Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN POST SC ( SECTIO CAESAREA )

Diajukan Untuk Tujuan Praktik Klinik Mata Kuliah Maternitas

Dosen Pengampu : Hj. Endang Suartini, S.ST, M.Kes

Disusun oleh :

Asri Mulyani

( P27905120004 )

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

TAHUN AJARAN 2020/2022


A. Konsep Post SC ( Section Caesarea )

1. Definisi
Section Caesarea adalah suatu cara melakukan dengan membuat system
pada dinding uterus melalui dinding dengan perut ( Amru Sofian, 2012 ).
Section Caesare adalah cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina ( Moctar, 1998 dalam
siti, dkk 2013 ).
Pre Eklampsi adalah suatu penyakit kehamilan yang disebabkan
kehamilan itu sendiri, pre eklampsia yang teiah lanjut atau pre eklampsia berat
menunjukan gejala trias yaitu hipertensi, oedema, dan proteinuria (Tabel, 1994 :
236).
Masa nifas atau post parfum adalah masa pulih kembali, mulai dan
persalinan selesai sampai dengan pulihnya alat-alat reproduksi sampai keadaan
sebelum hamil, berlangsung 6-8 minggu (Mochtar, 1998 : 115). Berdasarkan
pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa post sectio caesaria
dengan indikasi pre eklampsia adalah masa pulihnya alat-alat reproduksi setelah
kelahiran janin melalui insisi dinding abdomen dan uterus disebabkan
kehamilan itu sendiri dengan gejala trias yaitu hipertensi, oedema, dan
proteinuria.

2. Etiologi
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu, pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik ( disproporsi janin / panggul ),
ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan
penggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta
tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( Jantung, DM ).
Gangguan perjalanan persalinan ( Kista Ovarium, mioma uteri, dan
sebagainya ).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forceps ekstraksi ( Nurarif & Hardhi, 2015 ).

3. Patofisiologi dan Pathway


a. Patofiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan
persalinan nrmal tidak memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan
tindakan Sectio Caesarea, bahkan sekarang Sectio Caesarea menjadi salah
satu pilihan persalinan ( Sugeng, 2010 ).
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture
sentralis dan lateralis, pannggul sempit, partus tidak maju (partus lama),
pre-eklamsi, distokksia service dan mall presentasi janin, kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu
Sectiocaesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang
akan menyebabkan pasien mengalami mobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara
dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
deficit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal
ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi, yang bila
tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
b. Pathway
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis eklampsia dan pre eklampsia menurut Hacker (2001) adalah :
1) Pre eklampsia ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg sampai 160/110 mmHg atau sistolik lebih
dan atau sama dengan pcningkatan 30 mmHg, distolik lebih dan atau sama
dengan peningkatan 15 mmHg, proteinuria kurang dan 5 gram/24jam (+ 1
sampai +2), oedema tangan atau muka.
2) Pre eklampsia berat
Tekanan darah lebih dan 160/110 mmHg, Proteinuria lebih dan 5 gram/24
jam (+ 3 sampai + 4), oedema tangan dan atau muka.
3) Eklampsia
Salah satu gejala di atas disertai kejang

5. Penatalaksanaan ( Medis dan Keperawatan )


a. Penatalaksanaan Medis
1) Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yan biasa diberkan biasanya DS 10% gram fisiologi dan
RL secara bergantian dan jumlah tetesan bergantung kebutuhan. Bila
kada Hb rendah diberikan transfuse darah sesuai kebutuhan.
2) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 – 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan pasien.
3) Pemberian obat – obatan
Antibiotic cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda –
beda sesuai indikasi.
4) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat diberikan melalui supositoria obat yang diberikan
ketopropen sup 2x24 jam, melalui orang obat yang dapat diberikan
tramadol atau paracetamol taip 6 jam, melalui injeksi ranitidine 90-
75mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
5) Obat – obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberkan caboransia seperti neurobian I, Vit C.

b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Diet
Pemberian cairan perinfus basanya dihentikan setelah penderita flatus,
lalu dimualilah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan ppada 6 –
8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
2) Mobilisasi
Mobilisasi diakukan secara bertahap meliputi : miring kanan dan kiri,
dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Latihan pernafasan dapat
dilakukan pasien sambal tidur terlentang sendiri mungkin setelah sadar.
Hari kedua post operasi, pasien dapat didudukan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Kemudian
posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
( semifowler ). Selanjutnya selam berturut – turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, berjalan – jalan, dan kemudia
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
3) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 ari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
4) Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada ari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompresi, biasanya mengurangi
rasa nyeri.
5) Pemeriksaan rutin
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, TD,
nadi, dan pernafasan.

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2) Pemantauan EKG
3) JDL dengan diferensial
4) Elektrolit
5) Hemoglobin/Hematokrit
6) Golongan Darah
7) Urinalis
8) Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9) Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
10) Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker,Susan martin,1998. Dalam buku
Aplikasi Nanda 2015).

7. Komplikasi
Komplikasi operasi sectio caesarea (SC) atau biasa disebut operasi sesar
atau caesarean section, dapat dibedakan menjadi komplikasi pasca operasi dan
komplikasi jangka panjang. Teknik operasi dan indikasi operasi yang baik dapat
mengurangi komplikasi akibat SC.
Komplikasi SC dapat menyebabkan mortalitas ibu, sehingga perlu
diperhatikan. SC juga dapat menyebabkan komplikasi pada neonatus, seperti
transient tachypnea of the newborn.
a. Komplikasi Jangka Pendek
Komplikasi jangka pendek akibat sectio caesarea (SC) dapat terjadi
intraoperatif ataupun pasca operasi. Komplikasi yang dapat terjadi antara
lain adalah:
• Infeksi
Infeksi pasca operasi SC paling sering disebabkan oleh endometritis,
infeksi luka bekas operasi, dan tromboflebitis akibat akses intravena.
Pemberian profilaksis antibiotik serta teknik operasi yang baik dapat
mengurangi infeksi pasca partum pada SC. Infeksi juga dapat terjadi
akibat pemasangan kateter.
• Sepsis
Pasien yang mengalami infeksi pasca SC juga berisiko mengalami sepsis.
Sepsis terjadi pada 6.8%-9.7% pasien dengan luka operasi terinfeksi dan
3.9-18.4% pada pasien endometritis pasca operasi. Pemberian antibiotik,
drainasi, laparotomi ulang, serta eksloprasi luka dapat dilakukan untuk
menangani sepsis pasca SC.
• Perdarahan
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi SC yang paling sering
terjadi. Perdarahan dapat terjadi secara langsung ataupun lambat/delayed.
Faktor risiko perdarahan pasca SC antara lain adalah: plasenta previa,
distosia, perdarahan antepartum, fibroid uterus, obesitas, pemakaian
anestesi umum. Perdarahan umumnya disebabkan karena atonia uteri,
trauma jaringan, trauma kandung kemih, gangguan koagulasi, atau
masalah plasenta. Penanganan akan sangat bergantung dari etiologi
perdarahan. Apabila terjadi atonia uterus, dapat dilakukan pemijatan
uterus, pemberian oksitosin, dan bila diperlukan dapat dilakukan
histerektomi.
• Gangguan Traktus Urinarius
Masalah traktus urinarius yang paling sering terjadi adalah trauma
kandung kemih atau trauma ureter. Hal ini cukup jarang terjadi, tetapi
dapat berakibat fatal. Teknik operasi yang baik dapat mengurangi
insidensi terjadinya gangguan traktus urinarius pasca SC. Pemasangan
kateter juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti
inkontinensia, retensio, infeksi, hematuria, dan sebagainya.
• Gangguan Traktus Gastrointestinal
Ileus merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi (12%). Ileus
pasca SC umumnya berhubungan dengan sindrom Ogilvie. Trauma usus
juga dapat terjadi, akan tetapi cukup jarang dan lebih sering terjadi intra
operasi karena teknik operatif yang kurang baik.
• Tromboemboli
Tromboemboli, terutama deep vein thrombosis (DVT) dapat terjadi
pasca SC. Risiko TVD lebih tinggi 4x lipat pada SC dibandingkan
persalinan per vaginam.
• Disrupsi Luka
Disrupsi luka / gagal menutup dapat terjadi pasca SC, terutama pada
wanita dengan obesitas, diabetes, insisi vertikal, dan riwayat disrupsi
luka. Disrupsi luka juga meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka
operasi. Operasi ulang untuk menutup luka dapat dilakukan.
• Komplikasi Anestesi
Komplikasi anestesi yang terjadi berbeda-beda tergantung teknik
anestesi yang dipilih. Anestesi regional merupakan pilihan yang lebih
baik, tetapi tetap dapat menyebabkan komplikasi seperti hematoma,
nyeri kepala, nyeri punggung, dan sebagainya.
b. Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang sectio caesarea (SC) adalah :
• Komplikasi luka
Komplikasi luka yang dapat terjadi antara lain bekas luka insisi keloid.
• Adhesi
Adhesi merupakan komplikasi SC yang paling sering terjadi. Risiko
seorang wanita mengalami adhesi meningkat seiring dengan
bertambahnya operasi SC. Prevalensi adhesi pada SC kedua adalah 12-
46% dan pada SC ketiga adalah 26-75%.
• Ruptur Uteri
Ruptur uteri cukup jarang terjadi pasca SC, namun risikonya meningkat
pada wanita-wanita yang menjalani Trial of Labor After Cesarean
(TOLAC).
• Plasentasi Abnormal
Wanita yang menjalani SC memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
plasenta previa, plasenta akreta, dan solusio plasenta pada kehamilan
berikutnya. Plasenta previa merupakan komplikasi yang paling sering
dengan peningkatan risiko sekitar 3-4x lebih sering.
Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Menurut Nuraruf & Kusuma( 2015 ), meliputi :
1) Biodata
Indetitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
tanggal masuk sakit, rekam medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya pasien post SC mengeluh nyeri pada daerah luka bekas
operasi. Nyeri biasanya bertambah parah jika pasien banyak gerak.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Dalam mengkaji riwayat kesehatan dahulu hal yang perlu dikaji adalah
penyakit yang pernah diderita pasien khususnya penyakit kronis, menular,
dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis
dan penyakit dalam.
4) Riwayat kesehata keluarga
Riwayat kesehatan keluarga berisi tentang pengkajian apakah keluarga
pasien memiliki riwayat penyakit kronis, menular, dan menahun seperti
penyakit ajntung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin
yang merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya pre eclampsia dan
giant baby, seperti diabetes dan hipertensi yang sering terjadi pada beberapa
keturunan.
5) Riwayat perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah sejak usia berapa,
lama pernikahan, berapa kali menikah, status pernikahan saat ini.
6) Riwayat obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan dan
nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong persalinan, dimana ibu
bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah pernah abortus, dan keadaan
nifas yang lalu.
7) Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis kelamin
anak, keadaan anak.
8) Riwayat KB

Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien pernah


ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat keluhan dan maalah
dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas ini akan
menggunakan alat kontrasepsi apa.
9) Pola – pola fungsi kesehatan
Setiap pola fungsi kesehatan pasien terbentuk atas interaksi antara pasien dan
lingkungan kemudian menjadi suatu rangkaian perilaku membantu perawat
untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memilah-milah data.
Pengkajian pola fungsi kesehatan terdiri dari pola nutrisi dan metabolisme
biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena adanya kebutuhan untuk
menyusui bayinya. Pola aktifitas biasanya pada pasien post sectio caesarea
mobilisasi dilakuakn secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri pada 6-8
jam pertama, kemudian latihan duduk dan latihan berjalan. Pada hari ketiga
optimalnya pasien sudah dapat dipulangkan. Pra eliminasi biasanya terjadi
konstipasi karena pasien post sectio caesarea takut untuk melakukan BAB.
Pola istirahat dan tidur biasasnya terjadi perubahan yang disebabkan oleh
kehadiran sang bayi dan rasa nyeri yang ditimbulkan akibat luka
pembedahan. Pola reproduksi biasanya terjadi disfungsi seksual yang
diakibatkan oleh proses persalinan dan masa nifas
10) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis
dari suatu penyakit. (Dermawan,2012).
• Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala, apakah
ada lesi atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat chloasma
gravidarum pada ibu post partum.
• Pada pemeriksaan mata meliputi kelengkapan dan kesimetrisan
mata,kelompok mata, konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan.
Pada ibu post sectio caesarea biasanya terdapat konjungtiva yang anemis
diakibatkan oleh kondisi anemia atau dikarenakan proses persalinan
yang mengalami perdarahan.
• Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi,
pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret,
sumbatan jalan nafas, apakah ada perdarahan atau tidak, apakah ada
polip dan purulent.
• Pada pemeriksaan telinga meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang
telinga, kebersihan dan ketajaman pendengaran.

• Pada pemeriksaan leher meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid,

bendungan vena jugularis. Pada ibu post partum biasanya terjadi

pemebesaran kelenjar tiroid yang disebabkan proses meneran yang

salah.

• Pada pemeriksaan mulut dan orofaring meliputi keadaan bibir,

keadaan gigi, lidah, palatum, orofaring, ukuran tonsil, warna tonsil.

• Pada pemeriksaan thorak meliputi inspeksi (bentuk dada,

penggunaan otot bantu nafas, pola nafas), palpasi (penilaian voval

fremitus), perkusi (melakukan perkusi pada semua lapang paru mulai

dari atas klavikula kebawah pada setiap spasiem intercostalis),

auskultasi (bunyi nafas, suara nafas, suara tambahan).

• Pada pemeriksaan payudara pada ibu yang mengalami bendungan

ASI meliputi bentuk simetris, kedua payudara tegang, ada nyeri

tekan, kedua puting susu menonjol, areola hitam, warna kulit tidak

kemerahan, ASI belum keluar atau ASI hanya keluar sedikit.

• Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi (amati ada

atau tidak pulsasi, amati peningkatan kerja jantung atau pembesaran,

amati ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung untuk


mengetahui ukuranjantung), auskultasi (bunyi jantung).

• Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi (lihat luka bekas

operasi apakah ada tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan, apakah

terdapat striae dan linea), auskultasi (peristaltic usus normal 5-35 kali

permenit), palpasi (kontraksi uterus baik atau tidak).

• Pada pemeriksaan genetalia eksterna meliputi inspeksi (apakah ada

hematoma, oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi

warna, jumlah, dan konsistensinya). Pada pemeriksaan kandung

kemih diperiksa apakah kandung kemih ibu penuh atau tidak, jika

penuh minta ibu untuk berkemih, jika ibu tidak mampu lakukan

kateterisasi

• Pada pemeriksaan anus diperiksa apakah ada hemoroid atau tidak.

Pada pemeriksaan integument meliputi warna, turgor, kerataan

warna, kelembaban, temperatur kulit, tekstur, hiperpigmentasi.

• Pada pemeriksaan ekstermitas meliputi ada atau tidaknya varises,

oedema, reflek patella, reflek Babinski, nyeri tekan atau panas pada

betis, pemeriksaan human sign.

• Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi

klien, proses berpikir, kemauan atau motivasi serta persepsi klien.


2. Diagnosis Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik pasca pembedahan ( D.0077 )
2) Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI ( D. 0029 )
3) Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri ( D. 0054 )

3. Perencanaan Keperawatan
No, SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut b.d agen Kontrol Nyeri ( L.08063 ) Manajemen Nyeri
pencedera fisik pasca ( I. 08238 )
pembedahan Ekspetasi : meningkat
( D.0077 ) Observasi
Kriteria hasil − Identifikasi lokasi,
Meningkat : karakteristik, durasi,
− Melaporkan nyeri frekuensi, kualitas,
terkontrol intensitas nyeri
− Kemampuan − Identifikasi skala nyeri
mengenali onset nyeri − Identifikasinrespons
− Kemampuan nyeri nonverbal
mengenali penyebab − Monitor efek samping
nyeri penggunaan analgetik
− Kemampuan Terapeutik
menggunakan tekik − Berikan teknik
nonfarmakologis nonfarmakologis
Menurun : untung menhurangi
− Keluhan nyeri nyeri
− Penggunaan analgetik − Fasilitasi istirahat dan
tidur
− Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
startegi meredakan
nyeri
Edukasi
− Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
− Jelaskan startegi
meredakan nyeri
− Anjurkan monitor
nyeri secara mandiri
− Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
− Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
− Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Menyusui tidak efektif Status menyusui Perawatan Kangguru
b.d hambatan pada ( L.03029 ) ( I.14559 )
neonates ( prematuritas )
( D. 0029 ) Ekspetasi : membaik Obervasi
− Monitor faktor orang
Kriteria hasil tua yang
Meningkat : mempengaruhi
− Perlekatan bayi pada keterlibatannya dalam
payudara ibu perawatan
− Kemampuan ibu
meposisikan bayi Terapeutik
dengan benar − Pastikan status
− Berat badan bayi fisiologis bayi
terpenuhi dalam
− Tetesan / pancaran ASI perawatan
− Putting tidak lecet − Sediakan lingkungan
setelah 2 minggu yang tenang, nyaman,
melahirkan dan hangat
− Bayi tidur setelah − Posisikan bayi
menyusui terlungkup tegak lurus
− Hisapan bayi di dada orang tua
− Miringkan kepala bayi
Menurun kesalah satu sisi kanan
− Bayi rewel atau kiri dengan kepala
− Bayi menangis setelah sedikit tengadah
menyusui ( ekstensi )
− Biarkan bayi telanjang
hanya mengenakan
popok, kaus kaki dan
topi
− Posisikan panggul dan
lengan bayi dalam
posisi fleksi
− Posisikan bayi
diamankan dengan
kain panjang atau
pengikat lainnya
− Buat ujung pengikat
tepat berada di bawah
kuping bayi

Edukasi
− Jelaskan tujuan dan
prosedur perawatan
kanguru
− Jelaskan keuntungan
kontak kulit ke kulit
orang tua dan bayi
− Anjurkan orang tua
menggunakan pakaian
yang nyaman dengan
bagian depan terbuka
3. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik Dukungan Mobilisasi
b.d nyeri ( D. 0054 ) ( L.05042 ) ( I.05173 )

Ekpetasi : meningkat Observasi


− Identifikasi adanya
Kriteria hasil nyeri atau keluhan
Meningkat : fisik lainnya
− Pergerakan ekstermitas − Identifikasi toleransi
− Kekuatan otot fisik melakukan
− Rentang gerak pergerakan
( ROM ) − Monitor frekuensi
jantung dan tekanan
Menurun : darah sebelum
− Nyeri memulai mobilisasi
− Gerakan terbatas − Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi

Terapeutik
− Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
− Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

Edukasi
− Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
− Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
− Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( miss,
duduk ditempat tidur,
duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi )

4. Evaluasi
Menurut Dion dan Betan (2013) evaluasi keperawatan adalah tahap akhir
dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dab terencana
antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kritria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan keluarga. Evaluasi bertujuan untuk melihat kemampuan
keluarga dalam mencapai tujuan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu :
a. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawtan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif
ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
Subjektif ( data berupa kebutuhan klien ), Objektif ( data hasil pemeriksaan ),
Analisa data ( perbandingan data dengan teori )m dan Planning
( perencanaan ).
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai
dna memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode
yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara
pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkait layanan
keperawatan mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Berghella V. Cesarean delivery: Postoperative issues. UpToDate. 2018. Diakses dari:


https://www.uptodate.com/contents/cesarean-delivery-postoperative-issues

Field A, Haloob R. Complications of caesarean section. Obstet Gynaecol. 2016;18:265–72.

Rini Susilo, indri Heri Susanti. 2018. PENURUNAN NYERI PADA IBU POST SECTIO CAESARIA
PASCA INTERVENSI BIOLOGIC NURTURING BABY LED FEEDING. Vol 16(2) : 83-88.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik ( 1st ed ). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Tindakan Keperawatan ( 1st ed ). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018. Standar Liuaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Ktiteria Hasil Keperawatan ( 1st ed ). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai