Anda di halaman 1dari 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umumnya penyakit kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat

yang menyangkut multidisiplin dan selalu harus dikontrol terutama masyarakat

yang tinggal di negara-negara berkembang. Selanjutnya karena menyangkut

masyarakat banyak, kekurangan gizi yang terjadi pada sekelompok masyarakat

tertentu menjadi masalah utama di dunia. Masalah gizi masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang utama di negara berkembang termasuk Indonesia dan

merupakan penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung yang

sebenarnya dapat dicegah.

Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat

menyebabkan kekurangan energi kronis (KEK). Gizi janin tergantung

sepenuhnya kepada ibu. Oleh karena itu kecukupan gizi ibu sangat

mempengaruhi janin yang dikandungnya. Asupan energi dan protein yang

tidak mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan kekurangan energi kronis

(KEK). Wanita hamil beresiko mengalami KEK jika memiliki lingkar lengan

atas (LILA) < 23,5 cm. ibu hamil beresiko mengalami KEK dan jika tidak

ditangani dengan baik akan beresiko mengalami anemia, terutama anemia

defisiensi besi

Berdasarkan kesepakatan global (Milenium Development Goals/MDGs,

2000), pada tahun 2015 diharapkan Angka kematian Ibu menurun sebesar tiga

perempatnyadalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia

mempunyai komitmen untuk menurunkan angka kematian Ibu menjadi

102/100.000 KH. Angka kematian bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan

angka kematianBalita 97 menjadi 32/1000 KH, pada tahun 2015.

Penyebab langsung kematian ibu sebesar 90% terjadi pada saat

persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung

1
kematian ibu adalah perdarahan (28%), Ekslampsia (24%), dan infeksi (11%).

Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain Kurang Energi Kalori/Kek

pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Ibu hamil yang

mengalami KEK sekitar 27,6% (susenas, 1999), serta dampak buruk yang

ditimbulkan akibat gizi kurang pada ibu hamil, maka hal ini perlu kiranya

mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Pada dewasa ini pemerintah telah mengupayakan pemberian PMT bagi

ibu hamil melalui Puskesmas serta tempat pelayanan kesehatan lainnya agar

masalah gangguan gizi ini dapat ditanggulangi agar dapat menurunkan angka

morbilitas dan mortalitas maternal, sehingga tercapainnya generasi penerus

yang sehat demi terwujudnya Indonesia Sehat.

1.2 Rumusan Masalah

Sebagaimana kita ketahui secara umum Kekurangan Energi Kalori

mempunyai lingkup yang cukup luas. Oleh karena itu keterbatasan waktu dan

demi keefektifan pelayanan serta penulisan laporan ini maka kami membatasi

hanya pada CPW dengan imunisasi KEK pranikah.

B. Rumusan masalah

“ Bagaimana Asuhan Kebidanan Pra nikah mengenai penundaan

kehamilan beresiko oleh calon pasangan usia subur dibawah 20

tahun di PKM Simpang IV Sipin Kota Jambi“.

C. Tujuan

Menganalisis apakah konseling kesehatan pra nikah berpengaruh

terhadap minat penundaan kehamilan beresiko pada calon pasangan usia

subur dibawah 20 tahun di PKM Simpang IV Sipin Kota Jambi

2
3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah suatu proses dimana sepasang mempelai, penghulu

dan kepala agama tentunya juga para saksi dan sejumlah hadirin untuk

kemudian disyahkan secara resmi menjadi suami istri dengan ucapan dimana

pada akhirnya para sepasang pria dan wanita disatukan untuk memiliki satu

sama lain. (Johanes. Lowwellyn Bert. 1997)

B. Alasan Untuk Menikah

a. Primer

Hasrat berdamping hidup bebahagia dengan pribadi yang dicintai,

khususnya dengan perkawinan. Orang mengharapkan bisa mendapatkan

pengalaman hidup baru bersama dengan seseorang yang secara esklusif

menjadi milik untuk mendapatkan pengakuan dan jaminan hidup sepanjang

hidupnya.

b. Sekunder

1. Hasrat untuk mendapatkan kewenangan hidup.

2. Ambisi yang besar untuk mendapatkan sicial yang tinggi.

3. Mempunyai keinginan untuk mendapatkan asuransi hidup dimasa tua.

4. Mempuyai keinginan mendapatkan kepuasan sex dengan pasangan

5. Hidupnya.

6. Dorongan cinta terhadap anak ingin mendapatkan keturunan.

7. Keinginan mendapatkan nama luhur

3
4
C. Regulasi dalam perkawinan

Kebudayaan manusia terdiri dari landasan norma-norma untuk

menetapkan batas-batas hak kewajiban setiap individu seperti hukum dan

regulasi terhadap perkawinan berlandaskan kepada kepentingan insaniah untuk

menjamin keamanan pribadi dan stabilisasi sosial sehingga dapat mencegah

perbuatan merampas hak anak istri serta orang lain.

Regulasi / peraturan perkawinan meliputi :

Faktor umur seks, upacara perkawinan, pembayaran uang nikah, hak

dan kewajiban suami istri, batas kekuasaan sebagai suami, pembagian harta dan

warisan, peraturan perceraian dan kewajiban memelihara anak keturunan dan

sebagaimana. Regulasi sosial mengenai perkawinan kita sampai pada banyak

suku bangsa primitif yang kebudayaannya relatif sangat rendah.

Regulasi sosial untuk terjaminnya kesejahteraan sosial keluarga

melalui hal-hal sebagai berikut :

a. Mencegah perkawinan dengan keluarga dekat yaitu mencegah incest dan

iriendt menjamin kelestarian umat manusia.

b. Alasan-alasan eugenee / memperbaiki ras seperti larangan kawin bagi

orang gila- penderita penyakit yang berat.

c. Larangan kawin bagi mereka yang menderita penyakit spilis, dan

keturunannya serta patnernya.

d. Adanya hukum dan undang-undang perkawinan diperlukan untuk

mencecah timbulnya perceraian semena-mena.

5
e. Adanya kesiapan lahir (materi fisik) dan garis (mental psikologis) social

spiritual dan kedua belah pihak.

D. Dasar Pertimbangan Memilih Jodoh

a. Faktor bibit

Mempertimbangkan benih asal keturunan yaitu memilih sumber bibit

keluarga yang sehat jasmani dan rohaninya dari kasus penyakit

keturunan atau penyakit mental tertentu, sebab bibit yang baik akan

menurunkan / menghasilkan keturunan baik dan sehat.

b. Faktor bebet

Berarti keluarga, keturunan dianggap seorang calon suami istri yang

mempunyai keturunan bangsawan (darah biru) akan menghasilkan orang

cerdik pandai yang mempunyai martabat yang baik, berani dan selalu

intropeksi diri, tepat, teliti, akurat, menjalankan ibadah dan hukum serta

kepribadian terpuji. Tujuan wawasan hatinya. Sehingga dengan faktor

keturunan yang unggul itu diharapkan sepasang suami istri memiliki

atribut-atribut terpuji untuk selanjutnya mampu membina keluarga

bahagia dan mendapatkan keturunan yang baik.

c. Faktor bobot

Artinya berbobot yaitu mempunyai harkat. Ilmu pengetahuan yang

lengkap memiliki harta kekayaan, kekuasaan dan status social yang

cukup mantap sehingga dhargai oleh masyarakat memiliki kekayaan

spiritual dan nilai rohaniah serta akherat yang mantap.

Di jaman modern sekarang pada umumnya seseorang akan mengawini

seorang pribadi. Karena orang telah dikenalnya. Dimana cinta itu akan

berkembamg dengan lewatnya waktu lebih lama, cinta kasih keduanya akan

semakin terbiasa terhadap satu sama lain dalam satu periode tertentu.

6
Peristiwa tersebut mendorong kita untuk tidak memungkiri adanya

proses jatuh cinta pada pandangan pertama yang akan diperkuatnya dengan

peristiwa mengenal lebih inti sehingga timbullah kesadaran menerima dan

mentoleransi ciri-ciri karakteristik masing-masing kedua belah pihak (pria

dan wanita).

Biasanya seorang pria akan mengawini seorang wanita, karena itu

mencintai atau suka pada wanita tersebut, tidak disebabkan

represonsederhana ciri-ciri feminine yang unggul tetapi person ini contreton

atau pribadi tertentu yang dicintainya. Namun demikian akibat-akibat dari

seorang wanita itu menentukan suksesnya suatu perkawinan. Sedangkan

criteria akibat dari seorang wanita itu jauh sebelum usia perkawinan tiba

sudah dikhayalkan dan ditentukan tadi.

Berdasarkan penelitian bahwa ada kecenderungan sangat kuat untuk

melakukan perkawinan dengan lawan jenis dari status sosial yang atau

hampir sama tingkat nya seperti kalangan kaum wanita melihat terdapat

kecenderungan untuk melakukan perkawinan dengan pertner pria dar status

ekonom lebih tinggi.

Sedangkan pada pihak kaum pria dengan profesi uang tinggi terdapat

tendensi untuk kawin membawah yaitu mengawini wanita dari status

intelektual dan ekonomi sedikit lebih rendah dari strata sosialnya sendiri ada

2 teori dalam tendensi umum perkawinan :

a. Homogami (ikatan perkawinan berdasarkan persamaan ciri-ciri tertentu).

b. Pasangan yang berjodoh mempunyai sifat-sifat karakteristik yang justru

bertentangan, namun saling melengkapi. Mengisi dan sifatnya

komplementer.

7
E. Kekurangan Energi Kalori (KEK)

a. Pengertian

Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah salah satu keadaan

malnutrisi. Dimana keadaan ibu menderita kekurangan makanan yang

berlangsung menahun (kronik) yang mengakibatkan timbulnya gangguan

kesehatan pada ibu secara relative atau absolut satu atau lebih zat gizi

(Helena, 2013).

Menurut Depkes RI (2002) menyatakan bahwa kurang energi kronis

merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang

berlangsung pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil.

b. Etiologi

Keadaan KEK terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa

jenis zat gizi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan tubuh

kekurangan zat gizi antara lain: jumlah zat gizi yang dikonsumsi kurang,

mutunya rendah atau keduanya. Zat gizi yang dikonsumsi juga mungkin

gagal untuk diserap dan digunakan untuk tubuh (Helena, 2013).

c. Faktor Resiko Terjadinya KEK

Kekurangan energi kronik (KEK) bias juga terjadi pada:

1) Remaja

Kekurangan energi kronis biasa saja terjadi pada

masa remaja dan akan berlanjut ke masa sebelum hamil dan

saat hamil jika tidak ditangani, KEK pada calon pengantin

wanita atau calon ibu akan menyebabkan masalah pada

masa selanjutnya saat wanita tersebut hamil dan menyusui.

Wanita yang mengalami KEK pada masa kehamilan dapat

mengalami anemia, komplikasi pada masa kehamilan,


8
perdarahan dan mudah terserang penyakit infeksi, pengaruh

kurang energi kronik pada proses persalinan dapat

mengakibatkan proses pada persalinan menjadi sulit dan

lama, persalinan sebelumnya waktunya (prematur), dan

persalinan melalui operasi. Ibu yang KEK akan

mengakibatkan janin yang dikandungnya keguguran,

abortus, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi,

mati dalam kandungan (asfiksia intrapartum), dan berat

badan lahir rendah BBLR.

Masa remaja merupakan masa perubahan yang

dramatis dalam diri seseorang. Pertumbuhan pada usia anak

yang relatif terjadi dengan kecepatan yang sama, secara

mendadak meningkat saat memasuki usia remaja. Usia

remaja 10-18 tahun merupakan periode rentang gizi karena

berbagai sebab seperti penyebab langsung yaitu penyakit

anak atau mungkin penyakit infeksi yang diderita anak.

Penyebab tidak langsung yaitu seperti ketahanan pangan

dikeluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan

kesehatan lingkungan dan kebiasaan makan yang buruk.

9
10
2) Wanita Usia Subur

WUS sebagai calon ibu merupakan kelompok rawan

yang harus diperhatikan status kesehatanya, Terutama

status gizinya. Kualitas seorang generasi penerus akan

ditentukan oleh kondisi ibunya sejak sebelum hamil dan

selama kehamilan, masa pernikahan dapat dikaitkan dengan

masa pra konsepsi karena setelah menikah wanita akan

menjalani proses konsepsi (Dieny, Ayu and Dewi Marfu’ah

Kurniawati, 2019)

Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil

sebelum kehamilan wanita usia subur harus mempunyai

gizi yang baik dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm.

apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka

tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak

beresiko melahirkan BBLR (Diantoko, 2019)

Kesehatan ibu hamil ketika mempersiapkan

kehamilannya sangat menunjang kelahiran bayi yang sehat.

Secara umum, gizi yang baik dapat mendukung kelahiran

bayi sehat tanpa komplikasi. Oleh sebab itu, penting untuk

memperhatikan asupan gizi bagi calon ibu hamil pada masa

konsepsi. Periode pra konsepsi adalah periode selama

sebelum kehamilan atau satu bulan sebelum pembuahan

yang menentukan kualitas kehidupan.

10
Masa pra konsepsi yang didukung dengan kondisi

gizi yang baik pada calon ibu akan menunjang fungsi yang

optimal reproduksi. Hal tersebut berkaitan dengan proses

pematangan telur, produksi sel telur dengan kualitas, serta

membuat proses pembuahan yang sempurna. Gizi yang

baik juga akan mempersiapkan cadangan energi untuk

tumbuh kembang janin. Pemenuhan asupan nutrisi yang

cukup akan mempengaruhi kondisi secara menyeluruh pada

masa kontrasepsi.

3) Ibu Hamil

Ibu hamil kekurangan energi kronis (KEK) dengan

LILA <23,5 cm, keadaan dimana ibu hamil mengalami

kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama

dan menahun disebabkan karena ketidak seimbangan

asupan gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak

tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan tubuh

baik fisik maupun mental tidak sempurna seperti yang

seharusnya.

Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil

sebelum kehamilan wanita usia subur harus mempunyai

gizi yang baik dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm.

apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka

11
tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak

beresiko melahirkan BBLR.

Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera ditindak

lanjuti sebelum usia kehamilan mencapai 16 minggu.

Pemberian makan tambahan makanan yang tinggi energi

dan tinggi protein melalui pemberian PMT ibu hamil

selama 90 hari dan dipadukan dengan penerapan porsi kecil

tapi sering, akan berhasil menekan angka kejadian BBLR di

Indonesia. Penambahan 200-450 kalori dan 12-20 gram

protein dan kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi

untuk memenuhi gizi janin. Maka makan yang bervariasi

dan cukup mengandung energi dan protein (termasuk

makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari

dan makan yang mengandung protein seperti daging, ikan,

telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-kurangnya

sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat

ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan pasokan

energi. PMT dan pemberian zat gizi pada ibu hamil yang

menderita KEK dapat meningkatkan konsentrasi hb

(Diantoko, 2019)

2.7 Pengukuran Lingkar lengan atas (LILA)

Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko

KEK ibu hamil, wanita usia subur dan termasuk remaja putri,

12
pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau

perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran dilakukan

menggunakan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan

batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih dipita LILA).

Apabila tidak tersedia pita LILA dapat digunakan

sentimeter/metlin yang biasa dipakai tukang jahit pakaian. Apabila

ukuran LILA kurang dari 23,5 cm (di bagian merah pita

LILA)artinya mempunyai resiko KEK. Hal-hal yang harus

diperhatikan pada pengukuran dengan pita LILA (Diantoko, 2019)

Pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku

lengan yang tidak dominan digunakan dalam aktifitas.

a. Lengan harus dalam posisi bebas , lengan baju dan otot lengan

dalam keadaan tidak tegang atau kencang.

b. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau

sudah di lipat-lipat, sehingga permukaannya sudah tidak rata.

Gambar 2.1. pita LILA

Sumber: (Fillah Firah Dieny. dkk, 2019)

13
Lingkar lengan atas (LILA) merupakan salah satu cara

untuk menentukan status gizi yang mudah, murah, dan cepat yang

dapat memberikan gambaran tentang tentang jaringan otot dan

lapisan lemak bawah kulit. LILA mencerminkan cadangan energi

sehingga dapat digunakan untuk mengetahui risiko KEK pada

wanita pra konsepsi (Dieny, Ayu and Dewi Marfu’ah Kurniawati,

2019)

Gambar 2.2 Cara Mengukur LILA

Sumber: Buku peranan gizi dalam siklus kehidupan

Data kekurangan energi kronis (KEK) didapatkan dengan

pengukuran antropometri yaitu dengan pengukuran lingkar lengan

atas (LILA) dengan menggunakan pita meter. Dikatakan

mengalami KEK apabila diameter lingkar lengan atas (LILA)

<23,5 cm, sedangkan dikatakan tidak mengalami KEK atau gizi

baik apabila diameter lingkar lengan atas (LILA) ≥ 24,9 cm

(Angraini et al., 2018).

14
2.8 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh merupakan cara sederhana untuk

memantau status gizi orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat

badan. Indeks massa tubuh bias didapatkan dari berat badan dalam

kilogram dibagi tinggi proporsi berat badan berdasarkan tinggi

badan. Namun, IMT ini tidak dapat diterapkan pada bayi, anak,

remaja, ibu hamil, dan olahragawan, termasuk orang dengan

keadaan khusus seperti asites, edema, dan hepatomegali (Dieny,

Ayu and Dewi Marfu’ah Kurniawati, 2019)

Berikut merupakan cara perhitungan indeks massa tubuh

pada orang dewasa.

Indeks massa tubuh = Berat badan (kg)


Tinggi badan (M2)

Tabel. 2.5 klasifikasi ambang batas IMT untuk Indonesia

Kategori Keterangan IMT (kg/m2)

Sangat kurus Kekurangan berat badan <17,0


tingkat berat

Kurus Kekurangan berat badan 17,0-18,4


tingkat ringan

Normal Optimal 18,5-24,9

Overweight Kelebihan berat badan 23,0-24,9


tingkat sedang

Gemuk (obesitas I) Kelebihan berat badan 25,0-26,9


tingkat sedang

15
Sangat gemuk Kelebihan berat badan ≥27,0
(obesitas II) tingkat berat

Salah satu cara untuk menilai postur tubuh yang ideal adalah

dengan pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri, yang

paling sering digunakan adalah rasio antara berat badan (kg) dan

tinggi badan (m) kuadrat, yang disebut indeks massa tubuh (IMT).

Rumus IMT sebagai berikut : IMT = BB (kg)


TB (M)2

Status Gizi Wanita dan Laki-laki

Normal : wanita: 17-23 ; laki-laki 18-25

Kegemukan : wanita: 33-37 ; laki-laki 25-27

Obesitas : wanita: > 27 ; laki-laki > 27 BB

= Berat Badan, TB = Tinggi Badan

Contoh: wanita dengan TB = 161 cm, BB = 58 kg

IMT = 58 = 22,37 (normal)


1,61 x 1,61

F. Evidande Based
No Judul, peneliti Hasil
1 ANEMIA DAN Proporsi ibu KEK pada kelompok kasus 65% sedangkan
KEK PADA IBU
proporsi pada kelompok kontrol 20%. Hal tersebut
HAMIL
SEBAGAI menunjukkan bahwa proporsi pada kelompok kasus lebih
FAKTOR RISIKO
besar. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan bahwa
KEJADIAN BAYI
BERAT LAHIR KEK sebagai faktor risiko kejadian BBLR (P=0,004),
RENDAH (BBLR)
sedangkan nilai OR menunjukkan bahwa KEK pada saat ibu
Susi Yunita hamil 7 kali lebih berisiko melahirkan bayi BBLR
Haryant (2019)
dibandingkan ibu yang tidak mengalami KEK.
Ibu hamil yang KEK akan berpengaruh terhadap persalinan
seperti persalinan sulit dan lama, persalinan belum waktunya
(prematur), perdarahan setelah persalinan, dan persalinan
dengan proses operasi semakin meningkat. Ibu hamil yang
mengalami KEK juga akan berpengaruh tehadap pertumbuhan
janin seperti: keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia, pada bayi janin mati dalam

16
kandungan, serta lahir dengan BBLR
2 HUBUNGAN ibu hamil yang mengalami KEK dengan kejadian BBLR
ANEMIA DAN
persentase sebesar 24,4%, hasil ini lebih kecil jika
KEKURANGAN
ENERGI KRONIS dibandingkan dengan ibu hamil yang mengalami tidak KEK
(KEK) PADA IBU
dengan kejadian BBLR sebesar 75,6%. Berdasarkan analisis
HAMIL DENGAN
KEJADIAN BAYI data statistik menggunakan Chi- 9 Square diperoleh hasil
BERAT LAHIR
bahwa tidak ada hubungan antara KEK pada ibu hamil dengan
RENDAH (BBLR)
DI DESA WIRUN kejadian BBLR di Desa Wirun Kecamatan Mojolaban dengan
KECAMATAN
nilai p = 0,075. Banyaknya subjek yang tidak mengalami KEK
MOJOLABAN
KABUPATEN karena pihak Puskesmas Mojolaban segera melakukan
SUKOHARJO
intervensi dengan memberikan PMT setelah mengetahui hasil
Suyatmi nova pengukuran LILA kurang dari 23,5 cm. Pemberian PMT
(2020)
ditujukan pada ibu hamil yang mengalami KEK. Meskipun
tidak menaikkan LILA, namun dapat memenuhi kecukupan
zat gizi makro maupun mikro pada ibu hamil sehingga ibu
tidak KEK dan dapat mencegah bayi tidak BBLR

hasil uji statistik Fisher's Exact Test diperoleh nilai derajat 8


3. HUBUNGAN signifikan ρ (0,010) < α (0,05) maka H1 diterima, yang berarti
KURANG
ENERGI bahwa ada hubungan kurang energi kronik pada ibu hamil
KRONIK PADA dengan kejadian abortus di wilayah kerja Puskesmas
IBU HAMIL
DENGAN Kedungadem Kabupaten Bojonegoro Tahun 2020.
KEJADIAN kondisi ibu hamil KEK merupakan faktor penghambat
ABORTUS DI
WILAYAH perkembangan janin sehingga bayi mengalami kelainan
KERJA kromosom. Kelainan pada kromosom ini terjadi pada saat
PUSKESMAS
KEDUNGADEM proses fertilisasi berlangsung yang mengakibatkan hasil
BOJONEGORO pembuahan (embrio) yang terbentuk cacat dan keluar dalam
Susanah Dyah bentuk keguguran. Ibu hamil dengan masalah gizi dan
Ratna M (2020) kesehatan berdampak terhadap kesehatan dan keselamatan ibu
dan bayi serta kualitas bayi yang dilahirkan. Kondisi ibu hamil
KEK dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin sehingga
berisiko mengakibatkan terjadi abortus (keguguran), prematur,
lahir cacat, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) bahkan
kematian bayi.

G. Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada

individu pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara :

17
a. Bertahap dan sistematis.

b. Melalui suatu proses yang disebut manajemen kebidanan.

2.7.1 Manajemen kebidanan menurut Varney, 1997

1) Pengertian

Proses pemecahan masalah digunakan sebagai metode untuk

mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,

penemuan-penemuan keterampilan dalam rangkian atau tahapan yang logis

untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien.

2) Langkah-langkah

a. Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk memulai keadaan

klien secara keseluruhan.

b. Menginterprestasikan data untuk mengindentifikasi diagnosa atau

masalah.

c. Mengindentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi

penanganannya.

d. Menetapkan tindakan terhadap kebutuhan segera, konsultasi, kolaborasi

dengan tenaga kesehatanlain serta rujukan berdasarkan kondisi pasien.

e. Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional

berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-langkah sebelumnya.

f. Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman.

g. Mengevaluasi keefektifan asuhan yang dilakukan, mengulang kembali

manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif.

h. Langkah I : Tahap Pengumpulan data dasar.

Pada langkah pertama ini berisi semua informasi yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Yang

terdiri dari data subjektif data objektif. Data subjektif adalah yang

menggambarkan pendekumentasian hasil pengumpulan data klien

18
melalui anamnesa. Yang termasuk data subyektif antara lain biodata,

riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan

dan nifas, biopsikologis spiritual, pengetahuan klien.

Data objektif adalah yang menggambarkan pendekumentasian

hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostik lain

yang dirumuskan dalam data fokus. Data objektif terdiri dari

pemeriksaan fisik yang sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan

tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi,

perkusi), pemeriksaan penunjang (laboratorium, catatan baru dan

sebelumnya).

 Langkah II : Interprestasi data dasar.

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau

masalah berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah

dikumpulkan.

 Langkah III : mengindentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan

mengantisipasi penanganannya.

Pada langkah ini kita mengindentifikasi masalah potensial atau

diagnosa potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan

dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-

siap diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi.

 Langkah IV : menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, untuk

melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

berdasarkan kondisi klien.

Mengidentifikasi perlunya tindakan segara oleh bidan atau

dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota

tim kesehatan ang lain sesuai dengan kondisi klien.

 Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh.

19
Pada langkah ini direncanakan usaha yang ditentukan oleh

langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan

manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi

atau diantisipasi.

 Langkah VI : pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman.

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti

yang diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan

aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau

sebaian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan

tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaannya.

 Langkah VII : Evaluasi.

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan

yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan

apakah benar-benar tetap terpenuhi sesuai dengan kebutuhan

sebagaimana telah diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah.

Rencana tersebut dianggap efektif jika memang benar dalam

pelaksanaannya.

20
21
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN :

Tanggal : 14– 1 – 2022

Jam : 10.05 WIB

3.1.1 IDENTITAS PASIEN :

Identitas Pasien Penanggung Jawab

Nama : Nn “f” Nama : Tn “A”

Umur : 22 tahun Umur : 25 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Tidak bekerja Pekerjaan : wiraswasta

Suku / Bangsa : Melayu /Indonesia Suku/Bangsa : Melayu/ Indonesia

Alamat :RT 04 S. IV Sipin Alamat : RT 04 S. IV Sipin

1. DATA SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama

Ingin mengetahui persiapan pranikah, riwayat imunisasi SD suntik 2 kali, SMP

1 Kali, tidak memiliki riwayat penyakit seperti hepatitis, darah tinggi, HIV, dan

Kencing manis.

2. Riwayat kesehatan sekarang.

Klien mengatakan sudah mengikuti konseling pranikah di KUA setempat dan

mengatakan bahwa salah satu syarat klien harus mendapatkan imunisasi TT

pranikah, saat ini klien merasa sehat dan siap diimunisasi pranikah.

3. Riwayat kesehatan keluarga.

Klien mengatakan baik dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit

keturunan seperti DM, Hipertensi, Asma, Jantung, dan tidak ada penyakit

menular seperti (TBC, Hepatitis, HIV / AIDS), ada anggota keluarga yang

mmiliki postur tubuh kurus.

22
4. Riwayat kesehatan yang lalu.

Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular (TBC, Hepatitis)

dan penyakit menurun (DM, Asma, Jantung) dan tidak pernah dirawat dirumah

sakit.

5. Riwayat haid.

Menarche : 13 tahun

Siklus : 28 hari

Lama haid : 7 hari

Jumlah : ± 3 x / hari ganti kotex. Konsistensi encer.

Nyeri haid : kadang-kadang.

Flour albus : ada dan sebelum haid tidak bau, tidak gatal.

6. Riwayat kebiasaan sehari-hari.

a. Pola nutrisi.

Makan 3 x/ hari dengan porsi, nasi lauk, tanpa sayur, minum ± 6-8 gelas/hari

air putih. Tidak ada pantang makanan,dan tidak ada alergi.

b. Pola istirahat dan tidur.

Tidur siang ± 1-2 jam.

Tidur malam ± 7-8 jam.

c. Pola aktivitas.

Pekerjaan klien setiap hari, klien tidak bekerja, membantu pekerjaan orang

tuanya. Mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti membantu. Mencuci

dan menyetrika.

d. Personal hygiene

Mandi 2 x / hari,gosok gigi 3 x / hari, ganti pakaian 2 x / hari atau bila kotor,

keramas 2-3 x / minggu atau bila perlu ganti celana dalam 2-3 x / hari.

e. Pola eleminasi.

BAB I x / hari konsistensi lembek.

23
BAK 4-5 x / hari warna kuning jernih, bau khas, tidak ada nyeri.

f. Pola kebiasaan lain

Klien mengatakan tidak pernah merokok, minum jamu, minum alkohol, dan

obat - obatan

7. Riwayat Psiklogis dan Spiritual

Klien mengatakan sudah siap lahir batin melaksanakan pernikahan yang

direncanakan 1 bulan lagi, klien mengatakan cukup bahagia dengan rencana

pernikahannnya dan kedua belah pihak keluarga sudah menyetujui atas rencana

pernkahannya. Hubungan dengan keluarga baik, hubungan dengan petugas

kesehatan baik klien mau menjawab pertanyaan petugas dengan terbuka. Klien

beragama islam dan mengatakan rajin beribadah

II. Data objektif.

1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis

BB/TB : 40 kg/150 cm

IMT : BB = 40 = 40 = 17,77
(TB)² (1.5)² (2.25)

Tensi : 100/60 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi Rate : 20 x/menit

Suhu : 36,20C

Lila : 22 cm

b. Pemeriksaan fisik

Cara berjalan baik, bentuk tubuh sedang

Rambut : Tidak ada ketombe,bersih, tidak rontok

Muka : Tidak pucat

Mata : Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih

Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada pengeluaran atau sekret

Telinga : Tidak ada serumen pendengaran baik

24
Mulut : Bibir tidak pucat, tidak ada stomatitis, lidah bersih Gigi

: Tidak ada karies

Leher :Tidak ada pembesaran kelenjar lympe, tidak ada

pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan vena jugularis

Ketiak : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada nyeri

tekan, tidak ada massa

Dada : Nafas normal, tidak ada wheezing, tidak ada ronchi Perut

: Tidak ada pembesaran, tidak kembung

Kaki : simetris, pergerakan baik, tidak ada odem, tidak ada varices

Vulva dan anus : Tidak ada odem, tidak ada varices, tidak ada hemoroid

c. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laborat

HB : 11,2 gr/dl

Anti HIV : Non Reaktif

HbsAg : Negatif

III. ANALISA DATA

Nn “F” usia 22 thn, calon pengantin dengan KEK

IV. PENATALAKSANAAN

1. Menginformasikan tentang hasil pemeriksaan lingkar lengan pasien yang

kurang dari 23,5 cm, yaitu sebesar 22 cm.

2. Menginformasikan tentang hasil pemeriksaan, hasil pemeriksaan tidak normal

dan pasien memahami,

3. Menganjurkan untuk mengkonsumsi gizi seimbang 4 sehat 5 sempurna


25
(Sayur, Buah, Ikan, Nasi, Kacang-kacangan), pasien memahami

4. Memberikan terapi fe 1x1, pasien mengerti

5. Melakukan pendokumentasian.

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang kesenjangan antara teori dan hasil

tinjauan kasus pelaksanaan Asuhan prakonsepsi pada klien dengan obesitas di

dengan kajian teori jurnal/Evidence Based Midwifery (EBM).

Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita

baik yang sedang hamil ataupun tidak mengalami kekurangan gizi (kalori dan

protein) yang berlangsung lama atau menahun (Paramata & Sandalayuk, 2019).

Status gizi ibu hamil dapat diukur dengan menggunakan pengukuran

antropometri, salah satunya dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).

LILA ≤23,5 cm mencerminkan ibu hamil menderita Kekurangan Energi Kronis

(KEK) (Zulhaida, 2003). KEK pada ibu hamil dapat menyebabkan berbagai resiko

dan komplikasi pada ibu antara lain: penambahan berat badan ibu tidak normal,

anemia, pendarahan, dan dapat terkena penyakit infeksi. Sedangkan pengaruh KEK

saat persalinan dapat mengakibatkan bayi lahir sebelum waktunya atau prematur,

persalinan sulit dan lama, persalinan dengan operasi meningkat serta yang paling

parah adalah pendaharan setelah persalinan(Achadi, 2007).

Menurut Susi yunita (2020) Ibu hamil yang KEK akan berpengaruh terhadap

persalinan seperti persalinan sulit dan lama, persalinan belum waktunya (prematur),

perdarahan setelah persalinan, dan persalinan dengan proses operasi semakin meningkat.

Ibu hamil yang mengalami KEK juga akan berpengaruh tehadap pertumbuhan janin

seperti: keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia, pada

bayi janin mati dalam kandungan, serta lahir dengan BBLR.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susana Dyah (2020) Pada ibu

hamil, masalah KEK merupakan masalah kesehatan yang berdampak buruk bagi ibu hamil
27
dan janin yang dikandungnya. Oleh karena itu, masalah KEK pada ibu hamil menjadi hal

utama yang dipantau oleh tenaga kesehatan sejak awal bulan ibu hamil. Hal ini sesuai teori

yang menyatakan tingkat aktivitas fisik yang berat akan meningkatkan kebutuhan

makanan, serta lamanya waktu beraktivitas dan peran ganda ibu hamil menyebabkan

kerentanan ibu terhadap kekurangan gizi terutama selama masa kehamilan kondisi ibu

hamil KEK merupakan faktor penghambat perkembangan janin sehingga bayi mengalami

kelainan kromosom. Kelainan pada kromosom ini terjadi pada saat proses fertilisasi

berlangsung yang mengakibatkan hasil pembuahan (embrio) yang terbentuk cacat dan

keluar dalam bentuk keguguran. Ibu hamil dengan masalah gizi dan kesehatan berdampak

terhadap kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi serta kualitas bayi yang dilahirkan.

Kondisi ibu hamil KEK dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin sehingga berisiko

mengakibatkan terjadi abortus (keguguran), prematur, lahir cacat, Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) bahkan kematian bayi.

28
Untuk memudahkan pembahasan maka penulis akan membahas berdasarkan

Asuhan Kebidanan 7 langkah Varney yaitu sebagai berikut:

A. Langkah I: Pengumpulan Data Dasar

Pengumpulan data dasar atau yang sering disebut dengan

pengakajian merupakan tahap awal dari proses kebidanan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi keadaan kesehatan klien (Nursalam,

2008). Data dasar ini termasuk Riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik,

tinjauan catatan saat ini, riwayat catatan kesehatan lampau, tinjauan

singkat data penunjang dari laboratorium dan pemeriksaan tambahan lainnya

serta semua informasi dari berbagai sumber yang berhubungan dengan kondisi

pasien (Varney, 2006). Dalam pengkajian diawali dengan memperkenalkan

diri, menyampaikan tujuan asuhan kebidanan pada ibu melalui anamnesis

sesuai dengan kebutuhan untuk mengetahui kondisi kesehatan klien. Pada

tinjauan kasus disebutkan bahwa ibu datang dengan keluhan merasa lemas,

ingin konsultasi persiapan kehamilan

29
B. Langkah II : Interpretasi Data

Interpretasi data dikembangkan dari data dasar ke masalah atau

disgnosa khusus yang terindetifikasi. Masalah dan diagnose sama-sama

dipakai karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai diagnose

tetapi tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat suatu perencanaan yang

menyeluruh dalam penaganan pasien/klien (Varney, 2006)

Intepretasi data diambil dari hasil pengkajian yang sudah terkumpul

dan akhirnya akan muncul diagnose kebidanan dan masalah. Diagnosa

kebidanan adalah analisis data yang telah dikumpulkan tentang kondisi klien

saat itu (Sofyan, dkk, 2003). Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan

pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau menyertai

diagnosa dan tetap membutuhkan penanganan (Varney, 2006). Berdasarkan

pengumpulan data dasar pada ibu dan suami, ditegakkan diagnosa yaitu klien

dengan obesitas. Pengkajian yang didapatkan dari istri yaitu obesitas. Masalah

yang timbul dari hasil pengkajian yaitu diperlukan konseling tentang

Asuhan Kebidanan pra konsepsi dengan KEK, agar tetap terjaga suasana

keharmonisan dalam berumah tangga dan menambah semangat berusaha dan

berdoa dalam mendapatkan keturunan.

C. Langkah III: Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial

Diagnosa/masalah Potensial adalah mengidentifikasi dengan hati-hati

dan kritis pada pola atau kelompok tanda dan gejala yang memerlukan

tindakan kebidanan untuk membantu klien mengatasi dan mencegah masalah

yang spesifik (Varney, 2006).

Mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial lainnya berdasarkan

masalah yang sudah ada adalah suatu bentuk antisipasi/pencegahan yang dirasa

30
perlu, serta suatu bentuk kewaspadaan dan persiapan dalam menghadapi

masalah/penyulit sehingga dapat memberikan asuhan yang aman dan sesuai

standar (Varney, 2006).

Pada kasus ini, diagnose/masalah potensial yaitu penanganan

antisipasi yang cepat dari petugas kesehatan dan didukung dengan kondisi

kesehatan ibu yang sangat baik. Pada langkah ini, penerapan tinjauan kasus dan

tinjauan teori pada ibu dengan KEK secara garis besar sama dan tidak ada

kesenjangan.

D. Langkah IV: Identifikasi dan Menetapkan kebutuhan yang memerlukan

Penanganan Segera

Tindakan ini dilakukan jika ditemukan adanya diagnose atau masalah

potensial dengan tujuan agar dapat mengantisipasi masalah yang mungkin

muncul sehubungan dengan keadaan yang dialami ibu (Varney 2006).

Pada kasus ibu dengan infertilitas primer penerapan teori dan kasus di

lahan praktik secara garis besar terdapat persamaan dan tidak terjadi

kesenjangan.

E. Langkah V: Merencanakan Asuhan yang Komprehensif/Menyeluruh

Dibuat berdasarkan diagnose yang muncul serta membantu klien

mengatasi masalah dan kebutuhannya. Membuat rencana asuhan yang

komprehensif ditentukan oleh langkah sebelumnya yaitu dari masalah dan

diagnose yang sedang terjadi serta mencakup bimbingan atau konseling yang

berkaitan dengan masalah/kondisi pasien saat itu untuk mengantisipasi hal-hal

yang tidak diharapkan dan perubahan perilaku klien sesuai harapan (Varney,

31
2006).

F. Langkah VI: Melaksanakan Perencanaan/Implementasi

Pelaksanaan adalah sebuah proses menyelesaikan masalah klinis,

membuat suatu keputusan dan memberi perawatan. Pada tahap ini, pelaksanaan

adalah melaksanakan perencanaan asuhan yang menyeluruh. Perencanaan ini

dapat dilakukan oleh bidan atau oleh klien itu sendiri. Walaupun ada beberapa

pelaksanaan yang tidak dilakukan oleh bidan itu sendiri namun bidan tetap

berkewajiban untuk mengarahkan pelaksanaannya dan memastikan langkah-

langkah tersebut benar-benar terlaksana (Varney, 2006).

Pada kasus ini, Implementasi yang dilakukan oleh petugas berdasarkan

perencanaan yang telah dibuat secara komprehensif. Adapaun implementasinya

adalah sebagai berikut:

1. Menginformasikan tentang hasil pemeriksaan lingkar lengan pasien yang kurang

dari 23,5 cm, yaitu sebesar 22 cm.

2. Menginformasikan tentang hasil pemeriksaan, hasil pemeriksaan tidak normal dan

klien memahami,

3. Menganjurkan untuk mengkonsumsi gizi seimbang 4 sehat 5 sempurna (Sayur,

Buah, Ikan, Nasi, Kacang-kacangan), pasien memahami

4. Memberikan terapi fe 1x1, pasien mengerti

32
G. Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dengan melakukan

pengecekan apakah rencana asuhan benar-benar terlaksana sesuai dengan

identifikasi diagnose, masalah dan kebutuhan (Varney, 2006). Dalam

evaluasi diharapkan keadaan umum ibu baik dan ibu merasa nyaman.

Pada evaluasi kasus ini, kondisi ibu baik dan pada akhir evaluasi

di catatan, ibu diketahui bahwa klien dalam keadaan sehat dan baik.

Pada langkah ini, tidak terjadi kesenjangan antara teori dan praktik kasus

di lahan karena secara garis besar terdapat persamaan.

33
BAB V

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Selama pelaksanaan asuhan kebidanan pada Nn.”F” dengan pranikah dan

mengacu pada tujuan yang ada maka dapat ditemukan suatu diagnosa kebidanan

yaitu, calon pengantin mengalami KEK (kekurangan Energi dan Kalori).

Dalam melaksanakan asuhan kebidanan ini pasien mempunyai pengaruh

terhadap palaksanaan asuhan kebidanan antara lain :

1) Pasien memberikan kepercayaan petugas.

2) Keterbukaan pasien dalm mengungkapkan masalah kepada petugas.

3) Kesediaan pasien dalam menjalankan saran tulis.

4) Adanya pengertian dan kesadaran pasien dalam mempersiapkan

pernikahannya dan dukungan keluarga serta petugas.

5) Faktor penghambat.

Adanya keterbatasan waktu dan kemampuan penulis atau petugas dalam

memberikan asuhan kebidanan dan konseling pada pasien pranikah.

4.2 SARAN

a. Untuk tenaga kesehatan

a) Menggunakan komunikasi terpeutik

b) Menunjukkan sikap bersedia mau membantu pasien

c) Memberikan motivasi atau dukungan

d) Lebih meningkatkan program penyuluhan tentang gizi seimbang

b. Untuk Pasien

a) Lebih meningkatkan lagi konsumsi makanan yang mengandung sumber

zat besi seperti, sayur hijau, protein hewan (susu,daging, telur) dan

penambahan suplemen zat besi.

34
b) Hendaknya pasien dan calon suaminya mempersiapkan sematang mungkin

pernikahannya.

c) Memegang teguh norma perkawinan (regulasi) dan mematangkan

diri secara bertanggung jawab melalui kehidupan bersama yang akan

dijalani yaitu sbagai suami istri.

d) Bisa menjaga keseimbangan biologis, psikologis, spiritual sehingga tenang

dan lancar dalam menghadapi kehidupannya.Hendaknya mau kotrol ke

bidan setelah 1 bulan TT 1 untuk mendapatkan TT II.

35
Daftar Pustaka

Diantoko, V. (2019) Buku Pegangan Petugas Kua sebagai konselor 1000 HPK dalam
mengedukasi calon pengantin menuju bengkulu bebas stunting. 1st edn. Edited
by D. N. Diantoko. yogyakarta: CV Budi Utama.

Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat, 1996. Pedoman

Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis. Jakarta.

Depkes RI. 1997. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian

dan pengembangan Kesehatan,. Jakarta.

Dieny, F. F. et al. (2020) Kualitas diet, kurang energi kronis (KEK), dan anemia pada
pengantin wanita di Kabupaten Semarang
Jones lewcilnya Derek, 1997. Kesehatan Wanita. Jakarta : Gaya favorit

Kartono kartini, 1992. Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung : CV

Mandar Maju.

Kartono kartini, 1997. Konseling Pra Perkawinan. Bandung : CV Mandar Maju.

Saraswati, E. 1998. Resiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia

untuk melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Penelitian

Gizi dan Makanan jilid 21.

36

Anda mungkin juga menyukai