Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN NY. X DENGAN DIAGNOSA MEDIS


HAEMORHAGIC POST PARTUM
(SOLUSIO PLASENTA)

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS

DISUSUN OLEH :
MURNININGTYAS PUTRI RATNASIWI
NIM. 40220021

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN NY. X DENGAN DIAGNOSA MEDIS
HAEMORHAGIC POST PARTUM
(SOLUSIO PLASENTA)

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS

Nama Mahasiswa : Murniningtyas Putri Ratnasiwi


NIM : 40220021
Nama Institusi : Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Kediri, 14 Desember 2020

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Kaprodi

Ely Isnaeni, S. Kep, Ns., M. Kes Sri Wahyuni, S. Kep.,Ns, M. Kep.

NIK. NIK.
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP SOLUSIO PLASENTA


1. Pengertian Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal dari uterus, sebelum janin dilahirkan.
definisi ini berlaku pada kehamilan dengan usia kehamilan (masa
gestasi ) di atas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr. Proses
solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua
basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (SaIfuddin AB,
2010).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan
(Sarwono, 2010).
Solusio plasenta atau abrupsion plasenta adalah pelepasan sebagian
atau keseluruhan plasenta dari uterus selama hamil dan persalinan
(Chapman, 20013).

2. Klasifikasi Solusio Plasenta


Solusio plasenta diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:
a. Sistem I berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan
1) Kelas 0 : Asimtomatik
Diagnosis ditegakkan secara responsif dengan menemukan
hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada
plasenta.Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam
kategori.
2) Kelas 1 : Gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48% kasus
Gejala meliputi : Mulai dari tidak adanya perdarahan
pervaginam sampai perdarahan pervaginam ringan, uterus
sedikit tegang, tekanan darah dan denyut jantung maternal
normal, tidak ada koagulopati, dan tidak ditemukan tanda-
tanda fetal distress.
3) Kelas 2 : Gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus
Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada, ketegangan
uterus sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi
tetanik, takikardi maternal dengan perubahan ortostatistik
tekanan darah dan denyut jantung, terdapat fekal distress, dan
hipofibrinogenemi (150 - 250 mg/dl).
4) Kelas 3 : Gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus
Perdarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat, uterus
tetanik dan sangat nyeri, syok maternal, hipofibrinogenemi
(<150 mg/dl); koagulopati serta kematian janin
b. Sistem II berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam
1) Solusio plasenta yang nyata / tampak (revealed)
Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai
dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan
uterus, atau hanya ringan.
2) Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)
Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan
hipertonus, sering terjadi fetal distress berat.Tipe ini sering
disebut Perdarahan Retroplasental.
3) Solusio plasenta tipe campuran (mixed)
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam;
uterus tetanik.
c. Sistem III berdasarkan jumlah perdarahan yang terjadi
1) Solusio plasenta ringan
Perdarahan pervaginam <100.
2) Solusio plasenta sedang
Perdarahan pervaginam 100-500 ml, hipersensitifitas uterus
atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal
stress.
3) Solusio plasenta berat
Perdarahan pervaginam luas >500 ml, uterus tetanik, syok
maternal sampai kematian janin dan koagulopati.
d. Sistem IV berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari
uterus
1) Solusio plasenta ringan
Plasenta yang kurang dari ¼ bagian plasenta yang terlepas.
Perdarahan <250 ml.
2) Solusio plasenta sedang
Plasenta yang terlepas ¼ -½ bagian. Perdarahan <1000
ml,uterus tegang, terdapat fetal stres akibat insufisiensi
utoroplasenta.
3) Solusio plasenta berat
Plasenta yang terlepas >½ bagian, perdarahan >1000 ml,
terdapat fetal stress sampai dengan kematian janin, syok
maternal serta koagulopati (Lauren AD, 2012).

3. Etiologi Solusio Plasenta


Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi
a. Faktor kardio-reno-vaskuler. Glomerulonefritis kronik, hipertensi
essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di
Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus
solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi
tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan.
b. Faktor trauma
1) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
2) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin
yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan
persalinan
3) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
c. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara.
Beberapa penelitian menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu
makin kurang baik keadaan endometrium
d. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
e. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat
menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi diatas
bagian yang mengandung leiomioma
f. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat
terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif
g. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus
solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤1
(satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang
perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya
h. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan
riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya
kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio
plasenta.
i. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi / defisiensi gizi,
tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran
ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain (Krieebs dkk,
2010).

4. Manifestasi Klinis Solusio Plasenta


a. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis,
dimana plasenta terlepas kurang dari 1/4. Apabila terjadi perdarahan
pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit.
Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus
menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena
dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang
berlangsung.
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari ¼ bagian, tetapi belum
2/3 luas permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan
seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian
disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan
pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin
telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok,
demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah
berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-
menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk
diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar di dengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah
terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio
plasenta berat.
c. Solusio plasenta berat Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3
permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh
dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat
tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan
pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-
keadaan diatas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada
pembekuan darah dan kelainan / gangguan fungsi ginjal.

5. Patofisiologi Solusio Plasenta


Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah plasenta atau uterus
yang membentuk hematoma di desidua, sehingga plasenta tersedak dan
terlepas. Perdarahan berlangsung terus menerus karena otot uterus
telah meregang dan tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan
perdarahan. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah
besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari
dinding uterus.
Sebagian darah akan masuk kebawah selaput ketuban dan keluar
melalui vagina, atau menembus slaput ketuban masuk kedalam
kantong ketuban, atau ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus
akan berwarna biru atau ungu dan terasa sangat tegang serta nyeri. Hal
ini disebut uterus couvelaire.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan
terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila
sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali,
ayau juga dapat mengakibatkan gawat janin. Waktu, sangat
menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal dan
keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai
persalinan selesai, umumnya makin hebat komplikasinya. (Nugroho,
2012).

6. Pemeriksaan Penunjang Solusio Plasenta


a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan
silinder dan leukosit.
2) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-
match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi
kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka
diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam,
tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif
fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
b. Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis
dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat
koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta yang disebut hematoma retroplacenter.
c. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain terlihat
daerah terlepasnya plasenta, janin dan kandung kemih ibu, darah
dan tepian plasenta.
d. Kardioktokgrafi : untuk mengetahui kesejahteraan janin.
Pemeriksaan ini dapat dilakukanpada kehamilan 28 minggu.

7. Penatalaksanaan Solusio Plasenta


a. Terapi Medik
1) Tidak terdapat renjatan (syok) : usia gestasi < 36 minggu atau
BTJ < 2500 gram.
a) Ringan : terapi konservatif bila ada perbaikan (perdarahan
berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup dan
keadaan umum ibu baik) dan dapat dilakukan pemantauan
ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi
anemia, USG dan KTG serial (bila memungkinkan) dan
tunggu partus normal. Terapi aktif dilakukan bila ada
perburukan (perdarahan berlangsung terus, kontraksi
uterus terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu
dan atau janin). Bila perdarahan banyak, skor pelvik < 5
atau persalinan masih lama > 6 jam, lakukan seksio sesarea.
Skor pelviks biasa dilakukan untuk mengetahui apakah
kemungkinan persalinan dapat berlangsung pervaginam.
b) Bila partus dapat terjadi <6 jam, dan infus oksitosin (Indikasi
: mengakhiri kehamilan dan memperkuat kontraksi rahim
selama persalinan).
c) Sedang / Berat : resusitasi cairan (pemberian cairan adekwat
dalam waktu relatif cepat pada penderita gawat akibat
kekurangan cairan), atasi anemia (transfusi darah), partus
pervaginam bila <6 jam (amniotomi dan infus oksitosin);
bila perkiraan partus >6 jam, lakukan seksio sesarea.
2) Tidak terdapat renjatan (syok) : usia gestasi 36 minggu atau
2500 gram. Solusio plasenta derajat ringan/sedang/berat bila
persalinan lebih dari 6 jam, lakukan seksio sesarea.
3) Terdapat renjatan (syok) : Atasi renjatan, resusitasi cairan dan
transfusi darah. Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan
penyelamatan yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi,
pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau partus
lebih lama dari 6 jam.
b. Terapi Bedah
1) Partus per vaginam dengan kala dua dipercepat.
2) Seksiosesarea atas indikasi medik.
3) Seksiohisterektomi bila terdapat perdarahan postpartum yang
tidak dapat diatasi dengan terapi medikamentosa atau ligasi
arteri uterina. Ligasi hipogastrika hanya boleh dilakukan oleh
operator yang kompeten.
c. Pengobatan
1) Tindakan darurat. Jika terjadi defisiensi, mekanisme pembekuan
harus di pulihkan sebelum melakukan upaya apapun untuk
melahirkan bayi. Berikan kriopresipitat, FFP atau darah segar.
Berikan terapi anti syok. Pantau keadaan janin terus menerus.
Pecahkan selaput ketuban, jika mungkin, terlepas dari
kemungkinan cara pelahiran yang dipakai.
2) Tindakan spesifik.
a) Derajat 1.
Jika pasien tidak dalam persalinan, tindakan menunggu
dengan pengawasan ketat merupakan indikasi, karena pada
banyak kasus pendarahan akan berhenti secara spontan. Jika
persalinan mulai terjadi, siapkan persalinan pervaginam jika
tidak ada komplikasi lebih lanjut.
b) Derajat 2.
Siapkan pelahiran pervaginam jika persalinan diperkirakan
akan terjadi dalam waktu sekitar 6 jam, terutama jika janin
mati. Seksio sesaria sebaiknya dilakukan jika terdpat bukti
kuat adanya gawat janin dan bayi mungkin hidup.
c) Derajat 3
Pasien selalu dalam keadaan syok, janin sudah mati, uterus
tetanik dan mungkin terdapak defek koagulasi. Setelah
memperbaiki koagulopati, lahirkan pervaginam jika dapat
dikerjakan dalam waktu 6 jam. Perslinan pervaginam
tampaknya paling baik untuk pasien multipara. Jika tidak,
kerjakan seksio sesarea (Ralph Benson, 2009).
8. Komplikasi Solusio Plasenta
Komplikasi dapat terjadi baik pada ibu maupun janin:
a. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu
1) Kegagalan pembekuan darah (coagulation failure), pada
kasus yang berat dan perdarahan tersembunyi dapat terjadi.
Gangguan pembekuan darah harus segera ditangani sebelum
proses persalinan dilakukan. Transfusi dengan whole blood
(darah lengkap yang mengandung semua komponen darah
secara utuh, baik plasma maupun sel darahnya) adalah pilihan
terbaik, fresh frozen plasma (Indikasi : untuk terapi defisiensi
faktor pembekuan yang kongenital) dan konsentrasi platelet
(diberikan saa tubuh mengalami luka terutama apabila luka
tersebut tidak mampu ditutup oleh vasokonstriksi pembuluh
darah) dapat diindikasikan.
2) Emboli, syok yang berat sewaktu persalinan dapat
disebabkan oleh emboli air ketuban. Setelah ketuban pecah
ada kemungkinan air ketuban masuk ke dalam vena-vena
tempat plasenta, endoserviks, atau luka lainnya. Air ketuban
mengandung lanugo, verniks kaseosa, dan mekonium dapat
menimbulkan emboli karena dapat menyumbat kapiler paru
dan menimbulkan infark paru serta dilatasi jantung kanan.
Emboli ini dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul
bila terjadi emboli yaitu sesak napas, sianosis, edema paru,
syok, dan relaksasi otot-otot rahim dengan perdarahan pasca
persalinan.
3) Kerusakan ginjal, syok hipovolemik yang berat dapat
menyebabkan gagal ginjal dengan diawali hemoglobinuria,
kemudian oliguria atau anuria. Hal ini dapat merusak tubulus
ginjal atau nekrosis pada korteks ginjal. Untuk itu pada kasus
solusio plasenta yang berat harus dilakukan monitoring
pengeluaran urine secara cermat. Pre-eklampsia sering
menyertai solusio plasenta, vasospasme ginjal kemungkinan
besar makin intensif. Bahkan apabila solusio plasenta
disertai penyulit koagulasi intravaskular berat, terapi
perdarahan secara dini dan agresif dengan darah dan
kristaloid sering dapat mencegah disfungsi ginjal yang
bermakna secara klinis. Atas alasan yang tidak diketahui,
proteinuria sering dijumpai, terutama pada solusio plasenta
yang berat. Proteinuria ini biasanya mereda segera setelah
pelahiran.
4) Apoplexi uteroplacenta (Uterus Couvelaire) Pada solusio
plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim
dan di bawah perimetrium dan terkadang juga dalam
ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru
atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah
uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada
kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
b. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
1) Hipoksia
2) Anemia
3) Retardasi pertumbuhan
4) Kelainan susunan sistem saraf pusat
5) Kematian janin.
9. WOC
B. KONSEP HEMORAGIK POST PARTUM
1. Pengertian Hemoragik Post Partum
Perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kelahiran bayi, sebelum, selama dan sesudah keluarnya plasenta (Harry
oxorn, 2010).
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah bayi lahir pervagunam atau lebih dari 1000 ml setelah
persalinan abdominal (Nugroho, 2012).
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang masif dan berasal
dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan
sekitarnya juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu
disamping perdarahan karena hamil ektoik dan abortus (Prawirohardjo,
2012).

2. Klasifikasi Hemoragik Post Partum


Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2010) :
a. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama
perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta,
sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
b. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum 13
sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak
baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

3. Etiologi Hemoragik Post Partum


Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya
miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan
postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat
miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro,
2012). Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium
dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta syok 9
hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan
oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang terlalu
cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat
anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik,
dan nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium.
Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah
rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia
pada solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif
(Rueda et al., 2013). Atonia uteri merupakan penyebab paling
banyak PPP, hingga sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah
persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan
abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri
lebih tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
b. Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan
dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif
dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi,
atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo, 2012).
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu
(Rohani, Saswita dan Marisah, 2011):
1) Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit
perineum.
2) Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot
perineum.
3) Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum,
otot perineum, dan otot sfingter ani eksternal.
4) Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit
perineum, otot perineum, otot sfingter ani eksternal, dan
mukosa rektum.
c. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan
karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta
sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta merupakan
etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30%
kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena retensio
plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis
utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada retensio
11 plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada
persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2012) :
1) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
2) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
3) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus.
4) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus serosa dinding uterus.
5) Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum
uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
4. Manifestasi Klinis Hemoragik Post Partum
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum
hamil, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia
saat persalinan. Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah
kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar
sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak
darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat,
tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,
dan lain-lain (Wiknjosastro, 2012).

5. Patofisiologi Hemoragik Post Partum


Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah, didalam
uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah
dalam stratum spongiosum, sehingga sinus-sinus maternalis, ditempat
insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh
darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah
tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan
paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perinium.

6. Pemeriksaan Penunjang Hemoragik Post Partum.


a. Darah : kadar hemoglobin, hematokrit, masa perdarahan, masa
pembekuan.
b. USG : bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi
intrauterine.
7. Penatalaksanaan Hemoragik Post Partum
a. Pencegahan
Obati anemia dalam kehamilan. pada pasien dengan riwayat
perdarahan pasca persalinan sebelumya, persalinan harus
bersalangsung di rumah sakit. jangan memijat dan mendorong
uterus kebawah sebelum plasenta lepas. berikan 10 unit oksitosinim
setelah anak lahir dan 0,2 mg ergometrin im setelah plasenta lahir.
b. Penanganan
Tentukan apakah terdapat syok, bila ada segera berikan transfuse
cairan, atau darah, kontrol perdarahan dan berikan oksigen. bila ada
keadaan umum telah membaik , lakukan pemeriksaan untuk
menentukan etiolagi. Pada retensio plasenta, bila plasenta belum
lahir dalam 30 menit, lahirkan plasenta dengan plasenta manual.
bila terdapat plasenta akreta, segera hentikan plasenta manual dan
lakukan histerektomi.
1) bila hanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran plasenta dengan
digital/ kuratase, sementara infus oksitosin diteruskan.
2) Pada trauma jalan lahir, segera lakukan reparasi.
3) Pada atonia uteri, lakukan masase dan penyuntikan 0,2 ml
ergometrin intravena dan prostaglandin parenteral. jika tidak
berhasil lakukan kompresi bimanual pada uterus dengan cara
memasukan tangan kiri kedalam vagina dan dalam posisi
mengepal diletakan diforniks anterior, tangan kanan diletakan
didinding perut memegang fundus uterui. bila tetap gagal dapat
dipasang tampon uterovaginal dengan cara mengisi kavum uteri
dengan kasa sampai padat selama 24 jam, atau dipasang kateter
folley. bila tindakan tersebut tidak dapat menghentikan
perdarahan juga, terapi defenitif yang diberikan adalah
histeroktom atau ligasi uterine
c. Bila disebabkan ganguan pembekuan darah, berikan transfusi
plasma segara Pada perdarahan pasca persalinan sekunder :
kompresi bimanual sedikitnya selama 30 menit antibiotik sprektum
luas oksitosin 10 U intramuscular tiap 4 jam atau 10-20 U/IV
dengan tetesan lambat 15 smetil PGF 0,25 mg IM tiap 2 jam atau
ergot alkalaoid tiap 6 jam sedikitnya selama 2 hari.

8. Komplikasi Hemoragik Post Partum


a. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah kondisi gawat darurat yang
mengakibatkan tubuh kehilangan lebih dari 20 persen darah atau
cairan. Hal ini membuat jantung tidak dapat memompa cukup
darah. Darah mengalirkan oksigen dan nutrisi penting lainnya ke
seluruh tubuh. Ketika ibu mengalami perdarahan berat, jumlah
darah beroksigen yang beredar dalam tubuh menjadi sangat
berkurang. Di sisi lain, jantung tidak bisa bekerja efektif untuk
memompa darah segar.Ketika penurunan volume darah lebih cepat
daripada proses penggantiannya, organ tubuh akan mulai
mengalami penurunan fungsi dan tekanan darah merosot.
Akibatnya, gejala syok dapat timbul. Syok hipovolemik ditandai
dengan penurunan tekanan darah dan suhu tubuh, serta denyut nadi
yang cepat tapi lemah. Syok hipovolemik dapat mengancam nyawa
apabila tidak cepat ditangani dengan tepat.
b. Syok septik
Perdarahan setelah melahirkan lewat operasi caesar memiliki risiko
komplikasi berupa syok septik yang cukup tinggi. Risiko ini datang
dari bekas luka operasi yang terinfeksi oleh bakteri.Syok septik
adalah kondisi darurat ketika infeksi bakteri menyebar di seluruh
tubuh lewat aliran darah sehingga menyebabkan peradangan dan
penurunan tekanan darah yang berbahaya.Infeksi bakteri penyebab
sepsis dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ vital, seperti
gagal pernapasan, gagal jantung, gagal ginjal, gagal hati, hingga
stroke.
Gejala syok septik meliputi:
1) Demam di atas 38?C
2) Suhu tubuh rendah (hipotermia)
3) Kulit dingin
4) Lengan dan kaki pucat
5) Napas cepat, atau lebih dari 20 napas per menit.
6) Jarang buang air kecil, urin sedikit atau tidak ada
7) Tekanan darah rendah
8) Detak jantung meningkat
c. Syok hemoragik
Darah membawa oksigen dan zat penting lainnya ke organ dan
jaringan Anda. Ketika pendarahan terjadi, jantung tidak bisa
langsung dengan cepat mengganti volume darah yang hilang.
Akibatnya, organ-organ dalam tubuh dapat kekurangan nutrisi dan
mengalami penurunan fungsi.Jika dibiarkan, jantung dapat gagal
bekerja memompa darah sehingga gejala syok hemoragik
terjadi.Gejala-gejala syok hemoragik adalah gelisah, bibir dan kuku
biru, urine sedikit atau bahkan tidak ada, keringat berlebih, napas
pendek, sakit perut, pusing, sakit dada, muntah darah, hilang
kesadaran, tekanan darah rendah, detak jantung cepat, dan nadi
lemah.
d. Sindrom Sheesan ( nekrosis hipofisis pars anterior )
Sindrom Sheesan ( nekrosis hipofisis pars anterior ) adalah kondisi
ketika kelenjar pituitari atau hipofisis mengalami kerusakan saat
melahirkan. Hal tersebut dipicu oleh perdarahan hebat atau tekanan
darah yang sangat rendah selama atau setelah melahirkan.
9. WOC
BAB II
ASKEP TEORI

A. Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses perawatan,
untuk itu di perlukan kecermatan dan keterlitihan tentang masalah-masalah
klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap
ini terbagi atas:
a. Pengumpulan data
1) Identitas
Nama : Dikaji untuk mengenal dan mengetahui pasien agar tidak
keliru dalam memberikan penanganan.
Umur :Untuk mengetahui umur pasien, semakin taunya umur resiko
terjadinya preeklamsi berat sangat berat.
Agama : Sebagai keyakinan individu untuk proses
kesembuhannya.
Alamat : Untuk mengentahui alamat rumahnya.
Pendidikan: dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien
sehingga mempermudah dalam pemberian pendidikan Kesehatan
Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui kemungkinan peengaruh
pekerjaan terhadap permasalahan Kesehatan
2) KeluhanUtama
Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri. Rahim keras
seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan
dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim
tegang. Perdarahan yang berulang-ulang.
a) Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpuran
darah, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat
dari perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya
pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklamsi,
tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil
(hydroamnion gamely) dll.
b) Riwayat penyakit masa lalu :
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi, tali
pusar pendek atau trauma uterus.
c) Riwayat psikologis :
Pasien tampak cemas karena mengalami perdarahan disertai
nyeri, serta tidak mengetahui asal dan penyebabnya.
b. Pemeriksaan Fisik :
1) Kedaan umum
a) Kesadaran : composmetis s/d apatis
b) Postur tubuh : biasanya gemuk
c) Raut wajah : biasanya pucat
2) Tanda-tanda vital:
a) Tensi : normal / turun (syok)
b) Nadi: normal sampai meningkat (>90x/menit)
c) Suhu : normal / meningkat (>37oc)
d) RR : Normal /meningkat (>24x/menit)
3) Pemeriksaan Capalo Caudal
a) Kepala : kulit kepala biasanya normal/ tidak mudah mengelupas
rambut biasanya rontok/ tidak rontok
b) Muka : biasanya pucat, tidak ada oedema ada cloasma
c) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
d) Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat dan
dangkal
e) Abdomen :
 Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut,
terlihat linea alba dan ligra
 Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
 Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terasa dan terdengar
gerakan janin
f) Genital: hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah/keluar
darah yang merah kehitaman, terdapat faries pada kedua paha /
femur
g) Ektremitas : akral dingin, tonus otot menurun
c. Pemeriksaan penunjang :
1) Darah : Hb, Ht, trombosit, fibrinogen, elektrolit
2) USG untuk mengetahui letak plsenta usia gestasi keadaan janin
3) Kardiotokgrafi: untuk mengetahui kesejahteraan bayi.

B. Masalah Keperawatan yang Muncul:


1. Hipovolemia
2. Perfusi jaringan tidak efektif
3. Nyeri akut
4. Ansietas
5. Gangguan pola eliminasi urine
6. Resiko infeksi
C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria


Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Hipovolemia Setelah dilakukan  Manajemen hipovolemi
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan kehilangan selama …. jam 1. Periksa tanda dan gejala
cairan aktif diharapkan status cairan hypovolemia (frekuensi nadi
. membaik dengan kriteria meningkat, nadi teraba lemah,
hasil : tekanan darah menurun, tekanan
1. nadi menyempit, turgor kulit
meningkat. (5) menurun, membrane mukosa
2. kering)
(5) 2. Monitor intake dan ouput
3. Terapeutik
membaik (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
4. 2. Berikan posisi modified
5. tredelenburg
(5) 3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindrai perubahan
posisi yang mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis
2. Kolaborasi pemberian cairan
hipotonis
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid
4. Kolaborasi pemberian produk
darah
 Pencegahan perdarahan
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor nilai hematocrit/Hb
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor koagulasi
Terapeutik
1. Pertahankan bed rest selama
perdarahan
2. Batasi tindakan invasive, jika perlu
3. Gunakan kasur pencegah dekubiktus
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaus kaki
saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengontrol perdarahan
2. Kolaborasi pemberian produk darah
2. Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi :
berhubungan selama …. jam 1. Periksa sirkulasi perifer
dengan penurunan diharapkan status cairan 2. Monitor panas, kemerahan, nyeri /
konsentrasi Hb membaik dengan kriteria bengkak
hasil : Terapeutik :
1. Lakukan hidrasi
1. Denyut nadi perifer Edukasi :
meningkat (5) 1. Informasikan tanda dan gejala
2. Warna kulit pucat darurat yang harus dilaporkan
menurun (5)
3. Akral membaik (5)
4. Pengisian kapiler
membaik (5)
5. Turgor kulit membaik
(5)
3 Nyeri akut Setelah dilakukan  Manajemen nyeri
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan agen selama ….. jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencidera fisiologis diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
menurun dengan kriteria nyeri
hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri 4. Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun (5) kualitas hidup
2. Gelisah menurun (5) Terapeutik
3. Meringis menurun (5) 1. Berikan teknik nonfarmakologis
4. Sikap protektif untuk mengurangi ras nyeri
menurun (5) 2. Kontrol lingkungan yang
5. Tekanan darah memperberat rasa nyeri
membaik (5) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Frekuensi nadi 4. Pertimbangkan jenis dan sumber
membaik (5) nyeri dalam pemilihan stragtegi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan stragtegi meredakan nyeri
3. Ajarkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan ancaman selama …. jam 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
terhadap kematian diharapkan tingkat berubah
ansietas menurun dengan 2. Monitor tanda – tanda ansietas.
kriteria hasil : Terapeutik :
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
1. Verbalisasi mengurangi kecemasan.
kebingungan menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi
(5) kecemasan.
2. Perilaku gelisah 3. Pahami situasi yang membuat
menurun (5) ansietas.
3. Perilaku tegang 4. Dengarkan dengan penuh
menurun(5) perhatian.
4. Tremor menurun (5) 5. Gunakan pendekatan yang tenang
5. Pola tidur membaik (5) dan meyakinkan.
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami.
2. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan
dan prognosis.
3. Lakukan kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat anti
ansietas, jika perlu.
5. Gangguan pola Setelah dilakukan Observasi
eliminasi urine tidakan keperawatan ….. 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi
berhungan dengan jam diharapkan eliminasi atau inkontinensia urine
penurunan urine pasien membaik 2. Identifikasi faktor yang
menyebabkan retensi atau
kapasitas kandung dengan kriteria hasil:
inkontinensia urine
kemih 1. Sensasi berkemih 3. Monitor eliminasi urine (mis.
meningkat (5) frekuensi, konsistensi, aroma,
2. Distensi kandung
kemih menurun (5) volume, dan warna)
3. Frekuensi BAK Terapeutik
membaik (5) 1. Catat wawaktu-waktu dan haluaran
berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Ambil sempel urine tengah
(midstream)atau kultur
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan
dan haluaran urine
3. Ajarkan mengambil specimen urin
midstream
4. Ajarkan mengenali tanda berkemih
dan waktu yang tepat untuk
berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas penguatan
otot-otot panggul/berkemih
6. Anjurkan minum yang cukup, jika
tidak ada ontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, jika perlu

6. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


berhubungan tindakan keperawatan Observasi :
dengan selama …. jam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi.
ketidakadekuatan diharapkan tingkat infesi Terapeutik :
pertahanan tubuh menurun dengan kriteria 1. Membatasi jumlah pengunjung
primer. hasil : 2. Memberikan perawatan kulit
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
1. Nyeri menurun (5) kontak dengan pasien dan
2. Demam menurun (5) lingkungan pasien.
3. Kadar seldarah putih 4. Pertahankan Teknik aseptik
membaik (5) Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
Benson, Ralp C & Martin L. Pernol. 2010. Buku Saku Obstetri & Ginekologi.
Edisi 9. Jakarta : EGC.

Manuaba, I. A., Manuaba, I. B. G. F. & Manuaba, I. B. G. Ilmu Kebidanan,


Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC; 2010.

Nugroho T. 2012, Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika

Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi
Persalinan.Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.

Prawirohardjo. 2012.Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Ramadhani, N.P. & Sukarya, W.S. (2011). Hubungan antara Karakteristik Pasien
dengan Kejadian Retensio Plasenta pada Pasien yang dirawat di Rumah
Sakit Al-Ihsan Bandung Periode 1 Januari 2010-31 Desember 2010.
Prosiding SnaPP Sains, Teknologi, dan Kesehatan, 2 (1).

Rohani, Reni Saswita dan Marisah. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa
Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.

Rueda et al. Severe Postpartum Hemorrhage from Uterine Atony: A Multicentric


Study. Journal of Pregnancy; 2013.

Saifuddin, A.B. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


SarwonoPrawirohardjo.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id.

Varney; Kriebs, Dan Georger. 2010. Buku ajar asuhan kebidanan :538-
543.Jakarta : ECG.
Wiknjosastro H,dkk (ed.). 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN POSTNATAL


KEPERAWATAN MATERNITAS

Nama Mahasiswa : Murniningtyas Putri R NIM : 40220021


Tempat Praktek : IIK Bhakti Wiyata Tgl : 14 Desember 2020

A. DATA UMUM
Inisial klien : .Ny. X
Inisial suami : Tn. Y
Usia : 21 Tahun
Usia suami : 25 Tahun
Status perkawinan: Menikah
Status Perkawinan: Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : SMA
Pedidikan : S1
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Bandar Lor
1) Riwayat Kehamilan Dan Persalinan Yang lalu

Keadaan
Tipe Jenis BB Komplikasi
No Tahun Penolong bayi saat
Persalinan Kelamin Lahir nifas
lahir
1

Pengalaman menyusui : Ya/ tidak Berapa lama: -


2) Riwayat Kehamilan Saat Ini
Px melahirkan pada tanggal 14 Desember 2020 jam 06.00 di RS
Gambiran tepatnya diruang bugenfil. Pasien melahirkan dengan usia
kehamilan 35 minggu hal ini dikarenakan pasien mengalami masalah
kehamilan solusio plasenta. Pada tanggal 13 Desember 2020 jam 00.00
pasien mengeluh kenceng kenceng kemudian oleh suaminya pasien
langsung dibawa di UGD RS Gambiran setelah dilakukan tindakan di
UGD dan dinyatakan pasien sudah memasuki pembukaan 3 pasien
dipindahkan diruang bugenfil (ruang melahirkan) pada pukul 02.00.
Pasien mengatakan terus mengalami kenceng kenceng hingga pasien
memasuki pembukaan 9 dan siap melahirkan. Pasien mengatakan
melahirkan anak dengan jenis kelamin perempuan dengan BB 3 kg dan
panjang 50 cm. Pasien mengatakan melahirkan secara normal,
dengan literasi jalan lahir (episiotomy). Setelah 2 jam pasca
melahirkan pasien mengeluh mengalami perdarahan. Pasien juga
mengeluh nyeri pada jalan lahirnya. Ketika diberikan skala nyeri
didapakan hasil PQRST P : luka episotomi, Q : nyeri seperti
ditusuk-tusuk, R : nyeri dibagian jalan lahir, S : skala nyeri 7, T :
hilang timbul. Pasien mengatakan lemah dan mengeluh merasakan
pusing, lemas. Pasien mengatakan kawatir dengan kondisi yang di
alaminya, keluarga pasien mengatakan bingung dan cemas dengan
keadaan pasien. Data obyektif didapatkan pasien tampak meringis,
bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat (95x/menit), turgor
kulit menurun, membrane mukosa kering, pasien tampak pucat. TTV
didapatkan TD : 130/90, S : 37,8oC, N: 95 x/menit RR: 22x/ menit. Hb:
10 l/mmol, Ht : 50%. Keluarga pasien tampak tegang dan cemas,
keluarga pasien tampak sering bertanya tanya tetang keadaan pasien ke
perawat/ dokter, frekuensi nadi pasien meningkat. Sebelum hamil pasien
mengatakan setiap bulannya rutin memeriksakan kandungan ke bidan
setempat.
3) Riwayat Persalinan Riwayat Ginekologi
a. Jenis persalinan :
Spontan (Let.kep / Let.Su)
Tindakan (forceps/ ekstraksi vakum)
SC a.i (atas indikasi) :
Tanggal/jam :
b. Jenis kelamin bayi :
L/P, BB 3 kg PB 50 cm, A/S:........
c. Perdarahan : Ya
d. Masalah dalam persalinan : solusio plasenta
4) Riwayat Ginekologi
a. Masalah ginekologi : Tidak ada
b. Riwayat KB : Tidak ada
B. DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI
1. Status Obstetri : G1P1A0
Bayi rawat gabung : Ya/tidak
Jika tidak, alasannya : -
2. Keadaan umum
Kesadaran : Composmentis
BB : 68 kg TB 155 Cm
Tanda vital : TD : 130/90
S : 37,8oC
N: 95 x/menit
RR: 22x/ menit
3. Kepala Leher
a. Kepala : warna rambut hitam, kondisi rambut bersih, tidak ada
ketombe, tidak ada luka, rambut tidak rontok.
b. Mata : Mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, Tidak
ada gangguan pengelihatan
c. Hidung : Hidung bersih, tidak ada polip, tidak ada luka, tidak ada
perdarahan, bentuk simetris. Tidak ada gagguan penciuman
d. Mulut : Warna bibir pucat, Mukosa kering tidak ada sariawan, tidak
ada luka, kondisi mulut bersih, tidak ada perdarahan
e. Telinga : Bentuk telinga simetris, telinga bersih, tidak ada serumen,
tidak ada luka , tidak ada perdarahan, tidak ada gangguan pendengaran
f. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran
vena jugularis
g. Masalah khusus : Tidak ada
4. Dada
a. Jantung : Irama jantung regular, pulsasi dinding thorax teraba kuat,
batas jantung normal, tidak ada pembesaran jantung
b. Paru : Tidak ada suara nafas tambahan, ekspansi paru simetris
c. Payudara : kondisi mamae masih teraba lunak pada hari I, mulai
keluar Kolustrum
d. Putting susu : Terdapat penonjolan putting dan terdapat pengeluaran
colostrum, hiperpigmentasi.
e. Pengeluaran ASI : Terdapat pengeluaran colostrum
f. Masalah khusus : tidak ada
5. Abdomen
a. Involusi uterus : 1 cm
b. Kandung kemih : penuh/ kosong
c. Diastasis rektus abdominis : 2,5 cm
d. Fungsi pencernaan : normal
e. Masalah khusus : tidak ada
6. Perineum dan genital
a. Vagina:
integritas kulit : baik
Edema: tidak ada
Memar : tidak ada
Hematom : tidak ada
b. Perineum : utuh/ episiotomi/ rupture
Tanda REEDA : R : redness : Ya/ tidak
E : edema : Ya/ tidak
E : echimosis/memar : Ya/ tidak
D : discharge/sekret : Ya/ tidak
A : approximate/kondisi jahitan : Ya/ tidak
Kebersihan: bersih
c. Lochea :
Jumlah : 200cc
Jenis/warna : rubra/merah segar
Konsistensi : cair bergumpal
d. Hemoroid :
1) Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
2) Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada
saat pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
3) Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat
masuk kembali secara manual oleh pasien.
4) Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal
canal  meski dimasukkan secara manual.
Derajat : 1
Lokasi : lumen anal canal
Berapa lama : tidak terkaji
Nyeri / tidak : tidak nyeri
Masalah khusus : tidak ada
7. Eksremitas
a. Eksremitas atas : Edema: Ya/ tidak
b. Eksremitas : Nyeri : Ya/ tidak
Varises : Ya/tidak, lokasi: -
Tanda Homan (Homan’s Sign) : +/-
c. Masalah khusus : tidak ada

8. Eliminasi
a. Urine :
Kebiasaan BAK: 7x/hari
BAK saat ini : 3x/hari
b. BAB:
Kebiasaan BAB: 1x/hari
BAB saat ini : .- Konstipasi : Ya/ tidak
9. Istirahat dan Kenyamanan
a. Pola tidur :
Kebiasaan lama: 8 jam, frekuensi: 2x/hari
Pola tidur saat ini : tidak menentu
b. Keluhan ketidaknyamanan : Ya/tidak, lokasi : jahitan luka episotomi
Sifat : seperti ditusuk-tusuk Intensitas : Hilang timbul
10. Mobilisasi Dan Latihan
a. Tingkat mobilisasi : makan, personal hygiene dibantu keluarga
b. Latihan senam : tidak
11. Nutrisi Dan Cairan
a. Asupan nutrisi : 3x/hari nafsu makan: baik / tidak
b. Asupan cairan : 700 cc cukup/ kurang
12. Keadaan Mental
a. Adaptasi psikologis : taking in
b. Penerimaan terhadap bayi : Ny. X menerima kehadiran bayinya
c. Masalah khusus : tidak ada
13. Kemampuan Menyusui : Ny. X menyusui anaknya
14. Obat- Obatan :
a. Cairan NACL : 20 tpm
b. Iv ketorolac 3 x 1 grm
c. Iv cefotaxime 3 x 30 mg
15. Keadaan Umum Ibu
Tanda vital : TD: 130/90 mmHg Nadi: 95 x/ m
o
S : 37,8 c RR : 22 x/m
16. Jenis Persalinan : spontan
17. Proses Persalinan :
a. Kala I : 4 jam
b. Kala II : 45 menit
c. Kala III : 30 menit
18. Komplikasi persalinan :
a. Ibu : -
b. Janin : -
Lamanya ketuban pecah : Kondisi ketuban : 1100 ML

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan pasien mengalami perdarahan post partum
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan pasien mengatakan nyeri pada luka episotomi.
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 Ds: HPP akibat solusio plasenta Hipovolemia
 Pasien mengatakan melahirkan secara normal,
dengan literasi jalan lahir (episiotomy).
 Pasien mengatakan setelah 2 jam pasca Kehilangan banyak darah
melahirkan pasien mengeluh mengalami
perdarahan.
 Pasien mengatakan lemah dan mengeluh Perdarahan
merasakan pusing, lemas.
Do:
 Turgor kulit menurun Kekurangan volume cairan
 Membrane mukosa kering
 Pasien tampak pucat.
Hb O2 menurun
 TTV didapatkan
TD : 130/90
S : 37,8oC
N: 95 x/menit
RR: 22x/ menit.
 Hb: 10 l/mmol
 Ht : 50%.
2 Ds: HPP akibat solusio plasenta Nyeri akut
Pasien mengatakan mengeluh nyeri pada jalan
lahirnya.
Do: Kontraksi uterus akibat
 Pasien tampak meringis perlukaan jalan lahir
 Pasien tampak bersikap protektif
 Pasien tampak gelisah
 Frekuensi nadi pasien tampak meningkat Hiperalgesia
(95x/menit),
 Pengkajian nyeri di dapatkan
P : luka episotomi, Merangsang mediator nyeri
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, (bradikinin dan histamine)
R : nyeri dibagian jalan lahir,
S : skala nyeri 7,
T : hilang timbul. Merangsang reseptor nyeri

Persepsi nyeri

3 Ds: HPP akibat solusio plasenta Ansietas


 Pasien mengatakan kawatir dengan kondisi yang
di alaminya
 Keluarga pasien mengatakan bingung dan cemas Kehilangan banyak darah
dengan keadaan pasien.
Do:
 Keluarga pasien tampak tegang dan cemas, Ancaman perubahan status
 Keluarga pasien tampak sering bertanya tanya kesehatan
tetang keadaan pasien ke perawat/ dokter,
 Frekuensi nadi pasien meningkat (95x/menit)
Kurang terpaparnya informasi

Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Manajemen hipovolemi
dengan kehilangan cairan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
aktif ditandai dengan pasien diharapkan status cairan 1. Periksa tanda dan gejala hypovolemia
mengalami perdarahan post membaik dengan kriteria (frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
partum hasil : lemah, tekanan darah menurun, tekanan
1. Kekuatan nadi meningkat. nadi menyempit, turgor kulit menurun,
(5) membrane mukosa kering)
2. Turgor kulit meningkat (5) 2. Monitor intake dan ouput
3. Tekanan darah membaik Terapeutik
(5) 3. Hitung kebutuhan cairan
4. Kadar Hb membaik (5) 4. Berikan posisi modified tredelenburg
5. Suhu tubuh membaik (5) 5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral.
7. Anjurkan menghindrai perubahan posisi
yang mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
9. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid
11. Kolaborasi pemberian produk darah
 Pencegahan perdarahan
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor nilai hematocrit/Hb
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor koagulasi
Terapeutik
5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
6. Batasi tindakan invasive, jika perlu
7. Gunakan kasur pencegah dekubiktus
Edukasi
8. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
9. Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
ambulasi
10. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengontrol perdarahan
12. Kolaborasi pemberian produk darah
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Manajemen nyeri
dengan agen pencedera keperawatan selama 3x24 jam Observasi
fisiologis ditandai dengan diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pasien mengatakan nyeri menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
pada luka episotomi. hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
(5) 4. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
2. Gelisah menurun (5) hidup
3. Meringis menurun (5) Terapeutik
4. Sikap protektif menurun 5. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
(5) mengurangi ras nyeri
5. Tekanan darah membaik 6. Kontrol lingkungan yang memperberat
(5) rasa nyeri
6. Frekuensi nadi membaik 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
(5) 8. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan stragtegi meredakan
nyeri

Edukasi
9. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
10. Jelaskan stragtegi meredakan nyeri
11. Ajarkan memonitor nyeri secara mandiri
12. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
3 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas
dengan kurang terpaparnya keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
informasi diharapkan tingkat ansietas 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
menurun dengan kriteria 2. Monitor tanda – tanda ansietas.
hasil: Terapeutik :
1. Verbalisasi kebingungan 3. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menurun (5) mengurangi kecemasan.
2. Perilaku gelisah menurun 4. Temani pasien untuk mengurangi
(5) kecemasan.
3. Perilaku tegang menurun(5) 5. Pahami situasi yang membuat ansietas.
4. Tremor menurun (5) 6. Dengarkan dengan penuh perhatian.
5. Pola tidur membaik (5) 7. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan.
Edukasi :
8. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami.
9. Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan dan prognosis.
10. Lakukan kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan.
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas,
jika perlu.

IMPLEMENTASI

No Tanggal Waktu Implementasi Evaluasi


Dx
1 14-12-2020 09.00  Manajemen hipovolemi Tgl : 14-12-2020 jam 13.00
Observasi S:
1. Memeriksa tanda dan gejala  Pasien mengatakan melahirkan
hypovolemia = frekuensi nadi secara normal, dengan laserasi jalan
meningkat, turgor kulit mrnurun lahir (episiotomy).
2. Memonitori intake dan ouput  Pasien mengatakan setelah 2 jam
=intake 1500 l output 1000 l pasca melahirkan pasien mengeluh
Terapeutik mengalami perdarahan.
3. Menghitung kebutuhan cairan  Pasien mengatakan lemah dan
4. Memberikan asupan cairan oral mengeluh merasakan pusing, lemas.
Edukasi O:
5. Menganjurkan memperbanyak asupan  Turgor kulit pasien tampak masih
cairan oral. jelek
6. Menganjurkan menghindrai perubahan  Membrane mukosa pasien tampak
posisi yang mendadak masih kering
Kolaborasi  Pasien tampak masih pucat pucat.
7. Mengkolaborasi pemberian cairan IV  TTV didapatkan
isotonis TD : 125/85
8. Mengkolaborasi pemberian produk S : 37,5oC
darah N: 90 x/menit
RR: 20x/ menit.
 Pencegahan perdarahan  Hb: 10 l/mmol
Observasi
 Ht : 50%.
1. Memonitori tanda dan gejala perdarahan
A: masalah belum teratasi
= Turgor kulit menurun, membrane
P: lanjutkan intervensi,
mukosa kering, Pasien tampak pucat.
Manajemen hipovolemi
2. Memonitori nilai hematocrit/Hb
Observasi
= Hb: 10 l/mmol, Ht : 50%.
1. Periksa tanda dan gejala
3. Memonitori tanda-tanda vital
hypovolemia
= TD : 130/90 , S : 37,8oC , N: 95
2. Monitori intake dan ouput
x/menit
Terapeutik
RR: 22x/ menit.
3. Berikan asupan cairan oral
Terapeutik
Edukasi
4. Mempertahankan bed rest selama
4. Anjurkan memperbanyak asupan
perdarahan
cairan oral.
5. Mengguunakan kasur pencegah
5. Anjurkan menghindrai perubahan
dekubiktus
posisi yang mendadak
Edukasi
6. Menjelaskan tanda dan gejala
Kolaborasi
perdarahan
6. Kolaborasi pemberian cairan IV
7. Menganjurkan meningkatkan asupan
isotonis
cairan
7. Kolaborasi pemberian produk darah
Kolaborasi
8. Mengkolaborasi pemberian obat untuk
 Pencegahan perdarahan
mengontrol perdarahan
Observasi
9. Mengkolaborasi pemberian produk
darah 1. Monitori tanda dan gejala
perdarahan
2. Monitori nilai hematocrit/Hb
3. Monitori tanda-tanda vital
Terapeutik
4. Pertahankan bed rest selama
perdarahan
Edukasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengontrol perdarahan
7. Kolaborasi pemberian produk darah
(dilakukan dengan cara delegasi dengan
perawat selanjutkan )
15-12-2020 08.00  Manajemen hipovolemi 15-12-2020 jam 13.00
Observasi
S:
8. Memeriksa tanda dan gejala
 Pasien mengatakan melahirkan
hypovolemia = frekuensi nadi
secara normal, dengan literasi jalan
meningkat, turgor kulit mrnurun
lahir (episiotomy).
9. Memonitori intake dan ouput
=intake 1500 l output 1000 l  Pasien mengatakan setelah 2 jam
Terapeutik pasca melahirkan pasien mengeluh
10. Memberikan asupan cairan oral mengalami perdarahan.
Edukasi  Pasien mengatakan sudah tidak
11. Menganjurkan memperbanyak asupan merasakan pusing, lemas.
cairan oral. O:
12. Menganjurkan menghindrai perubahan  Turgor kulit pasien tampak masih
posisi yang mendadak jelek
Kolaborasi  Membrane mukosa pasien tampak
13. Mengkolaborasi pemberian cairan IV masih kering
isotonis  Pasien tampak masih pucat pucat.
14. Mengkolaborasi pemberian produk  TTV didapatkan
darah TD : 120/85
S : 37 oC
 Pencegahan perdarahan N: 85x/menit
Observasi RR: 20x/ menit.
8. Memonitori tanda dan gejala perdarahan  Hb: 11 l/mmol
= Turgor kulit menurun, membrane  Ht : 46%.
mukosa kering, Pasien tampak pucat. A: masalah belum teratasi
9. Memonitori nilai hematocrit/Hb P: lanjutkan intervensi
= Hb: 10 l/mmol, Ht : 50%.
Observasi
10. Memonitori tanda-tanda vital
1. Periksa tanda dan gejala
= TD : 125/85, S : 37,4oC , N: 90
hypovolemia
x/menit
RR: 22x/ menit. 2. Monitori intake dan ouput
Terapeutik Terapeutik
11. Mempertahankan bed rest selama 3. Berikan asupan cairan oral
perdarahan Edukasi
Edukasi 4. Anjurkan memperbanyak asupan
12. Menganjurkan meningkatkan asupan cairan oral.
cairan Kolaborasi
Kolaborasi 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
13. Mengkolaborasi pemberian obat untuk isotonis
mengontrol perdarahan 6. Kolaborasikan pemberian produk
14. Mengkolaborasi pemberian produk darah
darah
 Pencegahan perdarahan
Observasi
1. Monitori tanda dan gejala
perdarahan
2. Monitori nilai hematocrit/Hb
3. Monitori tanda-tanda vital
Edukasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian obat untuk
mengontrol perdarahan
16-12-2020 08.00  Manajemen hipovolemi 16-12-2020 jam 13.00
Observasi
S:
1. Memeriksa tanda dan gejala
 Pasien mengatakan melahirkan
hypovolemia = frekuensi nadi
secara normal, dengan literasi jalan
meningkat, turgor kulit mrnurun
lahir (episiotomy).
2. Memonitori intake dan ouput
=intake 1500 l output 1000 l  Pasien mengatakan setelah 2 jam
Terapeutik pasca melahirkan pasien mengeluh
3. Memberikan asupan cairan oral mengalami perdarahan.
Edukasi  Pasien mengatakan sudah tidak
4. Menganjurkan memperbanyak asupan merasakan pusing, lemas.
cairan oral. O:
Kolaborasi  Turgor kulit pasien tampak sudah
5. Mengkolaborasi pemberian cairan IV membaik
isotonis  Membrane mukosa pasien tampak
6. Mengkolaborasi pemberian produk tampak tidak kering atau
darah kemerahan
 Pasien sudah tidak pucat.
 Pencegahan perdarahan  TTV didapatkan
Observasi TD : 120/80
1. Memonitori tanda dan gejala perdarahan S : 36,5oC
= Turgor kulit menurun, membrane N: 80x/menit
mukosa kering, Pasien tampak pucat. RR: 18x/ menit.
2. Memonitori nilai hematocrit/Hb  Hb: 12 l/mmol
= Hb: 11 l/mmol, Ht : 46%.  Ht : 40 %.
3. Memonitori tanda-tanda vital A: masalah teratasi
= TD : 120/80 , S : 37oC , N: 80 x/menit P: Intervensi dihentikan dan pasien
RR: 20x/ menit. diizinkan pulang
Edukasi
4. Menganjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
5. Mengkolaborasi pemberian obat untuk
mengontrol perdarahan
2 14-12-2020 10.00  Manajemen nyeri 14-12-2020 Jam 14.00
Observasi S:
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Pasien mengatakan mengeluh nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas pada jalan lahirnya.
nyeri. O:
= P : luka episotomi,  Pasien tampak meringis
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,  Pasien tampak bersikap protektif
R : nyeri dibagian jalan lahir,  Pasien tampak gelisah
S : skala nyeri 7,  Frekuensi nadi pasien tampak
T : hilang timbul. meningkat (95x/menit),
2. Mengidentifikasi skala nyeri  Pengkajian nyeri di dapatkan
=7 P : luka episotomi,
3. Mengidentifikasi respon nyeri non Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,
verbal R : nyeri dibagian jalan lahir,
= pasien tampak meringis dan gelisah S : skala nyeri 6,
4. Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada T : hilang timbul.
kualitas hidup A: Masalah belum teratasi
= pasien sesekali mengucap istigfar dan P : Lanjutkan intervensi
sabar Observasi
Terapeutik 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
5. Memberikan teknik nonfarmakologis durasi, frekuensi, kualitas,
untuk mengurangi ras nyeri intensitas nyeri.
= teknik distraksi dan relaksasi 2. Identifikasi skala nyeri
6. Mengkontrol lingkungan yang 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
memperberat rasa nyeri Terapeutik
= membatasi orang /saudara yang besok 4. Berikan teknik nonfarmakologis
dan kebisingan untuk mengurangi rasa nyeri
7. Memfasilitasi istirahat dan tidur 5. Kontrol lingkungan yang
8. Mempertimbangkan jenis dan sumber memperberat rasa nyeri
nyeri dalam pemilihan stragtegi 6. Fasilitasi istirahat dan tidur
meredakan nyeri Edukasi
Edukasi 7. Ajarkan memonitor nyeri secara
9. Menjelaskan penyebab, periode dan mandiri
pemicu nyeri Kolaborasi
= nyeri disebabkan karena adanya 8. Kolaborasi pemberian analgetik
literasi jalan lahir
10. Mengajarkan memonitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi
11. Mengkolaborasi pemberian analgetik
15-12-2020 09.00  Manajemen nyeri Tgl 15-12-2020 jam 13.00
Observasi S:
9. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, Pasien mengatakan mengeluh nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas pada jalan lahirnya.
nyeri. O:
= P : luka episotomi,  Pasien tampak masih meringis
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,  Pasien tampak masih bersikap
R : nyeri dibagian jalan lahir, protektif
S : skala nyeri 5,  Pasien tampak masih gelisah
T : hilang timbul.  Frekuensi nadi pasien normal
10. Mengidentifikasi skala nyeri (85x/menit),
=5  Pengkajian nyeri di dapatkan
11. Mengidentifikasi respon nyeri non P : luka episotomi,
verbal Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,
= pasien masih tampak meringis dan R : nyeri dibagian jalan lahir,
gelisah S : skala nyeri 5,
Terapeutik T : hilang timbul.
12. Memberikan teknik nonfarmakologis A: Masalah belum teratasi
untuk mengurangi rasa nyeri P : Lanjutkan intervensi
= teknik distraksi dan relaksasi  Manajemen nyeri
13. Mengkontrol lingkungan yang Observasi
memperberat rasa nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
= membatasi orang /saudara yang besok durasi, frekuensi, kualitas,
dan kebisingan intensitas nyeri.
14. Memfasilitasi istirahat dan tidur 2. Identifikasi skala nyeri
Edukasi 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
15. Mengajarkan memonitor nyeri secara Terapeutik
mandiri 4. Berikan teknik nonfarmakologis
Kolaborasi untuk mengurangi rasa nyeri
16. Mengkolaborasi pemberian analgetik 5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
7. Ajarkan memonitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian analgetik
16-12-2020 09.30  Manajemen nyeri Tgl 16-12-2020 jam 13.00
Observasi S:
Pasien mengatakan mengeluh nyeri
1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, pada jalan lahirnya.
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas O:
nyeri.  Pasien tampak tidak meringis
= P : luka episotomi,  Pasien tampak tidak bersikap
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, protektif
R : nyeri dibagian jalan lahir,  Pasien tampak tidak gelisah
S : skala nyeri 4,  Frekuensi nadi pasien normal (80
T : hilang timbul. x/menit),
2. Mengidentifikasi skala nyeri  Pengkajian nyeri di dapatkan
=4 P : luka episotomi,
3. Mengidentifikasi respon nyeri non Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,
verbal R : nyeri dibagian jalan lahir,
= pasien sesekali tampak meringis dan S : skala nyeri 3,
sudah tidak gelisah T : hilang timbul.
Terapeutik A: Masalah teratasi
4. Memberikan teknik nonfarmakologis P : Intervensi dihentikan pasien
untuk mengurangi rasa nyeri
= teknik distraksi dan relaksasi diizinkan pulang
5. Mengkontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
= membatasi orang /saudara yang besok
dan kebisingan
6. Memfasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
7. Mengajarkan memonitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi
8. Mengkolaborasi pemberian analgetik
3 14-13-2020 11.00  Reduksi ansietas Tgl 14-12-2020 jam 13.00
Observasi S:
1. Mengidentifikasi besar tingkat ansietas  Pasien mengatakan masih khawatir
berubah dengan kondisi yang di alaminya
2. Memonitor tanda-tanda ansietas  Keluarga pasien mengatakan
=Pasien dan keluarga tampak bingung bingung dan cemas dengan keadaan
dan sering bertanya terkait kondisi pasien.
pasien O:
Terapeutik  Keluarga pasien tampak masih
3. Menciptakan suasana terapeutik untuk tegang dan cemas,
menumbuhkan kepercayaan  Keluarga pasien tampak masih
4. Menemani pasien untuk mengurangi sering bertanya tanya tetang
ansietas keadaan pasien ke perawat/ dokter,
5. Memahami situasi yang membuat  Frekuensi nadi pasien meningkat
ansietas dan dengarkan dengan penuh (90x/menit)
perhatian A: masalah belum teratasi
6. Mendiskusikan perencanaan realistis P: lanjutkan intervensi
tentang peristiwa yang akan datang Observasi
Edukasi 1. Identifikasi besar tingkat ansietas
7. Menginformasikan secara factual berubah
mengenai diagnosis, pengobatan dan 2. Monitor tanda-tanda ansietas
prognosis =pasien dan keluarga tampak
=Pasien mengalami perdarahan akibat bingung dan sering bertanya terkait
masalah kehamilan yang dialaminya kondisi pasien
yaitu ssolusio plasenta Terapeutik
8. Melatih kegiatan pengalihan untuk 3. Ciptakan suasana terapeutik untuk
mengurangi ketegangan menumbuhkan kepercayaan
9. Melatih teknik relaksasi 4. Temani pasien untuk mengurangi
ansietas
5. Pahami situasi yang membuat
ansietas dan dengarkan dengan
penuh perhatian
6. Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
7. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan
dan prognosis
=pasien mengalami perdarahan
akibat masalah kehamilan yang
dialaminya yaitu ssolusio plasenta
8. Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
9. Latih teknik relaksasi

15-12-2020 10.30  Reduksi ansietas Tgl 15-12-2020 jam 13.00


Observasi
S:
1. Mengidentifikasi besar tingkat ansietas
 Pasien mengatakan sudah tidak
berubah
terlalu khawatir dengan kondisi
2. Memonitor tanda-tanda ansietas
yang di alaminya dan mulai paham
=Pasien dan keluarga tampak bingung
penjelaan dokter
dan sering bertanya terkait kondisi
pasien  Keluarga pasien mengatakan masih
Terapeutik sedikit bingung dan cemas dengan
3. Menciptakan suasana terapeutik untuk keadaan pasien.
menumbuhkan kepercayaan O:
4. Menemani pasien untuk mengurangi  Keluarga pasien tampak masih
ansietas tegang dan cemas,
5. Memahami situasi yang membuat  Keluarga pasien tampak masih
ansietas dan dengarkan dengan penuh sering bertanya tanya tetang
perhatian keadaan pasien ke perawat/ dokter,
6. Mendiskusikan perencanaan realistis  Frekuensi nadi pasien menurun /
tentang peristiwa yang akan datang normal (85x/menit)
Edukasi A: masalah belum teratasi
7. Menginformasikan secara factual P: lanjutkan intervensi
mengenai diagnosis, pengobatan dan 1. Identifikasi besar tingkat ansietas
prognosis berubah
=Pasien mengalami perdarahan akibat Terapeutik
masalah kehamilan yang dialaminya 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk
yaitu ssolusio plasenta menumbuhkan kepercayaan
8. Melatih kegiatan pengalihan untuk 3. Diskusikan perencanaan realistis
mengurangi ketegangan tentang peristiwa yang akan datang
9. Melatih teknik relaksasi Edukasi
4. Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan
dan prognosis
=pasien mengalami perdarahan
akibat masalah kehamilan yang
dialaminya yaitu ssolusio plasenta
5. Melatih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan

16=12=202 10.00  Reduksi ansietas Tgl 16-12-2020 jam 13.00


Observasi S:
0
1. Mengidentifikasi besar tingkat ansietas  Pasien mengatakan sudah tidak
berubah khawatir dengan kondisi yang di
Terapeutik alaminya dan mulai paham
2. Menciptakan suasana terapeutik untuk penjelaan dokter
menumbuhkan kepercayaan  Keluarga pasien mengatakan sudah
3. Mendiskusikan perencanaan realistis tidak bingung dan cemas dengan
tentang peristiwa yang akan datang keadaan pasien dan mulai paham
Edukasi O:
4. Menginformasikan secara factual  Keluarga pasien tampak sudah tidak
mengenai diagnosis, pengobatan dan tegang dan cemas,
prognosis  Keluarga pasien tampak tidak
=Pasien mengalami perdarahan akibat sering bertanya tanya tetang
masalah kehamilan yang dialaminya keadaan pasien ke perawat/ dokter,
yaitu ssolusio plasenta  Frekuensi nadi pasien menurun /
5. Melatih kegiatan pengalihan untuk normal (80x/menit)
mengurangi ketegangan A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan pasien
diizinkan pulang

Anda mungkin juga menyukai