Oleh:
Putu Sinta Diahswari Widyadari (1902612129)
Penguji:
dr. Ryan Saktika Mulyana, Sp.OG(K)
2. Dr. dr. I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya, Sp.OG(K) selaku koordinator
pendidikan Departemen/KSM obstetri dan ginekologi FK Unud/RSUP
Sanglah Denpasar Bali.
3. dr. Ryan Saktika Mulyana, Sp.OG(K) selaku penguji dalam pembuatan
laporan ini.
4. Semua pihak yang telah membantu pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih terdapat
kekurangan, diharapkan adanya saran demi penyempurnaan karya ini. Semoga
dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi dunia kedokteran dan manfaat bagi
masyarakat. Terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.1.1 Klasifikasi
Belum ada kata sepakat diantara para ahli, terutama mengenai berapa
pembukaan jalan lahir. Oleh karena pembagian tidak didasarkan pada keadaan
anatomi, melainkan pada keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah, maka klasifikasi
akan berubah setiap waktu. Misalnya, pada pembukaan yang masih kecil, seluruh
pembukaan ditutupi jaringan plasenta (plasenta previa totalis), namun pada
pembukaan yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis.
Menurut de Snoo, berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm:
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostium.
2. Plasenta previa lateralis, bila pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi
oleh plasenta, dibagi 3:
a. Plasenta previa lateralis posterior: bila sebagian menutupi ostium bagian
belakang
b. Plasenta previa lateralis anterior: bila menutupi ostium bagian depan.
c. Plasenta previa marginalis: bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang
ditutupi plasenta.
2.1.2 Etiologi
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun
ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa,
diantaranya:
1. Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan
plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks.
2. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan
parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah seksiosesarea atau aborsi).
3. Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
4. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi.
5. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
6. Plasenta terbentuk secara tidak normal.
7. Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara.
8. Ibu merokok atau menggunakan kokain.
9. Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih besar
pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di bawah usia 20
tahun. Hasil Usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah 20-35 tahun. Diduga risiko plasenta previa meningkat dengan
bertambahnya usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun. Plasenta previa merupakan
salah satu penyebab serius perdarahan pada periode trimester ke III. Hal ini
biasanya terjadi pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun. Prevalensi plasenta
previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi
pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat
meningkatkan kejadian plasenta previa. Peningkatan umur ibu merupakan faktor
risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriol
miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat.12,13,14
2.1.6 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Gejala pertama yang membawa penderita ke dokter ialah perdarahan pada
kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III).
b. Sifat perdarahannya tanpa sebab (causless), tanpa nyeri (painless), dan
berulang (reccurent). Perdarahan timbul sekonyong-konyong tanpa sebab
apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi seaktu bangun tidur, pagi hari tanpa
disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang
dengan volume yang lebih banyak dari sebelumnya. Sebab dari perdarahan
ialah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek karena (a)
terbentuknya segmen bawah rahim; (b) terbukanya ostium atau oleh
manipulasi intravaginal atau rektal. Sedikit atau banyaknya perdarahan
tergantung pada besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan plasenta
yang lepas. Biasanya wanita mengatakan banyaknya perdarahan dalam berapa
kain satung, berapa gelas danadanya dara-darah beku (stolsel).
2. Inspeksi
a. Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, darah beku,
dan sebagainya.
b. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat/anemis.
3. Palpasi abdomen
a. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
b. Sering dijumpai kesalahan letak janin.
c. Bagian terbawah jain belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih
goyang atau terapung (floating) atau di atas pintu atas panggul.
d. Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen
bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
4. Pemeriksaan inspekulo
Dengan memakai speculum secara hati-hati dilihat dari mana asal perdarahan,
apakah dari dalam uterus, atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah, dan
lain-lain.
5. Pemeriksaan radio-isotop
a. Plasentografi jaringan lunak (soft tissue placentography); yaitu membuat foto
dengan sinar ronsen lemah unutk mencoba melokalisir plasenta.
b. Sitografi;mula-mulakandungkemihdikosongkan,laludimasukkan40cc larutan
NaCl 12,5%, kepala janin ditekan kea rah pintu atas panggul, lalu dibuat foto.
Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat
kemungkinan plasenta previa.
c. Plasentografi indirek; yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior yaitu
ibu dalam posisi berdiri atau duduk setengah berdiri. Lalu foto dibaca dengan
cara menghitung jarak antara kepala-smfisis dan kepala- promontorium.
d. Arteriografi; dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis.
Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah, maka ia akan banyak
menyerap zat kontras, ini akan jelas terlihat dalam foto dan juga lokasinya.
e. Amniografi; dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu
dibuat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kosong (d luar janin) dalam
rongga rahim.
f. Radioisotop plasentografi; dengan menyuntikkan zat radio aktif, biasanya
RISA (radioiodinated serum albumin) secara intravena, lalu diikuti dengan
detektor GMC.
6. Ultrasonografi
Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonogradi sangat tepat dan tidak
menimbulkan bahaya radiasi terhadap janin. Cara ini sudah mulai banyak dipakai
di Indonesia.
7. Pemeriksaan dalam
Adalah senjata paling akhir yang paling ampuh di bidang obstetrik untuk
diagnosis plasenta previa. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan
antepartum:
a. Perdarahan banyak > 500cc.
b. Perdarahan yang sudah berulang-ulang.
c. His telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim (viable).12
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pasif
Tiap perdarahan triwulan ketida yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus
dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apapun, baik rektal apalagi
vaginal. Apablia pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, elum
inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat badan janin dibawah 2500 gr,
maka kehamilan dapat dipertahankan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti
spasmolitika, progestin, atau progesterone. Ibu hamil tersangka plasenta previa harus
dirujuk segera ke rumah sakit di mana terdapat fasilitas operasi dan transfusi darah.
Apabila ibu kekurangan darah, diberikan transfusi darah.
2. Memilih cara persalinan pada plasenta previa a. Persalinan pervaginam
a. Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk
melancarkan persalinan per vaginam. Indikasi amniotomi pada plasenta previa
adalah:
Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah bila telah ada
pembukaan.
Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan
pembukaan 4 cm atau lebih.
Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang sudah meninggal.
b. MemasangcunamWilletGausz
Kulit kepala janin diklem dengan cunam Willet Gausz lalu cunam diiker
dengan tali dan diberi beban kira-kira 50-100 gr atau batu bata seperti katrol.
Dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi dengan
teliti.
c. VersiBraxton-Hicks
Versi dilakukan pada janin letak kepala untuk mencari kaki supaya dapat
ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau letak kaki, menarik kaki keluar akan
lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol, dam diberi beban seberat 50-
100 gr (satu batu bata).
d. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet Gausz. Hal
ini tidak dilakukan lagi karena bahaya perdarahan yang banyak. Menembus
plasenta dilakukan pada plasenta previa sentralis.
3. Persalinan paraabdominal
Indikasi seksiosesarea pada plasenta previa adalah:
a. Semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal; semua plasenta
previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-
cara yang ada.
b. Semuaplasentaprevialateralisposterior,karenaperdarahanyangsulit dikontrol
dengan cara-cara yang ada.
c. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti
dengan tindakan-tindakan yang ada.
d. Plasenta previa dnegan panggul sempit, letak lintang. Perdarahan ada bekas
insersi plasenta (placental bed) kadang-kadang berlebihan dan tidak dapat
diatasi dengan cara-cara yang ada, jika hal ini terjadi, tindakannya adalah:
Bila anak belum ada, untuk menyelamatkan alat reproduktif dilakukan ligase
arteria hipogastrika dan bila anak sudah ada dan cukup, yang paling baik
adalah histerektomi.12
2.1.8 Prognosis
Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi,
emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal sebesar 7-25%,
terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolapse, funikuli, dan persalinan
buatan (tindakan).
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan
perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat dihindari
apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan segera lakukan pembedahan
seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih burik oleh karena kelahiran yang
prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa melalui proses persalinan
spontan maupun melalui tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang
intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal.22
Menurunya angka kematian maternal oleh plasenta previa disebabkan oleh (a)
diagnosa awal yang cepat (b) kesedian transfuse darah (c) antibiotik (d) seksio sesarea
yang dilakukan dengan anastesi yang baik (e) keterampilan dalam mengatasi kasus
Faktor-faktor diatas menurunkan angka kematian maternal karena plasenta previa
mnenjadi <1% bahkan 0%. Tetapi di negara-negara berkembang, angka kematian
maternak karena plasetna previa bervaiasi dari <1% hingga 5% disebabkan oleh
karena keterbatasan fasilitas. Penyebab kematian dari plasenta previa adalah
perdarahan dan syok. Resiko terjadinya plasenta previa berulang adalah sebesar 8 kali.
Penyebab kematian perinatal pada plasenta previa adalah prematuritas, asfiksia dan
malformasi kongenital.23
2.2.6 Diagnosis
Skrining hepatitis B merupakan salah satu bagian dari upaya untuk
menurunkan transmisi vertikal dari maternal. Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) menyarankan untuk melakukan skrining hepatitis B surface
antigen (HBsAg) setiap wanita hamil pada setiap kehamilan, bahkan jika
sebelumnya terdapat riwayat skrining maupun vaksinasi. Ibu dengan hasil
skrining positif diharapkan dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
menegakkan diagnosis hepatitis B.27
Diagnosis hepatitis B memerlukan pemeriksaan laboratorium darah pasien
untuk HBsAg, hepatitis B surface antibody (HBsAb), dan hepatitis B core
antibody (HBcAb). HBsAg adalah protein dari permukaan virus hepatitis B yang
dapat ditemukan dalam kadar yang tinggi pada serum elama infeksi akut maupun
kronis. Adanya HBsAg mengindikasikan bahwa pasien tersebut infeksius.
HBsAb atau anti-HBs adalah antibodi yang dihasilkan tubuh sebagai respon
imunitas normal terhadap infeksi. Anti-HBs dapat ditemukan pada orang yang
sembuh dan imun terhadap infeksi virus hepatitis B, baik dari infeksi
sebelumnya maupun vaksinasi. HBcAb atau anti-HBc muncul saat onset akut
hepatitis dan bertahan seumur hidup. Pemeriksaan IgM anti-HBc dapat
dilakukan untuk memberikan informasi akut tidaknya infeksi hepatitis. IgM anti-
HBc dapat ditemukan ≤ 6 bulan sejak infeksi akut. 27 Deteksi dan pengukuran
kadar DNA virus hepatitis B (VHB) dengan menggunakan PCR dapat menjadi
salah satu alat diagnosis, tolak ukur memulai terapi dan pemantauan kondisi
pasien. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi,
sehingga dijadikan sebagai standar internasional menurut World Health
Organizatiion (WHO) untuk normalisasi konsentrasi DNA VHB.
2.2.7 Tatalaksana
Kasus infeksi hepatitis B akut dan kronik perlu dibedakan dalam
penanganannya. Ibu yang mengalami infeksi akut virus hepatitis B selama
kehamilan harus di monitor ketat dan diterapi konservatif. Selama tidak terdapat
tanda-tanda kegagalan hepar, pemberian antiviral untuk ibu hamil bukanlah
sebuah indikasi.28
Tujuan utama tatalaksana infeksi virus hepatitis B kronis adalah
memperbaiki kualitas hidup dan derajat keberlangsungan hidup orang yang
terinfeksi dengan mencegah progresi penyakit ke penyakit sirosis, sirosis
terdekompensasi, penyakit liver stadium lanjut, hepatoselular karsinoma, dan
kematian; serta mencegah transmisi virus hepatitis B ke orang lain. Tujuan ini
dapat tercapai jika replikasi virus hepatitis B ditekan secara baik. Terapi yang
diberikan harus dapat mensupresi kadar virologis sehingga dapat terjadi remisi
biokimia, perbaikan secara histologis dan mencegah komplikasi. Namun, perlu
diperhatikan bahwa infeksi virus hepatitis B tidak dapat sepenuhnya dieradikasi
karena persistensi dari covalently closed circular DNA (cccDNA) di nukleus
hepatosit yang terinfeksi, dan genom virus hepatitis B mengintegrasi genom
inang dan dapat memicu onkogenesis dan perkembangan hepatoselular
karsinoma.29
Pada hepatitis B dalam kehamilan, terdapat dua indikasi dalam
memutuskan terapi, yaitu penyakit hepar kronik pada ibu dan pencegahan
transmisi vertikal. Dua faktor risiko yang berpengaruh terhadap transmisi
vertikal adalah tingginya kadar viral load VHBdan aktivitas replikasi viral yang
tinggi. Transmisi vertikal menyumbang lebih dari sepertiga kasus transmisi virus
hepatitis B, sehingga mencegah penularan ini dapat menurunkan angka
morbiditas akibat hepatitis B.30 Imunoprofilaksis virus hepatitis B pada bayi
diberikan pada semua bayi yang lahir dengan ibu HBsAg positif.
Imunoprofilaksis ini diharapkan dapat memberikan imunitas aktif dan pasif pada
bayi. Imunisasi pasif, hepatitis B immunoglobulin (HBIG) diberikan dalam 12
jam setelah lahir pada bayi. Imunisasi aktif, berupa dosis pertama vaksin
hepatitis B, diberikan dalam beberapa jam awal kehidupan. Pada ibu yang tidak
diketahui status HBsAg maternal, bayi tetap diberikan vaksin sambil menunggu
hasil dari pemeriksaan laboratorium. Pemberian imunoprofilaksis ini mampu
menurunkan rerata tranmisi vertikal dari 90% menjadi 10%. 31 Penggunaan obat
anti virus pada kasus hepatitis B dalam kehamilan, dapat dipertimbangkan sesuai
dengan kondisi yang ditemukan.
Pada kasus hepatitis B kronik, terapi antiviral analog nukleotida dan
interferon (IFN) dapat mempengaruhi kondisi janin. IFN merupakan
kontraindikasi kehamilan terutama trimester awal karena bersifat antiproliferatif.
Pemberian hanya diberikan pada ibu dengan viral load DNA VHB> 107 IU/mL
untuk pencegahan transmisi vertikal atau hepatitis B kronis dengan fibrosis atau
gejala aktif. Pemberian antiviral harus mempertimbangkan keuntungan dan
risiko dari ibu dan janin terkait risiko progresi penyakit maternal, flares SGPT,
perkembangan fetus, transmisi vertikal VHB, rencana jangka panjang untuk
terapi dan kehamilan berikutnya.32 Pemberian ASI tidak dilarang pada wanita
dengan infeksi hepatitis B kronis jika bayi telah mendapatkan imunoprofilaksis
yang sesuai. Tetapi, umumnya ibu disarankan tidak menyusui jika menggunakan
analog nukleotida karena keamanannya kepada bayi yang belum diketahui.30
2.2.8 Prognosis
Prognosis infeksi VHB tergantung dari berat ringannya penyakit dan
komplikasi komplikasi yang terjadi. Infeksi VHB pada penderita tanpa
menimbulkan gejala klinis dan juga tidak ada penyakit lain sebagai penyerta
maka prognosisnya baik. Tetapi apabila didapatkan penyakit-penyakit lain
seperti penyakit jantung, diabetes militus dan anemia maka akan memperburuk
keadaan penderita sehingga prognosisnya menjadi lebih jelek. 90% dari infeksi
VHB pada dewasa akan sembuh sempurna, baik terjadi pada kehamilan trimester
I, II maupun wanita tidak hamil. Pada kehamilan trimester III, infeksi VHB akut
memberikan prognosis yang lebih buruk, didapatkan angka kematian yang tinggi
bagi ibu dan anak, terutama apabila yerjadi hepatitis fulminan. Gizi ibu hamil
juga menentukan, bila terdapat gizi jelek maka mudah terjadi hepatitis
fulminant.33
BAB III
LAPORAN KASUS
Abdomen
- Inspeksi
o Tampak perut membesar ke depan dengan disertai adanya striae
gravidarum
o Tampak adanya luka bekas operasi SC
- Auskultasi
Bising usus : 4 kali/menit (normal)
DJJ : 145x/ menit
- Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
II. Teraba bagian lebar, keras memanjang (kesan punggung) pada sisi
kanan ibu dan bagian-bagian kecil, mudah digerakan (kesan
ekstremitas) pada sisi kiri ibu
III. Teraba bagian bulat keras (kesan kepala)
IV. Teraba bagian kepala belum masuk PAP (Konvergen)
Pasien ini didiagnosis dengan Plasenta previa totalis dengan hepatitis B kronis.
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum. Penyebab blastotika berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui
dengan pasti. Implantasi mungkin dipengaruhi oleh: abnormalitas vaskularisasi pada
endometrium, ovulasi yang terlambat, trauma endometrium sebelumnya, plasenta yang terlalu
besar pada kehamilan ganda, pembedahan pada uterus sebelumnya (bedah sesar,
miomektomi), paritas tinggi, dan usia > 35 tahun.34
Hal yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan yang tidak nyeri, yang
biasanya belum muncul hingga menjelang akhir trimester kedua atau setelahnya. Namun,
beberapa jenis abortus dapat terjadi akibat lokasi plasenta abnormal yang sedang berkembang
tersebut. Perdarahan dari plasenta previa sering muncul tanpa peringatan, terjadi tanpa
disertai nyeri pada wanita yang riwayat pranatalnya tampak normal. Darah berwarna merah
segar. Untungnya, perdarahan awal jarang sedemikian deras sehingga menimbulkan
kematian. Perdarahan ini biasanya berhenti spontan namun kemudian kambuh.35
Pada kasus ini, pasien tidak mengeluhkan adanya keluar darah merah segar dari
kemaluan tanpa disertai rasa nyeri. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi kemungkinan besar mengalami
laserasi akibat pelepasan desidua tapak plasenta. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta
akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai
menembus buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih
sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sectio caesarea.36
Pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis plasenta previa yaitu:37 inspeksi: terlihat
perdarahan pervaginam berwarna merah segar. Namun pada pasien tidak ditemukan. Palpasi
abdomen: janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah; Sering disertai
kesalahan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala
masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah cukup pengalaman dapat
dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus.
Inspekulo: pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal perdarahan, apakah
dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain. Pemeriksaan dalam hanya boleh
dilakukan di meja operasi (PDMO), karena dengan pemeriksaan dalam akan menyebabkan
perdarahan pervaginam yang lebih deras. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan dalam
ataupun dengan inspekulo. Sedangkan untuk pemeriksaan penunjangnya yaitu plasenta previa
hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan ultrasonografi (USG) abdomen, yang
95% dapat dilakukan tiap saat.38 Pada pasien ditegakkan melalui USG dan didapatkan anterior
plasenta previa.
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk sectio caesarea (SC). Pada
multigravida yang telah mempunyai anak hidup cukup banyak dapat dipertimbangkan
dilanjutkan dengan histerektomi untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum yang
sangat mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan dilanjutkan dengan
sterilisasi untuk menghindari kehamilan berikutnya.39
Pada kasus ini, ditemukan hasil pemeriksaan HbsAg positif yang merupakan suatu
pertanda adanya infeksi pada hati oleh virus HBV, pertanda untuk mengetahui akut atau
kronik yaitu IgM anti-HBc yang menunjukkan adanya kerusakan hati. USG akan
menampakkan pembesaran hati serta bertambah densitas gama dari parenkim hati pada
hepatitis akut-kronik.40 Pada tatalaksana tidak ada yang membedakan prinsip terhadap
hepatitis akut pada kehamilan dengan tanpa kehamilan. Istirahat yang cukup dan terapi
simtomatik tetap menjadi dasarnya dan tenofovir dan telbivudin tetap menjadi terapi lini
pertama.41 Terminasi kehamilan hanya dilakukan atas indikasi obstetrik. Aspek yang perlu
ditimbangkan ialah tatalaksana terkait dengan kemungkinan terjadinya transmisi vertikal,
karena hal ini dapat berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas anak.42
Adanya plasenta previa totalis merupakan indikasi SC, selain itu adanya hepatitis B
kronis juga merupakan indikasi SC. Berdasarkan penelitian Pan et al. bahwa tindakan SC
dapat mencegah penularan ke bayi (MTC), dimana Infeksi HBV yang ditularkan pada bayi
yang lahir dengan operasi caesar elektif memiliki persentase yang lebih kecil (1,4%),
dibandingkan dengan persalinan pervaginam (3,4%).42
Apabila ibu mengalami HbeAg positif (HBV DNA load tinggi) sebaiknya diberikan
HBIG dan vaksin untuk bayi. Bagi bayi yang ibunya HbeAg positif berisiko tinggi menjadi
infeksi HBV kronik.42 Vaksin Hepatitis B harus segera diberikan setelah bayi lahir,
mengingat vaksinasi Hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk
memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Ada dua
tipe vaksin Hepatitis B yang mengandung HbsAg, yaitu: 1) vaksin yang berasal dari plasma,
dan (2) vaksin rekombinan. Kedua ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat
lahir karena antibodi anti HbsAg tidak mengganggu respons terhadap vaksin. Sesuai dengan
kasus dimana ibu merupakan pengidap hepatitis B kronis, maka bayi yang lahir mendapatkan
0,5 ml HBIg dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 5 mcg (0,5 ml) vaksin rekombinan. Dosis
kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ketiga pada umur 6 bulan.41
BAB V
SIMPULAN
Pasien NNY berusia 28 tahun datang dalam keadaan sadar ke RSUP Sanglah
Denpasar diantar oleh suami padatanggal 16 Juni 2021 pukul 19.00. Pasien merupakan
rujukan dari RS Balimed dengan diagnosis G2P2001 35 Minggu 5 hari plasenta previa totalis
dan hepatitis B kronis. Gerakan janin baik dan mulai dirasakan sejak bulan Februari 2021.
Pasien tidak memiliki keluhan penurunan nafsu makan, serta buang air kecil dan buang air
besar pasien masih normal. Riwayat mengidap hepatitis B sudah sejak tahun 2016 dan rutin
minum obat tenofovir sejak tahun 2018.
Pemeriksaan fisik status general pasien masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan
status obstetri, abdomen diawali dengan inspeksi tampak perut membesar ke depan dengan
disertai adanya striae gravidarum, pada auskultasi didapatkan bising usus ibu dalam batas
normal, DJJ bayi 145 x/menit, tinggi fundus uteri 3 jari dibawah procesus xyphoideus, serta
tidak ditemukan his adekuat. Pemeriksaan Leopold III kesan kepala.
Diagnosis pasien adalah G2P1001 35 minggu 5 hari T/H Plasenta Previa Totalis (PAI
score 2, probability of invasion 10%), Hepatitis B Kronis. Pada pasien dilakukan tatalaksana
berupa SC. Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk sectio caesarea (SC),
selain itu adanya hepatitis B kronis juga merupakan indikasi SC. Bayi yang lahir dari ibu
yang mengidap hepatitis B kronis mendapatkan 0,5 ml HBIg dalam waktu 12 jam setelah
lahir dan 5 mcg (0,5 ml) vaksin rekombinan. Dosis kedua diberikan pada umur 1-2 bulan dan
dosis ketiga pada umur 6 bulan
DAFTAR PUSTAKA