ajaran ahama sendiri. Hak masing-masing agama untuk berpegang pada pandangan itu secara jelas
diakui oleh Pemerintah RI, misalnya sesuai dengan GBHN 1983 ; ‘Jumlah peserwta keluarga b erencana
perlu makin ditingkatkan atas dasar kesadaran dan secara sukarela, dengan mempertimbangkan nilai-nilai
agama dan kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa” (Bab IV Sub-Agama ets ... No. 6:
Kependudukan dan Keluarga Berencana.1)
a. Penilaian Moral tentang Metode pada Umumnya
Walaupun ajaran Gereja pada umumnya hanya mengakui metode KB alamiah, namun Gereja
Indonesia melalui uskup-uskupnya mengatakan bahwa dalam keadaan terjepit para suami istri dapat
menggunakan metode lain, asalkan memenuhi persyaratan sebagai berikut.
1) Tidak merendahkan martabat istri atau suami. Misalnya, suami istri tidak boleh pernah dipaksa
untuk menggunakan salah satu metode.
2) Tidak berlawanan dengan hidup manusia. Jadi, metode-metode yang bersifat abortif jelas ditolak.
3) Dapat dipertanggungjawabkan secara medis, tidak membawa efek samping yang menyebabkan
kesehatan atau nyawa ibu berada dalam bahaya.
b. Penilaian Moral untuk Masing-Masing Metode
1) Gereja sangat menganjurkan metode KB alamiah seperti :
a) Metode kalender
b) Metode pengukuran suhu basal (metode temperatur)
c) Metode Ovulasi Billings; dan
d) Metode Simptotermal (gabungan)
2) Metode yang dilarang Gereja karena bersifat abortif, antara lain :
a) Abortus provocatus : pengguguran dengan sengaja;
b) Spiral; dan
c) Pil mini
3) Metode yang boleh digunakan asal memenuhi tiga persyaratan di atas:
a) Kondom atau diafragma
b) Spermasid
c) Senggama terputus
d) Pil anti hamil
e) Suntikan anti hamil
f) Susuk
g) Sterilisasi, dan lain-lain
Disini akan dikemukan dua tantangan dalam kehidupan perkawinan, baik tantangan yang bersifat dari
dalam atau tantangan yang bersifat dari luar. Kita akan membicarakannya satu persatu.
1. Tantangan yang Bersifat dari Dalam
a. Kebosanan dan Kejenuhan
b. Perbedaan Pendapat dan Pandangan
Perbedaan pandangan ini sering terjadi dalam bidang pendidikan anak, pengaturan kesejahteraan
keluarga, KB dan sebagainya.
c. Ketakserasian dalam hubungan Seksual
Hubungan seksual merupakan soal yang sangat peka pula. Kalau tidak bertenggang rasa, bisa
menimbulkan kerenggangan antara suami dan istri. Banyak suami yang jatuh ke pelukan wanita lain
atau pelacur karena dendam kepada istrinya atau untuk mendapat pelayanan seksual yang lebih
memuaskan daripada istrinya.
d. Perzinahan/Perselingkuhan
Sering kali, oleh suatu keadaan tertentu, suami dan istri tidak bisa melakukan hubungan seksual
untuk jangka waktu tertentu. Mungkin karena urusan tugas, urusan kesehatan, masa hamil tua,
minggu-minggu pertama sesudah persalinan, atau halangan-halangan lainnya. Kurangnya perhatian
dan pengertian yang diberikan kepada pasangan juga dapat meretakkan keluarga. Dalam situasi
semacam ini, salah seorang pasangan dapat merasa tergoda untuk menyeleweng dari kewajiban suci
perkawinanya: dia akan mencari kepuasan hubungan seks dengan seorang wanita atau laki-laki yang
lain.
Tentu saja, perzinahan adalah pelanggaran berat melawan kesucian dan kesetiaan perkawinan
yang mendatangkan penderitaan besar untuk semua anggota keluarga, termasuk pihak yang tidak
setia.
Gereja Katolik cukup tegas dalam menilai dosa perzinahan itu, namun Gereja tak pernah
mengizinkan perceraian. Jalan satu-satunya yang wajar untuk pasutri itu adalah bertobat, saling
mengampuni dan membarui cinta yang ikhlas demi kebahagiaan seluruh keluarga.
e. Kemandulan
Kalau salah satu pasangan ternyata mandul, sering kali timbul krisis dalam perkawinan.
Biasanya, satu pihak mempersalahkan pihak lain walaupun kemandulan bukanlah kesalahan pribadi.
Apa yang penting dalam situasi itu ialah janganlah berhenti saling mencintai, tetapi pakailah akal budi
dan cobalah memeriksakan diri dulu ke dokter. Bisa terjadi bahwa kemandulan tidak bersifat tetap,
tetapi dapat diatasi secara fisiologis atau psikologis.
Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1
3
Akan tetapi, kalau ternyata salah seorang dari pasangan suami istri ini mandul tetap, mereka
harus menerima kenyataan pahit ini. Mereka tidak boleh percaya kepada pendapat kolot bahwa
perkawinannya tidak direstui oleh nenek moyang, dan dengan demikian boleh merencanakan
perceraian sebagai jalan keluar. Perkawinan kristen tetap mempunyai arti yang dalam, meski tanpa
kemungkinan untuk mendapat anak sendiri.
b. Masalah-masalah lain yang tak terlalu langsung berhubungan dengan perkawinan, tetapi bisa
mempunyai akibat yang sukup besar untuknya.
Sekedar contoh, kita bisa menyebutkan satu di antaranya, yaitu keadaan ekonomi rumah tangga
yang morat-marit. Suatu rumah tangga yang selalu terbentur pada kesulitan ekonomi, bisa mengalami
kegagalan dalam kehidupan perkawinan. Kesulitan ekonomi rumah tangga bisa membuat seseorang
berprasangka buruk tentang teman hidupnya. Dalam keadaan semacam itu bapak atau ibu bisa mulai
berspekulasi, mencari peruntungan dalambentuk judi, korupsi, mencuri, dan sebagainya. Akibatnya
bisa lebih parah lagi. Menghadapi kesulitan-kesulitan itu, kiranya agak sulit untuk memberikan suatu
resep yang siap pakai. Akan tetapi, ada saran yang bersifat sangat umum tetapi penting, yaitu dalam
setiap kesulitan yang timbul, suami istri harus jujur dan terbuka satu sama lain. Banyak kesulitan dan
ketegangan dalam rumah tangga bisa semakin menumpuk dan berlarut-larut karena baik suami
maupun istri tidak berani berbicara secara terus terang tentang kesulitan-kesulitan yang dialami.
Padahal, sekali mereka berani membuka hati, segala kesulitan itu bisa tersingkir, atau setidak-tidaknya
menjadi lebih ringan.
Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1
4
masing pribadi yang saling terlibat dalam relasi pacaran harus bersedia mengubah pola pikinya,
sekaligus juga pola sikapnya.
4) Belajar saling mencintai
Pada dasarnya pacaran adalah tahap relasi antara pria dan wanita yang bersifat personal. Relasi
yang terbangun secara khusus ini terjadi karena keduanya saling mencintai. Cinta yang mulai
tumbuh perlu terus-menerus dipupuk, dibina, dan dikembangkan secara bertanggung jawab.
1) Pandangan Katolik
a) Agama Katolik tidak mutlak melarang perkawinan campur antara orang Katolik dan orang yang
berbeda agama, tetapi juga tidak menganjurkannya. Perkawinan campur beda agama
memerlukan dispensasi dari Gereja supaya sah.dispensasi ini diberikan dengan persyaratan
sebagai berikut:
➢ Pernyataan tekad pihak Katolik untuk menjauhkan bahaya meninggalkan imannya dan
berjanji untuk sekuat tenaga mengusahakan pembabtisan dan pendidikkan anak-anak yang
akan lahir secara Katolik
➢ Pihak bukan Katolik harus diberi tahu mengenai janji pihak tersebut supaya sebelum
menikah ia sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik.
➢ Penjelasan kepada kedua belah pihak tentang tujuan dan sifat-sifat hakiki perkawinan yang
tidak boleh disangkal agar perkawinan itu menjadi sah.
b) Perkawinan campur beda agama yang sah menurut Gereja Katolik tidak dapat diceraikan.
2) Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam perkawinan campur sulit dilakukan, bahkan tidak mungkin dilaksanakan.
a) Seorang pria Islam hanya akan menikah secara sah dengan wanita non islam, jika wanita itu
memeluk agam yang memiliki kitab suci (Kristen, Yahudi) dan pernikahan itu dilakukan secara
Islam, didepan wali nikah (wanita itu dapat tetap memeluk agamanya). Tanpa adanya wali
nikah untuk pihak wanita, perkawinan itu di anggap tidak sah secara Islam (Islam tidak
mengenal lembaga dispensasi).Dengan demikian, menurut pandangan Islam, pernikahan yang
dilaksanakan secara Katolik tidak sah dan hal itu juga berarti bahwa pria Islam itu hidup dalam
percabulan yang berkepanjangan dengan istrinya yang Kristen / Katolik.
b) Seorang wanita Islam tidak boleh menikah dengan pria yang bukan islam. Pria pemeluk agama
lain yang akan menikah dengannya harus meninggalkan agamanya dan memeluk agama islam.
c) Baik perkawinan campur maupun perkawinan yang biasa secara islam dapat diceraikan dengan
alasan-alasan yang sah. Kiranya cukup jelas bahwa dalam pandangan Islam perkawinan campur
sulit, bahkan tidak mungkin dilaksanakan, kalau seseorang mau berpegang teguh pada imannya
masing-masing.
Materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XII Semester Ganjil KD 3.1