Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS PLACENTA PREVIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Patofisiologi Kebidanan

Dosen Pengampu:
Endang Astiriyani, SST, M.Keb

Disusun oleh :

Kelompok 3

Fadila Putri Puspa Fikrotunnisa


Gefi Putri Lestari
Meyda Ananda A Ratna Dwi Astriani
Nadia Rosiana F Risa Eka Okta Risa
Nopi Nurlaela Windi Restuti
Nur Azizah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

2023
Plasenta previa didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terjadi pada
kehamilan ketika implantasi plasenta berada tidak normal pada segmen bawah
rahim, sebagian atau seluruhnya menutupi ostium uteri internum (OUI). Plasenta
previa merupakan salah satu kasus yang menyebabkan peningkatan morbiditas ibu
dan janin, terutama yang disebabkan oleh perdarahan, terutama pada kasus yang
tidak terdiagnosis.

A. Assessment :
Ny. A umur 39 tahun G3P2A0 hamil 37 minggu dengan plasenta previa
B. Faktor yang dapat mempengaruhi tempat pelekatan plasenta pada
dinding uterus meliputi:
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometroium atau
kurang baiknya vaskularisasi, diantaranya yaitu:
1. Vaskularisasi plasenta yang terganggu.
2. Kehamilan kembar (plasenta pada kehamilan kembar memerlukan luas
permukaan yang lebih besar bagi peleketannya).
3. Riwayat pembedahan pada uterus, seperti Riwayat Sectio Caessaria,
kuretase yang berulang (baik karena abortus ataupun penyakit seperti
mioma uteri)
4. Multiparitas , terutama jika jarak antara kehamilan pendek
5. Usia ibu yang lanjut
C. Dampak pada ibu apabila mengalami plasenta previa:
1. Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan,
kemudian anaemia karena perdarahan plasentitis dan endometris pasca
persalinan.
2. Perdarahan post partum dan syok, karena kurang kuatnya kontraksi
segmen bawah rahim,infeksi dan trauma dan uterus serviks.
3. Terjadi infeksi
4. Laserasi serviks
5. Plasenta akreta
6. Prematuritas atau lahir mati pada bayi
7. Prolaps tali pusar
8. Prolaps plasenta

Sejumlah penelitian telah melaporkan bahwa plasenta previa


dikaitkan dengan outcome buruk yang tinggi pada ibu dan neonatal.
Plasenta previa dikaitkan dengan peningkatan angka kelahiran sesar,
perdarahan, transfusi darah, serta kelainan spektrum plasenta akreta
(PAS) (yang meliputi plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta
perkreta), yang dapat menyebabkan histerektomi, septikemia,
intensif. masuk unit perawatan ( ICU ), tromboflebitis, dan bahkan
kematian ibu. Komplikasi janin yang terkait terutama mencakup
hambatan pertumbuhan janin dan kelahiran prematur.

Namun, semua komplikasi yang disebabkan oleh plasenta previa


ini menyebabkan perubahan patofisiologis pada rahim, seperti
pembentukan bekas luka, kerusakan endometrium, kerusakan
desidualisasi, dan peradangan, yang berpotensi berdampak buruk pada
hasil kehamilan berikutnya. Selain itu, faktor risiko plasenta previa
juga dapat mempengaruhi kehamilan berikutnya. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa plasenta previa sebelumnya merupakan faktor
risiko terjadinya plasenta previa pada kehamilan berikutnya. Namun,
dampak plasenta previa terhadap hasil kehamilan berikutnya belum
sepenuhnya diketahui.

D. Implementasi / Penatalaksanaan :
1. Menjelaskan kepada ibu tentang keadaannya.
2. Menganjurkan ibu untuk istirahat total.
3. Observasi keadaan tanda – tanda vital, DJJ, his, perdarahan
pervaginam.
4. Observasi jumlah tetesan cairan infus.
5. Memberikan dukungan emosional dari keluarga.
6. Menjelaskan tanda bahaya kehamilan.
7. Berkolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi.
8. Pemberian obat – obatan.
9. Menganjurkan ibu untuk rawat inap.
E. Peran bidan dalam memberikan asuhan lanjutan pada kasus Placenta
Previa
1. Memantau kadar Hb ibu
2. Memberikan promkes serta saran terkait penggunaan Keluarga
Berencana mengingat salah satu factor resiko terjadinya Placenta Previa
adalah multiparitas terutama jika yang jarak kehamilannya terlalu
pendek
3. Memberikan edukasi kepada keluarga terutama suami terhadap dampak
jangka panjang bila terjadi plasenta previa berulang pada kehamilan
4. Memberikan edukasi tentang gaya hidup sehat, terutama pemenuhan
gizi dan nutrisi kepada ibu
F. Dampak jangka panjang yang bisa terjadi pada ibu kasus plasenta
previa
1. Syok Hipovelemik
Menurut hasil penelitian Fina Fatmawati Prayitno pada tahun
2020, Dalam kasus perdarahan yang parah, pasien dapat datang dengan
tanda-tanda syok hipovolemik. Gejala pada janin termasuk tanda-tanda
stres janin, seperti deselerasi pada pemantauan jantung janin dan
penurunan gerakan janin. Diagnosis klinis dapat ditegakkan dan
dikonfirmasi melalui USG transabdominal atau transvaginal.
Pendekatan pengobatan tergantung pada gejala ibu dan vitalitas janin.
Pendekatan konservatif dengan pemantauan terus menerus disarankan
untuk pasien tanpa gejala dan janin yang sehat, sementara seksio sesaria
darurat diindikasikan pada pasien dengan gejala akut pada ibu atau
janin yang masih hidup yang mengalami distress
Kejadian syok hipovolemik yang diakibatkan plasenta previa
sering terjadi, namun tidak ada data pasti berapa kejadian pada kondisi
ini. Syok hipovolemik diakibatkan perdarahan yang terus menerus
keluar mengakibatkan Hb menurun sehingga ibu kekurangan pasokan
oksigen yang dibawa ke jaringan perifer termasuk oksigen ke janin.
Pada keadaan syok, ibu mengalami hemodinamik tidak stabil dan
kemungkinan janin akan mengalami fetal distress. Pada pasien ini
keadaan ini terjadi sehingga harus ditatalaksana lanjut. Plasenta previa
yang mengalami perdarahan aktif merupakan keadaan gawat darurat
pada kebidanan. Wanita-wanita yang mengalami keadaan ini harus
dirawat di khusus untuk pemantauan ibu dan janin, dan harus
dikomunikasikan dengan tim anestesi.
Penatalaksanaan syok hipovolemik dapat dilakukan mulai dari
saat terjadinya kejadian, apabila pasien mengalami trauma, untuk
menghindari cedera lebih lanjut vertebra servikalis harus diimobilisasi,
memastikan jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi,
memaksimalkan sirkulasi dan pasien segera dipindahkan ke rumah
sakit. Keterlambatan saat pemindahan pasien ke rumah sakit sangat
berbahaya. Salah satu terapi yang tepat untuk penatalaksanaan syok
hipovolemik adalah terapi cairan yang akan berdampak pada penurunan
angka mortalitas pasien. Akan tetapi terapi cairan yang tidak tepat akan
menyebabkan pasien mengalami edema paru dan gangguan elektrolit.
Tujuan dalam pengelolaan pasien dengan plasenta previa dalam
perdarahan akut yaitu mencapai dan/atau menjaga stabilitas
hemodinamik ibu dan menentukan apakah diperlukannya operasi seksio
sesaria pada ibu. Penilaian yang dilakukan pada ibu dan janin adalah:
a. Tekanan darah ibu, denyut jantung, laju pernapasan, saturasi
oksigen perifer, dan keluaran urin dipantau dengan cermat.
Takipnea, takikardia, hipotensi, saturasi oksigen rendah, dan sesak
merupakan tanda-tanda hipovolemia.
b. Detak jantung janin dipantau secara terus menerus untuk melihat
apakah terdapat pola yang menunjukkan hipoksemia pada janin.
c. Kehilangan darah segera dihitung. Perkiraan kehilangan darah
pervaginam secara akurat sulit untuk ditentukan secara kasat mata,
terutama ketika darah sebagian terserap ke kain atau handuk,
pembalut bersalin, spons kasa atau bahkan menetes ke lantai.

2. Penyakit Ginjal
Menurut penelitian Worthley tahun 2000, Gagal ginjal akut terjadi
akibat syok hipovelemik yang diakibatkan dari kejadian plasenta previa.
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi,
frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan
pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat
interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik
seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi,
ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen
meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-
sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap
menurunnya produksi urin.
3. Histerektomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan uterus. Tindakan
histerektomi pada ibu dengan plasenta previa dilakukan sebagai
tindakan untuk menghentikan perdarahan (Berghella, 2016). Riwayat
bedah sesar dan plasenta previa merupakan faktor resiko untuk
dilakukannya histerektomi post partum. Histerektomi post partum
emergensi didefinisikan sebagai seksio sesarea histerektomi atau
histerektomi yang dilakukan pada < 24 jam setelah persalinan akibat
perdarahan masif yang mengancam jiwa setelah pelepasan plasenta atau
karena komplikasi selama bedah sesar. Kejadian histerektomy terjadi
pada 5,1% dari seluruh total ibu bersalin dengan plasenta previa
(Greiny dkk, 2017). Daskalakis, dkk (2011) mendapatkan 19,7% ibu
mengalami histerektomi, 92,3%nya diakibatkan oleh plasenta previa
dan ibu dengan riwayat seksio dua kali atau lebih memiliki peningkatan
risiko untuk mengalami histerektomi (p<0,01). Penelitian Eskholi
(2013) mengatakan adanya hubungan antara transfusi darah dan
histerektomi pada pasien plasenta akreta.

4. Riwayat kuretage
Ibu yang memiliki riwayat kuretage mempunyai peluang 3,407
kali mengalami plasenta previa dibandingkan ibu yang tidak memiliki
riwayat kuretage (Astuti, 2017). Ibu yang mengalami persalinan >5 kali
secara fisik juga memiliki resiko tinggi karena organ reproduksi ibu
mengalami kelelahan terutama pada otot rahim yang sering melahirkan.
Oleh karena itu, terjadinya atonia uteri pada saat persalinan berikutnya
sangat besar karena otot rahim tidak mampu berkontraksi sehing- ga
akan membahayakan nyawa ibu. Ibu memiliki riwayat persalinan,
misalnya 3 kali abortus atau lebih yang disebut dengan abortus
habitualis. Dengan seringnya terjadinya abortus, maka kemungkinan
besar akan terjadi abortus berulang pada kehamilan berikutnya jika
tidak diketahui penyebab terjadinya abortus, penyebab 2 kali partus
prematurus atau lebih, dan penyebab kematian janin dalam kandungan
atau kematian perinatal (Kurniawan, 2013).

Anda mungkin juga menyukai