Anda di halaman 1dari 4

PERKAWINAN DALAM AGAMA BUDDHA

1. Apa sebelum seseorang menikah dalam agama Buddha diadakan bimbingan


pernikahan? Ya
2. A) Jika iya, alasan apa yg mendasari diadakan bimbingan pernikahan di agama
Buddha? Untuk mempersiapkan keluarga yang baik yaitu baik dari segi
ekonomi, segi sosial, segi Agama, dan juga dari segi kesehatan. Dengan tujuan:
Memberikan penguatan kesiapan dalam membangun keluarga bahagia dan
sejahtera (Hitta Sukhaya) bagi calon pengantin;
Memberikan penguatan pembangunan fisik dan mental bagi calon pengantin;
Memberikan penguatan pengembangan ekonomi keluarga bagi calon
pengantin;
Memberikan penguatan harmoni dan kerukunan dalam membangun keluarga
bahagia bagi calon pengantin.

B) Jika tidak, langkah seperti apa yang digunakan untuk memastikan calon
mempelai sudah siap menjalankan pernikahan?

3. Bagaimana sistematika dan berapa lama pelaksanaan bimbingan pernikahan di


agama Buddha? Dalam bimbingan perkawinan Pandita Lokapalasraya wajib
menyampaikan 8 (delapan) kali pertemuan dilaksanakan 3 (tiga) bulan sebelum
perkawinan
4. Apa saja yang disampaikan dalam bimbingan pernikahan di agama Buddha?
Materi yang disampaikan meliputi:

a) Sosialisasi Undang-undang Perkawinan


Pandita lokapalasraya wajib mensosialisasikan Undang-undang
perkawinan No. 16 tahun 2019 pasal 7 ayat 1 menyebutkan “Perkawinan hanya
di izinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun . Ada
penambahan usia dari 16 tahun menjadi 19 tahun bagi wanita di undang-undang
nomor 16 tahun 2019 ini sebagai bukti bahwa reproduksi sangat diperhatikan dan
mengurangi pernikahan usia dini.

b) Perkawinan Kokoh menuju keluarga Hitta Sukhaya


Dalam memberikan bimbingan perkawinan pada calon pengantin, Pandita
Lokapalasraya berkewajiban memberikan bekal pengetahuan, wawasan dan
pengalaman sebelumcalon pengantin akan menuju jenjangn perkawinan sudah
siap akan akibat-akibat jika terjadi suatu konflik dengan pasangan atau dengan
lingkungan keluarga. Adapun yang harus diperhatikan oleh pasangan calon
pengantin agar menuju keluarga bahagia.
Sebagai contoh faktor-faktor yang menopang keluarga bahagia bagi calon
pengantin adalah:
1. Saling setia
Saling setia merupakan salah satu pilar yang ,emopang keutuhan perkawinan,
perlu suatu kejujuran yang tulus untuk memelihara kesetiaan dalam
perkawinan, bahagia dengan istri atau suami sendiri akan sangat menunjang
dalam memelihara aspek kesetiaan di dalam keluarga yang harmonis.
2. Saling percaya
Kejujuran adalah landasan dari sikap saling percaya, di antara pasangan calon
pengantin seharusnya saling terbuka.
3. Saling menghormati
Saling menghormati dan saling menghargai merupakan pilar dalam keluarga.
4. Saling membantu
Sepasang calon pengantin harus saling membantu, saling melengkapi,
sehingga segala kesulitan hidup terasa lebih ringan
5. Saling memelihara komunikasi
Memiliki komunikasi yang baik dan saling terbuka merupakan persiapan
mental perkawinan yang esensial. Komunikasi tidak harus dilakukan secara
verbal, melainkan juga melalui sentuhan, senyuman, lelucon, komentar, atau
keinginan saling mendengarkan dan mendukung satu sama lain. Komunikasi
yang baik dan aktif merupakan hal yang sangat penting bagi pasangan calon
pengantin dalam membangun keluarga.

c) Dinamika perkawinan dan keluarga


Pandita Lokapalasraya juga berkewajiban menyampaikan nasehat-nasehat
jika terjadi konflik dalam keluarga dan penyelesaiannya. Sebagai contoh konflik
keluarga
(1) penghasilan yang minim atau penghasilan istri lebih besar dari suami,
(2) ketidak hadiran anak,
(3) kehadiran pihak lain,
(4) ragam perbedaan,dll

d) Kesehatan reproduksi keluarga


Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan
kesejahteraan secara sosial utuh pada semua hal berhubungan dengan system dan
fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit
dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan perkwinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, spritual yang memiliki hubungan yang serasi, selaras dan simbang antara
anggota keluarga dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Masa reproduksi adalah masa dimana perempuan menjalankan tugas
kehidupannya yaitu mulai dari hamil, melahirkan, masa nifas dan menyusui dan
masa antara yaitu merencanakan jumlah atau jarak anak dengan menggunakan alat
kontasepsi.
Hak-hak kesehatan reproduksi menurut dpkes (2002), hak kesehatan
reproduksi dapat di terima oleh pasangan calon pengantin adalah:
i. Setiap orang berhak memperoleh standart pelayanan kesehatan reproduksi yang
terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga
menjamin keselamatan dan keamanan klien.
ii. Setiap orang perempuan dan laki-laki (sebagai pasangan atau individu) berhak
memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi
dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis
digunakan untuk pelayanan dan/alat mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
iii. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang efektif,
terjangkau, dan dapat diterima sesuai dengan pilihan, tanpa paksaaan dan tidak
melawan hukum.
iv. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya, yang memungkinkan sehat dan selamat dalam menjalani
kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat
v. Setiap anggota pasangan suami-istri berhak memiliki hubungan yang didasari
penghargaan;
vi. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi
yang di inginkan bersama tanpa unsur pemaksaan, ancaman dan kekerasan;
vii. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan berhak memperolah informasi yang
tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam
menjalani kehidupan seksual yang bertangggung jawab.
viii. Setiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah,
lengkap dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AID.
Untuk memenuhi bimbingan perkawinan terkait dengan kesehatan reproduksi
keluarga disarankan Pandita Lokapalasraya harus menyertaan pendampingan
dari Dinas Kesehatan.

e) Membangun generasi yang berkualitas


Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta geberasi
penerus dimasa pendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan
fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa
depannya. Perlu adanya optimalisasi perkembangan anak, karena selain
krusialjuga pada masa itu anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari
orang tua atau keluarga sehingga secara mendasar hak dan kebutuhan anak dapat
terpenuhi secara baik. Anak seyogyanya harus dapat tumbuh dan berkembang
menjadi manusia yang sehat jasmani dan rohani, cerdas, bahagia, dan bermoral
tinggi, dan terpuji, karena dimasa depan mereka asset yang akan mennetukan
kualitas peradapan bangsa. Agar tercapai dalam hal ini Badan Kependududkan
dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus mengkampanyekan upaya
membangun generasi sehat dan berkualitas. Upaya ini harus dilakukan dengan
perencanaan yang matang. Bahkan dilakukan sejak pranikah, kita harus siapkan
generasi berkualitas sejak dini.
Pada pasangan calon pengantin setelah melaksanakan perkawinan yang sah
dan mempunyai anak disarankan mengikuti anjuran Pemerintah yaitu
melaksanakan program KB dengan tujuan agar tercipta anak-anak/generasi
penerus bangsa yang cerdas, bermoral dan berkualitas.

f) Membangun ketahanan keluarga


Dalam agama Buddha perkwinan dipahami sebagai ikatan lahir bathin
antara seorang pria sebagai suami dan wanita sebagai seorang istri berlandaskan
cinta kasih (metta), kasih sayang (karuna), rasa sepenanggungan (mudita),
dengan tujuan membentuk satu keluarga (rumah tangga) bahagia yang diberkahi
oleh Tuhan Yang Maha Esa dan sang Tiratana. Namun kehidupan dalam
perkawinan pasti bertemu rintangan dan tantangan.
Rintangan ada yang ringan ada yang berat. Yang sifatnya berat kita sebut
kondisi khusus maksudnya bahwa dalam kehidupan keluarga dimungkinkan akan
menghadapi rintangan berat yang mampu mengancam keutuhan keluarga secara
serius. Misalnya, terjadinya perkawinan beda keyakinan, pembagian harta
warisan, dan jika calon pengantin memiliki penyakit bawaan, berada di wilayah
konflik, menghadapi perkawinan beresiko dan lain sebagainya.
Oleh karena itu penting bagi vcalon pengantin untuk mendapatkan
informasi beberapa kondisi khusus dalam kehidupan keluarga, serta mampu
mengantisipasi dan menghadapinya.
Agar ketahanan keluarga menjadi kuat, maka sebaiknya perkawinan segera
dicatatkan di catatan sipil sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Di
dalam undang-undang perkawinan yang berlaku tersebut, ditentukan bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Walaupun di dalam Agama Buddha tidak
ditentukan secara tegas monogami yang dianut, tetapi berlandaskan pada
Anguttara Nikaya 11.57 pernikahan yang di puji oleh Buddha Gautama adalah
perkawinan antara seorang laki-laki yang baik (dewa) dengan perempuan yang
baik (dewi), maka dapat disimpulkan azas perkawinan menurut agama Buddha
adalah azas monogami, yaitu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh memiliki
istri dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami.

g) Peningkatan gizi keluarga


Salah satu upaya di dalam meningkatkan kesehatan masyarakat terutama
dari aspek gizi masayarakat adalah melalui usaha perbaikan gizi keluarga. Gizi
adalah zat kimia yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menghasilkan energi,
memelihara jaringan tubuh, dang mengatur proses di dalam tubuh. Gizi
merupakan kebutuhan yang mutlak dan harus dipenuhi oleh seseorang. Dengan
gizi yang cukup, seseorang dapat melakukan kegiatan hariannya dengan optimal
dan memiliki kualitas hidup yang baik. Gizi yang cukup juga memungkinkan
seseorang untuk terhindar dari beragam penyakit yang mungkin timbul.
Pemenuhan hak anak atas kesehatan melalui pemberian makanan sehat dan
gizi seimbang harus tetap menjadi prioritas, hal ini agar kesehatan dan imunitas
anak tetap terjaga. Orang tua bisa memenuhi kebutuhan gizi anak dengan
menyediakan bahan pangan lokal dari alam indonesia yang memiliki kualitas
yang baik untuk menjaga kesehatan tubuh.

5. Persyaratan apa saja yang perlu dipenuhi oleh calon mempelai dalam pernikahan
di agama Buddha?
Pemberkahan merupakan acara inti dalam melangsungkan pernikahan secara agama
Buddha. Dalam acara pemberkahan, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan (baik
berkas maupun rangkaian acara yang harus di laksanakan) oleh calon pengantin dalam
melangsungkan perkawinan secara agama Buddha yaitu:
1) Calon pengantin menghubungi pengurus Vihara atau Pandita Lokapalasraya untuk
mendapatkan pengarahan mengenai persiapan peralatan untuk upacara serta hal-hala
yang harus dipelajari oleh kedua calon mempelai;
2) Calon pengantin melengkapi dokumen serta berkas perkawinan sebagaimna diatur
oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk diserahkan ke Vihara:
a) Formulir permberkahan yang diambil dari Vihara;
b) Foto berdampingan kedua calon pengantin sebanyak 10 Lembar;
c) Fotocopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) kedua calon pengantin;
d) Fotocopi Kartu Keluarga (KK) kedua calon pengantin;
e) Fotocopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) kedua orang tua calon pengantin;
f) Fotocopi Akta perkawinan kedua orang tua calon pengantin;
g) Fotocopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) saksi dari kedua belah pihak;
h) Fotocopi Akta Kelahiran kedua calon pengantin;
i) Surat Keterangan Belum Menikah dari kelurahan masing-masing calon
pengantin
3) Calon pengantin mengikuti bimbingan atau konseling perkawinan baik secara online
maupun offline, tergantung penyelenggara bimbingan.
4) Pemberkahan perkawinan, terdiri dari beberapa acara. Urutan prosesi pemberkahan
perkawinan agama Buddha:
a) Kedua mempelai memasuki ruangan upacara, dengan di iringi orang tua atau wali,
saksi dan keluarga;
b) Menyalakan lilin dan dupa;
c) Tanya jawab mempelai, orang tua dan saksi;
d) Penghormatan kepada Tri Ratna;
e) Pembacaan ikar mempelai;
f) Pemasangan cincin perkawinan;
g) Pemasangan pita dan kain kuning;
h) Pemberkatan oleh orang tua dan Pandita Palasraya;
i) Pesan atau nasehat dari orang tua;
j) Pesan Dhamma;
k) Pelepasan pita dan kain kuning;
l) Penandatanganan ikrar oleh mempelai, orang tua/wali dan saksi;
m) Penyerahan surat keterangan perkawinan dan ikrar;
n) Penutup upacara perkawinan.
5) Prosedur pencatatan Akta Perkawinan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;

Pasangan pengantin yang telah melangsungkan pemberkahan pernikahan perlu


melakukan pencatatan perkawinan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat,
untuk mendapatkan akta perkawinan. Hal ini bertujuan agar perkawinan dapat diakui olrh
negara, sebagaimana yang diatur dalam Undang-UndangRepublik Indonesia No 42
Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk.
Pada umumnya, Surat Keterangan Perkawinan secara agama Buddha akan diserahkan
oleh Pandita pemimpin upacara pemberkatan berlangsung atau tidak lebih dari satu bulan
setelah pemberkahan perkawinan dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai