan BPH.
m. Tes diagnostik yang dipakai termasuk USG abdominal utuk melihat
hidronefrosis atau massa ginjal dan untuk menghitung volume sisa
urine setelah berkemih dan ukuran prostat. Kistoskopi dilakukan
untuk menyingkirkan adanya divertikula kandung kemih, batu dan
tumor. pengukuran angka aliran urine dan uretrogram retograd juga
dapat dilakukan.
13

F. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi sekunder pada TURP
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder
dari TURP
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping
pembedahan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan efek dari
prosedur pembedahan
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi

G. Perencanaan Keperawatan
1. Dx: Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi sekunder pada TURP
Tujuan : diharapkan klien dapat mengontrol nyeri
Kriteria hasil : nyeri hilang, tampak rileks, mampu tidur.
Intervensi :
a. Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas (skala 5-6).
b. Berikan teknik relaksasi
c. Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen
d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
e. Kolaborasikan dengan tim dokter dalam pemberian obat analgetik

2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari


TURP
Tujuan: diharapkan klien menunjukan kontinensia urine.
Kriteria hasil: eliminasi urine tidak terganggu, klien berkemih tanparetensi,
tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancer lewat kateter.
Intervensi:
a. Kaji output urine dan karakteristiknya
b. Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volumedan
warna
14

c. Pertahankan irigasi urine


d. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemi, ketidakmampuan
berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.

3. Dx: Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping


pembedahan
Tujuan: diharapkan pasien perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil: tidak ada hematuria dan hematemesis, tidak ada ditensi
abdominal, hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal
Intervensi:
a. Monitor tanda-tanda perdarahan
b. Monitor tanda – tanda vital
c. Monitor haluaran Warna urine
d. Monitor cairan intake output
e. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk
memudahkan defekasi.
f. Kolaborasikan dengan tim dokter dalam pemberian koagulan

4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan efek dari prosedur


pembedahan
Tujuan: diharapkan infeksi dapat dicegah dan klien dapat meningkatkan
pertahanan tubuh
Kriteria hasil: Klien tidak mengalami infeksi, jumlah leukosit dalam batas
normal, menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi
Intervensi:
a. Ajarkan teknik cuci tangan
b. Kaji tanda-tanda infeksi
c. Berikan perawatan cateter
d. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
e. Kolaborasikan dalam pemberian antibiotik
15

5. Dx: Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber


informasi
Tujuan : mendapatkan informasi yang jelas
Kriteria hasil : menyatakan pemahaman proses penyakit, mlakukan
perubahan pola hidu, berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
a. Kaji ulang prose penyakit, pengalaman klien.
b. Dorong menyatakan rasa takut, perasaan dan perhatian.
c. Berikan bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
d. Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi/alcohol
e. Bicarakan masalah seksual, selama episode akut prostatits
f. Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi

H. Pelaksanaan Keperawatan
Pengertian Pelaksanaan adalah tahap dalam proses keperawatan berdasarkan
masalah aktual dari klien (Nursalam, 2001 hal 113). Tahap tindakan
keperawatan pelaksanaan meliputi:
1. Tahap persiapan
a. Review tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap
perencanaan
b. Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang
diperlukan
c. Mengetahui komplikasi dan tindakan keperawatan yang timbul
d. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai tindakan yang
dilaksanakan
f. Mengidentifikasikan aspek hukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan
16

2. Tahap intervensi
a. Independen adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa
petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b. Interdependen adalah suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja
sama dengan tenaga kesehatan Lainnya, misalnya, tenaga sosial, ahli
gizi, dan dokter.
c. Dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan tersebut, menandakan suatu cara tindakan medis
dilakukan.
d. Tahap Dokumentasi, pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti
oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian
dalam proses keperawatan. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus
diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu
kejadian dalam prosess keperawatan ada 3 tipe system pencatatan
yang digunakan pada dokumentasi yaitu :
1) Source Oriented Record (SOR)
2) Problem Oriented Record (POR)
3) Computer Assiated Recrd (CAR)

I. Evaluasi Keperawatan
Pengertian Evaluasi adalah suatu tindakan fase pengkajian proses
keperawatan, menilai keefektifan tindakan keperawatan, dan mengidentifikasi
kemajuan klien terhadap tujuan pencapaian. Evaluasi merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperwatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai.

Tujuan evaluasi adalah utuk melihat kemampuan klien dalam mencapai


tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klienterhadap tindakana keperawatan ynag telah dibrikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
17

1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan


yang ditetapkan)
2. Memodifiksi rencana tindakan keperawatan (klien mejalani kesulitan
untuk mencapi tujuan)
3. Menerukan rencaan tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu
yang lebih lama dalam mencpai tujuan)

Proses evaluasi
1. Formatif: Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan
dari hasil kualitas tindakana keperawatan dilaksanakan untuk mebantu
keefektifan terhadap tindakan. Metode pengumpulan data dalam evaluasi,
promotif terdiri dari analisa recana tindakan keperawatan, open chart ,
pertemuan kelompok interview, dan observasi dengan klien
menggunakan formulir evaluasi
2. Sumatif: fokus evaluasi adalah perubahan prilaku atas status kesehatan
klien pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna. Adapun
metode pelaksanaan evaluasi sumatif terdiri closed chart audit, interview
akhir pelayanan, pertemuan akhir pelayanan, dan pertanyaan kepada
klien dan keluarga.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
Pada bab ini penulis akan menguraikan asuhan keperawatan pada Tn. E
dengan diagnose benigna prostat hiperplasia diruang Mawar RS Pelni Jakarta
Barat yang dilaksanakan selama 3 hari mulai hari senin tanggal 16 Desember
2018 – 18 Desember 2018.

1. Identitas Klien

Tn. H usia 68 tahun masuk ke rumah sakit Pelni Jakarta pada tanggal 14
desember 2018 diruang Mawar bed 7A No Register 425137 dengan
Diagnosa Medis Benigna Prostat Hyperplasia (BPH). Status klien
menikah , agama islam , suku bangsa betawi , pendidikan SMU , bahasa
yang digunakan Bahasa Indonesia , pekerjaan wiraswasta , Alamat
Taman Kedoya Baru A2 No 23 Rt 001 Rw 004 Kel Kedoya Selatan Kec
Kebon Jeruk Jakarta Barat . Sumber biaya BPJS-JKN. Sumber informasi
dari klien.

2. Resume

Tn.H datang ke IGD RS Pelni Jakarta pada tanggal 14 Desember 2018


pada pukul 07.00 wib di antar oleh anaknya, klien mendapatkan ruangan
Mawar pada pukul 15.50 WIB sampai ruang rawat inap klien di
dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri saat berkemih dan sering
berkemih pada malam hari rasa tidak puas atau tidak lampias saat
berkemih, klien mempunyai riwayat BPH sudah 4 tahun lalu dan sempat
masuk rumah sakit. Nyeri abdomen skala 4, TTV Td : 130/80 mmhg
S:37,2oC, N : 90x/m, RR : 18x/m, di temukan masalah nyeri dan
gangguan eliminasi urine. Dilakukan tindakkan mandiri perawat yaitu,
mengatur posisi semi fowler dan mengajarkan teknik

18
19

Relaksasi Serta memberikan kompres hangat pada perut bagian bawah.


Dan dilakukan tindakan kolaborasi pemasangan infus RL 14 tpm atau 12
jam perkolf, terpasang kateter no 18. Pada tanggal 14 desember2018
Pukul 15:00 melakukan EKG, pengambilan sampel darah, golongan
darah, dan pemeriksaan hb, natrium, kreatinin dengan hasil golongan
darah O, HB 12,7 g/dl ( 13,5-18), Natrium 141 mmol/L ( 134-146
mmol/L), kalium 4.2 mmol/L ( 3.4 – 4.5 mmol/L ), clorida 104 mmol/L (
96 – 108 mmol/L ) dan pemeriksaan GDS 106 g/dl. Dan dilakukan
pemeriksaan USG Abdomen kesan prostat membesar ringan, gambaran
USG Ginjal saat ini dalam batas normal.

Pada tanggal 16 Desember 2018 pukul 09.00 WIB klien dibawa ke kamar
bedah untuk menjalani operasi TURP. Setelah menjalani operasi TURP
pada tanggal 16 Desember 2018 pukul 15.00 WIB klien dipindahkan ke
ruang ICU untuk mestabilkan kondisi klien dengan TD: 130/80 mmHg,
N: 92x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,2oC. Ditemukan masalah
keperawatan yaitu pola nafas tidak efektif, di ICU di lakuakan tindakan
keperawatan mandiri yaitu memberikan posisi nyaman semi fowler dan
tindakan kalaborasi yaitu pemberian O2 3 Lpm. Pada tanggal 17 pukul
11:00 WIB klien tamapak sudah tidak sesak dan tidak lemas klien di
pindahkan di ruang Mawar pada pukul 13.00 WIB. pada tanggal 17
Desember 2018 dilakuakan pemeriksaan Labarotorium darah perifer
Hasil Lab DPL Hemoglobin : 11,7, g/dl Leukosit : 4,50 10^3/ul,
Trombosit : 136 10^3/ul, Hematokrit : 35,9 %, Hemostasis BT : 1,45
menit, CT : 4,00 menit, PT : 11,5 detik. Kimia klinik GDS : 106 mg/dl
Reduksi (-). Fungsi ginjal Ureum : 39 mg/dl Creatinin : 1,3 mg/dl, egfr :
55ml/menit/1.73m2, Elektrolit Na : 146 mmol/L, K : 4,0 mmol/L, Cl :
105 mmol/L, Ca : 9,7 mg/dl, Magnesium : 1,8 mg/Dl. Observasi klien
sudah tidak sesak RR : 20x/menit.
20

3. Riwayat Keperawatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


Riwayat kesehatan sekarang keluhan utama buang air kecil tidak
lampias, sering buang air kecil pada malam hari, nyeri bagian perut
bawah nyeri bertambah ketika buang air kecil dan berkurang setelah
buang air kecil, selesai faktor pencetusnya adalah ketika buang air
kecil timbulnya keluhan mendadak lamanya kurang lebih 2 menit
dan upaya mengatasinya adalah tarik napas panjang atau tahan
napas.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Riwayat alergi tidak ada, riwayat pemakaian obat klien tidak
meminum obat apapun. Riwayat kesehatan keluarga ( genogram dan
keterangan 3 generasi dari klien )

68 thn

: Laki – laki : Garis Perkawinan


: Perempuan : Garis Keturunan
: Klien : Tinggal Serumah
: Laki-laki Meninggal : Perempuan Meninggal
21

Tn. H anak pertama dari dua bersaudara, ayahnya meninggal sejak Tn. H
usia 3 tahun karena sakit. Klien tinggal bersama dengan istri dan anaknya.
Orang terdekat klien adalah istrinya Keluarga atau orang yang disekitar
klien tidak ada yang mempunyai penyakit yang menjadi faktor resiko. Pola
komunikasi verbal, pembuatan keputusan dengan musyawarah, dan
kegiatan kemasyarakatan klien yaitu mengikuti siskamling dan pengajian.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga yaitu keluarga khawatir dengan
penyakit yang di derita oleh klien dan masalah yang mempengaruhi klien
yaitu klien cemas terhadap penyakitnya karena penyakitnya kambuh lagi.
Mekanisme koping terhadap stress adalah tidur dan berbincang bincang .
Hal yang sangat dipikirkan klien saat ini yaitu takut penyakitnya kambuh
lagi, harapan setelah menjalani perawatan yaitu penyakitnya tidak kambuh
lagi, dan perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit yaitu klien tidak
dapat beraktivitas normal. System nilai kepercayaan : tidak ada nilai-nilai
yang bertentangan dengan kesehatan dan klien melakukan sembahyang ke
gereja setiap minggu untuk aktivitas agama yang dilakukan. Kondisi
lingkungan rumah klien bersih.

4. Pengkajian fisik pada tanggal 16 desember 2018 pukul 11.00 WIB

Pemeriksaan fisik umum BB : 65 kg TB : 165 cm, keadaan umum


sedang, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

System penglihatan : posisi mata simetris, tidak ada kelainan pada otot
mata, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva
anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil isokor, fungsi penglihatan
baik, tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada pemakaian kacamata, dan
tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap cahaya baik.

System pendengaran : daun telinga normal, karakteristik serumen warna


kuning dan tidak berbau, kondisi telinga tengah normal, tidak da cairan
22

dari telinga, fungsi pendengaran normal, tidak ada gangguan


keseimbangan, tidak ada pemakaian alat bantu. System wicara normal.

System pernafasan : jalan nafas bersih, pernafasan tidak sesak, tidak


menggunakan otot bantu pernafasan, frekuensi 18x/menit, irama teratur,
jenis pernafasan spontan, kedalaman dalam, tidak ada batuk, tidak ada
sputum, palpasi dada simetris, perkusi dada timpani, suara nafas
vesikuler, tidak nyeri saat bernafas, dan tidak ada penggunaan alat bantu
nafas.

System kardiovaskuler : sirkulasi peripher : Nadi 84x/mnt, irama teratur,


denyut nadi kuat, tekanan darah : 130/80 mmHg, tidak ada distensi vena
jugularis, temperature kulit hangat, warna kulit pucat, pengisisan kapiler
2 detik, tidak ada edema. Sirkulasi jantung : kecepatan denyut apical :
90x/menit, irama teratur, tidak ada kelainan bunyi jantung, tidak ada
nyeri dada.

System hematologi : warna kulit pucat dan urine berwarna merah.

System syaraf pusat : keluhan sakit kepala tidak ada, tingkat keasadaran
compos mentis, Glassglow Coma Scale (GCS) : E : 4 M : 6 V : 5, tidak
ada tanda-tanda peningkatan TIK, klien tidak terjadi gangguan system
persyarafan. Pemeriksaan reflek : reflek fisiologis normal dan tidak
mengalami reflek patologis.

System pencernaan : keadaan mulut tidak ada gigi caries, tidak


menggunakan gigi palsu, terdapat stomatitis, selera makan kurang karena
perut terasa begah dan kembung, tidak ada pantangan makanan, mual
ada, muntah tidak ada, terdapat nyeri pada simpisis pubis (skala 4) lokasi
dan karakteristik nyeri dibagian setempat, hepar tak teraba, terdapat
distensi pada abdomen, lingkar abdomen : 120 cm, tidak terpasang NGT,
dan pola kebiasaan makan dirumah 3x1 hari (pagi, siang, dan malam).
23

System eliminasi : bising usus 10 x/menit, tidak terjadi diare, tidak


terjadi konstipasi, tidak mengguanakan laxative, pola BAB dirumah 1x 1
hari.

System endokrin : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak


berbau keton, tidak terjadi poli uri, poli dipsi, poli phagi, dan tidak ada
luka gangrene.

System urogenital : balance cairan 24 jam, intake 1.610 ml (spoeling :


0.oral : 700 ml, parenteral : 910 ml), output : 9650 ml (urine : 1.000 ml,
IWL : 650 ml, spoeling : 0 ml) balance cairan –+10. perubahan pola
kemih terjadi retensi, BAK warna kuning kemerahan, terjadi ketegangan
kandung kemih, keluhan sakit pinggang (skala 4), klien terpasang kateter
sudah 3 hari.

System integumen : turgor kulit elastic, temperature kulit hangat, warna


kulit pucat, keadaan kulit baik, tidak ada kelainan kulit, tidak ada tanda-
tanda phlebitis pada daerah pemasangan infuse, tekstur dan kebersihan
rambut baik, dan pola kebiasaan personal hygiene dirumah mandi 2x
sehari.

System musculoskeletal : klien kesulitan dalam pergerakan, tidak ada


sakit pada tulang, sendi, dan kulit, tidak ada kelainan bentuk tulang sendi,
tidak ada kelaianan tulang belakang, keadaan tonus otot baik, kekuatan
otot :

5555 5555

5555 5555

Data Tambahan (pemahaman tentang penyakit) :


Klien mengatakan klien kurang mengerti tentang penyakitnya dan tidak
mengetahui cara perawatan.
24

5. Data Penunjang ( pemeriksaan diagnostic yang menunjang masalah : Lab,


Radiologi, Endoskopi, dll) :

Hasil Lab dan USG Abdomen pada tanggal 15 Desember 2018


dilakukan pemeriksaan USG Abdomen kesan prostat membesar ringan,
gambaran USG Ginjal saat ini dalam batas normal.dan pemerikasaan dpl
tanggal 14 desember 2018 HB 12,7 g/dl ( 13,5-18), Natrium 141
mmol/L ( 134-146 mmol/L), kalium 4.2 mmol/L ( 3.4 – 4.5 mmol/L ),
clorida 104 mmol/L ( 96 – 108 mmol/L ) Hemostasis BT : 1,45 menit,
CT : 4,00 menit, PT : 11,5 detik
Hasil Lab pada tanggal 16 desember2018
Hemoglobin : 12,3, g/dl, Leukosit : 4,50 10^3/ul, Trombosit : 136
10^3/ul, Hematokrit : 35,9 %, Kimia klinik GDS : 106 mg/dl Reduksi (-
). Fungsi ginjal Ureum : 39 mg/dl Creatinin : 1,3 mg/dl, egfr :
55ml/menit/1.73m2, Elektrolit Na : 146 mmol/L, K : 4,0 mmol/L, Cl :
105 mmol/L, Ca : 9,7 mg/dl, Magnesium : 1,8 mg/Dl

Penalatalaksanaan (Therapi) :
a. Terapi Obat :
1) Terapi Oral
a) Capsul campur 2x150,2mg (harnal 0,2mg, urogetik 100mg,
urotractin 50mg) (pukul 06.00, 18.00)
b) Ciprofloxacin 3x250mg (06.00, 14.00, 22.00)
2) Terapi Parenteral :
a) Vitamin K 2x10 mg/ml (Pukul 06:00, 18:00),
b) Asam traneksamat 3x500 mg (Pukul 06:00, 14:00, 22.00),
c) Ranitidin 2x25 mg (Pukul 07:00 dan pukul 16:00),
d) Ketorolac 2x30 mg/ml di oplos dengan Nacl 0,9% sebanyak
10ml (Pukul 07:00, 16:00),
e) Metronidazole 3x5 mg/ml (Pukul 07:00, 16:00, 22:00),
f) Ceftriaxone 1x2000mg di oplos dengan Nacl 0,9% 100ml
diberikan melalui drip IV (07.00).
25

g) Ciran infus RL 24jam/kolf (7 tetes per menit)


b. Diet : Tim 1700 Kkal Non DM Lpc ppsg/melon.

6. Data Fokus

Data Subjektif :

klien mengatakan perutnya begah dan kembung, klien mengatakan mual


namun tidak muntah, klien mengatakan buang air kecil tidak puas atau
tidak lampias, klien mengatakan cemas tentang penyakitnya karena
sering berobat tapi tidak kunjung sembuh, klien mengatakan tidak tahu
mengapa penyakitnya kambuh lagi, klien mengatakan tidak tahun tentang
cara petawatan sesudah operasai prostat, klien mengatakan lemas, Kien
mengatakan sudah pernah masuk rumah sakit karna penyakit yang sama,
klien mengatakan takut penyakitnya kambuh lagi meski sudah di lakukan
pembedahan. Klien mengatakan nyeri perut bagian bawah post operasi,
klen mengatakan nyeri seperti di tusuk - tusuk, klien mengatakan tidak
bisa tidur karena nyeri, nyeri pinggang saat digerakan, hilang timbul-
timbul,

Data Objektif :
Kesadaran composmentis, wajah klien tampak meringis kesakitan, perut
bagian bawah klien tegang, TD 130/80mmHg, N 84x/menit, RR
18x/menit, S 37,2C, skala nyeri 4, makan habis setengah porsi, setelah
post op TURP terpasang dower kateter cabang 3 : intake 9.610 ml
(spoeling : 8000ml, oral : 700 ml, parenteral : 910 ml), output : 9650 ml
(urine : 1.000 ml, IWL : 650 ml, spoeling : 8000 ml). Makan habis ¼
porsi. Adl dibantu sebagian. Klien tampak cemas.
26

7. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


1. DS: Klien mengatakan nyeri perut
bagian bawah post operasi, klien
mengatakan tidak bisa tidur karna
nyeri, nyeri pinggang saat digerakan, Nyeri (akut) Insisi sekunder
hilang timbul-timbul. pada TURP
P : nyeri post TURP, nyeri
berkurang setelah melakukan teknik
relaksasi dan posisi
Q : nyeri seperti kram
R : nyeri tidak menyebar, nyeri
menetap pada simpisis pubis
S : skala nyeri 4
T : nyeri timbul saat melakukan
kegiatan

DO: kesadaran composmentis,


wajah klie tampak meringis
kesakitan, perut bagian bawah klien
tegang, RR 18x/menit, warna urin
kuning kemerahan, TD
130/80mmHg, N 84x/menit, RR
18x/menit, S 37,2C, skala nyeri 4.
27

2 DS: klien mengatakan buang air


kecil tidak terasa

DO: keadaan composmentis, perut Pasca obstruksi


bagian bawah tegang, terpasang dcat dieresis dari
cab 3 spoel drip nacl 0,9% menetes Perubahan drainase cepat
lancar, Pemasukan : intake 9.610 ml eliminasi urine kandung kemih
(spoeling : 8000ml, oral : 700 ml,
parenteral : 910 ml), output : 9650
ml (urine : 1.000 ml, IWL : 650 ml,
spoeling : 8000 ml).
3 DS : Klien mengatakan nyeri, klien Resiko Infeksi kerusakan
mengatakan tidak nyaman terpasang jaringan efek
kateter, klien mengatakan badannya dari prosedur
lemas pembedahan
DO : warna urin kuning kemerahan,
TD 130/80mmHg, N 84x/menit, RR
18x/menit, S 37,2C, skala nyeri 4,
Leukosit : 4,50 10^3/ul. Terdapat
luka akibat proses oprasi, terpasang
kateter cabang 3, terpasang infus rl
per 21 jam
4 DS: klien mengatakan tidak nafsu Resiko Nutrisi Intake inadekuat
makan karena mual, klien kurang dari
mengatakan perutnya kembung dan kebutuhan tubuh
begah.
DO: makan habis 1/4 porsi, klien
tampak mual dan lemas. Hb 12,3
g/dl BB: 65 kg
28

5 DS: klien mengatakan lemas, klien Intoleransi Kelemahan fisik


mengatakan belum mampu untuk ke aktivitas
kamar mandi sendiri.

DO: adl dibantu sebagian, TD


130/80mmHg, N 84x/menit, RR
18x/menit, S 37,2C, skala nyeri 4,

B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder pada TURP
2. Perubahan eliminasi urine b/d Pasca obstruksi dieresis dari drainase cepat
kandung kemih
3. Resiko Infeksi b/d kerusakan jaringan efek dari prosedur pembedahan
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik

C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan


1. Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder pada TURP
DS: Klien mengatakan nyeri perut bagian bawah post operasi, klien
mengatakan tidak bisa tidur karna nyeri, nyeri pinggang saat digerakan,
hilang timbul, P : nyeri post TURP, nyeri berkurang setelah melakukan
teknik relaksasi dan posisi Q : nyeri seperti kram R : nyeri tidak
menyebar, nyeri menetap pada simpisis pubis S : skala nyeri 4 T : nyeri
timbul saat melakukan kegiatan
DO: kesadaran composmentis, wajah klie tampak meringis kesakitan,
perut bagian bawah klien tegang, RR 18x/menit, warna urin kuning
kemerahan, TD 130/80mmHg, N 84x/menit, RR 18x/menit, S 37,2C,
skala nyeri 4.
29

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam


nyeri berkurang atau tidak ada
KH : klien mengatakan tidak nyeri, klien tampak rileks, klien bisa tidur
dengan nyenyak, skala nyeri 0-1

Rencana tindakan:
1. Ukur tanda – tanda vital tiap 6 jam ( pkl. 05, 11, 16, 23 )
2. Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas (skala 5-6).
3. Berikan teknik relaksasi
4. Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
5. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
6. Berikan obat analgetik sesuai indikasi (keterolac 2x30mg/ml)

Pelaksanaan
Minggu 16 Desember 2018

Pukul 07.00 memberikan obat pagi ketorolac 30 mg dengan hasil obat


masuk dengan lancar, pasien tampak rileks, skala nyeri 3 Pukul 07.45
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan hasil klien tampak
rileks. Pukul 11.00 mengukur TTV hasil TD 130/80 mmHg, nadi : 82
x/mnt, RR : 18 x/mnt, suhu : 37,4◦C, skala nyeri 4. Pukul 10.00
mengajarkan teknik relaksasi dengan hasil klien tampak mampu mengikuti
yang di ajarkan perawat. Pukul 14.00 mengkaji nyeri, lokasi dan intensitas
hasil nyeri pada simpisis pubis lamanya 2 menit skala nyeri 3. Pukul 15:
00 memberikan posisi nyaman pada pasien dengan hasil pasien nyaman
dengan posisi semi fowler. Pukul 16.00 memberikan obat ketorolac 30mg
dalam 10cc Nacl0,9% melalui intravena . Pukul 16.15 mengukur tanda-
tanda vital hasil TD 121/63 mmHg N 84X/m RR 19x/m S 37.1oC skala
nyeri 3. Pukul 17.30 Mengobsevasi keadaan klien pasien tampak rileks,
skala nyeri berkurang.

Senin, 17 desember 2018


30

Pukul 05.00 mengukur tanda–tanda vital hasil TD 120/70 mmHg N 84x/m


RR 19x/m S 37.4 x/m. Pukul 06.00 membantu adl klien hasil pasien
tampak lebih nyaman. Pukul 11.00 mengukur tanda-tanda vital hasil
120/80 mmHg N 76x/m RR 18x/m S 37.6x/m. Pukul 11.10 memberikan
obat ketorolac 30 mg dalam 10cc NaCl0,9% melalui ntravena, pasien
tampak rileks, skala nyeri 3. Pukul 14.00 mengkaji nyeri, lokasi dan
intensitas hasil nyeri pada simpisis pubis lamanya 1 menit skala nyeri 2 .
pukul 15.00 memberikan posisi semifowler hasil pasien merasa lebih
nyaman. Pukul 16.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 140/74 N
89x/m RR 18x/m S 36.4oC SN 3. Pukul 19.00 mengukur tanda-tanda vital
TD 120/80 mmHg N 85x/m RR 19x/m S 36.9o C. Pukul 22.45 TD 109/53
mmHg N 66x/m RR 19x/m S 36.9oC SN 2. Pukul 23.00 mengoservasi
keadaan klien dengan hasil klien mengatakan nyeri sudah berkurang dan
sudah bisa tidur.

Selasa 18 Desember 2018

Pukul 06.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 109/63 mmHg N 66x/m


RR 19x/m S 36.9oC SN 2. Pukul 07.00 membantu adl klien hasil klien
tampak lebih nyaman. Pukul 07.10 memberikan obat pagi ketorolac 30 mg
dengan hasil obat masuk dengan lancar, pasien tampak rileks. Pukul 08.00
mengobservasi keadaan bladder klien dengan hasil perut bagian bawah
sudah tidak tegang dan klien mengatakan nyeri sudah tidak nyeri. Pukul
09.00 mempersiapkan pasien pulang.

Evaluasi :

Minggu 16 Desember 2018 pukul 12.00 WIB

S : klien mengatakan masih nyeri pada bagian perut bagian bawah, dan
nyeri pada ujung penis muncul saat bergerak dan pada bagain dalam penis.

O : klien tampak meringis, TD 130/80 mmHg, nadi : 82 x/mnt, RR : 18


x/mnt, suhu : 37,4◦C, skala nyeri 4.obat ketorolac diberikan
31

A : Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

Mandiri :

1. Ukur tanda – tanda vital tiap 6 jam ( pkl. 05, 11, 16, 23 )
2. Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas (skala 5-6).
3. Berikan teknik relaksasi
4. Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
5. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
6. Berikan obat analgetik sesuai indikasi (keterolac 2x30mg/ml)

Senin 17 Desember 2018 pukul 15.30 WIB

S : klien mengatakan masih nyeri pada saat duduk dan nyeri pada bagian
ujung penis saat bergerak

O : klien tampak meringis dan gelisah. TD 140/74 N 89x/m RR 18x/m S


36.4o C Skala nyeri 3

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

Mandiri :

1. Ukur tanda – tanda vital tiap 6 jam ( pkl. 05, 11, 16, 23 )
2. Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas (skala 5-6).
3. Berikan teknik relaksasi
4. Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
5. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
6. Berikan obat analgetik sesuai indikasi (keterolac 2x30mg/ml)

Selasa , 18 Desember 2018 pukul 13.00 WIB


32

S : klien mengatakan nyeri sudah tidak nyeri

O : klien tampak rileks TTV dengan hasil TD 109/53 mmHg N 66x/m RR


19x/m S 36.9oC SN 1

A : Masalah teratasi

P : Intervensi di hentikan

2. Perubahan eliminasi urine b/d Pasca obstruksi dieresis dari drainase cepat
kandung kemih yang terlalu distensi secara kronik
DS: klien mengatakan buang air kecil tidak puas atau tidak lampias
DO: keadaan composmentis, perut bagian bawah tegang, terpasang dcat
cab 3 spoel drip nacl 0,9% menetes lancar, Pemasukan : intake 9.610 ml
(spoeling : 8000ml, oral : 700 ml, parenteral : 910 ml), output : 9650 ml
(urine : 1.000 ml, IWL : 650 ml, spoeling : 8000 ml).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
klien menunjukan kontinensia urine.
KH : eliminasi urine tidak terganggu, klien berkemih tanparetensi,
tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancer lewat kateter.
Rencana Tindakan
1. Kaji output urine dan karakteristiknya
2. Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna
3. Pertahankan irigasi urine
4. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemi, ketidakmampuan
berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.
5. Berikan obat sesuai indikasi Capsul campur 2x150,2mg (harnal
0,2mg, urogetik 100mg, urotractin 50mg) (pukul 06.00, 18.00)

Pelaksanaan
Minggu 16 desember 2018 pukul 14.00
33

Pukul 06.00 memberikan obat pagi Capsul campur 150,2mg (harnal 0,2
mg, urogetik 100 mg, urotractik 50 mg) , pasien tampak rileks, skala nyeri
3 Pukul 10.55 mengkaji intake dan output hasil minum 300 cc, infus 430
cc urine 800 cc. Pukul 13.00 memantau eliminasi urine hasil urine
berwarna kuning kemerahan berbau khas. Pukul 15.00 mengkaji keluhan
rasa penuh pada kandung kemih hasil urine keluar dengan lancar 1100 cc.
pukul 15.05. pukul 16.20 memantau eliminasi urine hasil urine tampak
kekuningan. Pukul 18.00 memberikan obat Capsul campur 150,2mg
(harnal 0,2 mg, urogetik 100 mg, urotractik 50 mg). Pukul 22.00 Capsul
campur 150,2mg (harnal 0,2 mg, urogetik 100 mg, urotractik 50 mg),
pasien tampak rileks, skala nyeri berkurang. Mengukur UMU klien
pemasukan : minum : 900cc+250cc+200cc (spoling 8000cc) = 1350cc.
output: urine : 800+1100 (spoling 8000cc) = 1900 cc IWL 550 cc blace
cairan 1350 cc -1900cc : 550cc ( dalam 24 jam )

Senin, 17 Desember 2018


Pukul 05.00 memantau eliminasi urine hasil urine berwarna keruh 1000cc.
Pukul 11.00 memberikan obat Capsul campur 150,2mg(harnal 0,2 mg,
urogetik 100 mg, urotractik 50 mg), pasien tampak rileks, skala nyeri 3. .
pukul 15.00 mengkaji keluhan rasa penuh pada kandung kemih hasil urine
keluar dengan lancar. Pukul 15.20 mempertahankan irigasi urine hasil
spoeling masuk 500 cc warna urine kuning keruh. Pukul 16.15 memantau
eliminasi urine hasil 1000cc. pukul 18.00 memberikan obat Capsul campur
150,2mg (harnal 0,2 mg, urogetik 100 mg, urotractik 50 mg). Pukul 22.00
memberikan obat Capsul campur 150,2mg dengan hasil obat masuk
dengan lancar, pasien tampak rileks. Mengukur UMU klien hasil intake
minum 880 cc, infus 550 cc spoeling : 5000cc, output 1300cc, IWL 550
cc. Blance cairan intike : 1430 ourtput total 1850 c, 1430 – 1850 : -420 cc

Selasa, 18 Desember 2018


Pukul 06.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 109/63 mmHg N 66x/m
RR 19x/m S 36.9oC . Pukul 06.10 memberikan obat pagi Capsul campur
34

150,2mg dengan hasil obat masuk dengan lancar pasien tampak rileks.
Pukul 07.00 mengkaji intake dan output hasil infus 250cc spoeling 500cc
urine 1000c. Pukul 08.30 melepakan kateter dengan hasil klien sudah
mampu BAK secara sadar dan terkontrol.

Evaluasi
Minggu 16 desember 2018 pukul 17.00

S : klien mengatakan masih terasa nyeri, kencin tiak berasa, keiginan


minum kurang

O : urine bewarna kuning kemerahan, TD 130/80 mmHg, nadi : 82 x/mnt,


RR : 18 x/mnt, suhu : 37,4◦C, skala nyeri 4. nyeri pada simpisis pubis
lamanya 2 menit skala nyeri 3. UMU klien pemasukan : minum :
900cc+250cc+200cc (spoling 8000cc) = 1350cc. output: urine :
800+1100 (spoling 8000cc) = 1900 cc IWL 550 cc blace cairan 1350
cc -1900cc : -550cc ( dalam 24 jam )

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

Mandiri :

1. Kaji output urine dan karakteristiknya


2. Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna
3. Pertahankan irigasi urine
4. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemi, ketidakmampuan
berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.
5. Berikan obat sesuai indikasi Capsul campur 2x150,2mg (harnal
0,2mg, urogetik 100mg, urotractin 50mg) (pukul 06.00, 18.00)

Senin 17 desember pukul 17.30


S : klien mengatakan minum sedikit, merasa selalu haus
35

O : TD 140/74 N 89x/m RR 18x/m S 36.4oC SN 3. nyeri pada simpisis


pubis lamanya 2 menit skala nyeri 3. UMU klien hasil intake minum
minum 880 cc, infus 550 cc spoeling : 5000cc, output 1300cc, IWL
550 cc. Blance cairan intike : 1430 ourtput total 1850 c, 1430 –
1850 : -420 cc
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Mandiri :
1. Kaji output urine dan karakteristiknya
2. Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna
3. Pertahankan irigasi urine
4. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemi, ketidakmampuan
berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.
5. Berikan obat sesuai indikasi Capsul campur 2x150,2mg (harnal
0,2mg, urogetik 100mg, urotractin 50mg) (pukul 06.00, 18.00)

Selasa, 18 desember 2018 pukul 10.00


S : klien mengatakan urine sudah mulai jernih, klien sudah dapat
mengontrol BAK tanpa kateter

O : klien tampak rileks TTV dengan hasil TD 109/53 mmHg N 66x/m


RR 19x/m S 36.9oC SN 1. Warna urine kuning jernih intake 1420
output 1600

A : Masalah tercapai
P : Intervensi dihentikan

3. Resiko Infeksi b/d kerusakan jaringan efek dari prosedur pembedahan


DS : Klien mengatakan nyeri, klien mengatakan tidak nyaman terpasang
kateter, klien mengatakan badannya lemas
36

DO : warna urin kuning kemerahan, TD 130/80mmHg, N 84x/menit, RR


18x/menit, S 37,2C, skala nyeri 4, Leukosit : 4,50 10^3/ul.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
diharapkan infeksi dapat dicegah dan klien dapat meningkatkan
pertahanan tubuh
Kriteria hasil: Klien tidak mengalami infeksi, jumlah leukosit dalam
batas normal, menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi
Rencana Tindakan
1. Ajarkan klien dan keluarga teknik cuci tangan
2. Kaji tanda-tanda infeksi
3. Berikan perawatan cateter dan perawatan infus
4. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
5. Berikan obat sesuai indikasi injeksi : metronidazole 3x5 mg/ml
(Pukul 06:00, 16:00, 22:00) , ceftriaxone 1x2000mg (07.00). per – oral
Ciprofloxacin 3x250mg (06.00, 14.00, 22.00)

Palaksanaan
Minggu 16 desember 2018
Pukul 06.00 memberikan obat pagi metronidazole 5 mg (inj),
Ciprofloxacin 250mg (po), pasien tampak rileks, skala nyeri 3. Pukul
07.00 memberikan obat ceftriaxone 2000mg dalam 100cc NaCl0,9% via
trhereway. Pukul 09.00 mengkaji tanda tanda infeksi hasil urine
berwarna kuning kemerahan berbau khas. Pukul 13.00 melakukan
perawatan kateter hasil tidak ada tanda-tanda infeksi(kemerahan,
peningktan, suhu,bngkak). Pukul 16.00 memberikan obat sore
metronidazole 5 mg (inj), Ciprofloxacin 250mg (po), . Pukul 22.00
memberikan obat metronidazole 500 mg (inj), Ciprofloxacin 250mg (po),
pasien tampak rileks.

Senin, 17 desember 2018


37

Pukul 06.00 memberikan obat pagi metronidazole 500 mg (inj),


Ciprofloxacin 250mg (po), pasien tampak rileks, skala nyeri 2. Pukul
07.00 memberikan obat ceftriaxone 2000mg dalam 10cc NaCl0,9% via
threeway . Pukul 08.00 memberikan edukasi mencuci tangan hasil klien
dan keluarga mengerti dan lebih nyaman. Pukul 10.00 mengkaji tanda
tanda infeksi hasil urine berwarna kuning jernih. Pukul 12.00 melakukan
perawatan infus dengan hasil daerah pemasangan infus baik tidak ada
tanda – tanda infeksi dan flebitis. Pukul 15.00 melakukan perawatan
kateter hasil tidak ada tanda-tanda infeksi(kemerahan, peningkatan suhu,
dan bngkak). Pukul 16.00 memberikan obat metronidazole 5 mg (inj),
Ciprofloxacin 250mg (po) dengan hasil obat masuk dengan lancar. Pukul
22.00 memberikan obat metronidazole 500 mg (inj), Ciprofloxacin
250mg (po) dengan hasil obat masuk dengan lancar, pasien tampak
rileks.
Selasa 18 desember 2018
Pukul 06.00 memberikan obat pagi metronidazole 5 mg (inj),
Ciprofloxacin 250mg (po), dengan hasil obat masuk dengan lancar,
pasien tampak rileks. Pukul 07.00 memberikan obat ceftriaxone 2000mg
dalam 100cc NaCl0,9% vi threeway Pukul 07.30 mengkaji kemampuan
keluarga dalam mencuci tangan hasil klien dan keluarga
mendemonstrasikan cara mencuci tangan. Pukul 08.00 mengkaji tanda
tanda infeksi hasil urine berwarna kuning jernih. Pukul 08.30 melepas
kateter hasil tidak ada tanda-tanda infeksi.

Evaluasi
Minggu 16 desember pukul 17.00
S : klien mengatakan klien mengatakan masih nyeri pada bagian perut
bagian bawah
O : klien tampak meringis TTV dengan hasil TD 130/80 mmHg, nadi :
82 x/mnt, RR : 18 x/mnt, suhu : 37,4◦C, skala nyeri 4. nyeri pada
simpisis pubis lamanya 2 menit skala nyeri 3, warna urine kuning
kemerahan, berbau khas. Leukosit : 4,50 10^3/ul.
38

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
1. Ajarkan klien dan keluarga teknik cuci tangan
2. Kaji tanda-tanda infeksi
3. Berikan perawatan cateter dan perawatan infus
4. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
5. Berikan obat sesuai indikasi injeksi : metronidazole 3x5 mg/ml
(Pukul 06:00, 16:00, 22:00) , ceftriaxone 1x2000mg (07.00). per
– oral Ciprofloxacin 3x250mg (06.00, 14.00, 22.00)

Senin, 17 desember 2018 pukul 17.30


S : klien mengatakan nyeri saat BAK berkurang
O : klien tampak rileks TTV dengan hasil Pukul 16.00 mengukur tanda-
tanda vital hasil TD 130/74 N 89x/m RR 18x/m S 36.4oC SN 3.
warna urine kuning jernih.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Ajarkan klien dan keluarga teknik cuci tangan
2. Kaji tanda-tanda infeksi
3. Berikan perawatan cateter dan perawatan infus
4. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
5. Berikan obat sesuai indikasi injeksi : metronidazole 3x5 mg/ml
(Pukul 06:00, 16:00, 22:00) , ceftriaxone 1x2000mg (07.00). per
– oral Ciprofloxacin 3x250mg (06.00, 14.00, 22.00)

Selasa, 18 desember 2018 pukul 11.00 WIB


S : klien mengatakan nyeri berkurang, nyeri hilang
O : klien tampak rileks, TD 109/53 mmHg N 66x/m RR 19x/m S 36.9oC
SN 2. warna urine kuning jernih. Tidak ada tanda-tanda infeksi
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
39

4. Resiko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat


DS: klien mengatakan tidak nafsu makan karena mual, klien mengatakan
perutnya kembung dan begah.
DO: makan habis ¼ porsi, klien tampak mual dan lemas
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam
nutrisi terpenuhi
KH: Menunjukkan tingkat energy biasanya, mendemonstrasikan berat
badan stabil, makan habis 1 porsi
Rencana Tindakan
1. Timbang berat badan sesuai indikasi
2. Tentukan program diet dan pola makan yang dapat dihabiskan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai indikasi
5. Anjurkan makan porsi sedikit tapi sering
6. Berikan obat sesuai indikasi Ranitidin 2x25 mg (Pukul 07:00 dan
pukul 16:00)

Pelaksanaan

Minggu 16 desember 2018

Pukul 07.00 memberikan obat Ranitidine 25mg dengan hasil obat


diberikan dengan lancar. Pukul 12.00 menganjurkan makan porsi kecil
tapi sering hasil makan habis 3 sendok. Pukul 12.05 Mengidentifikasi
makan yang disukai oleh pasien hasil pasien senang makan sate dan
sayur sop. Pukul 16.00 memberikan obat Ranitidine 25mg dengan hasil
obat diberikan dengan lancar. Pukul 18.00 menganjurkan makan porsi
kecil tapi sering hasil makan habis ¼ porsi

Senin, 17 desember 2018

Pukul 07.00 memberikan obat Ranitidine 25mg dengan hasil obat


diberikan dengan lancar. Pukul 12.00 Melibatkan keluarga dalam
pemberian makanan hasil makan habis ½ porsi. Pukul 15.00
40

menganjurkan makan porsi kecil tapi sering hasil klien habis makan
buah papaya. Pukul 16. 00 memberikan obat Ranitidine 25mg dengan
hasil obat diberikan dengan lancar. Pukul 18.00 melibatakan keluarga
dalam pemberian makanan hasil makan habis ½ porsi.

Selasa, 17 desember 2018

Pukul 07.00 memberikan obat Ranitidine 25mg dengan hasil obat


diberikan dengan lancar. Pukul 07.05 menganjurkan makan porsi kecil
tapi sering hasil makan habis 1 porsi. Pukul 10.00 menganjurkan makan
dalam keadaan hangat hasil klien mengerti. Pukul 12.00 menganjurkan
makan makanan dalam kedaan hangat hasil makan habis 1 porsi. Pukul
16. 00 memberikan obat Ranitidine 25mg dengan hasil obat diberikan
dengan lancar. Pukul 18.00 melibatkan keluarga dalam pemberian
makanan hasil makan habis 1 porsi.

Evaluasi

Selasa 18 desember 2018 pukul 17.00 WIB

S: klien mengatakan tidak nafsu makan karena mual, klien mengatakan


perutnya kembung dan begah.
O: makan habis ¼ porsi, klien tampak mual dan lemas
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1. Timbang berat badan sesuai indikasi
2. Tentukan program diet dan pola makan yang dapat dihabiskan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai indikasi
5. Anjurkan makan porsi sedikit tapi sering
6. Berikan obat sesuai indikasi Ranitidin 2x25 mg (Pukul 07:00 dan
pukul 16:00)Selasa, 10 Oktober 2017
41

Minggu 16 desember 2018 pukul 17.30

S: klien mengatakan napsu makan mulai ada, makan mau yang manis-
manis

O : makan habis 1/2 porsi, mukosa lembab

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan

1. Timbang berat badan sesuai indikasi


2. Tentukan program diet dan pola makan yang dapat dihabiskan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai indikasi
5. Anjurkan makan porsi sedikit tapi sering

Berikan obat sesuai indikasi Ranitidin 2x25 mg (Pukul 07:00 dan pukul
16:00)

Senin 17 desember 2018 pukul 10.00

S : klien mengatakan napsu makan sudah membaik, makan semua


makanan

O : makan habis 1 porsi, mukosa lembab, BB 56 kg

A : masalah teratasi

P: intervensi dihentikan

5. Intoleransi aktivitas diri b/d kelemahan fisik


DS: klien mengatakan lemas, klien mengatakan belum mampu untuk ke
kamar mandi sendiri.
DO: adl dibantu sebagian Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24jam klien toleran terhadap aktivitas
KH : klien mampu melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan
42

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan frekuensi nadi
permenit diatas frekuensi istirahat
2. Catat peningkatan TD
3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan atau kelelahan
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

Pelaksanaan :

Minggu 16 desember 2018

Pukul 09.00 WIB mengkaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medic, Keadan umum klien baik dan hasil observasi TTV, yaitu
TD: 135/80, N: 95, Suhu 36,7 C, RR 19. Pukul 10.00 menolong BAB
pasien bersama keluarga dan menganjurkan klien untuk istirahat.

Senin 17 desember 2018

Pukul 09.00 WIB mengkaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medic, Keadan umum klien baik dan hasil observasi TTV, yaitu
TD: 130/70, N: 90, Suhu 36,5 C, RR 18. Pukul 10.00 klien sudah dapat
ke kamar mandi dengan tanpa bantuan.

Evaluasi

Kamis, 25 Januari 2018

S : klien mengatakan masih lemas dan tidak dapat melakukan ativitas


sehari-hari secara mandiri

O : klien tampak lemas

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
43

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan frekuensi nadi


permenit diatas frekuensi istirahat
2. Catat peningkatan TD
3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan atau kelelahan
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

Minggu 16 desember 2018 pukul 17.30

S : klien mengatakan sudah tidak begitu lemas dan mulai dapat


melakukan ativitas sehari-hari secara mandiri seperti ke kamar
mandi sendiri

O :klien tampak segar

A : Masalah teratasi

P : Intervensi di hentikan
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pada teori pnyebab BPH (Benigna hyperplasia prostat) belum ditemukan
secara jelas akan tetapi ada salah satu faktor resiko yang dapat memicu
trjadinya BPH yaitu adanya proses penuaan, dimana kadar testosteron serum
menurun, dan kadar estrogen serum meningkat. Estrogen/androgen yang lebih
tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan prostat, adanya pembesaran
tersebut dapat terjadi kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urin dapat
mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. Tidak terdapat kesenjangan
pada teori dan kasus tersebut.

Tanda dan gejala yang sesuai dengan teori dan kasus adalah inkontenensia,
bak terrsedat-sedat, BAK terasa sakit, nyeri perut bagian baewah daerah
simpisis, BAK darah sejak 3 hari yang lalu, dan tanda gejala yang ada pada
teori namun tidak ada pada kasus adalah sering berkemih, nokturia, urgensia
(kebelet), dan rasa tidak lampias sedangkan tanda gejala yang ada pada kasus
namun tidak ada pada teori adalah pusing, tidak nafsu makan, nyeri pinggang
sejak satu bulan yang lalu dan disertai mual muntah. terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus yang ada pada kasus namun tidak ada pada teori yaitu
pusing, tidak nafsu makan, nyeri pinggang sejak satu bulan yang lalu dan
disertai mual muntah, dikarenakan klien pada pemeriksaan kreatinin+Egfr 1,1
mg/dl dan 6,9ml/menit.

Penatalaksanaan medis secara farmakoterapi yaitu Antagonis reseptor


adrenergik-α (tamusalosin) bertujuan menghambat kontraksi otot polos
prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra.
Golongan

44
45

noradrenalin seperti Doksazosin dan terazosin bertujuan untuk menurunkan


tekanan darah pasien yang terkena BPH dengan hipertensi. golongan
antikoagulan Vitamin K, dn antipeuretik Ranitidin, metronidazole 3x5 mg/ml
oplos NaCl 100 ml meropenem, furosemide, digoxin, asam traneksamat, Non
farmakotherapy terdapat kesenjangan yang ada pada kasus namun tidak ada
pada teori, adalah memberikan posisi semi fowler unuk mengurangi rasa
nyeri.

Pemeriksaan diagnostik yang sesuai antara teori dan kasus yaitu :


pemeriksaan Lab: Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Homeostatis APTT
Karbohidrat: GDS, BUN/kreatinin (fungsi ginjal ): Kreatinin, eGFR,
Imunoserologi: PSA (Prostat) : 1,8 ng/ml (<-4), Urine Lengkap: warna
kuning keruh (kuning jernih), berat jenis, Protein positif +1 (negatif), Reduksi
: negatif (negatif), Billirubin : negative (negative), Urobilinogen : positif
(positif). Mikroskopis urine : Leukosit 6-8sell/pb (<=5), Eritrosit >50sell/pb
(<=3), Silinder : negative (negative), Epitel : positif () , Bakteri, negative
(negative), Kristal: negative (negative), lain-lain negative. Elektrolit:
Natrium, Clorida Dan Pemeriksaan USG Traktus Urinarius: ginjal kanan kiri
bentuk dan ukuran relative normal, system pelviokalises melebar tidak
tampak batu. Tidak ada kesenjangan antara kasus maupun teori.

Pada tahap ini pengkajian keperawatan penulis tidak menemukan


penghambat pada saat berkomunikasi dengan klien maupun keluarga klien
untuk mendapatkan data pada proses pengkajian keperawatan, faktor
pendukung yaitu klien sangat kooperatif dalam memberikan data mengenai
penyakit yang dialaminya, adanya catatan keperawatan dan hasil pemeriksaan
diagnostik sehingga membantu penulis memperoleh data.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori ada 5 diagnosa keperawatan yang
ada pada kasus 3 dan, 5 diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori dan
kasus adalah Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder pada TURP, Perubahan
eliminasi urine b/d Pasca obstruksi dieresis dari drainase cepat kandung
46

kemih, Resiko Infeksi b/d kerusakan jaringan efek dari prosedur pembedahan.
terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dagnosa keperawatan yang ada
pada kasus namun tidak pada materi adalah Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d Intake inadekuat, dikarenakan klien masih mual dan abomen terasa
keras dan intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik dikarenakan klien masih
ada nyeri dibagian perut bagian bawah dan terasa kembung sehingga tidak
dapat beraktiitas dengan baik, Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
yang di alami karena pasien merasa cemas takut penyakitnya kamubuh lagi
meski sudah di lakuakn pembedahan.

Pada tahap ini penulis tidak menemukan penghambat, faktor pendukung klien
dan keluarga serta data-data pengkajian keperawatan dan adanya referensi
yang cukup untuk menunjang diagnosa tersebut

C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap ini perencanaan keperawatan 5 diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada kasus dan sesuai dengan teori yaitu adalah Nyeri (akut) b/d
Insisi sekunder pada TURP, Perubahan eliminasi urine b/d Pasca obstruksi
dieresis dari drainase cepat kandung kemih, Resiko Infeksi b/d kerusakan
jaringan efek dari prosedur pembedahan, yang ada pada kasus namun tidak
ada pada teori Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat,
intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

Pada diagnosa pertama sesuai dengan teori Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder
pada TURP, Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri Kriteria hasil : nyeri hilang,
tampak rileks, mampu istirahat dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal : TD normal 110/70-130/80 mmHg, Suhu 36,5-37,5OC, Nadi 80-
100x/menit, Respirasi 18-20x/menit, Skala Nyeri 0, perencanaan yang sesuai
dengan teori adalah Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas
(skala 5-6), Berikan teknik relaksasi, Plester selang drainase pada paha dan
47

kateter pada abdomen, Pertahankan tirah baring bila diindikasikan,


Kolaborasikan dengan tim dokter dalam pemberian obat analgetik,

Diagnosa kedua Perubahan eliminasi urine b/d Pasca obstruksi dieresis dari
drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronik, Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien
menunjukan kontinensia urine, KH : eliminasi urine tidak terganggu, klien
berkemih tanparetensi, tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancer
lewat kateter. Perencanaan yang sesuai dengan teori adalah Kaji output urine
dan karakteristiknya, Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
volume dan warna, Pertahankan irigasi urine, Perhatikan keluhan rasa penuh
kandung kemi, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.

Pada diagnosa ketiga Resiko Infeksi b/d kerusakan jaringan efek dari
prosedur pembedahan, Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24jam diharapkan infeksi dapat dicegah dan klien dapat
meningkatkan pertahanan tubuh. Kriteria hasil: Klien tidak mengalami
infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukkan kemampuan untuk
mencegah infeksi Rencana Tindakan Ajarkan teknik cuci tangan, Kaji tanda-
tanda infeksi, Berikan perawatan cateter, Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi, Kolaborasikan dalam pemberian antibiotic.

Diagnosa keempat Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat,
setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam nutrisi terpenuhi,
Menunjukkan tingkat energy biasanya, mendemonstrasikan berat badan
stabil, makan habis 1 porsi perencanaan keperwatan sesuai dengan
teori,Tentukan program diet dan pola makan yang dapat dihabiskan,
Identifikasi makanan yang disukai, Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan makanan sesuai indikasi, Anjurkan makan porsi sedikit tapi
sering.
48

Diagnosa kelima intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik, Tujuan: setelah


dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam klien toleran terhadap
aktivitas, KH : klien mampu melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan,
Perencanaan sesuai dengan teori, Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas
menggunakan frekuensi nadi permenit diatas frekuensi istirahat, Catat
peningkatan TD, dyspnea, Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas
contoh: penurunan kelemahan atau kelelahan, Berikan bantuan sesuai
kebutuhan.

Pada tahap ini penulis tidak menemukan penghambat, faktor pendukung klien
dan keluarga serta data-data pengkajian keperawatan dan adanya referensi
yang cukup untuk perencanaan tersebut.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan pada tahap pelaksanaan keperawatan penulis telah
melaksanakan tindakan sesuai dengan yang sudah direncanakan terdapat
kesenjangan pada teori dan kasus yang ada pada kasus namun tidak ada pada
teori yaitu perencanaan pada Nutrisi berhubugan dengan intake anadekuat,
intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

Ada beberapa tindakan yang tidak terlaksana pada diagnosa nutrisi kurang
dari kebuthan b/d intake inadekuat yaitu timbang berat badan seminggu
sekali, karena keadaan klien yang lemah, nyeri bagian perut bawah bila
berdiri dan aktivitas klien harus dibantu keluarga. Pada diagnosa resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan yaitu pertahankan sistem
kateter steril, berikan perawatan katerter dengan steril. Karena tidak
tersedianya alat (sarung tangan steril), sehingga penulis melakukan perawatan
kateter dengan prinsip bersih. Perencanaan yang lain tidak ada kesenjangan
antara teori dan kasus.
49

Pada tahap ini penulis tidak menemukan penghambat, faktor pendukung klien
dan keluarga sangat membantu serta data-data pengkajian sehingga
memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan

E. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi keperawatan penulis melakukan evaluasi keperawatan
setelah melakukan tindakan selama 3 hari, penulis mengacu pada tujuan dan
kriteria hasil yang terdapat pada perencanaan keperawatan sesuai dengan
diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang ada yaitu Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder pada
TURP tujuan tercapai ditandai dengan klien mengatakan tidak nyeri, klien
tampak rileks, klien bisa tidur dengan nyenyak, skala nyeri 0-1.

Diagnosa keperawatan yang kedua Perubahan eliminasi urine b/d Pasca


obstruksi dieresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi
secara kronik tujuan tercapai ditandai dengan eliminasi urine tidak terganggu,
klien berkemih tanparetensi, tidak terdapat bekuan darah sehingga urine
lancer lewat kateter.

Diagnosa keperawatan ketiga yaitu Resiko Infeksi b/d kerusakan jaringan


efek dari prosedur pembedahan tujuan tercapai ditandai dengan Klien tidak
mengalami infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukkan
kemampuan untuk mencegah infeksi.

Diagnosa keperawatan yang kempat yaitu Nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh b/d Intake inadekuat tujuan tercapai ditandai dengan Menunjukkan
tingkat energy biasanya, mendemonstrasikan berat badan stabil, makan habis
1 porsi. .

Diagnosa kelima yaitu Intoleransi aktivitas diri b/d kelemahan fisik tujuan
tercapai di tandai dengan klien mampu melakukan aktivitas sendiri tanpa
bantuan.
50

Pada tahap ini penulis tidak menemukan penghambat, faktor pendukung klien
dan keluarga sangat membantu serta data-data pengkajian sehingga
memudahkan dalam melakukan evaluasi pada tindakan keperawatan
BAB V
PENUTUP

Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada klien Tn. H dengan


Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) diruang Mawar Rumah Sakit Pelni
Jakarta dari tanggal 16 desember 2018 sampai 18 desember 2018, maka
penulis dapat menarik kesimpulan dan saran.

A. Kesimpulan
Pada tahap pengkajian keperawatan penyebab dari Benigna Prostat
Hyperplasia (BPH) yaitu adalah salah satunya yaitu proses penuaan dan
terjadi ketidakseimbangan antara hormone esterogen dan testosteron.
Penatalaksanaan medis secara farmakoterapi yang diberikan yaitu antibiotik
dan analgetik. Penatalaksanaan medis secara operatif yaitu dilakukan
tindakan operasi TURP.

Pemeriksaan penunjang yaitu Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Hematokrit,


Hemostatis BT, CT, PT, GDS, Ureum, Creatinin, eGFR, Natrium, Kalsium,
Clorida, Calium, Magnesium.

Ada 2 diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus namun tidak ada
pada teori. Dan 5 diagnosa keperawatan yang ada pada kasus dan ditemukan
pada teori.

Perencanaan dan pelaksanaan pada masing-masing diagnosa telah sesuai


dengan perencanaan. Pada tahap evaluasi keperawatan penulis menggunakan
metode SOAP sehingga 5 diagnosa tujuan tercapai.

51
52

B. Saran
Berdasarkan kesimpuln diatas maka penulis memberikan saran :
1. Diharapkan penulis lebih intensif melakukan pengkajian keperawatan
dan masalah yang mungkin muncul pada penderita BPH.
2. Perawat dan penulis mampu meningkatkan kerjasama yang baik dalam
melaksanakan tindakan asuhan keperawatan khususnya pada penderita
BPH.
3. Perawat dan penulis dapat lebih meningkatkan kualitas keperawatan pada
klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, A., dkk (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama
Jakarta; Media Aesculpius FKUI
Black and Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Menegemen for Positif
Outcomes. Elsevier Soundest
Carpenito,L.J., (2006). Rencana Asuhan Keperawatan dan Pendokumentasian
Keperawatan. Edisi 2, Alih bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC
Nursalam. (2011) Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.
Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta:EGC
Doengoes, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Nurarif, H., dkk (2015), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC, Jakarta,
Medi Action Publishing.

53

Anda mungkin juga menyukai