KELUARGA BERENCANA
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama
Dosen : Silvester Adinugraha,S,S,M.HUM
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Alvina Putri NIM : 2019.C.11a.0998
Anjuwita NIM : 2019.C.11a.0999
Islamanda NIM : 2019.C.11a.1012
Janwaria Changrila NIM : 2019.C.11a.1013
Khofifah Wulannor NIM : 2019.C.11a.1014
Reja Ery Syaputra NIM : 2019.C.11a.1024
Rista Bela NIM : 2019.C.11a.1026
Tina Novela NIM : 2019.C.11a.1030
Tri Berger NIM : 2019.C.11a.1031
Valentina Jie Eka Huang NIM : 2019.C.11a.1032
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Pembahasan
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rentang tahun 1800-1900 jumlah penduduk Indonesia bertambah tiga kali lipatnya.
Sedangkan 1900 -2000 terjadi pertambahan penduduk lima kali lipat dari 40,2 juta orang menjadi
205,8 juta orang. Selama rentang 1900-2000, progran Keluarga Berencana (KB) berhasil
mencegah kelahiran 80 juta orang.Tanpa program KB jumlah penduduk hingga tahun 2000
diprediksi 285 juta orang .
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang
paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Peningkatan dan
perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita.
Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya
jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat
diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita
atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Depkes RI, 1998).
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian KB
2. Mengetahui tujuan KB
3. Mengetahui manfaat KB
4. Metode kontrasepsi KB
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Keluarga Berencana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Keluarga Berencana berarti gerakan
untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Keluarga
berencana juga merupakan sebuah program pemerintah yang dicanangkan oleh pemerintah
Indonesia guna menekan angka kelahiran yang semakin hari semakin tinggi. Program ini
dirancang untuk menyeimbangkan jumlah kebutuhan dengan jumlah penduduk di Indonesia.
Agama Katolik memandang program KB dapat diterima. Namun, cara melaksanakannya
harus diserahkan sepenuhnya kepada tanggung jawab suami-istri, dengan mengindahkan
kesejahteraan keluarga. Agama Katolik menyatakan bahwa KB pertama-tama harus dipahami
sebagai sikap tanggung jawab. Soal metode, termasuk cara pelaksanaan tanggung jawab itu,
umat Katolik harus senantiasa bersikap dan berperilaku penuh tanggung jawab. Pelaksanaan
pengaturan kelahiran harus selalu memperhatikan harkat dan martabat manusia serta
mengindahkan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam tujuan ilahi sepenuhnya dari kehidupan berkeluarga, Paus Pius XII secara penuh
menerima Metode Kalender sebagai sebuah bentuk bermoral dari Keluarga Berencana, walaupun
dalam situasi-situasi yang terbatas didalam konteks keluarga. Metode Kalender merupakan salah
satu metode dalam Keluarga Berencana Alamiah. Hal ini memperlihatkan bahwa Paus Pius XII
juga menerima penggunaan metode Keluarga Berencana Alamiah. Metode Keluarga Berencana
Alamiah juga dianggap sebagai metode yang bermoral.
Pada tahun 1981 Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan dokumen Familiaris Consortio
(Dokumen Gereja mengenai peranan keluarga dalam dunia modern). Paus menekankan bahwa
kontrasepsi telah memisahkan seksualitas menjadi hubungan seksualitas dan prokreasi. Ia sekali
lagi memberi restu pada penggunaan metode Keluarga Berencana Alamiah karena dengan ini
hubungan badan dan prokreasi menjadi sebuah kesatuan kembali. Dapat dikatakan bahwa
Keluarga Berencana Alamiah juga ambil bagian dalam karya Allah, sehingga prokreasi menjadi
bagian yang terpenting dalam hubungan keluarga.
Ensiklik Paus Paulus VI, Humanae Vitae dari tahun 1986, mengajarkan “ bahwa setiap
tindakan perkawinan (maksudnya terutama sanggama) harus terbuka untuk penurunan hidup”.
Berpangkal dari situ, ditolak sterilisasi dan semua alat dan obat, yang mencegah kehamilan.
2
Diusulkan dan dianjurkan cara “Keluarga Berencana Alamiah”. Sungguh sangat jelas bahwa
metode Keluarga Berencana Alamiah dapat digunakan untuk mengatur kehamilan dalam
keluarga.
Gereja katolik sungguh memiliki perhatian yang besar terhadap masalah kehidupan, tata
kemasyarakatan dan perkembangan dunia. Masyarakat harus ditata secara bertanggung jawab,
untuk menghormati pribadi manusia. Martabat pribadi manusia merupakah suatu hal yang harus
diperjuangkan dan dijunjung tinggi. Agar tercipta manusia-manusia yang bermoral dan takut
akan Allah.
Pandangan Agama Katolik tentang KB itu disampaikan Romo Jeremias Balapito Duan
MSF, sekretaris eksekutif Komisi Keluarga Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dalam buku
berjudul “Membagun Keluarga Sejahtera dan Bertanggung Jawab Berdasarkan Perspektif
Agama Katolik”. Buku ini diterbitkan Komisi Keluarga KWI bersama BKKBN dan UNFPA
(Dana Kependudukan Dunia).
Sejauh ini Agama Katolik menganjurkan umat melaksanakan program KB dengan cara
pantang berkala (tidak melakukan persetubuhan saat masa subur). agama Katolik juga
memandang kesejahteraan keluarga diletakkan dan diwujudkan dalam pemahaman holistik
sesuai dengan kehendak Allah. Untuk mengatur kelahiran anak, suami-istri harus tetap
menghormati dan menaati moral Katolik dan umat Katolik dibolehkan berKB dengan metode
alami yang memanfaatkan masa tidak subur.
Letak kesulitan ber-KB dalam Agama Katolik membedakan dengan jelas antara prinsip
tanggung jawab dalam hal prokreasi dan metode KB sebagai cara pelaksanaan tanggung jawab
tersebut. Pimpinan Gereja Katolik membenarkan prinsip tanggung jawab tersebut. Namun,
dalam pelaksanaannya membedakan antara metode KB Alamiah yang dibenarkan dan metode
kontraseptif yang tidak dibenarkan. ”Dengan jujur harus disimpulkan, disinilah letak kesulitan
bagi kalangan Katolik atau orang Katolik yang berkehendak baik dan bersedia mengindahkan
ajaran gereja untuk memahami posisi gereja,” ujar Romo Jeremias. Namun begitu, dalam
Ensiklik (No.10) dinyatakan, bahwa orang tua dapat mengambil keputusan yang telah
dipertimbangkan secara tulus ikhlas mau memelihara keluarga yang besar; atau juga karena
alasan-alasan yang berat, tetapi dengan tetap penuh hormat menaati hukum moral, mau
menghindarkan kelahiran baru untuk sementara waktu atau waktu yang tak ditentukan lamanya.
3
Dari sabda Ensiklik maupun Konsili jelas umat Katolik juga mempunyai tugas mengatur
kelahiran untuk membangun kesejahteraan keluarga dan demi kepentingan negara. Namun,
bukan orang lain atau negara yang boleh menentukan jumlah anak. Cara-cara mengatur kelahiran
harus diputuskan oleh suami-istri sendiri.
4
5. Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.
6. Meurunnya jumlah angka kelahiran bayi.
5
2.4 Metode kontrasepsi Keluarga Berencana
Sikap Gereja Katolik terhadap praktik kontrasepsi secara amat nyata terbaca dalam
ensiklik Humanae Vitae (selanjutnya HV) yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI pada tahun
1968. Secara garis besar HV menegasakan bahwa perkawinan adalah institusi yang ditetapkan
oleh Tuhan untuk mewujudkan rencana kasihNya, maka cara perwujudananya haruslah sesuai
dengan kehendaknya. Tuhan berkehendak agar suami istri dapat saling membantu untuk
mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan, dan dapat bekerja sama denganNya untuk
mendatangkan kehidupan baru.
Untuk memahami pengaturan kelahiran, sesorang harus mempunyai gambaran yang total
tentang manusia. Jadi, harus dilihat dimensi kerohanian dan kekekalan manusia, dan bukan
hanya dimensi manusia di dunia (HV 7). Hubungan suami istri harus dilihat sebagai sesuatu yang
luhur karena bersumber dari Allah Bapa. Allah mengingingkan agar di dalam ikatan perkawinan,
suami dan istri saling memberikan diri secara total, agar mereka dapat saing menguduskan dan
bekerja sama untuk mendatangkan kelahiran. Maka, untuk kedua orang yang sudah dibaptis,
perkawinan merupakan sakramen tanda rahmat Allah, yang melambangkan persatuan Kristus
dengan Gereja (HV 8). Dalam perkawinan terdapat dua aspek yang tak terpisahkan, yaitu
persatuan dan prokreasi (HV 12), artinya perkawinan direncanakan Tuhan untuk mempersatukan
suami istri, dan persatuan itu selayaknya harus terbuka terhadap kehidupan baru. Dalam hal ini
kesuburan dan anak harus dilihat sebagai berkat dari Tuhan (bdk Kej 1:28), dan bukannya kutuk
yang harus dihilangkan. Jika hubungan suami dan istri dilakukan demi memuaskan sebelah pihak
maka hal itu bukan merupakan tindakan yang sejati. Tindakan yang mencegah sebagaian atau
seluruh bakal kehidupan baru merupakan tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan,
termasuk di dalamnya sterilisasi (HV 13, 14), karena hal tersebut menolak prokreasi dan
menolak karunia Tuhan. Maka, yang diizinkan Gereja untuk mengatur kelahiran adalah
perencanaan secara alamiah, yang melibatkan penguasaan diri dan pantang berkala dengan
maksud mewujudkan kasih, perhatian dan kesetiaan timbal balik sebagai bukti kasih sejati (HV
16). Namun Gereja tidak menganggap segala tindakan terapi disebut dosa dan pada kasus
tertentu untuk menyembuh penyakit, Gereja memperbolehkan tindakan tersebut, asalkan tidak
secara langsung dimaksudkan untuk mencelakakan janin (HV 15). Cara KB alamiah bukanlah
kontrasepsi, karena melalui cara ini suami dan istri mempergunakan kondisi alamiah dengan
6
berpantang pada saat subur untuk menghindari kelahiran, dan bukannya merintangi kesuburan
tubuh (HV 16).
Pengaturan KB alamiah ini dilakukan antara lain dengan cara pantang berkala, yaitu tidak
melakukan hubungan suami istri pada masa subur istri. Hal ini sesuai dengan pengajaran Alkitab,
yaitu “janganlah kamu saling menjauhi kecuali bersama dengan persetujuan bersama untuk
sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa” (1 kor 7:5). Dengan
demikian suami istri dapat hidup di dalam kekudusan dan menjaga kehormatan perkawinan dan
tidak mencemarkan tempat tidur (bdk. Ibr 13:4). Walaupun ajaran ini sulit diterapkan, namun
bukannya tidak mungkin, dan jika diterapkan, akan mendatangkan buah yang baik bagi suami
istri. Di akhir ensiklik, Paus menegaskan bahwa manusia tidak dapat hidup bahagia, tanpa
mengormati hukum yang ditanamkan Tuhan di dalam dirinya. Hukum ini harus ditaati dengan
pengertian kasih (HV 31).
7
BAB 3
PENUTUP
2.5 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas,dapat disimpulkan bahwa pandangan Agama Katolik
tentang program KB dapat diterima. Sejauh ini Agama Katolik menganjurkan umat
melaksanakan program KB dengan cara pantang berkala (tidak melakukan persetubuhan saat
masa subur). Namun, cara melaksanakannya harus diserahkan sepenuhnya kepada tanggung
jawab suami-istri, dengan mengindahkan kesejahteraan keluarga.
2.6 Saran
Apabila anda hendak melakukan KB sebaiknya dipertimbangkan terlebih dahulusegala
aspek yang menyangkut tentang KB.
8
DARTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9095223/MAKALAH_KELUARGA_BERENCANA
http://odjadesain.blogspot.com/2015/06/pandangan-gereja-katolik-terhadap_14.html