H DENGAN
Disusun oleh :
JAKARTA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah dengan
judul “Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. E dengan Benigna Prostat Hyperplasia
(BPH) di Ruang mawar Rumah Sakit Pelni Jakarta”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan,
tetapi berkat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ilmiah ini dapat di selesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ilmiah ini, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki makalah
selanjutnya, atas bantuan dan bimbingan penulis ucapkan terima kasih.
Harapan kami semoga makalah ini bisa membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca khususnya bagi diri penulis sendiri.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
E.Evaluasi Keperawatan ................................................................................... 49
BAB V : PENUTUP .................................................................................................. 51
A.Kesimpulan .................................................................................................... 51
B.Saran................................................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 53
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beningn Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. Hiperplasia
Prostat Benigna adalah pembesaran progresif dan kelenjar (secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes Hal 71).
BPH merupakan penyakit yang biasa terjadi pada laki-laki usia lanjut, ditandai
dengan pertumbuhan yang sangat cepat pada epitel prostat dan daerah transisi
jaringan fibromuscular pada daerah periurethal yang bisa mengahalangi dan
mengakibatkan pengeluaran urine yang tertahan. Data prevelensi tentang BPH
secara mikroskopi dan anatomi sebesar 40% dan 90% terjadi pada rentang usia
50-60 tahun dan 80-90 tahun. (www.portalgaruda.org).
Menurut data WHO (2013), memperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus
degeneratif. Salah satunya adalah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak
19 %, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35 % kasus. Yang ditenukan
pada pria dengan usia lebih dari 65 tahun dan dilakukan pembedahan setiap
tahunya.
Di Amerika Serikat hampir 1/3 laki-laki berumur 40-79 tahun mempunyai gejala
traktus urinarius bagian bawah sedang sampai berat dengan penyebab utama
adalah BPH (Kidingallo dkk., 2011)
Di Indonesia BPH menjadi urutan ke dua setelah penyakit batu saluran kemih, dan
secara umum diperkirakan hampir 50% pria Indonesia menderita BPH jika dilihat
dari 200 juta lebih rakyat Indonesia maka dapat diperkirakan sekitar 2,5 juta pria
yang berumur lebih dari 60 tahun menderita BPH (Pumono,2008).
1
2
Data yang ditemukan penulis di Rumah Sakit Pelni Jakarta selama 3 bulan
terakhir ditemukan 25 pasien menderita BPH dan rata-rata berumur diatas 50
tahun. Angka kejadian Benigna Prostat Hiperplasia di Rumah Sakit Pelni
tergolong tinggi, serta penyakit ini perlu diwaspadai karena bila tidak segera
ditangani dapat menggangu sistem perkemihan, efek jangka panjang yang timbul
adalah retensi urine akut, refleks kandung kemih, hidroureter, dan urinari tract
infection. Disamping itu masih banyak orang yang belum mengetahui mengenai
seluk beluk BPH, penyebab BPH, tanda dan gejala BPH, dan cara perawatan pada
klien BPH.
preventative dengan cara mengajarkan pola hidup sehat, upaya kuratif yaitu
pemberian pengobatan secara tuntas, dan upaya rehabilitative dengan cara
menganjurkan kontrol secara teratur. Perawat hendaknya dapat menangani dan
membantu mengoptimalkan fungsi tubuh pada penderita Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien Tn. E dengan Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH) di Ruang Mawar Dewasa Rumah Sakit PELNI Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Setelah penulis menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Benigna
Prostat Hiperplasia (BPH), maka penulis diharapkan mampu:
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
Post Operasi TURP BPH.
b. Penulis mampu merumuskan prioritas diagnosa keperawatan pada klien
dengan Post Operasi TURP BPH.
c. Penulis mampu membuat intervensi keperawatan pada klien dengan Post
Operasi TURP BPH.
d. Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan pada klien dengan Post Operasi TURP BPH.
e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada pasien TURP BPH..
4
C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi dengan mengambil satu kasus
yaitu “Asuhan keperawatan pada klien Tn. E dengan Benigna Prostat Hyperplasi
(BPH) di ruang Mawar Dewasa Rumah Sakit Pelni Jakarta” yang di laksanakan
dari tanggal 16 Desember 2018 sampai dengan 18 desember 2018.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostat
Hyperplasia yang dilakukan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data menganalisa data dan menarik kesimpulan yang dituangkan
dalam bentuk narasi. Adapun pengumpulan data melalui wawancara pada klien
dan keluarga, observasi, dan beberapa studi kasus dimana penulis mengambil satu
kasus untuk dikelola dengan menggunakan proses keperawatan secara langsung
melalui asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan , perencanaan keperawatan , pelaksanaan keperawatan dan evaluasi
keperawatan. Juga dengan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku
sumber yang berkaitan dengan judul makalah. Dan studi dokumentasi meliputi
mempelajari data-data dan status pasien atau hasil pemeriksaan medis serta hasil
laboratorium yang ada, data rekam medis, internet.
5
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 BAB yaitu BAB I Pendahuluan terdiri dari Latar
Belakang, Tujuan Penulisan, meliputi Tujuan Umum dan Tujuan Khusus, Ruang
Lingkup, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II Tinjauan Teori
terdiri dari Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Penatalaksanaan Medis,
Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan,
Pelaksanaan Keperawatan, dan Evaluasi Keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus
terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan. BAB IV Pembahasan terdiri dari
Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan,
Pelaksanaan Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan. Sedangkan BAB V
Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Benigna prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat. (Nanda
NicNoc, 2015)
Benigna prostat hiperplasia (BPH) adalah nama yang biasa digunakan untuk
kelainan jinak umum dari prostat, ketika meluas, mengaakibatkan berbagai
tingkat obstruksi saluran kemih, kadang-kadang membutuhkan intervensi
bedah. Istilah hyperplasia nodular, seperti yang di usulkan oleh moore dalam
studi klasiknya adalah sebutan yang lebih tepat. Penyakit ini merupakan
pembesaran nodular kelenjar yang disebabkan oleh hyperplasia dari kedua
kelenjar dan komponen stromanya (Rosai, 2014)
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Dengan
bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron
estrogen karena produksi tesrosteron menurun dan terjadi konversi testosteron
menjadi esterogen pada jaringan adiposa Faktor usia pun mempengaruhi
6
7
C. Patofisiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya benign prostatic hyperplasi
adalah hormone esterogen dan testosteron yang tidak seimbang, faktor usia
yang menyebabkan berpacunya pertumbuhan sel stroma, sel prostat umur
panjang sehingga sel yang mati berkurang, dan proliferasi abnormal sel stem
yang mengakibatkan produksi stroma dan epitel berlebihan. Itu semua
mengakibatkan sel prostat membesar yang dimana akan menimbulkan
penyempitan lumen ureter prostatika. Jika penyempitan lumen ureter
prostatika terjadi maka akan terjadi peningkatan resistensi leher vesika
urinaria dan daerah vesika urinaria, kerusakan mukosa urogenital, dan
penekanan serabut-serabut saraf sehingga pada kasus ini banyak pasien
mengeluh nyeri.
Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala
BPH berganti-ganti dari waktu kewaktu dan mungkin dapat semakin parah,
menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan. Berbagai gejala dapat
dibagi dalam dua kategori: obstruktif (terjadi ketika faktor dinamik dan/atau
faktor statistic mengurangi pengosongan kandung kemih) dan iritatif (hasil
dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih). (Nanda
nicnoc, 2015)
Tanda dan Gejala yang sering terjadi gabungan dari hal-hal berikut dalam
derajat yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia, urgensia
(kebelet), inkontenensia, tersendat-sendat mengeluarkan tenaga untuk
mengalirkan kemih, rasa tidak lampias, inkontenensia, tersendat-sendat,
mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, inkontenensia overlow, dan
kemih yang menetes setelah berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat
teraba pada pemeriksaan abdomen, dan tekanan suprapubik pada kandung
kemih yang penuh akan menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat diraba
sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya kelenjar. (Price, Sylvia
Anderson, 2005)
Pada keparahan penyakit tingkat ringan kekhasan gejala dan tandanya ialah
asimtomatik, kecepatan urinary puncak <10 mL/s, volume urin residual >25-
50mL, peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin serum.
Komplikasi
Hiperplasi prostat dapat menyebabkan penyempitan lumen uretra posterior
yang menghambat aliran urin dan meningkatkan tekanan intra vesikal.
Produksi urin yang terus berlanjut dan buli-buli yang tidak mampu lagi
menampung urin mengakibatkan tekanan intravesika meningkat sehingga
dapt timbul hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal.
9
D. Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup. Terapi
yang ditawarkan kepada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan
pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh
penyakitnya. (Ikatan Ahli Urolgi Indonesia)
1. Terapi konservatif
a. Farmakoterapi
Antagonis reseptor adrenergik-α bertujuan menghambat kontraksi otot
polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan
uretra. Sebelum pemberian antagonis adrenergik-α tidak perlu
memperhatikan ukuran prostat. (Marks, 2007)
E. Pengkajian Keperawatan
1. Sirkulasi: Peninggian TD (efek pembesaran ginjal)
2. Eliminasi: Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine, keragu raguan
berkemih awal, ketiakmampuan mengosongakan kandung kemih dengan
lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih. Nokturia, Disuria, hematuria,
duduk untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batu (status urinaria).
Konstipasi. Masa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekan kandung kemih, hernia ingualis, hemoroid
(mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal yang memerluan
pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan).
3. Makanan/Cairan: Anoreksia, mual, muntah, penurunan badan
4. Nyeri/kenyamanan: Nyeri suprapubis, panggul, atau punggung, tajam kuat
(pada prostatitis akut), nyeri punggung bawah.
5. Keamanan: Demam
6. Seksualitas: Masalah tentang kondisi atau terapi pada kemampuan seksual.
7. Penyuluhan/pembelajaran: Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit
ginjal. Penggunaan antihepertensi dan antidepresan, antibiotik urinaria
atau gen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/allergen obat
mengandung simpatomimetik.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : Warna kuning, cokelat gelap, merah gelap, atau terang
(berdarah) : penampilan keruh: pH 7 atau lebih besar (menunjukkan
infeksi); bakteri, SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis.
b. Kultur Urine : dapat menunjukkan stapylococus aureus, proteus,
klabsiella, pseudomonas, atau escherichia coli.
c. Sitologi Urine : untuk mengkesampingkan kanker kandung kemih.
d. BUN/kreatinin : meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi.
12
F. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi sekunder pada TURP
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder
dari TURP
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma efek samping
pembedahan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan efek dari
prosedur pembedahan
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi
G. Perencanaan Keperawatan
1. Dx: Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi sekunder pada TURP
Tujuan : diharapkan klien dapat mengontrol nyeri
Kriteria hasil : nyeri hilang, tampak rileks, mampu tidur.
Intervensi :
a. Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas (skala 5-6).
b. Berikan teknik relaksasi
c. Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen
d. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
e. Kolaborasikan dengan tim dokter dalam pemberian obat analgetik
H. Pelaksanaan Keperawatan
Pengertian Pelaksanaan adalah tahap dalam proses keperawatan berdasarkan
masalah aktual dari klien (Nursalam, 2001 hal 113). Tahap tindakan
keperawatan pelaksanaan meliputi:
1. Tahap persiapan
a. Review tindakan keperawatan yang diidentifikasikan pada tahap
perencanaan
b. Menganalisa pengetahuan dan ketrampilan keperawatan yang
diperlukan
c. Mengetahui komplikasi dan tindakan keperawatan yang timbul
d. Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
e. Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai tindakan yang
dilaksanakan
f. Mengidentifikasikan aspek hukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan
16
2. Tahap intervensi
a. Independen adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa
petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b. Interdependen adalah suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja
sama dengan tenaga kesehatan Lainnya, misalnya, tenaga sosial, ahli
gizi, dan dokter.
c. Dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan tersebut, menandakan suatu cara tindakan medis
dilakukan.
d. Tahap Dokumentasi, pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti
oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian
dalam proses keperawatan. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus
diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu
kejadian dalam prosess keperawatan ada 3 tipe system pencatatan
yang digunakan pada dokumentasi yaitu :
1) Source Oriented Record (SOR)
2) Problem Oriented Record (POR)
3) Computer Assiated Recrd (CAR)
I. Evaluasi Keperawatan
Pengertian Evaluasi adalah suatu tindakan fase pengkajian proses
keperawatan, menilai keefektifan tindakan keperawatan, dan mengidentifikasi
kemajuan klien terhadap tujuan pencapaian. Evaluasi merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperwatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai.
Proses evaluasi
1. Formatif: Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan
dari hasil kualitas tindakana keperawatan dilaksanakan untuk mebantu
keefektifan terhadap tindakan. Metode pengumpulan data dalam evaluasi,
promotif terdiri dari analisa recana tindakan keperawatan, open chart ,
pertemuan kelompok interview, dan observasi dengan klien
menggunakan formulir evaluasi
2. Sumatif: fokus evaluasi adalah perubahan prilaku atas status kesehatan
klien pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna. Adapun
metode pelaksanaan evaluasi sumatif terdiri closed chart audit, interview
akhir pelayanan, pertemuan akhir pelayanan, dan pertanyaan kepada
klien dan keluarga.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
Pada bab ini penulis akan menguraikan asuhan keperawatan pada Tn. E
dengan diagnose benigna prostat hiperplasia diruang Mawar RS Pelni Jakarta
Barat yang dilaksanakan selama 3 hari mulai hari senin tanggal 16 Desember
2018 – 18 Desember 2018.
1. Identitas Klien
Tn. H usia 68 tahun masuk ke rumah sakit Pelni Jakarta pada tanggal 14
desember 2018 diruang Mawar bed 7A No Register 425137 dengan
Diagnosa Medis Benigna Prostat Hyperplasia (BPH). Status klien
menikah , agama islam , suku bangsa betawi , pendidikan SMU , bahasa
yang digunakan Bahasa Indonesia , pekerjaan wiraswasta , Alamat
Taman Kedoya Baru A2 No 23 Rt 001 Rw 004 Kel Kedoya Selatan Kec
Kebon Jeruk Jakarta Barat . Sumber biaya BPJS-JKN. Sumber informasi
dari klien.
2. Resume
18
19
Pada tanggal 16 Desember 2018 pukul 09.00 WIB klien dibawa ke kamar
bedah untuk menjalani operasi TURP. Setelah menjalani operasi TURP
pada tanggal 16 Desember 2018 pukul 15.00 WIB klien dipindahkan ke
ruang ICU untuk mestabilkan kondisi klien dengan TD: 130/80 mmHg,
N: 92x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,2oC. Ditemukan masalah
keperawatan yaitu pola nafas tidak efektif, di ICU di lakuakan tindakan
keperawatan mandiri yaitu memberikan posisi nyaman semi fowler dan
tindakan kalaborasi yaitu pemberian O2 3 Lpm. Pada tanggal 17 pukul
11:00 WIB klien tamapak sudah tidak sesak dan tidak lemas klien di
pindahkan di ruang Mawar pada pukul 13.00 WIB. pada tanggal 17
Desember 2018 dilakuakan pemeriksaan Labarotorium darah perifer
Hasil Lab DPL Hemoglobin : 11,7, g/dl Leukosit : 4,50 10^3/ul,
Trombosit : 136 10^3/ul, Hematokrit : 35,9 %, Hemostasis BT : 1,45
menit, CT : 4,00 menit, PT : 11,5 detik. Kimia klinik GDS : 106 mg/dl
Reduksi (-). Fungsi ginjal Ureum : 39 mg/dl Creatinin : 1,3 mg/dl, egfr :
55ml/menit/1.73m2, Elektrolit Na : 146 mmol/L, K : 4,0 mmol/L, Cl :
105 mmol/L, Ca : 9,7 mg/dl, Magnesium : 1,8 mg/Dl. Observasi klien
sudah tidak sesak RR : 20x/menit.
20
3. Riwayat Keperawatan
68 thn
Tn. H anak pertama dari dua bersaudara, ayahnya meninggal sejak Tn. H
usia 3 tahun karena sakit. Klien tinggal bersama dengan istri dan anaknya.
Orang terdekat klien adalah istrinya Keluarga atau orang yang disekitar
klien tidak ada yang mempunyai penyakit yang menjadi faktor resiko. Pola
komunikasi verbal, pembuatan keputusan dengan musyawarah, dan
kegiatan kemasyarakatan klien yaitu mengikuti siskamling dan pengajian.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga yaitu keluarga khawatir dengan
penyakit yang di derita oleh klien dan masalah yang mempengaruhi klien
yaitu klien cemas terhadap penyakitnya karena penyakitnya kambuh lagi.
Mekanisme koping terhadap stress adalah tidur dan berbincang bincang .
Hal yang sangat dipikirkan klien saat ini yaitu takut penyakitnya kambuh
lagi, harapan setelah menjalani perawatan yaitu penyakitnya tidak kambuh
lagi, dan perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit yaitu klien tidak
dapat beraktivitas normal. System nilai kepercayaan : tidak ada nilai-nilai
yang bertentangan dengan kesehatan dan klien melakukan sembahyang ke
gereja setiap minggu untuk aktivitas agama yang dilakukan. Kondisi
lingkungan rumah klien bersih.
System penglihatan : posisi mata simetris, tidak ada kelainan pada otot
mata, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva
anemis, kornea normal, sclera anikterik, pupil isokor, fungsi penglihatan
baik, tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada pemakaian kacamata, dan
tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap cahaya baik.
System syaraf pusat : keluhan sakit kepala tidak ada, tingkat keasadaran
compos mentis, Glassglow Coma Scale (GCS) : E : 4 M : 6 V : 5, tidak
ada tanda-tanda peningkatan TIK, klien tidak terjadi gangguan system
persyarafan. Pemeriksaan reflek : reflek fisiologis normal dan tidak
mengalami reflek patologis.
5555 5555
5555 5555
Penalatalaksanaan (Therapi) :
a. Terapi Obat :
1) Terapi Oral
a) Capsul campur 2x150,2mg (harnal 0,2mg, urogetik 100mg,
urotractin 50mg) (pukul 06.00, 18.00)
b) Ciprofloxacin 3x250mg (06.00, 14.00, 22.00)
2) Terapi Parenteral :
a) Vitamin K 2x10 mg/ml (Pukul 06:00, 18:00),
b) Asam traneksamat 3x500 mg (Pukul 06:00, 14:00, 22.00),
c) Ranitidin 2x25 mg (Pukul 07:00 dan pukul 16:00),
d) Ketorolac 2x30 mg/ml di oplos dengan Nacl 0,9% sebanyak
10ml (Pukul 07:00, 16:00),
e) Metronidazole 3x5 mg/ml (Pukul 07:00, 16:00, 22:00),
f) Ceftriaxone 1x2000mg di oplos dengan Nacl 0,9% 100ml
diberikan melalui drip IV (07.00).
25
6. Data Fokus
Data Subjektif :
Data Objektif :
Kesadaran composmentis, wajah klien tampak meringis kesakitan, perut
bagian bawah klien tegang, TD 130/80mmHg, N 84x/menit, RR
18x/menit, S 37,2C, skala nyeri 4, makan habis setengah porsi, setelah
post op TURP terpasang dower kateter cabang 3 : intake 9.610 ml
(spoeling : 8000ml, oral : 700 ml, parenteral : 910 ml), output : 9650 ml
(urine : 1.000 ml, IWL : 650 ml, spoeling : 8000 ml). Makan habis ¼
porsi. Adl dibantu sebagian. Klien tampak cemas.
26
7. Analisa Data
B. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder pada TURP
2. Perubahan eliminasi urine b/d Pasca obstruksi dieresis dari drainase cepat
kandung kemih
3. Resiko Infeksi b/d kerusakan jaringan efek dari prosedur pembedahan
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
Rencana tindakan:
1. Ukur tanda – tanda vital tiap 6 jam ( pkl. 05, 11, 16, 23 )
2. Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas (skala 5-6).
3. Berikan teknik relaksasi
4. Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
5. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
6. Berikan obat analgetik sesuai indikasi (keterolac 2x30mg/ml)
Pelaksanaan
Minggu 16 Desember 2018
Evaluasi :
S : klien mengatakan masih nyeri pada bagian perut bagian bawah, dan
nyeri pada ujung penis muncul saat bergerak dan pada bagain dalam penis.
P: Intervensi dilanjutkan
Mandiri :
1. Ukur tanda – tanda vital tiap 6 jam ( pkl. 05, 11, 16, 23 )
2. Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas (skala 5-6).
3. Berikan teknik relaksasi
4. Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
5. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
6. Berikan obat analgetik sesuai indikasi (keterolac 2x30mg/ml)
S : klien mengatakan masih nyeri pada saat duduk dan nyeri pada bagian
ujung penis saat bergerak
P : Intervensi dilanjutkan
Mandiri :
1. Ukur tanda – tanda vital tiap 6 jam ( pkl. 05, 11, 16, 23 )
2. Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas (skala 5-6).
3. Berikan teknik relaksasi
4. Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan
5. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
6. Berikan obat analgetik sesuai indikasi (keterolac 2x30mg/ml)
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
2. Perubahan eliminasi urine b/d Pasca obstruksi dieresis dari drainase cepat
kandung kemih yang terlalu distensi secara kronik
DS: klien mengatakan buang air kecil tidak puas atau tidak lampias
DO: keadaan composmentis, perut bagian bawah tegang, terpasang dcat
cab 3 spoel drip nacl 0,9% menetes lancar, Pemasukan : intake 9.610 ml
(spoeling : 8000ml, oral : 700 ml, parenteral : 910 ml), output : 9650 ml
(urine : 1.000 ml, IWL : 650 ml, spoeling : 8000 ml).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
klien menunjukan kontinensia urine.
KH : eliminasi urine tidak terganggu, klien berkemih tanparetensi,
tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancer lewat kateter.
Rencana Tindakan
1. Kaji output urine dan karakteristiknya
2. Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna
3. Pertahankan irigasi urine
4. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemi, ketidakmampuan
berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.
5. Berikan obat sesuai indikasi Capsul campur 2x150,2mg (harnal
0,2mg, urogetik 100mg, urotractin 50mg) (pukul 06.00, 18.00)
Pelaksanaan
Minggu 16 desember 2018 pukul 14.00
33
Pukul 06.00 memberikan obat pagi Capsul campur 150,2mg (harnal 0,2
mg, urogetik 100 mg, urotractik 50 mg) , pasien tampak rileks, skala nyeri
3 Pukul 10.55 mengkaji intake dan output hasil minum 300 cc, infus 430
cc urine 800 cc. Pukul 13.00 memantau eliminasi urine hasil urine
berwarna kuning kemerahan berbau khas. Pukul 15.00 mengkaji keluhan
rasa penuh pada kandung kemih hasil urine keluar dengan lancar 1100 cc.
pukul 15.05. pukul 16.20 memantau eliminasi urine hasil urine tampak
kekuningan. Pukul 18.00 memberikan obat Capsul campur 150,2mg
(harnal 0,2 mg, urogetik 100 mg, urotractik 50 mg). Pukul 22.00 Capsul
campur 150,2mg (harnal 0,2 mg, urogetik 100 mg, urotractik 50 mg),
pasien tampak rileks, skala nyeri berkurang. Mengukur UMU klien
pemasukan : minum : 900cc+250cc+200cc (spoling 8000cc) = 1350cc.
output: urine : 800+1100 (spoling 8000cc) = 1900 cc IWL 550 cc blace
cairan 1350 cc -1900cc : 550cc ( dalam 24 jam )
150,2mg dengan hasil obat masuk dengan lancar pasien tampak rileks.
Pukul 07.00 mengkaji intake dan output hasil infus 250cc spoeling 500cc
urine 1000c. Pukul 08.30 melepakan kateter dengan hasil klien sudah
mampu BAK secara sadar dan terkontrol.
Evaluasi
Minggu 16 desember 2018 pukul 17.00
P : Intervensi dilanjutkan
Mandiri :
A : Masalah tercapai
P : Intervensi dihentikan
Palaksanaan
Minggu 16 desember 2018
Pukul 06.00 memberikan obat pagi metronidazole 5 mg (inj),
Ciprofloxacin 250mg (po), pasien tampak rileks, skala nyeri 3. Pukul
07.00 memberikan obat ceftriaxone 2000mg dalam 100cc NaCl0,9% via
trhereway. Pukul 09.00 mengkaji tanda tanda infeksi hasil urine
berwarna kuning kemerahan berbau khas. Pukul 13.00 melakukan
perawatan kateter hasil tidak ada tanda-tanda infeksi(kemerahan,
peningktan, suhu,bngkak). Pukul 16.00 memberikan obat sore
metronidazole 5 mg (inj), Ciprofloxacin 250mg (po), . Pukul 22.00
memberikan obat metronidazole 500 mg (inj), Ciprofloxacin 250mg (po),
pasien tampak rileks.
Evaluasi
Minggu 16 desember pukul 17.00
S : klien mengatakan klien mengatakan masih nyeri pada bagian perut
bagian bawah
O : klien tampak meringis TTV dengan hasil TD 130/80 mmHg, nadi :
82 x/mnt, RR : 18 x/mnt, suhu : 37,4◦C, skala nyeri 4. nyeri pada
simpisis pubis lamanya 2 menit skala nyeri 3, warna urine kuning
kemerahan, berbau khas. Leukosit : 4,50 10^3/ul.
38
Pelaksanaan
menganjurkan makan porsi kecil tapi sering hasil klien habis makan
buah papaya. Pukul 16. 00 memberikan obat Ranitidine 25mg dengan
hasil obat diberikan dengan lancar. Pukul 18.00 melibatakan keluarga
dalam pemberian makanan hasil makan habis ½ porsi.
Evaluasi
S: klien mengatakan napsu makan mulai ada, makan mau yang manis-
manis
P : intervensi dilanjutkan
Berikan obat sesuai indikasi Ranitidin 2x25 mg (Pukul 07:00 dan pukul
16:00)
A : masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan frekuensi nadi
permenit diatas frekuensi istirahat
2. Catat peningkatan TD
3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan atau kelelahan
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Pelaksanaan :
Pukul 09.00 WIB mengkaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medic, Keadan umum klien baik dan hasil observasi TTV, yaitu
TD: 135/80, N: 95, Suhu 36,7 C, RR 19. Pukul 10.00 menolong BAB
pasien bersama keluarga dan menganjurkan klien untuk istirahat.
Pukul 09.00 WIB mengkaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan
evaluasi medic, Keadan umum klien baik dan hasil observasi TTV, yaitu
TD: 130/70, N: 90, Suhu 36,5 C, RR 18. Pukul 10.00 klien sudah dapat
ke kamar mandi dengan tanpa bantuan.
Evaluasi
P : Intervensi dilanjutkan
43
A : Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pada teori pnyebab BPH (Benigna hyperplasia prostat) belum ditemukan
secara jelas akan tetapi ada salah satu faktor resiko yang dapat memicu
trjadinya BPH yaitu adanya proses penuaan, dimana kadar testosteron serum
menurun, dan kadar estrogen serum meningkat. Estrogen/androgen yang lebih
tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan prostat, adanya pembesaran
tersebut dapat terjadi kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan
kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urin dapat
mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. Tidak terdapat kesenjangan
pada teori dan kasus tersebut.
Tanda dan gejala yang sesuai dengan teori dan kasus adalah inkontenensia,
bak terrsedat-sedat, BAK terasa sakit, nyeri perut bagian baewah daerah
simpisis, BAK darah sejak 3 hari yang lalu, dan tanda gejala yang ada pada
teori namun tidak ada pada kasus adalah sering berkemih, nokturia, urgensia
(kebelet), dan rasa tidak lampias sedangkan tanda gejala yang ada pada kasus
namun tidak ada pada teori adalah pusing, tidak nafsu makan, nyeri pinggang
sejak satu bulan yang lalu dan disertai mual muntah. terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus yang ada pada kasus namun tidak ada pada teori yaitu
pusing, tidak nafsu makan, nyeri pinggang sejak satu bulan yang lalu dan
disertai mual muntah, dikarenakan klien pada pemeriksaan kreatinin+Egfr 1,1
mg/dl dan 6,9ml/menit.
44
45
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori ada 5 diagnosa keperawatan yang
ada pada kasus 3 dan, 5 diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori dan
kasus adalah Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder pada TURP, Perubahan
eliminasi urine b/d Pasca obstruksi dieresis dari drainase cepat kandung
46
kemih, Resiko Infeksi b/d kerusakan jaringan efek dari prosedur pembedahan.
terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dagnosa keperawatan yang ada
pada kasus namun tidak pada materi adalah Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b/d Intake inadekuat, dikarenakan klien masih mual dan abomen terasa
keras dan intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik dikarenakan klien masih
ada nyeri dibagian perut bagian bawah dan terasa kembung sehingga tidak
dapat beraktiitas dengan baik, Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
yang di alami karena pasien merasa cemas takut penyakitnya kamubuh lagi
meski sudah di lakuakn pembedahan.
Pada tahap ini penulis tidak menemukan penghambat, faktor pendukung klien
dan keluarga serta data-data pengkajian keperawatan dan adanya referensi
yang cukup untuk menunjang diagnosa tersebut
C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap ini perencanaan keperawatan 5 diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada kasus dan sesuai dengan teori yaitu adalah Nyeri (akut) b/d
Insisi sekunder pada TURP, Perubahan eliminasi urine b/d Pasca obstruksi
dieresis dari drainase cepat kandung kemih, Resiko Infeksi b/d kerusakan
jaringan efek dari prosedur pembedahan, yang ada pada kasus namun tidak
ada pada teori Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat,
intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
Pada diagnosa pertama sesuai dengan teori Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder
pada TURP, Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri Kriteria hasil : nyeri hilang,
tampak rileks, mampu istirahat dengan baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal : TD normal 110/70-130/80 mmHg, Suhu 36,5-37,5OC, Nadi 80-
100x/menit, Respirasi 18-20x/menit, Skala Nyeri 0, perencanaan yang sesuai
dengan teori adalah Kaji nyeri : lokasi, karakteristik, kualitas dan intensitas
(skala 5-6), Berikan teknik relaksasi, Plester selang drainase pada paha dan
47
Diagnosa kedua Perubahan eliminasi urine b/d Pasca obstruksi dieresis dari
drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronik, Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien
menunjukan kontinensia urine, KH : eliminasi urine tidak terganggu, klien
berkemih tanparetensi, tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancer
lewat kateter. Perencanaan yang sesuai dengan teori adalah Kaji output urine
dan karakteristiknya, Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
volume dan warna, Pertahankan irigasi urine, Perhatikan keluhan rasa penuh
kandung kemi, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.
Pada diagnosa ketiga Resiko Infeksi b/d kerusakan jaringan efek dari
prosedur pembedahan, Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24jam diharapkan infeksi dapat dicegah dan klien dapat
meningkatkan pertahanan tubuh. Kriteria hasil: Klien tidak mengalami
infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukkan kemampuan untuk
mencegah infeksi Rencana Tindakan Ajarkan teknik cuci tangan, Kaji tanda-
tanda infeksi, Berikan perawatan cateter, Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi, Kolaborasikan dalam pemberian antibiotic.
Diagnosa keempat Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake inadekuat,
setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam nutrisi terpenuhi,
Menunjukkan tingkat energy biasanya, mendemonstrasikan berat badan
stabil, makan habis 1 porsi perencanaan keperwatan sesuai dengan
teori,Tentukan program diet dan pola makan yang dapat dihabiskan,
Identifikasi makanan yang disukai, Libatkan keluarga pasien pada
perencanaan makanan sesuai indikasi, Anjurkan makan porsi sedikit tapi
sering.
48
Pada tahap ini penulis tidak menemukan penghambat, faktor pendukung klien
dan keluarga serta data-data pengkajian keperawatan dan adanya referensi
yang cukup untuk perencanaan tersebut.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan pada tahap pelaksanaan keperawatan penulis telah
melaksanakan tindakan sesuai dengan yang sudah direncanakan terdapat
kesenjangan pada teori dan kasus yang ada pada kasus namun tidak ada pada
teori yaitu perencanaan pada Nutrisi berhubugan dengan intake anadekuat,
intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.
Ada beberapa tindakan yang tidak terlaksana pada diagnosa nutrisi kurang
dari kebuthan b/d intake inadekuat yaitu timbang berat badan seminggu
sekali, karena keadaan klien yang lemah, nyeri bagian perut bawah bila
berdiri dan aktivitas klien harus dibantu keluarga. Pada diagnosa resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan yaitu pertahankan sistem
kateter steril, berikan perawatan katerter dengan steril. Karena tidak
tersedianya alat (sarung tangan steril), sehingga penulis melakukan perawatan
kateter dengan prinsip bersih. Perencanaan yang lain tidak ada kesenjangan
antara teori dan kasus.
49
Pada tahap ini penulis tidak menemukan penghambat, faktor pendukung klien
dan keluarga sangat membantu serta data-data pengkajian sehingga
memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi keperawatan penulis melakukan evaluasi keperawatan
setelah melakukan tindakan selama 3 hari, penulis mengacu pada tujuan dan
kriteria hasil yang terdapat pada perencanaan keperawatan sesuai dengan
diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang ada yaitu Nyeri (akut) b/d Insisi sekunder pada
TURP tujuan tercapai ditandai dengan klien mengatakan tidak nyeri, klien
tampak rileks, klien bisa tidur dengan nyenyak, skala nyeri 0-1.
Diagnosa kelima yaitu Intoleransi aktivitas diri b/d kelemahan fisik tujuan
tercapai di tandai dengan klien mampu melakukan aktivitas sendiri tanpa
bantuan.
50
Pada tahap ini penulis tidak menemukan penghambat, faktor pendukung klien
dan keluarga sangat membantu serta data-data pengkajian sehingga
memudahkan dalam melakukan evaluasi pada tindakan keperawatan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada tahap pengkajian keperawatan penyebab dari Benigna Prostat
Hyperplasia (BPH) yaitu adalah salah satunya yaitu proses penuaan dan
terjadi ketidakseimbangan antara hormone esterogen dan testosteron.
Penatalaksanaan medis secara farmakoterapi yang diberikan yaitu antibiotik
dan analgetik. Penatalaksanaan medis secara operatif yaitu dilakukan
tindakan operasi TURP.
Ada 2 diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus namun tidak ada
pada teori. Dan 5 diagnosa keperawatan yang ada pada kasus dan ditemukan
pada teori.
51
52
B. Saran
Berdasarkan kesimpuln diatas maka penulis memberikan saran :
1. Diharapkan penulis lebih intensif melakukan pengkajian keperawatan
dan masalah yang mungkin muncul pada penderita BPH.
2. Perawat dan penulis mampu meningkatkan kerjasama yang baik dalam
melaksanakan tindakan asuhan keperawatan khususnya pada penderita
BPH.
3. Perawat dan penulis dapat lebih meningkatkan kualitas keperawatan pada
klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, A., dkk (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama
Jakarta; Media Aesculpius FKUI
Black and Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Menegemen for Positif
Outcomes. Elsevier Soundest
Carpenito,L.J., (2006). Rencana Asuhan Keperawatan dan Pendokumentasian
Keperawatan. Edisi 2, Alih bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC
Nursalam. (2011) Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.
Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta:EGC
Doengoes, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Nurarif, H., dkk (2015), Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC, Jakarta,
Medi Action Publishing.
53