Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Stroke Cerebro Vaskuler Accident (CVA) PADA NY.S DENGAN


GANGGUAN MOBILITAS
DI RUANGAN DAHLIA 1 RSUD NGUDI WALUYO WLINGI
KABUPATEN BLITAR

Oleh :
KASTINA SHOLIHAH
NIM. 40219012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
A. PENGERTIAN
Mobilisasi merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan
oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa pergerakan
sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas (Perry &
Potter, 2010).
Mobilisasi atau mobilitas merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan
bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010).
Gangguan mobilitas merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
( aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cidera otak disertai fraktur pada
ekstremitas (Widuri, 2010).
B. TUJUAN MOBILISASI
Menurut Widuri, 2010
a) Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b) Mencegah terjadinya trauma
c) Mempertahankan tingkat kesehatan
d) Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
e) Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
C. ANATOMI FISIOLOGI
Struktur tulang jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% BB dan otot
menyusunkurang lebih 50%. Kesehatan dan baiknya sistem muskulus skeletal
sangat tergantung pada sistem tubuh. Struktur tulang memberikan
perlindungan terhadap organ vitaltermasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka
tulang merupakan kerangka yang kuatuntuk menjaga struktur tubuh otot yang
melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.Sistem Muskulus skeletal
merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskula)dan tulang-tulang
yang membentuk rangka (skeletal).Otot adalah fungsi tubuh yang mempunyai
kemampuan mengubah energi kimiamenjadi energi mekanik.
D. KLASIFIKASI
a. Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1). Mobilitas sebagian temporer merupakan kemampun individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2). Mobilitas sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya
terjadi hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera tulang
belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensorik (Potter, 2010).

E. MANIFESTASI KLINIS YANG MUNGKIN TERJADI

1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:

a) muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan


massa otot, atropidan abnormalnya sendi (kontraktur) dan
gangguan metabolisme kalsium 
b) b.kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan
beban kerja jantung,dan pembentukan thrombus
c) pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispne
a setelah beraktifitas
d) metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic;
metabolismekarbohidrat, lemak dan protein;
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit;ketidakseimbangan
kalsium, dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi)
e) eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal

f.integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan


anoksia jaringang neurosensori: sensori deprivation

2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional,


intelektual,sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling
umum adalahdepresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-
bangun, dangangguan koping.

3.Keterbatasan rentan pergerakan sendi

4.Pergerakan tidak terkoordinasi

5.Penurunan waktu reaksi ( lambat )

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1. Gaya hidup

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku


yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian dengan pengetahuan
kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan
mobilisasi dengan cara yang sehat.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya.
3. Kebudayaan
Mempengaruhi dalam beraktifitas misalnya anak desa dengan
perkotaan yang biasanya anak kota lebih sering memakai mobil,
sedangkan anak desa lebih suka jalan kaki.
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energy, orang
yang sakit mobilitasnya akan berbeda dibandingkan orang yang sehat.
5. Usia dan status perkembangan
6. Faktor resiko
Berbagai factor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut (Kozier, 2010)

H. PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di


otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari
flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak
fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan
terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian
sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat
fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

I. WOC

J. PENATALAKSANAAN

1. Terapi

a. Penatalaksanaan umum

1) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,


keluarga, dan pramuwerdha.
2) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta
mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
3) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang
dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan wajib diturunkan
dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
4) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
5) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi
medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan
gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan
penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan
koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
b. Penatalaksanaan khusus
1) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi.
2) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten. Lakukan remobilisasi
segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit atau
dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang
adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen

2. Penatalaksanaan Lain

1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien


2) Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
diberdayakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi.
3) Latihan ROM aktif dan Rom pasif
K. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4. Gangguan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Observasi
Perfusi jaringan tindakan keperawatan a. Identifikasi
serebral selama 3x 24 jam peningkatan TIK
berhubungan diharapkan perfusi b. Monitor peningkatan
dengan aliran jaringan serebraal TD
darah ke otak meningkat dengan c. Monitor frekuensi
terhambat criteria hasil : penurunan frekuensi
a. Tingkat jantung
kesadaran d. Monitor penurunan
meningkat. tingkat kesadaran
b. Tekanan intra e. Monitor perlambatan
cranial, sakit atau ketidak simetrisan
kepala dan respon pupil
gelisah, f. Monitor kadar CO2 dan
kecemasan, pertahanan dalam
demam menurun. rentang yang
c. Tekana darah diindikasikan
sistolik dan g. Monitor tekanan
diastole, dan perfusi serebral.
reflek saraf 2. Terapeutik
membaik. a. Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
b. Ambil sampel
drainase cairan
serebrospinalis
c. Atur interval
pemantauan
sesuai kondisi
pasien
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan
dari prosedur
pemantauan
b. Informasikan
hasil
pemantauan
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi
komunikasi keperawatan selama 3 x a. Identifikasi prioritas
verbal 24 jam komunikasi metode komunikasi yang
berhubungan verbal pasien meningkat digunakan sesuai dengan
dengan dengan kriteria hasil: kemampuan
penurunan a. Kemampuan bicara, b. Identifikasi sumber pesan
sirkulasi ke otak mendengar secara jelas
meningkat 2. Terapeutik
b. Kesesuaian ekspresi a. Fasilitas mengungkapkan isi
wajah atau tubuh pesan dengan jelas
meningkat b. Fasilitas penyampaian
c. Pelo, gagap, afasia struktur pesan secara logis
menurun c. Dukungan pasien dan
keluarga menggunakan
komunikasi efektif
3. Edukasi
a. Jelaskan perlunya
komunikasi efektif
b. Ajarkan memformulasikan
pesan dengan dengan tepat
3. Defisit Setelah dilakukan 1. observasi
perawatan diri: tindakan keperawatan 3x a. identifikasi kebiasaan
makan, mandi, 24 jam diharapkan defisit aktivitas perawatan diri
berpakaian, perawatan px meningkat sesuai usia
toileting dengan kriteria hasil : b. monitor tingkat
berhubungan a. kemampuan kemandirian
kerusakan mandi cukup c. identifikasi kebutuhan alat
neurovaskuler meningkat bantu kebersihan diri,
b. kemampuan berpakaian, berhias dan
mengenakan makan
pakaian 2. Terapeutik
meningkat a. sediakan lingkungan yang
c. kemampuan terapeutik
makan meningkat b. siapkan keperluan pribadi
d. kemampuan toile (mis. Parfum, sikat gigi,
(BAB/BAK) dan sabun mandi)
e. verbalisasi c. dampingi dalam melakukan
keinginan perawatan dirisampai
meningkat mandiri
f. melakukan d. fasilitasi untuk menerima
perawatan diri keadaan ketergantungan
meningkat e. fasilitasi kemandirian,
g. minat melakukan bantu jika tidak mampu
perawatan diri melakukan perawatan diri
meningkat f. jadwal rutinitas perawatan
h. mempertahankan diri
kebersihan diri 3. Edukasi
meningkat a. anjurkan melakukan
i. mempertahankan perawatan diri secara
kebersihan mulut konsisten sesuai
meningkat kemampuan

4. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi


mobilitas fisik  asuhan keperawatan a. Monitor kondisi kulit
berhubungan selama 3x 24 jam b. Monitor komplikasi tirah
dengan kemampuan gerakan baring
kerusakan fisik 1 atau lebih 2. Terapeutik
neurovaskuler ekstremitas secara b. Tempatkan pada kasur
mandiri meningkat terapeutik
dengan kriteria hasil : c. Posisikan senyaman
a. Pergerakan mungkin
ekstremitas d. Berikan latihan gerak aktif
meningkat dan pasif
b. Kekuatan otot e. Fasilitas pemenuhan
meningkat kebutuhan sehari-hari
c. Rentang ROM 3. Edukasi
meningkat a. Jelaskan tujuan dilakukan
d. Nyeri menurunKaku tirah baring
sendi menurun
5. Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1 Observasi
efektif tindakan keperawatan a. Monitoring pola nafas
berhubungan selama 2x 24 jam pola ( frekuensi, kedalaman,
dengan nafas membaik dengan usaha nafas)
penurunan kriteria hasil : b. Monitor bunyi nafas
kesadaran. a. Frekuensi nafas tambahan.
membaik c. Monitor sputum ( jumlah,
b. Kedalaman nafas warna, aroma)
membaik 2 Terapeutik
c. Ekskursi dada a. Pertahankan kepatenan
membaik jalan nafas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw thrust
jika curiga trauma servikal)
b. Posisikan semi fowler atau
fowler
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
e. Lakukan penghisapan
lender krang dari 15 detik
f. Keluarkan sumbatan benda
paadat
g. Berikan oksigen, jika perlu
3 Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk
efektif
6. Resiko Setelah dilakukan
Ob1. observasi
kerusakan tindakan keperawatan a. identifikasi penyebab
integritas kulit selama 3 x 24 jam gangguan integritas kulit
berhubungan diharapkan tidak terdapat (misal perubahan
dengan resiko kerusakan sirkulasi, perubahan
immobilisasi integritas kulit dengan status nutrisi, penurunan
fisik. criteria hasil : kelembapan, suhu
a. elastisitas lingkungan ekstrem,
meningkat penurunan mobilitas)
b. perfuji jaringan 2. Terapeutik
meningkat a. ubah posisi setiap 2 jam
c. hidrasi jika tirah baring
meningkat b. gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak
pada kulit kering
c. gunakan produk berbahan
ringan atau alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitif
d. hidari mengunakan
produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering

DAFTAR PUSTAKA

Kozier, Barbara. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,


& Praktik. Jakarta : EGC.
Muttaqin Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.


Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI, DPP& PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan

Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Widuri, H. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lanjut Usia di Tatanan Klinik.


Yogyakarta : Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai