Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sectio Caesaria merupakan proses melahirkan janin, plasenta dan selaput

ketuban melalui dinding perut dengan cara membuat irisan pada dinding perut dan

rahim. Sectio Caesaria dapat dilaksanakan bila ibu sudah tidak dapat melahirkan

melalui proses alami. Operasi dilakukan dengan tujuan agar keselamatan ibu dan bayi

dapat tertangani dengan baik. Oleh karena itu banyak pasien yang percaya, bahwa

melahirkan dengan operasi caesar akan lebih baik bagi ibu dan bayi daripada proses

melahirkan secara normal. Namun demikian, operasi ini tetap memiliki beberapa

risiko terutama pada ibu dengan riwayat sectio caesaria pada proses melahirkan

sebelumnya (Wiliam, 2002).

Organisasi kesehatan dunia merekomendasikan bahwa tingkat operasi Caesar

tidak boleh melebihi 10% sampai 15% dari total persalinan. Hasil survey terbaru yang

dilakukan WHO menunjukkan bahwa sekitar 18,5 juta bedah sesar saat ini dilakukan

di seluruh dunia setiap tahunnya. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap 137 negara

di dunia, terdapat 54 negara dengan tingkat SC <10%, 14 negara memiliki tingkat SC

10%-15% dan 69 negara memiliki tingkat SC yang melebihi rekomendasi dari badan

kesehatan dunia yaitu >15% (Gibbons, et.al, 2010). Dr. Pisake Lumbiganon dari

Khon Kaen University, Thailand, menyatakan indikasi tersering Sectio Caesarea

1
2

adalah riwayat Sectio Caesarea, disproporsi sefalopelvik, fetal distress, dan presentasi

abnormal. China menunjukan angka Sectio Caesarea tertinggi yaitu 46,2% dan

mempunyai tindakan operasi tanpa indikasi terbesar yaitu 11,7%. Negara kedua

tertinggi untuk Sectio Caesarea tanpa indikasi adalah Vietnam dengan angka 1%

(RSCM, FKUI, 2011).

Frekuensi persalinan sectio caesaria di Indonesia juga terus mengalami

peningkatan. Beberapa persalinan operasi sesarea dilakukan dengan alasan medis

maupun psikologis. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa terdapat 15,3%

persalinan dilakukan melalui operasi. Provinsi tertinggi dengan persalinan melalui

operasi perut adalah DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau (24,7%), dan Sumatera

Barat (23,1%). Sementara itu di Propinsi Lampung, frekuensi operasi sesarea juga

cukup tinggi yaitu mencapai 11,3% (Balitbangkes Kemenkes RI, Riskesdas 2010).

Umur saat bersalin, pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pengeluaran perkapita

merupakan faktor yang diduga berpengaruh terhadap pilihan persalinan melalui

operasi sesarea. Ibu bersalin berumur 35 tahun ke atas relatif lebih banyak bersalin

melalui operasi sesarea (17,1%) dibandingkan usia <35 tahun walaupun perbedaan

proporsi tidak terlalu senjang yaitu 11,6% pada usia <20 tahun dan 15,2% pada usia

20‐34%. Terdapat 11,2% ibu bersalin dengan pendidikan tamat SD yang pada balita

terakhir melalui operasi sesarea, ibu dengan pendidikan SLTP 15%. Sedangkan ibu

bersalin dengan pendidikan perguruan tinggi 29,4%‐nya bersalin melalui operasi

sesarea. Persalinan melalui operasi sesarea tertinggi dilakukan oleh ibu bersalin yang

bekerja sebagai PNS/TNI/Polri/pegawai (27,1%) dan ibu yang sedang bersekolah


3

(24,8%). Berdasarkan kuantil pengeluaran perkapita, semakin tinggi tingkat

pengeluaran perkapita, pilihan operasi sesarea saat persalinan semakin tinggi

(Balitbangkes Kemenkes RI, Riskesdas 2010).

Rumah Sakit Umum Daerah Jend. Ahmad Yani Metro merupakan salah satu

rumah sakit besar yang ada di Kota Metro dan merupakah salah satu rumah sakit

rujukan untuk melakukan tindakan operasi sectio caesaria. Berdasarkan catatan di

Medical Record RSUD Jend. Ahmad Yani Metro diketahui bahwa pada tahun 2009

angka kejadian sectio caesaria mencapai 48, tahun 2010 terdapat 170, tahun 2011

terdapat 117 persalinsn SC. Sedangkan pada periode Januari s.d Nopember 2012

terdapat 174 persalinan SC. Dari data tersebut diketahui bahwa angka kejadian

persalinan sectio caesaria terus mengalami peningkatan. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang karakteristik ibu dan Indikasi dilakukan

tindakan Sectio caesaria (SC) di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian yaitu

bagaimanakah karakteristik ibu dan Indikasi dilakukan tindakan Sectio caesaria (SC)

di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


4

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik ibu

dan Indikasi dilakukan tindakan Sectio caesaria (SC) di RSUD Jend. Ahmad Yani

Metro tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi umur ibu bersalin sectio caesaria di

RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012

1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi paritas ibu bersalin sectio caesaria di

RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012

1.3.2.3 Untuk mengetahui distribusi frekuensi pendidikan ibu bersalin sectio caesaria

di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012

1.3.2.4 Untuk mengetahui distribusi frekuensi status pekerjaan ibu bersalin sectio

caesaria di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012

1.3.2.5 Untuk mengetahui indikasi dilakukannya tindakan sectio caesaria di RSUD

Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1.1 Bagi Tempat Penelitian

Sebagai tambahan informasi tentang ibu bersalin dengan tindakan sectio

caesaria

1.4.1.2 Bagi Peneliti

Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan penulis tentang

karakteristik ibu dan indikasi dilakukannya tindakan sectio caesaria serta


5

sebagai tambahan dari pengaplikasian ilmu yang telah diperoleh pada mata

kuliah metlit dan statistik.

1.4.1.3 Bagi Instansi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang membangun

terutama dalam teori-teori persalinan sectio caesaria

1.4.1.4 Penelitian Lain

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dalam

mengembangkan penelitian yang lebih lanjut.

1.5 Ruang Lingkup

1.5.1 Jenis : Deskriptif

1.5.2 Subjek : Karakteristik ibu dan indikasi dilakukan tindakan sectio

caesaria

1.5.3 Objek : Ibu bersalin dengan metode sectio caesaria

1.5.4 Tempat penelitian : Rumah Sakit Umum Daerah Jend. Ahmad Yani Metro

1.5.5 Waktu penelitian : setelah proposal disetujui

1.5.6 Alasan penelitian : Rumah Sakit Umum Daerah Jend. Ahmad Yani Metro

merupakan salah satu rumah sakit besar yang ada di

Kota Metro dan merupakah salah satu rumah sakit

rujukan dari daerah Lampung Tengah, Timur, dan

Pesawaran untuk melakukan tindakan operasi sectio

caesaria. Berdasarkan catatan di Medical Record RSUD

Jend. Ahmad Yani Metro diketahui bahwa angka


6

kejadian sectio caesarea cenderung mengalami

peningkatan yaitu pada tahun 2009 angka kejadian

sectio caesaria mencapai 48, tahun 2010 terdapat 170,

tahun 2011 terdapat 117 persalinsn SC dan pada

periode Januari s.d Nopember 2012 meningkat menjadi

174 persalinan SC.

1.6 Keterbatasan Penelitian

1.6.1 Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama penulis lakukan, sehingga

masih banyak kekurangan baik dalam teori-teori yang penulis cantumkan

maupun dalam uraian di pembahasan.

1.6.2 Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang hanya menggambarkan

fenomena yang terjadi tanpa menghubungkan dengan keadaan lain.

1.6.3 Hasil penelitian ini belum dapat mewakili karakteristik dan indikasi

dilakukannya tindakan sectio caesaria secara menyeluruh karena penulis

hanya melakukan pengambilan sampel pada satu rumah sakit.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sectio Sesarea

2.1.1 Pengertian Sectio Caesarea

Secario caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada

dinding uterus melalui dinding depan perut. Sectio caesaria adalah suatu persalinan

buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan

dinding rahim dalam keadaan utuh dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam

keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2010).

Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi

pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan

melalui perut dan dinding perut dan dinding janin agar anak lahir dengan keadaan

utuh dan sehat (Jitowiyono & Kristianasari, 2010).

2.1.2 Jenis/Tipe Sectio caesaria

Menurut Oxorn & Forte (2010) Jenis/tipe sectio caesaria yang ada saat ini

adalah sebagai berikut:

2.1.2.1 Segmen bawah: Insisi melintang

Tipe ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun

dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun rongga rahim terinfeksi.
8

Insisi melintang bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan

obstetrik pada hal-hal berikut:

1. Insisi ini memungkinkan ahli kebidanan untuk mengubah keputusan

2. Insisi ini menghasilkan konsep trial of labor, trial of oxytocin stimulation &

trial forceps.

3. Indikasi kelahiran dengan forceps yang membawa cedera benar-benar telah

ditiadakan

4. Indikasi untuk sectio caesaria semakin meluas

5. Morbiditas dan mortalitas maternal lebih rendah dibandingkan insisi segmen

atas

6. Cicatrix yang terjadi pada uterus lebih kuat

Keuntungan sectio caesaria tipe segmen bawah: insisi melintang adalah sebagai

berikut:

1. Insisinya ada pada segmen bawah uterus. Namun demikian, kita harus yakin

bahwa tempat insisi ini berada pada segmen bawah yang tipis dan bukannya

pada bagian inferior dari segmen atas yang muskuler.

2. Otot tidak dipotong tetapi dipisah ke samping: cara ini mengurangi

perdarahan

3. Insisi jarang terjadi sampai plasenta.

4. Kepala janin biasanya berada di bawah insisi dan mudah diekstraksi


9

5. Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah dirapatkan

kembali dibanding segmen atas yang tebal

6. Keseluruhan luka indisi terbungkus oleh lipatan vesiouterina sehingga

mengurangi perembasan ke dalam cavum peritonei generalisata

7. Ruptur jaringan cicatrix yang melintang kurang membahayakan jiwa ibu dan

janin karena:

a. Insidensi ruptura tersebut lebih rendah

b. Kejadian ini jarang terjadi sebelum aterm. Dengan demikian, pasien sudah

dalam pengamatan ketat rumah sakit.

c. Perdarahan dari segmen bawah yang kurang mengandung pembuluh darha

itu lebih sedikit dibandingkan perdasarahan dari corpus.

d. Ruptura bekas insisi melintang yang lebih rendah letaknya kadang-kadang

saja diikuti dengan ekspulsi janin atau dengan terpisahnya placenta

sehingga masih ada kesempatan untuk menyelamatkan bayi.

Adapun kerugian sectio caesaria tipe segmen bawah: insisi melintang

adalah sebagai berikut:

a. Jika insisi terlampau jauh ke lateral, seperti terjadi pada kasus yang

bayinya terlalu besar, maka pembuluh darah uterus dapat terobek sehingga

menimbulkan perdarahan hebat

b. Prosedur ini tidak dianjurkan kalau terdapat abnormalitas pada segmen

bawah, seperti fibroid atau varices yang luas.


10

c. Pemabedahan sebelumnya atau pelekatan yang pada yang menghalangi

pencapaian segmen bawah akan mempersulit operasi

d. Kalau segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan

melintang sukar dikerjakan

e. Kadang-kadang vasica urinaria melekat pada jaringan cicatrix yang terjadi

sebelumnya sehingga vesica urinaria dapat terluka.

2.1.2.2 Segmen bawah: Insisi membujur

Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti pada

insisi melintang. Insisi membujur dibuat skalpel dan dilebarkan dengan

gunting tumpul untuk menghindari cedera pada bayi. Insisi membujur

mempunyai keuntungan yaitu kalau perlu luka insisi bisa diperlebar ke atas.

Pelebaran ini diperlukan kalau bayinya besar, pembentukan segmen bawah

jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau kalau ada anomali janin

seperti kehamilan kembar yang menyatu (conjoined twins). Sebagian ahli

kebidanan menyukai jenis insisi ini untuk plasenta previa.

Salah satu kerugian utamanya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang

lebih banyak karena terpotongnya otot: juga, sering luka insisi tanpa

dikehendaki meluas ke segmen atas sehingga nilai penutupan retroperitoneal

yang lengkap akan hilang.

2.1.2.3 Sectio caesaria Klasik

Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam

dinding anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting
11

berujung tumpul. Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering

dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus

ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini, hampir sudah tidak

dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan sectio caesaria klasik. Satu-satunya

indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam

menyingkap segmen bawah.

Oxorn & Forte (2010) mengungkapkan bahwa indikasi dilakukannya

tindakan seksio sesara klasik diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan dalam menyingkapkan segmen bawah

a. Adanya pembuluh-pembuluh darah besar pada dinding anterior

b. Vesica urinaria yang letaknya tinggi dan melekat

c. Myoma pada segmen bawah

2. Bayi tercekam pada letak lintang

3. Beberapa kasus placenta previa anterior

4. Malformasi uterus tertentu

Sedangkan kerugian dari tindakan sectio caesaria klasik diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Myometrium yang tebal harus dipotong, sinus-sinus yang lebar dibuka,

dan perdarahannya banyak

2. Bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga kemungkinan aspirasi

cairan ketuban lebih besar.


12

3. Apabila plasenta melekat pada dinding depan uterus, insisi akan

memotongnya dan dapat menimbulkan kehilangan darah dari sirkulasi

janin yang berbahaya

4. Letak insisi tidak tertutup dalam cavum peritonei generalisata dan isi

uterus yang terinfeksi kemungkinan besar merembes dengan akibat

peritonitis.

5. Insidensi pelekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih tinggi

6. Insiden rupture uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi

2.1.2.4 Sectio caesaria extraperitoneal

Pembedahan extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya

histerektomi pada kasus-kasua yang mengalami infeksi luas dengan mencegah

peritonisit generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode sectio

caesaria extraperitoneal, seperti metode waters, latzko dan norton.

Teknik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk ke

dalam cavum peritonei, dan insidensi cedera vesica urinaria meningkat.

Perawatan prenatal yang lebih baik, penurunan insidensi kasus yang terlantar

dan tersedianya darah serta antibiotik telah mengurangi perlunya teknik

extraperioneal. Metode ini tidak boleh dibuang tetapi tetap disimpan sebagai

cadangan bagi kasus-kasus tertentu.

2.1.2.5 Histerektomi sesarea

Pembedahan ini merupakan sectio caesaria yang dilanjutkan dengan

pengeluaran uterus. Kalau mungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap


13

(histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtotal lebih mudah

dan dapat dikerjakan lebih cepat, maka pembedahan subtotal menjadi

prosedur pilihan kalau terdapat perdarahan hebat dan pasiennya shock, atau

kalau pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus

semacam ini, tujuan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin.

Adapun indikasi dilakukannya tindakan histerektomi sesarea adalah

sebagai berikut:

1. Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal

2. Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus plasenta

previa dan abruptio plasenta tertentu

3. Plasenta accreta

4. Firbomyoma yang multiple dan luas

5. Pada kasus-kasus tertentu kanker cervix atau ovarium

6. Ruptura uteri yang tidak dapat diperbaiki

7. Sebagai metode sterilisasi kalau kelanjutan haid tidak dikehendaki demi

alasan medis

8. Pada kasus-kasus yang terlantar dan terinfeksi jika risiko peritonitis

generalisata tidak dijamin dengan mempertahankan uterus; misalnya pada

seorang ibu yang sudah memiliki beberapa orang anak dan tidak ingin

menambah lagi.

9. Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus


14

10. Pelebaran luka insisi yang mengenai pembuluh-pembuluh darah sehingga

perdarahan tidak bisa dihentikan dengan pengikatan ligature.

2.1.3 Indikasi Dilakukan Sectio caesarea


Indikasi medis adalah petunjuk untuk melakukan pengakhiran kehamilan
dengan seksio sesarea yang dilakukan atas dasar menyelamatkan jiwa ibu dan
janinnya (Ezra, 2009). Menurut Jitowiyono & Kristianasari (2010) indikasi dilakukan
tindakan section caesarea adalah sebagai berikut:
a. Ibu
1) Indikasi sectio caesaria
2) Disproposi kepala panggul/CPD//FPD
3) Disfungsi uterus
4) Distosia jaringan lunak plasenta previa
b. Anak
1) Janin besar
2) Gawat janin
3) Letak lintang
Wiknjosastro (2010) menjelaskan bahwa beberapa indikasi dilakukannya
tindakan section sesarea adalah sebagai berikut:
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit absolut
2) Tumor-tumor jalan lahir yan g menimbulkan obstruksi.
3) Stenosis serviks/vagina
4) Plasenta previa .
5) Disproporsi sefalopelvis
15

6) Ruptura uteri membakat

b. Indikasi janin

1) Kelainan letak

2) Gawat janin

3) Pada umumnya seksio sesaria tidak dilakukan pada:

a) Janin mati
b) Syok,anemia berat sebelum di atasi
c) Kelainan kongenital berat (monter)

Sedangkan menurut Prima (2010) Ada beberapa kondisi yang

mengharuskan dilakukannya operasi sesar (terindikasi sectio caesaria), yaitu:

a. Faktor ibu

1) Panggul sempit,

2) Kemacetan persalinan (distosia),

3) Usia > 40 th dengan komplikasi seperti darah tinggi, diabetes,

4) Ibu dengan komplikasi berat (jantung,eklampsia)

5) Adanya hambatan dijalan lahir (kista dan miom besar),

6) Riwayat sesar 2 kali atau lebih,

7) Ketuban pecah lama

b. Faktor janin-plasenta

1) Bayi besar > 4 kg,

2) Kelainan Letak janin (Letak Lintang, Sungsang),

3) Gawat janin,
16

4) Kelainan janin (hidrosefalus yang ingin diselamatkan),

5) Plasenta previa (ari2 menutupi jalan lahir),

6) Plasenta lepas (solusio placentae),

7) Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung/lahir dahulu),

8) Janin kembar dengan janin terbawah bukan letak kepala.

2.1.4 Resiko/Komplikasi Sectio caesaria

Menurut Maulana (2010) beberapa resiko pada persalinan section sesarea

adalah sebagai berikut:

1. Resiko jangka pendek

a. Infeksi pada bekas jahitan

Infeksi luka akibat persalinan secarea beda dengan persalinan normal.

Luka prsalinan normal sedikit dan mudah terlihat, dengan oprasi secarea lebih

besar dan berlapis-lapis. Untuk diketahui ada sekitar 7 lapisan mulai dari kulit

perut sampai dinding rahim, yang setelah operasi selesai, masing-masing

dijahit sendiri. Jadi bisa ada 3 sampai 5 jahitan bila penymbuahan tidak

sempurna, kuman akan lebih mudah menginfeksi hingga luka lebih parah.

Bukan tidak mungkin dilakukan jahitan ulang.

b. Infeksi rahim

Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah terkena infeksi sebelumnya,

misalnya mengalami pecah ketuban. Saat dilakukan oprasi, rahimpun


17

terinfeksi. Apa lagi jika antibiotik yang digunakan dalam operasi tidak cukup

kuat.

c. Keloid

Keloid atau jaringan perut muncul pada organ tertentu karena

pertumbuhan berlebihan sel-sel pembentuk organ tersebut.ukuran sel

meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut. Perempuan yang punya

kecendrungan keloid tiap mengalami luka niscaya mengalami keloid pada

sayatan bekas oprasinya.

d. Cidera pembuluh darah

Pisau atau gunting yang dipakai dalam operasi beresiko mencederai

pembuluh darah. Misalnya tersayat. Kadang cidera terjadi pada penguraian

pembuluh darah yang lengket, ini adalah salah satu sebab mengapa darah

yang keluar pada persalinan secaria lebih banyak dibandingkan persalinan

normal.

e. Cedera pada kandung kemih

Kandung kemih letaknya melekat pada dinding rahim. Saat oprasi

secaer dilakukan, organ ini bisa terpotong. Perlu dilakukan operasi lanjutkan

untuk memperbaiki kandung kemih yang cedera tersebut.

f. Pendarahan

Pendarahan tidak bisa dihindari dalam proses persalinan. Namun, darah

yang hilang lewat oprasi secarea dua kali lipat dibandingkan lewat persalinan

normal.
18

g. Air ketuban masuk ke pumbuluh darah

Selama oprasi caesar berlangsung, pembuluh darah terbuka.

Memungkinkan komplikasi berupa masuknya air ketuban ke pembuluh darah

(embolus). Bila embolus mencapai paru-paru, terjadilah apa yang disebut

kulmonary embolism. Jatung dan pernafasan ibu bisa terhenti secara tiba-tiba,

terjadilah kematian mendadak.

h. Pembekuan darah

Pembekuan darah bisa terjadi pada urat darah halus di bagian kaki atau

organ panggul. Jika bekuan ini mengalir keparu-paru, terjadilah embolis.

i. Kematian saat persalinan

Beberapa penelitian menunjukan, angka kematian ibu pada operasi

cesarea lebih tinggi pada persalinan normal. Kematian umumnya disebabkan

kesalahan pembiusan atau pendarahan yang tak ditangani secara cepat.

j. Kelumpuhan kandung kemih

Usai operasi cesarea ada kemungkinan ibu tidak bisa buang air kecil

karena kandung kemihnya kehilangan daya gerak (lumpuh) ini terjadi karena

saat proses pembedahan berlangsung kandung kemih terpotong.

k. Hematoma

Hematoma adalah pendarahan dalam ronga tertentu jika ini terjadi,

selaput disamping rahim akan membesar membentuk kantung akibat

pengumpalan darah yang terus menerus. Akibat fatal, yaitu kematian ibu.

Sebenarnya, kasus ini bisa terjadi pada persalinan normal, tapi menginggat
19

resiko pendarahan pada operasi cesarea lebih tinggi resiko hematomapun

semakin besar.

l. Usus terpilin

Operasi cesarea mengakibatkan gerak peristaltik usus tak bagus.

Kemungkinan karena penanganan yang salah akibat manipulasi usus, atau

perlengketan usus saat mengembalikannya keposisi semula. Rasanya sakit

sekali dan harus dilakukan operasi ulang.

m. Keracunan darah

Keracunan darah pada operasi caesar dapat terjadi karena sebelumnya

ibu sudah mengalami infeksi. Ibu yang di awal kehamilan mengalami infeksi

rahim bagian bawah, berarti air ketubanya sudah mengandung kuman. Jika

ketuban pecah dan didiamkan, kuman akan aktif sehingga vagina berbau

busuk karena bernanah, selanjutnya, kuman masuk ke pembuluh darah ketika

oprasi berlangsung, dan menyebar ke seluruh tubuh, keracunan darah yang

berat menyebabkan kematian ibu.

2. Resiko jangka panjang

a. Masalah psikologis

Berdasarkan penelitian, perempuan yang mengalami operasi caesar punya

perasaan negatif usai menjalaninya (tanpa memperhatikan kepuasan atas hasil

operasi). Depresi pasca persalinan juga merupakan masalah yang sering

muncul. Beberapa mengalami reaksi setres pascatrauma berupa mimpi buruk,

kilas balik, atau ketakutan luar biasa terhadap kehamilan. Masalah psikologis
20

ini lama-lama akan mengganggu kehidupan rumah tangga atau menyulitkan

pendekatan terhadap bayi. Hal ini bisa muncul jika ibu tak siap menghadapi

oprasi.

b. Pelekatan organ bagian dalam

Penyebab pelekatan organ bagian dalam pasca operasi caesar adalah tak

bersihnya lapisan permukaan dari noda darah, terjadilah pelengketan yang

menyebabkan rasa sakit pada panggul, masalah usus besar, serta nyeri saat

melakukan hubungan seksual, jika kelak dilakukan operasi caesar lagi,

pelekatan bisa menimbulkan kesulitan teknik hingga melukai organ lain,

seperti kandung kemih atau usus.

c. Pembatasan kehamilan

Dahulu, Perempuan yang pernah menjalani oprasi caesar hanya boleh

melahirkan tiga kali. Kini, dengan teknik operasi yang lebih baik, ibu memang

boleh melahirkan lebih dari itu, bahkan sampai lima kali. Tapi resiko dan

komplikasinya makin berat.

3. Resiko persalinan selanjutnya

a. Robeknya jahitan rahim

Ada tujuan lapis jahitan yang dibuat saat operasi caesare, yaitu jahitan pada

kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar

dalam dan rahim, jahitan ini bisa robek pada persalinan berikutnya, makin

sering menjalani operasi cesarea, makin tinggi resiko terjadinya robekan.


21

b. Pengerasan plasenta

Plasenta bisa tumbuh ke dalam melewati dinding rahim, sehingga sulit

dilepaskan. Bila plasenta sampai menempel terlalu dalam (sampai ke

myometrium), harus dilakukan pengangkatan rahim karena plasenta

mengeras. Risikonya terjadi plasenta ini bisa meningkat karena operasi caesar.

c. Tersayat

Ada dua pendapat soal kemungkinan tersayatnya bayi saat oprasi caesar.

Pertama, habisnya air ketuban yang membuat folume ruang di dalam rahim

menyusut. Akibatnya ruang gerak bayi pun berkurang dan lebih mudah

terjangkau pisau bedah. Kedua, pembedahan lapisan perut selapisan demi

salapis yang mengalirkan darah terus menerus. Semburan darah membuat

janin sulit terlihat.jika pembedahan dilakukan hati-hati, bayi bisa tersayat

dibagian kepala atau bokong. Terlebih, dinding rahim sangat tipis.

d. Masalah pernafasan

Bayi yang lahir lewat operasi caesar cenderung mempunyai masalah

pernafasan, yaitu nafas cepat dan tak teratur, ini terjadi karena bayi tak

mengalami tekanan saat lahir seperti bayi yang lahir alami sehingga cairan

paru-parunya tak bisa keluar, masalah pernafasan ini akan berlanjut hingga

beberapa hari setelah lahir.

e. Angka APGAR rendah

Angka APGAR adalah angka yang mencerminkan kondisi umum bayi pada

menit pertama dan menit kelima. Rendahnya angka Apgar merupakan efek
22

anastesi dan oprasi caesar,kondisi bayi yang stres menjelang lahir,atau bayi

tak distimulasi sebagaimana bayi yang lahir lewat persalinan

normal.berdasarkan penelitian,bayi yang lahir lewat oprasi caesar butuh

perawatan lanjutan dan alat bantu pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan

bayi lahir normal.

Adapun komplikasi sectio caesaria menurut Manuaba, dkk (2010) adalah

sebagai berikut:

1. Komplikasi pada ibu

a. Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling gawat, memerlukan tranfusi

darah dan merupakan penyebab kematian ibu yang paling utama. Penyebab

perdarahan pada tindakan operasi adalah atonia uteri (sumber perdarahan

berasal dari implantasi plasenta), robekan jalan lahir (rupture uteri, robekan

serviks, robekan fornik), robekan vagina, robekan perineum dan perforasi

kuretase dapat menimbulkan perdarahan ringan sampai berat, perdarahan

karena mola hidatidosa/koria karsionma, gangguan pembekuan darah:

kematian janin dalam rahim melebihi 6 minggu, pada solusio plasenta dan

emboli air ketuban, retensio plasenta adalah gangguan pelepasan plasenta

menimbulkan perdarahan dari tempat implantasi plasenta.


23

b. Infeksi

Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri,

sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului

oleh:

a) Keadaan umum yang buruk; anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi

intrauterine, sudah terdapat infeksi.

b) Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri

c) Terdapat retensio plasenta

d) Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis

Semua faktor tersebut dapat memudahkan terjadinya infeksi.

c. Trauma tindakan operasi

Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga

menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan meliputi

perluasan luka episiotomi, perlukaan pada vagina, perlukaan pada serviks,

perlukaan pada forniks-kolpoporeksis, terjadi rupture uteri lengkap atau tidak

lengkap, terjadi fistula dan inkontinensia. Bersama-sama dengan atonia uteri,

retensio plasenta, dan robekan jalan lahir karena trauma persalinan

menimbulkan perdarahan. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan

diperlukan evaluasi dan observasi. Trauma tindakan operasi persalinan yang

paling berat adalah rupture uteri dan kolpoporeksis.

2. Komplikasi pada bayi

Terjadi trias komplikasi bayi dalam bentuk asfiksia, trauma tindakan, dan infeksi.
24

a. Asfiksia

Tekanan langsung pada kepala menekan pusat-pusat vital pada medulla

obolongata. Aspirasi air ketuban, mekoneum, cairan lambung. Perdarahan

atau edema jaringan saraf pusat.

b. Trauma langsung pada bayi (fraktur ekstremitas, dislukasi persendiaan,

paralysis Erb, rupture alat vital (hati atau klien bayi, robekan pada usus)

fraktur tulang kepala bayi, perdarahan atau edema jaringan otak, trauma

langsung pada mata, telinga, hidung dan lainnya.

c. Infeksi

Infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.

2.2 Karakteristik Ibu Yang Berhubungan Dengan Tindakan Sectio caesaria

Karakteristik adalah sifat khas dengan perwatakan tertentu. Karakteristik

mencakup hal-hal sebagai berikut: umur, pendidikan, pekerjaan, ekonomi (Kamus

Besar Bahasa Indonesia). Notoatmodjo (2007: 20) menjelaskan bahwa karakteristik

yang dapat mempengaruhi kesehatan yaitu umur, jenis kelamin, kelas sosial,

pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga

dan paritas.

1. Faktor Umur Ibu

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan

suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur

manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu
25

dihitung. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa umur adalah

lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Notoatmodjo (2007:

20) menjelaskan bahwa umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam

penyelidikan-penyelidikan epidemiologi.

Umur dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu sebagai berikut:

a. Umur < 20 tahun (fase pubertas)

Dimana pada fase ini seorang wanita sedang mengalami perubahan

cirri-ciri seks primer dan skunder yang terus menerus mengalami kematangan.

(Pieter, 2010: 182).

b. Usia 20-35 tahun (fase reproduktif)

Dimana organ-organ reproduksi bagian dalam sudah berfungsi dengan

baik, sehingga pada fase ini seorang wanita aman untuk bereproduksi. (Pieter,

2010: 182)

c. Usia > 35 tahun (dewasa madya - dewasa akhir)

Pada masa ini seorang wanita akan mengalami penurunan produksi

hormone yang dihasilkan ovarium dan dampaknya terhadap poros

hipotalamus-hipofisis dan organ sasaran. Telah diketahui bahwa hampir

semua wanita menopause hidup dalam keadaan defisiensi estrogen yang

menyebabkan menurunnya fungsi estrogen seperti ovarium, uterus, dan

endometrium. Kekuatan serta kelenturan vagina dan jaringan vulva menurun

dan akhirnya semua jaringan yang bergantung pada estrogen akan mengalami

atrofi (mengerut) (Pieter, 2010: 182 ).


26

Kehamilan di atas umur 35 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar

terjadinya persalinan sectio caesaria dibandingkan dengan umur di bawah 35

tahun (Wirakusumah dalam Ezra, 2010).

2. Paritas

Istilah para menunjukkan kehamilan-kehamilan terdahulu yang teah

mencapai batas viabilitas (mampu hidup). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan

terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa

mengingat jumlah anaknya. Kelahiran kembar tiga hanya dihitung satu paritas

(Oxorn & Forte, 2010: 58).

Adapun klasifikasi paritas adalah sebagai berikut:

a. Nullipara, adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan dengan usia

kehamilan lebih dari 28 minggu atau belum pernah melahirkan bayi yang

mampu hidup di luar rahim.

b. Primipara, adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup

besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2007). Primipara adalah seorang

wanita yang telah pernah melahirkan satu kali dengan janin yang telah

mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup atau mati pada

waktu lahir. Beberapa penulis menganggap istilah primipara meliputi wanita-

wanita yang sedang dalam proses untuk melahirkan anak mereka yang

pertama (Oxorn & Forte, 2010: 59).


27

c. Multipara, adalah seorang wanita yang telah mengalami dua atau lebih

kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas

(Oxorn & Forte, 2010: 59).

d. Grandemultipara, adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau

lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan

(Manuaba, 2010). Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5

orang anak atau lebih (Varney, 2007).

Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa tingkat paritas telah menarik

perhatian peneliti dalam hubungan kesehatan ibu dan anak. Dikatakan terdapat

kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang

berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit

tertentu.

Persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai risiko yang relatif

tinggi terhadap ibu dan anak, akan tetapi risiko ini akan menurun pada paritas

kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya.

Paritas yang paling aman jika ditinjau dari sudut kematian maternal adalah paritas

2 dan 3. Risiko untuk terjadinya persalinan sectio caesaria pada primipara 2 kali

lebih besar dari pada multipara.

3. Pendidikan

a. Pengertian pendidikan

Arti pendidikan secara etimologi yaitu paedagogie yang berasal dari

bahasa Yunani, terdiri dari kata ”PAIS” artinya anak, dan ”AGAIN”

diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie yaitu bimbingan yang diberikan


28

kepada anak. John Dewey (dalam Ahmadi & Uhbiyati, 2003: 69) menjelaskan

bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan

fondamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama

manusia. Sedangkan dalam GBHN dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di

luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia

untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat

dan kebudayaan. Dalam perkembangannya istilah pendidikan atau

paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan

sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan

diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang

lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang

lebih tinggi dalam arti mental (Hasbullah, 2009: 1).

b. Faktor-faktor pendidikan

Menurut Barnadib (dalam Hasbullah, 2009: 9) bahwa perbuatan

mendidikan dan dididik memuat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi

dan menentukan, yaitu:

1) Adanya tujuan yang hendak dicapai

2) Adanya subjek manusia (pendidik dan anak didik) yang melakukan

pendidikan

3) Yang hidup bersama dalam lingkungan hidup tertentu


29

4) Yang menggunakan alat-alat tertentu untuk mencapai tujuan

Antara faktor yang satu dengan faktor lainnya, tidak bisa dipisahkan,

karena kesemuanya saling pengaruh mempengaruhi.

c. Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan

1) Lembaga pendidikan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang

pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan

didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena

sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga

pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga

(Hasbullah, 2009: 38).

Adapun fungsi dan peranan pendidikan keluarga adalah:

a) Pengalaman pertama masa kanak-kanak

b) Menjamin kehidupan emosional anak

c) Menanamkan dasar pendidikan moral

d) Memberikan dasar pendidikan sosial

e) Peletakan dasar-dasar keagamaan

2) Lembaga Pendidikan Sekolah

Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari

pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari

pendidikan dalam keluarga. Di samping itu kehidupan di sekolah adalah

jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga

dengan kehidupan dalam masyarakat kelak. Yang dimaksud dengan


30

pendidikan sekolah di sini adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di

sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti

syarat-syarat yang jelas dan ketat mulai dari taman kanak-kanak sampai

perguruan tinggi.

Menurut Hasbullah (2009: 46) ada beberapa karakteristik proses

pendidikan yang berlangsung di sekolah, yaitu:

a) Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang

yang memiliki hubungan hierarkis

b) Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen

c) Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan

yang harus diselesaikan

d) Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum

e) Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban

terhadap kebutuhan di masa yang akan datang.

3) Tingkatan pendidikan sekolah

Menurut UU Nomor 20 tahun 2004, jenjang pendidikan formal

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi.

a) Pendidikan dasar, terdiri dari:

(1) Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah

(2) SMP/MTs

b) Pendidikan Menengah, terdiri dari:

(1) SMA dan MA

(2) SMK dan MAK


31

c) Pendidikan Tinggi, terdiri dari:


(1) Akademi
(2) Institut
(3) Sekolah tinggi
(4) Universitas
(Hasbullah, 2009: 55).
Ezra (2009) mengungkapkan bahwa ibu dengan pendidikan lebih tinggi
cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding
dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu merupakan
salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga
keluarga. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin
meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam
kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur. Persalinan seksio sesarea lebih
sering terjadi pada ibu yang mempunyai pendidikan yang lebih rendah.

4. Pekerjaan
Status Pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan
di suatu unit usaha/kegiatan. Indikator status pekerjaan pada dasarnya melihat
empat kategori yang berbeda tentang kelompok penduduk yang bekerja yaitu
tenaga kerja dibayar (buruh), pekerja yang berusaha sendiri, pekerja bebas dan
pekerja keluarga. Berusaha sendiri umumnya dibedakan menjadi dua yaitu
mereka yang berusaha (memiliki usaha) dengan dibantu pekerja dibayar dan
mereka yang berusaha tanpa dibantu pekerja dibayar, sementara pekerja keluarga
juga dikenal dengan pekerja tak dibayar (Data Statistik Indonesia, 2010)
32

Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa jenis pekerjaan dapat berperan di


dalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan, yakni:
a. Adanya faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan
seperti bahan-bahan kimia, gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat
menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress
c. Ada tidaknya gerakan badan di dalam pekerjaan
d. Karena berkerumun dalam satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi
proses penularan penyakit.
Menurut (Ezra, 2009) pekerjaan ibu adalah aktivitas utama yang dilakukan
ibu sehari-hari yang tercatat pada kartu status (Kartu Keluarga/Kartu Tanda
Penduduk) yang dikategorikan atas:
1. Ibu rumah tangga
2. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
3. Pegawai swasta/wiraswasta
4. Petani
Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan dan
kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan. Jenis
pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio ekonomi
keluarga. Beberapa alasan yang mendasari kecenderungan melahirkan dengan seksio
sesarea semakin meningkat terutama di kota-kota besar, seperti di Jakarta banyak
para ibu yang bekerja. Mereka sangat terikat dengan waktu. Mereka sudah memiliki
jadwal tertentu, misalnya kapan harus kembali bekerja (Ezra, 2009).
33

2.3 Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka untuk menjawab pertanyaan penelitian.


Istilah “teori” di sini menunjuk pada sumber penyusunan kerangka, yang bisa
berupa teori yang ada, definisi konsep, atau malah dapat pula dari logika
(Sonjaya, 2010). Berdasarkan teori yang telah dikemukakan maka di atas maka
dapat digambarkan kerangka teori yaitu sebagai berikut:

Karakteristik:
1) Umur ibu
2) Paritas
3) Pendidikan
4) Status Pekerjaan

Indikasi Medis
Faktor ibu:
1) Panggul sempit Seksio sesarea
2) Partus tak maju
3) Ibu dengan komplikasi berat (jantung,
eklampsia)
4) Adanya hambatan dijalan lahir (kista dan
mioma)
5) Riwayat sesar 2 kali atau lebih
6) Ketuban pecah dini

Faktor janin:
1) Bayi besar
2) Bayi kembar
3) Kelainan Letak janin (Letak Lintang,
Sungsang)
4) Kelainan janin (hidrosefalus)
5) Plasenta previa
6) Solusio plasenta
7) Prolaps tali pusat
8) Kematian janin dalam kandungan (KJDK)

Gambar 1. Kerangka teori karakteristik ibu dan indikasi dilakukan tindakan sectio
caesaria
34

2.4 Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antar konsep-konsep atau variable yang diambil (diukur) melalui penelitian -
penelitian yang dilakukan (Notoatmojo, 2010). Kerangka konsep pada penelitian
ini sebagai berikut :

Karakteristik:
Umur ibu
Paritas
Pendidikan
Status Pekerjaan Seksio sesarea

Indikasi Medis
Faktor ibu:
1) Panggul sempit
2) Partus tak maju
3) Ibu dengan komplikasi berat (jantung, eklampsia)
4) Adanya hambatan dijalan lahir (kista dan mioma)
5) Riwayat sesar 2 kali atau lebih
6) Ketuban pecah dini
Faktor janin:
1) Bayi besar
2) Bayi kembar
3) Kelainan Letak janin (Letak Lintang, Sungsang)
4) Kelainan janin (hidrosefalus)
5) Plasenta previa
6) Solusio plasenta
7) Prolaps tali pusat
Kematian janin dalam kandungan (KJDK)
Gambar 2. Kerangka konsep karakteristik ibu dan indikasi dilakukan tindakan
sectio caesaria.

2.5 Definisi Operasional


Definisi operasional sangat diperlukan untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel yang diamati atau di teliti (Arikunto, 2010). Definisi
opersional juga bermanfaat untuk mengarahkan pada pengukuran atau pengamatan
terhadap variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen/alat ukur
(Notoatmojo, 2010).
35

Tabel. 1. Definisi operasional

Definisi Cara Hasil


No Variabel Alat ukur Skala
Operasional ukur Kriteria
1 Karakteristik Karakteristik - - - -
adalah sifat khas
dengan
perwatakan
tertentu (KBBI)
1. Umur Lama hidup Format Ceklist - <20 tahun Rasio
seseorang sejak
pengumpul - 20-35 tahun
dilahirkan
hingga saat ini data - >35 tahun
(KBBI)
3 Paritas Jumlah Format Ceklist Rasio
kehamilan - Primipara
pengumpul
terdahulu yang
telah mencapai data
batas viabilitas - Multipara
dan telah
dilahirkan - Grandemultipara
(Oxorn & Forte,
2010)
4 Pendidikan Usaha yang Format Ceklist - Tinggi (PT) Ordinal
dijalankan oleh pengumpul
seseorang atau data - Menengah (SMA)
kelompok orang
lain agar menjadi - Dasar (SMP, SD)
dewasa atau
mencapai tingkat
hidup atau
penghidupan
yang lebih tinggi
dalam arti
mental
(Hasbullah,
2010)
5 Pekerjaan Pekerjaan ibu Format Ceklist - Ibu rumah tangga Ordinal
adalah aktivitas
pengumpul - PNS
utama yang
dilakukan ibu data - Wiraswasta
sehari-hari yang
- Tani
tercatat pada
kartu status
(Ezra, 2009)
6 Indikasi Medis Indikasi medis Format Ceklist Faktor ibu: Ordinal
adalah petunjuk - Panggul sempit
pengumpul
untuk melakukan - Partus tak maju
pengakhiran data - Ibu dengan komplikasi
kehamilan berat (jantung, eklampsia)
36

dengan sectio - Adanya hambatan dijalan


caesaria yang lahir (kista dan mioma)
dilakukan atas - Riwayat sesar 2 kali atau
dasar lebih
menyelamatkan - Ketuban pecah dini
jiwa ibu dan
janinnya yang Faktor janin:
tercatat pada - Bayi besar
kartu status ibu - Bayi kembar
(Ezra, 2009). - Kelainan Letak janin
(Letak Lintang, Sungsang)
- Kelainan janin
(hidrosefalus)
- Plasenta previa
- Solusio plasenta
- Prolaps tali pusat
- Kematian janin dalam
kandungan (KJDK)
37

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian merupakan suatu rencana struktur dan strategi untuk

menjawab permasalahan yang dihadapi atau diteliti dengan mengoptimalkan

validitas. Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode penelitian deskriptif,

yaitu suatu metode-metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk

membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2010)

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu

suatu penelitian yang dilakukan sesaat, artinya objek penelitian diamati hanya

satu kali dan tidak ada perlakuan terhadap responden.

3.2 Populasi Dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah totalitas semua kejadian kasus, orang atau keseluruhan atau

objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin

dengan tindakan sectio caesaria di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012

yang berjumlah 174 orang.

3.2.2 Sampel

Menurut Arikunto (2010) Sampel adalah sebagian atau wakil populasi

yang diteliti. Selanjutnya Notoatmodjo, (2010) Sampel adalah sebagian yang


38

diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi.

Berdasarkan pendapat di atas, maka sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sampel jenuh yaitu seluruh ibu bersalin dengan sectio

caesaria di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro tahun 2012 yang berjumlah 178

orang.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro. Waktu

penelitian dilaksanakan setelah proposal disetujui.

3.4 Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010) variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri

yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang

dimiliki oleh kelompok yang lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah

sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan

oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu.

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu karakteristik

ibu dan indikasi dilakukan tindakan sectio caesaria

3.5 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil

dari medical record RSUD Jend. Ahmad Yani Metro, sehingga alat pengumpulan data

yang digunakan berupa format pengumpulan data.


39

3.6 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.6.1 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul melalui format pengumpul data, maka dilakukan

pengolahan data yang melalui berupa tahapan sebagai berikut:

3.6.1.1 Seleksi data (Editing)

Dimana penulis akan melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh dan

diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam penelitian.

3.6.1.2 Pengelompokkan data (Tabulating)

Pada tahap ini, jawaban-jawaban responden yang sama dikelompokkan dengan

teliti dan teratur lalu dihitung dan dijumlahkan, kemudian dituliskan dalam bentuk

tabel-tabel.

3.7 Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat yaitu untuk

mendapatkan deskripsi karakteristik ibu dan indikasi dilakukan tindakan sectio

caesaria. Adapun rumus yang digunakan adalah


f
P x100
n

Keterangan:
P : Presentase
f : Frekuensi
N : Jumlah subjek
40

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rhineka Cipta.
Budiarto, Eko (2002). Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC
Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta
Forte, W & Oxorn. H, (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Jakarta: Andi
Hasbullah, (2011). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Jitowiyono, Kristiyanasari, (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Manuaba, dkk (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC
Maulana, Mirza, (2010). Penyakit Kehamilan dan Pengobatannya. Jakarta: Katahati.
Nugroho, Taufan, (2010). Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika
Notoatmodjo, Soekidjo, (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, (2005). Promosi Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Prima, (2012). Kapan pilih lahir normal, kapan pilih lahir sesar. Diakses pada
tanggal, 05 Desember dalam web site: http://drprima.com/kehamilan/kapan-
pilih-lahir-normal-kapan-pilih-operasi-sesar.html
Rukiyah & Yulianti, (2010). Asuhan Kebidanan IV. Yogyakarta: CV. Trans Info
Media
Rahmawati, E.N, (2010). Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Victory Inti Cipta.
Varney, Helen dkk, (2006). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai